3. Kasus 3
“ Rina seorang remaja yang berusia 21 tahun, mengaku pernah melihat film-film porno, pada awalnya dia diajak oleh teman-temannya.
Perasaan yang timbul setelah menonton adalah senang ingin melakukan. Rina mengakui melakukan senggama hampir setiap minggu, pasangannya
adalah kekasihnya sendiri yang dikenalinya beberapa tahun belakangan. Ia tidak pernah malacurkan diri. Dalam berpacaran ia melakukan banyak hal,
mulai dari saling mengunjungi, berjalan berduaan, cium pipi, cium bibir, pegang buah dada, pegang alat kelamin sampai senggama.
Rina berpendapat, hubungan seks di luar perkawinan adalah normal. Seks adalah sesuatu yang indah, yang dapat dinikmati oleh setiap
orang. Tuhan yang menciptakannya. Asal mau tanggung resiko dan bisa mencegah kehamilan yang tidak diinginkan seks adalah normal. Tetapi
Rina tidak setuju seks bebas dengan tukar menukar pasangan. Tentang dampak dari seks bebas, ia mengatakan tidak apa-apa, asalkan kehamilan
dicegah dengan obat atau alat kontrasepsi. Dan sekiranya terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki, maka kandungan itu digugurkan saja.”
C. Intepretasi Antar Kasus
Dari tiga kasus hasil penelitian yang dilakukan, merupakan contoh kasus yang sedikit berbeda walaupun punya kesamaan yaitu kasus seks bebas pada
remaja. Dari penelitian ini , intepretasi antar kasus yang dilakukan oleh peneliti, rinciannya sebagai berikut :
Pada kasus seks bebas yang dialami Rita, sangat jelas bahwa keluarganya terlalu memberikan kepercayaan dan tidak disertai kontrol yang
bagus. Orangtua Rita sangat menyayangi Rita yang menjadi putri tunggal dirumahnya. Peneliti menilai, kebebasan yang diberikan orangtua Rita tidak
disertakan dengan kontrol yang baik. Perilaku seks bebas yang dilakukan Rita adalah atas keterlewatan batasan pacaran antara dia dan pacarnya. Dan
hubungan yang sudah sangat jauh ini tidak diketahui oleh keluarganya. Keterlanjuran yang dirahsiakan itu kini hanya dipikul sendiri oleh Rita, dan
dia merasa depresi sampai saat ini, Rita mengalami tekanan batin, karena merasa dirinya sant bodoh dan hina. Seolah-olah dia sangat kotor. Perasaan
sesal dan kecewa ini sering menghantui dirinya.
Vina yang harus menanggung aib dan mencoreng nama baik keluarga dengan mengandung anak di luar nikah. Kepolosan dan keluguannya membuat
dia salah langkah dan menghancurkan semua kesan positif tentang keluargnya di depan masyarakat sekitar. Pendidikan yang diberikan oleh orangtua Vina
adalah pendidikan yang sangat sarat akan pendidikan agama, dan bahkan Vina sendiri alumni pesantren. Terjebaknya Vina dalam pergaulan yang salah
menjadi bukti bahwa sifat keras dan kontrol berlebihan dari orangtua juga tidak bagus dalam perkembangan anak. Ini terjadi karena anak merasa tidak
pernah diberi kesempatan untuk mengenal hal-hal yang bersifat sensitif, sehingga dia akan mencari tahu dari dunia luar. Vina merasa hidupnya
terkungkung sejak dari kecil, dan dia juga ingin merasakan kebebasan seperti orang lain rasakan. Walau pada mulanya Vina sangat takut untuk mencoba
sesuatu yang sering dilakukan oleh temannya, lama kelamaan Vina akhirnya merasa tenang dan bahagia, seolah-olah merasakan hidup yang lain yang dia
dapatkan selama ini. Pada akhirnya, Vina mengandung dan menikah dengan laki-laki yang dianggap ayah psikologis dari anaknya.
Rina yang masih kokoh dengan keyakinannya bahwa seks diluar pernikahan adalah normal, kejujuran yang dirasakan rina adalah suatu
kebenaran yang harus dihargai. Rina penganut seks bebas namun ia menolak seks bebas yang saling tukar pasangan. Karena bagi rina seks bebas yang tukar
menukar pasangan adalah tidak normal. Rina terlahir dalam keluarga yang menganut kebebasan dalam berfikir dan bertindak. Keterbukaannya mengenai
perilaku seks bebas yang dilakukannya adalah suatu hal yang sangat dibanggakan olehnya.
Dari tiga contoh kasus yang telah peneliti lakukan, terjawab sudah bahwa fase remaja adalah fase dimana seorang anak akan mencari jati dirinya.
Di satu sisi mereka ingin difahami dan diberi kesempatan, tidak mau dikekang dan terus dinasehati dengan hal-hal yang baik. Namun disatu sisi mereka juga
sedih ketika orangtuanya tidak memberi perhatian padanya. Melihat dari letak perbedaan dari tiga contoh kasus diatas bisa memberi kesimpulan bahwa
Kebebasan dan pemikiran terbuka yang diterapkan oleh keluarga Rita serta Rina membawa kesempatan besar untuk mereka berdua melakukan perilaku
seks bebas. Kekangan dan sikap tabu akan hal yang negatif yang dijadikan fondasi keluarga Vina juga membuka peluang pada Vina untuk merasakan
suatu hal yang dia tidak pernah tahu dan rasa. Dalam diri Vina terdapat konflik batin dimana sebagai seorang remaja dia punya tugas
perkembangannya, namun disatu sisi, orangtuanya melarang dia untuk kenal akan dunia luar yang penuh dengan kemaksiatan. Kontrol yang berlebihan
yang dilakukan keluarga Vina membuat Vina mencari sumber rujukan yang lain diluar. Yaitu pada temannya. Namun, ilmu psikologi modern mengingkari
sepenuhnya bahwa masa remaja adalah masa yang disertai dengan gejala- gejala prilaku yang menunjukkan penyimpangan atau kurangnya
keseimbangan. Bahkan ahli ilmu psikologi modern berpendapat bahwa gejala- gejala ini tidak lain adalah pengaruh langsung dari pertumbuhan akseleratif
sang anak puber. Kelemahan dalam beradaptasi, gangguan dalam prilaku, atau juga pemberontakan yang destruktif, semua bersumber dari kondisi yang
ditemui anak puber yang menyebabkannya menjadi gelisah dan tak dapat beradaptasi.
1
Disamping perbedaan dari tiga kasus tersebut, terdapat kesamaan, dimana ketiga remaja di atas terlibat dalam pergaulan bebas akibat dari salah
pergaulan atau bermula dari ajakan teman. Mulai dari ajakan menonton film porno hingga ajakan untuk melakukan senggama.
D. Analisa Hasil Penelitian