2.5.1. Bentuk Apresiasi Terhadap Manga Secara Umum
Terdapat beberapa bentuk apresiasi rasa cinta terhadap manga. Adapun bentuk apresiasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Doujinshi
同人誌.
Doujinshi 同人誌, terdiri dari dua kata yaitu doujin dan shi. Doujin 同人,
yang artinya orang yang sama, dan shi 誌, yang artinya majalah, dalam hal
ini terinspirasi dari kemunculan manga modern yang awalnya disajikan dalam bentuk majalah. Maka, doujinshi dimaknai sebagai manga karya para
pengemar manga yang terinspirasi dari manga karya mangaka. Jadi, doujinshi adalah istilah yang merujuk kepada manga karya penggemar manga yang
memiliki cerita yang yang cenderung sama dengan akhir cerita yang sedikit berbeda dengan manga yang menjadi insiparasinya. Para pengarang doujinshi
disebut dengan doujinshika. Komik jenis ini biasanya, didistribusikan oleh pengarangnya sendiri dari
tangan ke tangan, dijual bebas di toko doujinshi, atau dengan mengikuti konvenshi akbar yang disebut comiket yang menjual ribuan doujinshi tiap
tahunnya. Kadang Doujinshi sendiri menjadi batu lompatan seorang atau kelompok
untuk menjadi seorang mangaka. Ada kalanya, seorang mangaka juga seorang mangaka. Di mana seorang mangaka kembali berekspresi terhadap manga
yang telah rangkum dibuatnya. Dia membuat beberapa perubahan pada cerita yang telah dikonsumsi para pembacanya. Tentunya, dia juga membuat akhir
cerita yang sedikit berbeda dengan cerita yang telah dibuat sebelumnya. Kalau
Universitas Sumatera Utara
sudah begini, sang mangaka juga bisa kita katakan doujinshika dari manga- nya sendiri.
b. Harajuku Style dan Cosplay.
Cosplay ini merupakan perkembangan dari fenomena harajuku style. Harajuku style ini berawal dari penampilan para gadis Jepang yang berpenampilan aneh
dan tidak lazim yang terjadi di salah satu kawasan kecil di Tokyo, yaitu Stasiun Harajuku, dekat Stasiun Shibuya. Dalam gaya fashion ini, para
pelakunya bebas berekspresi dalam berdandan yang terinspirasi dari penampilan para tokoh manga yang dia sukai. Mulai dari potongan rambut,
baju, celana, rok mini, sepatu, sampai wajah yang di-make up sehingga mirip sekali dengan tokoh kartun yang dikaguminya itu.
Mereka hidup dan berjalan-jalan di sepanjang jalan di sekitar kawasan Stasiun Harajuku. Terdapat berbagai macam gaya dalam mengikuti penampilan para
tokoh manga ini, mulai dari dandanan gotik yang seram, v-kei yang ribet, dan lolita yang manis. Pada hari minggu, mereka biasanya berkumpul di suatu
tempat di jalan Takeshita Dori, di kawasan Harajuku, melakukan cosplay costum play. Banyak turis yang tertarik dengan gaya mereka ini, dan ingin
berfoto bersama mereka. Para turis berpendapat gaya dandanan mereka itu unik. Melihat reaksi seperti ini, ada para pelaku harajuku style yang
memasang tarif untuk difoto. Sikap ini tidak tanggung-tanggung, untuk itu mereka ada juga yang membawa serta peralatan untuk bergaya harajuku style
dalam koper. Demi kepuasan pelanggan, ada juga yang rela memotong rambutnya di tempat. Tapi, segala sampah yang disebabkan dari kegiatan
mereka ini, tidak mereka biarkan begitu saja. Mereka selalu berusaha menjaga
Universitas Sumatera Utara
kebersihan lingkungan tempat mereka beraktivitas. Menurut Ted Polhemus, seorang pengamat gaya dandan dan gaya hidup jalanan pernah bilang, gaya
anak-anak muda jepang ini dapat mempengaruhi dunia. Pengaruh tersebut dikatakan sebagai supermarket of style, yang muncul pada awal 90-an.
Sebelumnya, fenomena serupa pernah terjadi di belahan bumi bagian barat, yaitu Eropa. Harajuku style ini mempunyai moto “berani berekspresi, tak lupa
tradisi”, karena itu walaupun fenomena ini juga terinspirasi fenomena yang terjadi di Eropa yang meniri penampilan karakter tokoh film fiksi ilmiah,
mereka memodifikasinya dari akar budaya sendiri, dengan mengambil penampilan para tokoh manga.
Peragaan cosplay di Jepang, pertama kali berlangsung pada tahun 1978 di Ashinoko, Perfektur Kanagawa, dalam konvensifksi imiah, Nihon SF Taikai
XVII. Media massa sering menuliskan kostum Triton Of The Sea yang dikenakan oleh Mari Kotani, seorang kritikus fiksi ilmiah, sebagai cosplay
pertama yang dikenakan di Jepang. Selanjuutnya, sejak Nihon SF Taikai XIX 1980, kontes cosplay menjadi acara tetap. Selain di comic market, acara
cosplay menjadi sering diadakan dalam acara pameran doujinshi dan peremuan pengemar fiksi ilmiah di Jepang.
Liputan besar-besaran pertama kali dilakukan majalah fanroad, edisi perdana Agustus, 1980. Media tersebut memuat artikel tentang persaingan antara dua
kelompok harajuku style dengan masing-masing gayanya. Artikel itu menjadikan ‘cosplay’, sebagai istilah umum di kalangan penggemar anime.
Pada tahun 80-an, hobi cosplay menjadi sangat mudah dilakuan, karenanya semakin menyebarluas di Jepang. kegiatan berkelompok dalam cosplay,
Universitas Sumatera Utara
dimulai sejak tahn 1986. Seiringan dengan itu, bermunculan pula fotografer amatiran yang senang memotret kegiatan cosplay kamera kozou.
Dalam perkembangannya, pelakonan karekter dalam cosplay, tidak hanya berasal dari anime dan manga. Tetapi, juga meniru para penyanyi artis Jepang,
kerena pada saat ini apara artis itu telah memiliki ciri khas sendiri dalam fashion.
Ada juga istilah crossdresser, yaitu pemeranan pria oleh wanita dan sebaliknya. Hal ini tidak dilarang, sehingga membuka kesempatan para cosplayer untuk
bebas berekspresi. Dalam cosplay, selain kostum yang digunakan, juga memperhatkan
keterampilan si pemain cosplay dalam memperagakan ciri khas karakter yang dibawakannya. Kreativitas dalam membuat kostum, juga menjadi poin penting
penilaian. Bahan-bahan yang digunakan untuk cosplay, tidak harus bahan- bahan berkualitas yang harganya sangat mahal. Terdapat berbagai pilihan
untuk berpakaian untuk cosplay. Bisa meminta bantuan tukang jahit, bisa dibeli di toko-toko tertenu yang menjual pakaian untuk ber-coaplay, bisa juga
membuatnya sendiri. Merupakan kebanggaan tersendiri bila kita membuat sendiri kostum untuk cosplay.
Walaupun cosplay merupakan budaya yang diadopsi dari Eropa, tapi cosplay ala Jepang khususnya cosplay anime dan manga, sudah mendunia. Tiap
tahunnya, rutin diadakan World Cosplay Summit kontes cosplay tingkat dunia. Peserta cosplay http:www.wikimu.comNewsDisplayNews.aspx?id
= 57 87 telah diikuti sekitar 12 – 14 negara di dunia. c.
Otaku
Universitas Sumatera Utara
Otaku adalah istilah dalam Bahasa Jepang untuk menyebut orang yang betul- betul menekuni suatu hobi sehingga dia mengumpulkan mengoleksi benda
yang dia sukai yang berhubungan dengan hobinya. Tak jarang seseorang itu menjadi terobsesi terhadap hobi tersebut. Orang-orang seperti ini biasanya
hanya berinteraksi dengan pengoleksi objek yang sama. Istilah otaku kemungkinan besar dari percakapan antarpenggemar anime yang
selalu menyapa lawan bicaranya dengan sebutan otaku お宅 . Otaku yang
dimaksud di sini digunakan sebagai kata ganti orang kedua ragam bahasa yang paling sopan dalam Bahasa Jepang. Otaku yang digunakan para penggemar
anime, ditulis dengan huruf katakana オタク atau ヲタク . Otaku dengan
tulisan kana itu, dianggap sebagai bahasa slang. Berbeda dengan otaku dengan tulisan kanji.
Di awal tahun 80-an, terhadap para penggemar berat lolicon, manga dan doujinshi, sudah ada istilah slang bernada sumbang
ビョ―キ “sakit”. Istilah
otaku pertama kali dipublikasikan oleh kolumnis Nakamori Aiko, dalam artikelnya yang berjudul Otaku No Kenkyuu Penelitian Tentang Otaku dalam
majalah Manga Burikko. Saat itu, otaku belum begitu dikenal publik. Stasiun radio Nippon Broadcasting System adalah media massa yang pertama kali
menggunakan istilah otaku dalam acara Young Paradise yang mengankat segmen Otakuzoku No Jittai situasi kalangan otaku. Otakuzoku digunakan
untuk menyebutkan orang-orang yang masuk ke kalanan otaku. Sistem pengistilahan ini, mengikuti istilah yang sudah ada yang juga diberlakukan
Universitas Sumatera Utara
dalam kalangan anak muda yang memakai akhiran “zoku” seperti bousouzoku.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah otaku pada kaum pria, identik dengan pria lajang yang tergila-gila terhadap anime, manga, idol, video games, dan
komputer pribadi, tanpa pembatasan usia. Sedangkn untuk kaum wanita, digunakan untuk menyebutkan wanita lajang maupun yang sudah menikah,
yang membentuk kelompok yang bersifat “cult” berdasarkan persamaan hobi. Belakangan ini, pemaknaan otaku, baik itu negatif atau positif, tergantung
pada situasi dan orang yang menggunakannya. Secara negatif, otaku ditujukan kepada kalangan penggemar negatif subkultur yang letak bagusnya tidak bisa
dimengerti masyarakat umum. Lebih tepatnya, hal ini dikarenakan kalangan tersebut kurang mampu berkomunikasi dan sering tidak mau bergaul dengan
orang lain. Secara positif, otaku ditujukan terhadap kalangan yang sangat mendalami suatu bidang pengetahuan tertentu secara mendetail dalam hingga
mencapai tingkat pakar. Sebelum istilah otaku timbul ke permukaan, sebelumnya sudah ada istilah
mania, yang artinya kurang lebih sama. Istilah otaku tidak hanyaberlaku dikalangan penggemar anime dan manga. Dengan mengabaikna penekunan
terhadap suatu hobi, anak perempuan di Jepang menggunakan istilah otaku untuk menyebutkan anak laki-laki yang tidak populer di kalangan anak
perempuan. Tapi, tidak berlaku sebaliknya. Penampilan para otaku identik dengan kalangan Akiba Kei. Mereka lebih suka
mengeluarkan uang untuk keperluan hobinya dari pada untuk penampilan.
Universitas Sumatera Utara
Kesemua bentuk apresiasi kecintaan terhadap manga tersebut, disambut dengan cukup baik oleh masyarakat Jepang. Hal ini terlihat jelas dengan
perkembangan bentuk apresiasi tersebut yang juga telah menyebar luas ke luar daerah Jepang, sama halnya dengan manga sebagai salah satu sumber inspirasinya.
2.5.2. Bentuk Apresiasi Terhadap Manga Di Indonesia