2.3 Pendekatan dalam Pengukuran Kemiskinan
Strategi kebutuhan dasar basic needs sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie 1981:29, dipromosikan dan dipopulerkan oleh internasional labor
organization ILO pada tahun 1976 dengan judul “Kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan dasar: suatu masalah bagi satu dunia”.
Strategi kebutuhan dasar memang memberi tekanan pada pendekatan langsung dan bukan cara tidak langsung seperti melalui effek menetes kebawah trickle
down effect dari pertumbuhan ekonomi yang Tinggi. Keseulitan umum dalam
penentuan indikator kebutuhan dasar adalah standart atau kriteria yang subjektif karena dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah, dan kelompok sosial. Disamping itu
kesulitan penentuan seara kuantitatif oleh masing-masing komponen kebutuhan dasar yang dimiliki oleh komponen itu sendiri. Misalnya selera konsumen
terhadap satu jenis makan atau komoditi lainnya. Beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan mengenai
konsep kebutuhan dasar ini termasuk alat ukurnya. Konsep kebutuhan dasar yang dicakupa dalah komponen kebutuhan dasar dan karakterisktik kebutuhan dasar
serta hubungan keduanya dengan garis kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik BPS komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang
disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil survey sosial ekonomi nasional SUSENAS. Berdasarkan komposisi pengeluaran konsumsi
penduduk, dapat dihitung besarnya kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen.
Kembali pada pengukuran kemisinan, menurut Ravallion 1998, ada tiga tahapan yang diambil dalam mengukur kemiskinan. Tiga tahapan ini mencakup:
1 Mendefinisikan indikator kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
2 Membangun standart minimum yang dapat diterima dari indikator tersebut untuk membagi penduduk menjadi miskin dan tidak miskin sering dikenal
dengan garis kemiskinan, dan 3 Membuat ringkasan statistic untuk memberikan informasi secara agregat
mengenai distribusi dari indikator kesejahteraan tersebut dan posisi realtifnya terdapat standart minimum yang telah ditentukan.
Ukuran kemiskinan pada tingkat makro dapat memberikan gambaran kemiskinan rumah tangga menurut wilayah regional, provinsi, dan kota-desa.
Untuk menetapkan rumah tangga sebagai kelompok sasaran program, seperti intervensi dan mengurangi dampak krisis, kriteria-kriteria infrastruktur pelayanan
pemerintah dan fasilitas umum lainnya menurut karakteristik wilayah dan rumah tangga sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa indikator untuk
mengidentifikasi rumah tangga miskin dapat dikembangkan berdasarkan karakteristik rumah tangga, termasuk indikator demografi, sosial ekonomi, dan
indikator lainnya. Indikator-indikator ini pad aumumnya cocok untuk digunakan. Tetapi beberapa diantaranya hanya sesuai untuk kota atau desa.
Indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk mendefinisikan rumah tangga miskin yaitu ciri-ciri pekerjaan yang dilakukan oleh kepala rumah tangga
dan akses terhadap sumberasset. Pernia Quibria, 1991. Untuk wilayah pesisir karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga adalah sebagai nelayan. Yang mana
kehidupannya bergantung dengan hasil tangkapan laut. Berdasarkan hasil penelitian Emil Salim pada tahun 1981 menjelaskan
bahwa ciri-ciri orang miskin adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Mereka tidak memperoleh kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri tanpa bantuan dari luar.
2 Mereka yang hidup di daerah perkotaan masih berusia muda dan tidak didukung oleh keterampilan yang memadai
3 Tidak memiliki faktor produksi dan tidak mempunyai keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan yang layak
4 Tingkat pendidikan rendah, karena waktu mereka dihabiskan untuk bekerja dalam upaya untuk memperoleh pendapatan untuk tambahan
penghasilan 5 Sebagian besar mereka tinggal di perdesaan, tidak memiliki tanah dan
kalaupun ada sangat sedikit. Pada umumnya dari mereka bekerja sebagai buruh tani atau pekerja kasar yang dibayar rendah di sektor pertanian.
6 Kesinambungan kerja kurang terjamin karena mereka bekerja dalam usaha apa saja di sektor informal.
Hasil penelitian World Bank oleh Don Chemichovsky dan Oey Astra Meesok dengan menggunakan data Susenas 1978 Masfufah, 2000, menyatakan
beberapa karakteristik rumah tangga miskin di Indonesia antara lain: 1 Jumlah anggota rumah tangga banyak dengan kepala rumah tangga
merupakan tulang punggung keluarga 2 Tingkat pendidikan anggota rumah tangga dan kepala rumah tangga rata-
rata rendah 3 Pekerjaan saring berubah dan sebagian dari mereka mau menerima
tambahan pekerjaan lain bila ditawarkan
Universitas Sumatera Utara
4 Sebagian besar pengeluaran untuk mengkonsumsi makanan dengan persentase pengeluaran untuk karbohidrat paling besar
5 Sebagian besar pendapatan utamanya bersumber dari pertanian dan penguasaan tanahnya masih marginal
6 Kondisi rumahnya masih sangat memprihatinkan dalam hal penyediaan air bersih dan listrik untuk penerangan.
Karakteristik rumah tangga lain yang berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan yaitu jumlah anggota rumah tangga. Makin besar jumlah anggota
rumah tangga akan makin besar pula risiko untuk menjadi miskin apabila pendapatannya tidak meningkat. Umur kepala rumah tangga juga berkaitan
dengan tingkat kemiskinan walaupun hubungannya tidak begitu jelas, akan tetai ada kecenderungan bahwa kepala rumah tangga tidak miskin lebih tua
debandingkan rumah tangga miskin Faturrokhman dan Molo, 1995 Dalam Zulfahri 2002, Masri Singarimbun mencirikan kemiskinan
sebagai suatu kondisi yang memenuhi ciri-ciri: 1
Pendapatan rendah 2
Gizi rendah 3
Tingkat pendidikan rendah 4
Keterampilan rendah 5
Harapan hidup pendek Sedangkan Keban 1994 membagi menjadi tiga kelompok faktor
penyebab kemiskinan rumah tangga yaitu: 1
Karakteristik individu kepala rumah tangga 2
Karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
3 Karakteristik lingkungan
Dalam buku Dasar-dasar Analisis Kemiskinan Badan Pusat Statistik, 2002 diuraikan karakteristik rumah tangga dan individu yang berkaitan dengan
kemiskinan yang digolongkan menjadi tiga kelompok. 1 Karakteristik Demografi
a. Struktur dan ukuran rumah tangga. Indikator ini penting karena menunjukkan korelasi antara tingkat kemiskinan dan komposisi rumah
tangga. Komposisi rmah tangga, dalam bentuk ukuran rumah tangga dan Karakteristik anggota rumah tangga seperti umur, sering sangat berbeda
untuk setiap rumah tangga miskin dan tidak miskin. Makin besar jumlah anggoa rumah tangga makin besar pula resiko untuk menjadi miskin
apabila pendapatannya tidak meningkat. b. Rasio ketergantungan Dependency Ratio. Rasio ketergantungan dihitung
sebagai rasio jumlah anggota rumah tangga yang tidak berada dalam angkatan kerja apakah muda atau tua terhadap mereka yang berada pada
angkatan kerja dalam rumah tangga tersebut. Adapun hubungan antara rasio ketergantungan dengan tingkat kemiskinan adalah berkorelasi positif,
dimana ketika rasio ketergantungan Tinggi maka tingkat kemiskinan akan semakin meningkat.
c. Gender kepala rumah tangga, secara umum telah diketahui bahwa jenis kelamin kepala rumah tangga berpengaruh secara signifikan terhadap
kemiskinan rumah tangga dan sering ditemui bahwa rumah tangga yang dikepalai wanita lebih miskin daripada yang dikepalai laki-laki.
2 Karakteristik Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik ekonomi mencakup pekerjaan, pendapatan, pengeluaran konsumsi dan kepemilikan rumah tangga.
a. Ketenagakerjaan Employment rumah tangga. Ada beberapa indikator untuk menentukan ketenagakerjaan rumah tangga. Berdasarkan banyak
indikator yang ditemukan, ekonom menitikberatkan pada partisipasi angakatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, tingkat setengah
pengangguran, dan perubahan jenis pekerjaan. Ketenagakerjaan berkaitan dengan pendapatan yang dapat diterima oleh penduduk atau rumah tangga.
Apabila endapatan yang diperoleh tidak dapat mencukupi kebutuhan minimum maka resiko untuk menjadi miskin lebih besar.
b. Pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting untuk dpertimbhangkan ketika menentukan karakteristik penduduk
miskin. Hal yang penting untuk mendapat perhatian adalah tingkat pendapatan dan juga distribusinya diantara anggota rumah tangga dan
diantara berbagai kelompok sosial. Meskipun demikian, dalam prakteknya indikator pendapatan sering mengahdirkan masalah-masalah tertentu.
Pendapatan sulit didefinisikan karena pendapatan mencakup banyak komponen, namun hanya beberapa komponen yang berkaitan dengan
monete misalnya, rumah tangga pertanian mengkonsumsi sebagian besar produksi sendiri
c. Struktur pengeluaran dan konsumsi rumah tangga. Struktur pengeluaran konsumsi rumah tangga dapat digunakan untuk mendirikan rumah tangga
dengan memberikan gambaran pengeluaran makanan dan non makanan. Hal yang menarik yaitu mengukur penimbang relative dari barang-barang
Universitas Sumatera Utara
dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga menurut tingkat kemiskinannya. Pengukuran ini memberikan beberapa indikasi berkaitan dengan dampak
yang mungkin terjadi karena variasi harga terhadap daya beli rumah tangga. Kemudian dapat digunakan produk kebutuhan dasar, khususnya
makanan, untuk mewakili bagian yang paling sgnifikan dari total pengeluaran penduduk miskin.
d. Kepemilikan rumah tangga. Kepemilikan rumah tangga mencakup barang –barang yang sangat besar jumlahnya tanah, peternakan, perlalatan
pertanian, bangunan, dan barang-barang tahan lama lainnya dan asset finansial. Indikator tersebut menarik perhatian karena mencerminkan
inventaris kekayaan rumah tangga dan dengan demikianmemperngaruhi arus pendapatan rumah tangga. Lebih lanjut, rumah tangga tertentu
khususnya di wilayah perdesaan dapat menjadi miskin dalam hal pendapatan namun kaya ketika kepemilikan mereka dipertimbangkan.
3 Karakteristik Sosial a. Kesehatan dalam rumah tangga. Empat jenis indikator yang umumnya
digunakan untuk mencirikan kesehatan dalam menganalisis standar hidup rumah tangga meliputi status gizi, status penyakit, ketersediaan pelayanan
kesehatan, dan penggunaan pelayanan-pelayanan kesehatan tersebut oleh rumah tangga miskin dan tidak miskin.
b Pendidikan. Tiga jenis indikator pendidikan yang umumnya diguakan dalam menganalisis standart hidup rumah tangga yang mencakup tingkat
pendidikan anggta rumah tangga angka melek huruf yang rendah, ketersediaan pelayanan pendidikan, dan penggunaan pelayanan tersebut
oleh anggota dari rumah tangga miskin dan tidak miskin. Adanya
Universitas Sumatera Utara
diskriminasi pelayanan pendidikan antara penduduk yang mampu dan tidak mampu membuat penduduk yang tidak mampu miskin akan
semakin tertinggal tingkat pendidikannya. c. Tempat tinggal. Kondisi tempat tinggal di evaluasi berdasarkan tiga
komponen: perumahan, pelayanan, dan lingkungan. Indikator perumahan mencakup jenis bangunan ukuran dan jenis bahan bangunan,
kepemilikan tempat tinggal sewa atau milik sendiri, dan perlengkapan rumah tangga. Indikator pelayanan menitikberatkan pada ketersediaan dan
penggunaan air minum, jasa komunikasi, listrik, dan sumber energi lain. Terakhir, indikator lingkungan menekankan pada level sanitasi, tingkat
isolasi ketersediaan jalan yang dapat digunakan pada setiap saat, lamanya waktunya waktu tempuh dan tersedianya transportasi ke tempat kerja dan
tingkat keamanan personal. Secara umum terbentuk bahwa rumah tangga miskin hidup dalam kondisi yang lebih berbahaya beresiko, lingkungan
yang kurang higienis yang mempunyai kontribusi terhadap tingkat kesehatan yang rendah dan produktifitas anggota rumah tangga yang lebih
rendah.
2.4 Potensi Wilayah Pesisir dan Kondisi Ekonomi Masyarakat Pesisir