Perselisihan Hasil Pemilukada PENUTUP

37 terlepas dari pemilih atau mengarah pada fungsi “politico”, membuat keputusan politikberdasarkan situasi yang berkembang. 66

C. Perselisihan Hasil Pemilukada

Berbeda dengan pemilu-pemiluyang berlangsung sebelum perubahan UUD 1945 yang tidak dapatdiuji hasilnya oleh peserta pemilu, sesudah perubahan UUD 1945, pemilu yang diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihanumum yang bersifat “nasional, tetap, dan mandiri”, dapat diujihasilnya oleh peserta pemilu di MKsebagai “perselisihan hasil pemilu”.UUD 1945 tidak menegaskan tentang pengertian dan ruanglingkup mengenai apa yang dimaksud dengan “perselisihan hasilpemilu” seperti yang tercantum dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945. Sehingga undang-undanglah yang kemudian mengaturnya, yakniUndang- Undang No. 24 Tahun 2003 selanjutnya ditulis UU 242003 sebagaimana telah diubah Undang-Undang No.8 Tahun 2011selanjutnya ditulis UU 82011 TentangMK. Dalampasal 74 ayat 2 UU 82011 memberikan pengertian bahwaperselisihan hasil pemilu adalah perselisihan mengenai “penetapanhasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh KPU”yang mempengaruhi : a. terpilihnya calon anggota DPD; b. penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran keduapemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden; c. perolehan kursi partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan. 66 Ibid. Universitas Sumatera Utara 38 Kalau kita cermati, ketentuan Pasal 74 ayat 2 tersebut hanyaberkaitan dengan perselisihan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, danDPRD serta perselisihan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden,belum menjangkau mengenai perselisihan hasil pemilukada. Hal itu dapat dimengerti, karena yang menjadi kewenangan konstitusional MK saat itu hanyalah untuk memutus perselisihan hasil pemilu sebagaimana dimaksudPasal 24C ayat 1 UUD 1945 yang pada dasarnya adalah hasil pemilu yang dimaksuddalam Pasal 22E ayat 2 UUD 1945, yaitu pemilu anggota DPR, DPD, presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD. MK sejak tahun 2008 diberikan kewenanganmengadili sengketa pemilukada yang semula dilakukan oleh Mahkamah Agung MA. 67 Kewenangan mengadili perkarapemilukada ini memiliki arti penting bagi perkembangan hukumdan ketetanegaraan, dimana putusan MK adalah final danmengikat final and binding. Selain itu, sejak awal MK juga memiliki kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilu.Keberadaan lembaga MK yang mengadili juga merupakan bagian parameter menilai derajat demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemilu dengan penyelesaian sengketa dengan prosedur dankeputusan yang adil dan cepat. 68 Ruang lingkup ”sengketapemilukada” sesuai kewenangan yang dimiliki MK, yaitu: Pertama,penyimpangan dalam proses dan tahapan pemilukada 67 Pasal 106 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menentukan keberatan penetapan hasil Pemilukada berkenaan ”hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon” diadili MA. Dalam perkembangannya kemudian ditangani MK berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Berdasarkan UU ini penanganan sengketa hasil pemilu oleh MA dialihkan ke MK paling lama 18 bulan sejak ditetapkan undang-undang tersebut. 68 Ramlan Surbakti dkk, Perekayasaan Sistem Pemilu Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis, Jakarta: Partnership, 2008, 28-29. Universitas Sumatera Utara 39 akanberpengaruh atas hasil akhir yang mengharuskan MK tidak bolehmembiarkannya dan dinilai juga untuk menegakkan keadilan.Mahkamah tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilanprosedural procedural justice memasung dan mengesampingkankeadilan substantif substantive justice. Kedua, pengalihankewenangan dari MA ke MK bermakna bahwa MK sebagaiperadilan konstitusi diberikan mandat sebagai pengawal konstitusidan menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabilberdasarkan konstitusi. 69 69 Miftakhul Huda, Pola Pelanggaran Pemilukada..., op.cit., hlm.120 Jadi MK tidak hanya bertindak sebagai kalkulator hasil penghitungan pemilukada namun masuk kedalam proses yang menentukan hasil pemilukada itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 40

BAB III KEDUDUKAN MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI

DALAM RUANG LINGKUP KEKUASAAN KEHAKIMAN INDONESIA

A. Konsep Negara Hukum

Negara hukum dalam bahasa Inggris disebut the rule of law atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat. The rule of law dan rechtstaat di Eropa adalah sistem hukum yang berbeda 70 .The rule of law berkembang di Inggris dan negara-negara Anglo Saxon lainnya sementara rechtsstaat berkembang di negara Eropa kontinental, akan tetapi keduanya memiliki ciri utama yakni pembatasan terhadap kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Pembatasan tersebut dilakukan dengan hukum dan menjadi dasar paham konstitusionalisme modern, oleh karena itu konsep negara hukum disebut juga sebagai negara konstitusional atau constitutional state. 71 Pemikiran tentang negara hukum pertama kali dimulai oleh Plato dengan konsepnya bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah negara yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik pula, kemudian disebutnya dengan istilah Nomoi. 72 70 JimlyAsshiddiqie,http:jimly.commakalahnamafile57Konsep_Negara_Hukum_In donesia.pdf, diakses pada tanggal 04 Februari 2012 71 Ibid.. 72 Muhamad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Negara Madinah dan Masa Kini, Kencana Jakarta, 2003, hal 88. Kemudian pemikiran Plato dipertegas muridnya Aristoteles, menurutnya negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan Universitas Sumatera Utara