Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza Myristica L.) Aromatik Asli Indonesia

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISASI PROFIL FLAVOR BEBERAPA VARIETAS BERAS (Oryza myristicaL.) AROMATIK ASLI INDONESIA

Oleh

HAFIDHA KUSUMANINGRUM F24104047

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Hafidha Kusumaningrum. F24104047. Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza myristica L.) Aromatik Asli Indonesia. Dibawah bimbingan: C. Hanny Wijaya. 2009.

RINGKASAN

Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah keaneka-ragaman tanaman tropika. Padi lokal-aromatik, seperti Pandanwangi dari Jawa Barat dan Rojolele dari Jawa Tengah, merupakan salah satu keanekaragaman tanaman Indonesia. Telah terjadi permintaan yang cukup tinggi terhadap beras aromatik Indonesia, akan tetapi permintaan tersebut tidak diimbangi dengan produksi beras aromatik tersebut, sehingga peluang pengembangan beras aromatik masih terbuka luas. Selain itu penggalian informasi tentang flavor beras aromatik tentunya akan banyak memberi nilai tambah tidak saja dari segi ekonomi, namun juga pelestarian genetik sumber hayati Indonesia, karena dengan adanyadatabase yang memadai program pengembangan varietas padi aromatik akan lebih terarah.

Penelitian ini bertujuan mempelajari komposisi komponen volatil dan deskripsi sensori profil flavor beras varietas Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut, Sintanur, Rojolele, dan Situ Patenggang yang diperoleh dari Balai Besar Tanaman Padi, serta membandingkannya dengan beras varietas Basmati yang diperoleh dari supermarket.

Tingkat kesukaan aroma antar varietas beras tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan rasa varietas Rojolele dan Pandanwangi Garut lebih disukai dari varietas pembanding, sedangkan varietas Sintanur, Situ Patenggang, dan Pandanwangi Cianjur tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding (Basmati). Secara ranking overall varietas Rojolele menempati urutan pertama, diikuti Sintanur, Pandanwangi Garut, Pandanwangi Cianjur, dan Basmati (pembanding).

Varietas Pandanwangi Garut dideskripsikan memiliki aroma pandan, varietas Basmati (pembanding) dideskripsikan memiliki aromacereal,buttery, dan sweet, varietas Situ Patenggang dideskripsikan memiliki aroma creamy, dan varietas Rojolele dideskripsikan memiliki rasa manis dan asin. Sedangkan Pandanwangi Cianjur tidak memiliki atribut rasa dan aroma yang menonjol dibandingkan dengan varietas lainnya.

Komponen volatil terbesar Pada varietas Basmati (pembanding), Situ Patenggang, Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut, dan Sintanur berasal dari golongan alkohol, sedangkan varietas Rojolele berupa Aldehid. Pandanwangi Garut memiliki jumlah komponen aroma-aktif pandan 2-Acetyl-1-pyrroline yang paling banyak, kemudian berturut-turut Pandanwangi Cianjur, Sintanur, Rojolele, Basmati (pembanding), dan Situ Patenggang. Jumlah komponen aroma-aktif yang berkontribusi terhadap bau ”apek” yaitu Hexanal, jumlah terbesar terdapat pada varietas Basmati, kemudian berturut-turut varietas Sintanur, Rojolele, Pandanwangi Garut, Pandanwangi Cianjur, dan Situ Patenggang.


(3)

KARAKTERISASI PROFIL FLAVOR BEBERAPA VARIETAS BERAS (Oryza myristicaL.) AROMATIK ASLI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAFIDHA KUSUMANINGRUM F24104047

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGA FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(4)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Sragen, 15 April 1985, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Sarjoko, SE dan Rahayu Sri Hartati, SPd.

Tahun 1998 penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri Sambirejo III dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri II Gemolong hingga tahun 2001. Selepas dari Sekolah Menengah Pertama penulis melanjutkan ke SMA I Gemolong dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis ikut serta dalam berbagai kepanitiaan, seperti panitia Lepas Landas Sarjana 2006, Sie. Acara BAUR 2006, Panitia Pekan Padi Nasional III di Sukamandi, dan Sekretaris Himpunan Mahasiswa Sragen.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza myristica L.) Aromatik Asli Indonesia”. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan ITP, Laboratorium Sensori SEAFAST, dan Laboratorium Flavor Balai Besar Tanaman Padi.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadiat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza myristica L.) Aromatik Asli Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak tidaklah mungkin karya kecil ini dapat tersusun. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta atas kasih sayang, cinta, dorongan, dan doa yang tidak pernah putus. Kakak-kakakku (Mbak Idha, Mas Be, Mbak Ayi, Mas Roi), adikku Itang, serta keponakanku yang lucu (Agha dan Lintang) yang selalu memberikan semangat dan doa hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

2. Yth. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing, selalu memberi pelajaran yang berharga, serta memberikan dorongan dan semangat kepada penulis;

3. Yth Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA dan Dian Herawati, STP, selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan saran kepada penulis;

4. Radita Novan Dipayana dan Mariyatul kibtiah yang telah mengajariku banyak hal tentang hidup dan rasa sayang kepada sesama manusia. Tanpa kalian aku tidak bisa menjadi seperti sekarang ini;

5. Keluarga Besar Sutarto (terutama Bude Dewi, Mbak Ema, Mbak Andin, Mbak Iin, Mas Anung, Mbak Ita, Keisha, Mbak antin, dan Pakde Hamka) yang selalu memberikan semangat dan doa hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

6. Para Panelisku sekaligus sahabat-sahabatku Sukma, Rani, Riska, Astrida, Fadli, Dikun, Kurnia, Andri, Nanang, dan Edi yang telah bersedia ”direpotkan” dan meluangkan waktunya.


(6)

7. Teman-teman sebimbingan dan seperjuangan Novi, Hajrah, Kak Andrea, Kak Astuti (terimakasih atas saran-sarannya), Kak Eko, Dion, Sina, Diva, Kandi dan kawan-kawan;

8. Sahabat-sahabatku ITP 41 (khususnya Indi, Indra, Mas Jendi, Mance, Ancha), serta Siska Mbem, Ulil, Tiktok, Mami Liana, Wida, dan keluarga besar Salsabillah (Arinto, Tika, Siti, Nina, Pipit, Eta, Baby, Lingga, Icha, Lulus, Sandra, Bio, dan Tia), atas persahabatan dan segala bantuannya; 9. Keluarga Besar Balai Besar Penelitian Penelitian Tanaman Padi (Pak

Bram, Mbak Desi, Sera, dan Mas Dody) atas segala bantuan penyediaan sampel, penginjeksian sampel, dan tumpangan tempat menginapnya; 10. Para Laboran ITP dan SEAFAST (terutama Pak Sobirin dan Ibu Sri), atas

segala bantuannya.

Bogor, Januari 2009


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BERAS 1. Struktur Beras... 3

2. Beras Aromatik... 4

3. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras... 5

B. FLAVOR BERAS AROMATIK ... 8

C. ANALISIS KOMPONEN VOLATIL 1. Ekstraksi... 10

2. Karakterisasi Komponen Volatil ... 12

D. ANALISIS SENSORI 1. Uji Hedonik ... 14

2. Uji Ranking ... 15

3.Quantitative Descriptif Analysis (QDA)... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT... 20

B. METODE PENELITIAN... 20

C. PENGAMATAN 1. Analisis Proksimat ... 21

2. Cara Memasak Nasi ... 24

3. Uji organoleptik... 24


(8)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SIFAT KIMIA BERAS ... 32

B. PENERIMAAN SENSORI NASI DARI BERAS-BERAS AROMATIK 1. Hedonik aroma ... 35

2. Hedonik Rasa ... 35

3. RankingOverall... 36

C. DESKRIPSI PROFIL FLAVOR NASI DARI BERAS-BERAS AROMATIK ... 37

D. KARAKTERISASI KOMPONEN VOLATIL 1. Ekstraksi dengan metodeSimultaneous Distillaton-Ekstraction... 45

2. Karakterisasi Komponen Volatil dengan GC-MS ... 46

V. KESIMPULAN... 57

DAFTAR PUSTAKA... 59


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Beberapa Varietas Beras Berdasarkan Kandungan Amilosanya .... 6

Tabel 2. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa... 7

Tabel 3. Konsentrasi larutan uji dalam penentuan rasa dasar ... 25

Tabel 4. Konsentrasi flavor uji segitiga aroma ... 26

Tabel 5. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating dan ranking ... 26

Tabel 6. Konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan ranking ... 27

Tabel 7. Kondisi GC-MS untuk analisis identifikasi komponen volatil beras (merk Agilent Technologies 7890A-5975 C inert XLEI/CI) ... 29

Tabel 8. Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Basah... 31

Tabel 9. Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Kering ... 31

Tabel 10. Flavor Standar Pada Tahap Pelatihan ... 38

Tabel 11. Persamaan dalam penentuan nilai standar aroma ... 41

Tabel 12. Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa ... 41

Tabel 13. Konsentrasi standar flavor aroma untuk analisis kuantitatif ... 42

Tabel 14. Konsentrasi standar flavor rasa untuk analisis kuantitatif... 42

Tabel 15. Nilai rata-rata uji kuantitatif rasa dan aroma nasi dari beras aromatik... 44

Tabel 16. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Basmati ... 48

Tabel 17. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Pandanwangi Cianjur... 49

Tabel 18. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Pandanwangi Garut... 50

Tabel 19. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Rojolele ... 51

Tabel 20. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Sintanur ... 52


(10)

Tabel 21. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Situ Patenggang... 53 Tabel 22.Tabulasi Data Penggolongan Komponen Volatil... 54 Tabel 23. Konsentrasi yang ditemukan pada beberapa komponen aroma utama dalam beras masakCalifornia Long-Grain... 55


(11)

SKRIPSI

KARAKTERISASI PROFIL FLAVOR BEBERAPA VARIETAS BERAS (Oryza myristicaL.) AROMATIK ASLI INDONESIA

Oleh

HAFIDHA KUSUMANINGRUM F24104047

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Hafidha Kusumaningrum. F24104047. Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza myristica L.) Aromatik Asli Indonesia. Dibawah bimbingan: C. Hanny Wijaya. 2009.

RINGKASAN

Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah keaneka-ragaman tanaman tropika. Padi lokal-aromatik, seperti Pandanwangi dari Jawa Barat dan Rojolele dari Jawa Tengah, merupakan salah satu keanekaragaman tanaman Indonesia. Telah terjadi permintaan yang cukup tinggi terhadap beras aromatik Indonesia, akan tetapi permintaan tersebut tidak diimbangi dengan produksi beras aromatik tersebut, sehingga peluang pengembangan beras aromatik masih terbuka luas. Selain itu penggalian informasi tentang flavor beras aromatik tentunya akan banyak memberi nilai tambah tidak saja dari segi ekonomi, namun juga pelestarian genetik sumber hayati Indonesia, karena dengan adanyadatabase yang memadai program pengembangan varietas padi aromatik akan lebih terarah.

Penelitian ini bertujuan mempelajari komposisi komponen volatil dan deskripsi sensori profil flavor beras varietas Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut, Sintanur, Rojolele, dan Situ Patenggang yang diperoleh dari Balai Besar Tanaman Padi, serta membandingkannya dengan beras varietas Basmati yang diperoleh dari supermarket.

Tingkat kesukaan aroma antar varietas beras tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan rasa varietas Rojolele dan Pandanwangi Garut lebih disukai dari varietas pembanding, sedangkan varietas Sintanur, Situ Patenggang, dan Pandanwangi Cianjur tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding (Basmati). Secara ranking overall varietas Rojolele menempati urutan pertama, diikuti Sintanur, Pandanwangi Garut, Pandanwangi Cianjur, dan Basmati (pembanding).

Varietas Pandanwangi Garut dideskripsikan memiliki aroma pandan, varietas Basmati (pembanding) dideskripsikan memiliki aromacereal,buttery, dan sweet, varietas Situ Patenggang dideskripsikan memiliki aroma creamy, dan varietas Rojolele dideskripsikan memiliki rasa manis dan asin. Sedangkan Pandanwangi Cianjur tidak memiliki atribut rasa dan aroma yang menonjol dibandingkan dengan varietas lainnya.

Komponen volatil terbesar Pada varietas Basmati (pembanding), Situ Patenggang, Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut, dan Sintanur berasal dari golongan alkohol, sedangkan varietas Rojolele berupa Aldehid. Pandanwangi Garut memiliki jumlah komponen aroma-aktif pandan 2-Acetyl-1-pyrroline yang paling banyak, kemudian berturut-turut Pandanwangi Cianjur, Sintanur, Rojolele, Basmati (pembanding), dan Situ Patenggang. Jumlah komponen aroma-aktif yang berkontribusi terhadap bau ”apek” yaitu Hexanal, jumlah terbesar terdapat pada varietas Basmati, kemudian berturut-turut varietas Sintanur, Rojolele, Pandanwangi Garut, Pandanwangi Cianjur, dan Situ Patenggang.


(13)

KARAKTERISASI PROFIL FLAVOR BEBERAPA VARIETAS BERAS (Oryza myristicaL.) AROMATIK ASLI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAFIDHA KUSUMANINGRUM F24104047

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGA FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(14)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Sragen, 15 April 1985, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Sarjoko, SE dan Rahayu Sri Hartati, SPd.

Tahun 1998 penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri Sambirejo III dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri II Gemolong hingga tahun 2001. Selepas dari Sekolah Menengah Pertama penulis melanjutkan ke SMA I Gemolong dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis ikut serta dalam berbagai kepanitiaan, seperti panitia Lepas Landas Sarjana 2006, Sie. Acara BAUR 2006, Panitia Pekan Padi Nasional III di Sukamandi, dan Sekretaris Himpunan Mahasiswa Sragen.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza myristica L.) Aromatik Asli Indonesia”. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan ITP, Laboratorium Sensori SEAFAST, dan Laboratorium Flavor Balai Besar Tanaman Padi.


(15)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadiat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Karakterisasi Profil Flavor Beberapa Varietas Beras (Oryza myristica L.) Aromatik Asli Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak tidaklah mungkin karya kecil ini dapat tersusun. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta atas kasih sayang, cinta, dorongan, dan doa yang tidak pernah putus. Kakak-kakakku (Mbak Idha, Mas Be, Mbak Ayi, Mas Roi), adikku Itang, serta keponakanku yang lucu (Agha dan Lintang) yang selalu memberikan semangat dan doa hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

2. Yth. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing, selalu memberi pelajaran yang berharga, serta memberikan dorongan dan semangat kepada penulis;

3. Yth Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA dan Dian Herawati, STP, selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan saran kepada penulis;

4. Radita Novan Dipayana dan Mariyatul kibtiah yang telah mengajariku banyak hal tentang hidup dan rasa sayang kepada sesama manusia. Tanpa kalian aku tidak bisa menjadi seperti sekarang ini;

5. Keluarga Besar Sutarto (terutama Bude Dewi, Mbak Ema, Mbak Andin, Mbak Iin, Mas Anung, Mbak Ita, Keisha, Mbak antin, dan Pakde Hamka) yang selalu memberikan semangat dan doa hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

6. Para Panelisku sekaligus sahabat-sahabatku Sukma, Rani, Riska, Astrida, Fadli, Dikun, Kurnia, Andri, Nanang, dan Edi yang telah bersedia ”direpotkan” dan meluangkan waktunya.


(16)

7. Teman-teman sebimbingan dan seperjuangan Novi, Hajrah, Kak Andrea, Kak Astuti (terimakasih atas saran-sarannya), Kak Eko, Dion, Sina, Diva, Kandi dan kawan-kawan;

8. Sahabat-sahabatku ITP 41 (khususnya Indi, Indra, Mas Jendi, Mance, Ancha), serta Siska Mbem, Ulil, Tiktok, Mami Liana, Wida, dan keluarga besar Salsabillah (Arinto, Tika, Siti, Nina, Pipit, Eta, Baby, Lingga, Icha, Lulus, Sandra, Bio, dan Tia), atas persahabatan dan segala bantuannya; 9. Keluarga Besar Balai Besar Penelitian Penelitian Tanaman Padi (Pak

Bram, Mbak Desi, Sera, dan Mas Dody) atas segala bantuan penyediaan sampel, penginjeksian sampel, dan tumpangan tempat menginapnya; 10. Para Laboran ITP dan SEAFAST (terutama Pak Sobirin dan Ibu Sri), atas

segala bantuannya.

Bogor, Januari 2009


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BERAS 1. Struktur Beras... 3

2. Beras Aromatik... 4

3. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras... 5

B. FLAVOR BERAS AROMATIK ... 8

C. ANALISIS KOMPONEN VOLATIL 1. Ekstraksi... 10

2. Karakterisasi Komponen Volatil ... 12

D. ANALISIS SENSORI 1. Uji Hedonik ... 14

2. Uji Ranking ... 15

3.Quantitative Descriptif Analysis (QDA)... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT... 20

B. METODE PENELITIAN... 20

C. PENGAMATAN 1. Analisis Proksimat ... 21

2. Cara Memasak Nasi ... 24

3. Uji organoleptik... 24


(18)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SIFAT KIMIA BERAS ... 32

B. PENERIMAAN SENSORI NASI DARI BERAS-BERAS AROMATIK 1. Hedonik aroma ... 35

2. Hedonik Rasa ... 35

3. RankingOverall... 36

C. DESKRIPSI PROFIL FLAVOR NASI DARI BERAS-BERAS AROMATIK ... 37

D. KARAKTERISASI KOMPONEN VOLATIL 1. Ekstraksi dengan metodeSimultaneous Distillaton-Ekstraction... 45

2. Karakterisasi Komponen Volatil dengan GC-MS ... 46

V. KESIMPULAN... 57

DAFTAR PUSTAKA... 59


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Beberapa Varietas Beras Berdasarkan Kandungan Amilosanya .... 6

Tabel 2. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa... 7

Tabel 3. Konsentrasi larutan uji dalam penentuan rasa dasar ... 25

Tabel 4. Konsentrasi flavor uji segitiga aroma ... 26

Tabel 5. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating dan ranking ... 26

Tabel 6. Konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan ranking ... 27

Tabel 7. Kondisi GC-MS untuk analisis identifikasi komponen volatil beras (merk Agilent Technologies 7890A-5975 C inert XLEI/CI) ... 29

Tabel 8. Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Basah... 31

Tabel 9. Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Kering ... 31

Tabel 10. Flavor Standar Pada Tahap Pelatihan ... 38

Tabel 11. Persamaan dalam penentuan nilai standar aroma ... 41

Tabel 12. Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa ... 41

Tabel 13. Konsentrasi standar flavor aroma untuk analisis kuantitatif ... 42

Tabel 14. Konsentrasi standar flavor rasa untuk analisis kuantitatif... 42

Tabel 15. Nilai rata-rata uji kuantitatif rasa dan aroma nasi dari beras aromatik... 44

Tabel 16. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Basmati ... 48

Tabel 17. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Pandanwangi Cianjur... 49

Tabel 18. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Pandanwangi Garut... 50

Tabel 19. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Rojolele ... 51

Tabel 20. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Sintanur ... 52


(20)

Tabel 21. Penggolongan Berdasarkan Gugus Fungsi Komponen Volatil Nasi dari Beras Aromatik Situ Patenggang... 53 Tabel 22.Tabulasi Data Penggolongan Komponen Volatil... 54 Tabel 23. Konsentrasi yang ditemukan pada beberapa komponen aroma utama dalam beras masakCalifornia Long-Grain... 55


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Beras... 3

Gambar 2. Diagram Proses Pembentukan Aroma2-Acetyl-1-pyrolline…... 9

Gambar 3. Perangkat Alat Likens-Nickerson... 11

Gambar 4. Varietas Beras yang Digunakan... 34

Gambar 5. Hasil Uji Hedonik Aroma Sampel Nasi Beras Aromatik... 35

Gambar 6. Hasi Uji Hedonik Rasa Sampel Nasi Beras Aromatik... 36

Gambar 7. Hasil Uji RankingOverall Sampel Nasi Beras Aromatik... 37

Gambar 8.Spider webrasa dan aroma hasil pengujian kualitatif... 45

Gambar 9. Kromatogram Varietas Basmati... 47

Gambar 10. Kromatogram Varietas Pandanwangi Cianjur... 49

Gambar 11. Kromatogram Varietas Pandanwangi Garut... 50

Gambar 12. Kromatogram Varietas Sintanur... 51

Gambar 13. Kromatogram Varietas Rojolele... 52


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran1. Contoh kuesioner uji hedonik... 64 Lampiran 2. Contoh kuesioner uji ranking... 65 Lampiran 3. Contoh kuesioner uji segitiga rasa ... 66 Lampiran 4. Contoh kuesioner uji segitiga aroma... 67 Lampiran 5a. Contoh kuesioner uji rating aroma ... 68 Lampiran 5b. Contoh kuesioner uji rating rasa ... 69 Lampiran 6a. Contoh kuesioner uji ranking aroma ... 70 Lampiran 6a. Contoh kuesioner uji ranking rasa... 71 Lampiran 7a. Contoh kuesioner tahap pengujian atribut rasa ... 72 Lampiran 7b. Contoh kuesioner tahap pengujian atribut aroma... 73 Lampiran 8a. Data uji hedonik aroma nasi dari beras aromatik... 74 Lampiran 8b. Analisis statistik uji hedonik aroma nasi dari beras aromatik.... 75 Lampiran 9a. Data hedonik rasa nasi dari beras aromatik... 76 Lampiran 9b. Analisis statistik uji hedonik rasa nasi dari beras aromatik... 77 Lampiran 10. Data uji rankingoverall nasi dari beras aromatik ... 78 Lampiran 11a. DataQuantitative Descriptive Analysis (QDA) varietas

Basmati... ... 79 Lampiran 11b. DataQuantitative Descriptive Analysis (QDA) varietas

Pandanwangi Cianjur ... 83 Lampiran 11c. DataQuantitative Descriptive Analysis (QDA) varietas

Pandanwangi Garut... 87 Lampiran 11d. DataQuantitative Descriptive Analysis (QDA) varietas

Rojolele…………... 91 Lampiran 11e. DataQuantitative Descriptive Analysis (QDA) varietas

Sintanur…………... 95 Lampiran 11f. DataQuantitative Descriptive Analysis (QDA) varietas

Situ Patenggang ... 99 Lampiran 12. Komponen volatil nasi dari beras aromatik... 103


(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan preferensi masyarakat terhadap beras semakin besar. Berdasarkan data Susenas 1990-1999, tingkat partisipasi konsumsi beras di setiap propinsi maupun tingkatan pendapatan mencapai sekitar 97-100 %. Ini artinya hanya sekitar 3 % rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok terutama pangan pokok tunggal. Tingkat partisipasi konsumsi beras yang lebih kecil 90 % hanya ditemukan dipedesaan Papua. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di kota tahun 1999 adalah 96,0 kg per kapita /tahun dan didesa adalah 111,8 kg per kapita/tahun (Erwidodoet al.,1996).

Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah keaneka-ragaman tanaman tropika. Padi lokal-aromatik, seperti Pandanwangi dari Jawa Barat dan Rojolele dari Jawa Tengah, merupakan salah satu keanekaragaman tanaman Indonesia. Padi lokal tersebut, meski memiliki kelemahan yaitu sifat aromanya menjadi hilang bila ditanam di daerah bukan asalnya (Adijono-paet al., 1995), tetapi dapat digunakan sebagai tetua dalam pembentukan varietas unggul padi aromatik. Beras-beras aromatik berbeda dari beras-beras biasa dalam hal kualitas sensori aromanya, perbedaannya yaitu aroma wangi dan karakteristik kualitas beras (Singhet al., 2000).

Malaysia sejak tahun 2005 lalu telah melakukan permintaan terhadap beras aromatik Indonesia, namun karena hambatan dalam pertanaman oleh petani, sehingga rencana ekspor beras ke negara itu tertunda (Anonim, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadidemand yang cukup tinggi terhadap beras aromatik Indonesia, akan tetapi permintaan terhadap beras aromatik Indonesia tidak diimbangi dengan produksi beras aromatik tersebut, sehingga peluang pengembangan beras aromatik masih terbuka luas.

Penelitian yang membahas tentang beras aromatik Indonesia masih sangat terbatas, terutama yang membahas tentang flavor beras, sebagian besar literatur hanya membahas/meneliti mutu dan karakteristik fisik dan


(24)

fisiko-kimia (Damardjati, 1993; Wibowoet al., 2006; Wardanaet al., 2005). Padahal penggalian informasi tentang flavor beras aromatik tentunya akan banyak memberi nilai tambah tidak saja dari segi ekonomi, namun juga pelestarian genetik sumber hayati Indonesia, karena dengan adanya database yang memadai program pengembangan varietas padi aromatik akan lebih terarah.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari komposisi komponen volatil dan deskripsi sensori profil flavor beras varietas Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut, Sintanur, Rojolele, dan Situ Patenggang yang diperoleh dari Balai Besar Tanaman Padi, serta membandingkannya dengan beras varietas Basmati yang diperoleh dari supermarket.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BERAS

Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Pada negara-negara di dunia, beras merupakan komponen yang penting dalam makanan sehari-hari. Di Amerika, beras banyak diolah menjadi makanan yang mempunyai cita rasa, tetapi pada beberapa golongan masyarakat tertentu menilai bahwa perubahan kimia yang kecil dapat membuat beras maupun produk olahannya tidak dapat diterima untuk dikonsumsi, karena itu kimia flavor pada dua dekade terakhir telah diterapkan untuk mengetahui kimia flavor beras (Maga, 1984).

1. Struktur Beras

Gambar 1. Struktur Beras (Anonima , 2008)

Butir padi atau disebut gabah terdiri dari kulit pembungkus. Kulit pembungkus ini terdiri dari dua belahan sekam yang tidak sama besarnya. Belahan sekam yang terbesar disebut lemma, sedangkan belahan sekam yang kedua dan lebih kecil disebut palea (Juliano, 1972). Menurut Juliano (1972), butiran beras tersusun atas kulit ari, testa, nukleus, aleuron, lembaga, dan endosperm. Istilah testa adalah sinonim dari integumen. Endosperm merupakan bagian yang paling besar dalam butir beras yaitu


(26)

89 sampai 94% dan sisanya adalah kulit ari (1 2%), testa dan aleuron (4 -6%), dan lembaga (2 - 3%).

Menurut Juliano (1972), Dalam proses penggilingan padi dikenal beberapa istilah dari hasil proses tersebut, diantaranya gabah yang merupakan biji padi setelah dilepaskan dari tangkai malainya, kariopsis atau beras pecah kulit (brown rice) dan sekam yang merupakan hasil proses penggilingan dengan mesin atau alat pemecah kulit. Dalam penyosohan beras pecah kulit maka akan diperoleh beras giling dan dedak yang berasal dari lapisan perikarp, aleuron, dan sebagian endosperm bagian luar. Lapisan aleuron adalah lapisan dalam dari lapisan nucellus yang membungkus baik endosperm maupun lembaga. Lapisan ini tersusun dari satu sampai tujuh lapis yang pada sisi dorsal lebih tebal dari sisi ventral. Lapisan aleuron ini berbeda-beda ketebalannya berdasarkan varietas, dimana beras yang berbentuk bulat pendek cenderung mempunyai lapisan aleuron yang lebih tebal dibanding beras jenis lonjong panjang.

2. Beras Aromatik

Menurut Maga (1984), beras aromatik (scented rice) adalah beras dari beberapa varietas yang mempunyai aroma yang kuat dibandingkan beras biasa (non-aromatik). Beberapa penelitian mengatakan scented rice sebagaiaromatik, popcorn, ataupecan rice. Varietas yang banyak terdapat pada negara Timur-Jauh adalah Basmati sedangkan di Amerika adalah Della. Di beberapa bagian di dunia, varietasscented ricelebih diinginkan, karena itu baik pemulia tanaman dan beberapa ahli kimia flavor tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai komposisi beras ini.

Beras-beras aromatik berbeda dari beras-beras biasa. Perbedaannya yaitu aroma wangi dan karakteristik kualitas beras. Disamping itu, beras-beras aromatik memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda sebagai perbandingan dengan beras-beras biasa (Sing et al., 2000). Menurut Buttery et al. (1983), aroma 2-Acetyl-1-pyrroline merupakan komponen aroma terpenting yang memberikan kontribusi terhadap karakteristik aroma pada beras. Komponen ini juga ditemukan pada analisis terhadap


(27)

komponen volatil dari daun pandan (pandanus amaryllifolius). Selain pada padi Pandanwangi, aroma ini juga ditemukan pada berbagai padi beraroma yang terdapat di seluruh Asia. Komponen 2-Acetyl-1-pyrroline paling banyak mengandung gugus alkohol, kemudian aldehid dan keton, serta asam dan komponen lainnya. Menurut Yoshihashiet al. (2005), komponen 2-Acetyl-1-pyrroline mempunyai karakteristik ‘‘popcorn’’-like.

Menurut Yoshihashiet al. (2005), kandungan 2-Acetyl-1-pyrolline dipengaruhi oleh derajat penggilingan, waktu dan suhu penyimpanan. Kandungan2-Acetyl-1-pyrollinedi dalam padi lebih besar dari pada beras yang telah digiling. Derajat penggilingan yang rendah dapat meningkatkan jumlah2-Acetyl-1-pyrolline, akan tetapi konsentrasi rendah dari aroma off-flavour dan rating sensori yang tinggi menyebabkan beras giling lebih dipilih konsumen, tetapi dari segi nutrisional, padi atau beras setengah giling dianggap pilihan lebih baik. Efek pengemasan dan suhu pada kandungan 2-Acetyl-1-pyrroline dalam beras aromatik selama penyimpanan telah diteliti, dimana kandungan 2-Acetyl-1-pyrroline ini menurun lebih cepat dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan. Asam lemak pada beras akan meningkat selama penyimpanan, sebaliknya jumlah2-Acetyl-1-pyrroline akan menurun selama penyimpanan.

3. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras

Menurut Winarno (1997), berdasarkan kandungan amilosanya beras atau nasi dibagi menjadi 4 golongan yaitu beras dengan kadar amilosa tinggi 25 - 33%, beras dengan kadar amilosa sedang 20 - 25%, beras dengan kadar amilosa rendah 9 - 20%, dan beras dengan kadar amilosa sangat rendah kurang dari 9%. Menurut Damardjati dan Purwani (1991), Beras dengan kadar amilosa sedang mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah dan kering. Sedangkan beras berkadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering dan pera. Beras ketan memiliki kadar amilosa yang sangat sedikit (1 - 2%), sedangkan beras yang mengandung amilosa lebih dari 2 % disebut beras biasa atau beras bukan ketan. Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan, dan sebagian Filipina menyukai beras berkadar amilosa sedang. Sedangkan


(28)

penduduk Srilanka, Vietnam Selatan, Malaysia Barat, dan Burma menyukai beras berkadar amilosa tinggi.

Tabel 1. Beberapa Varietas Beras Berdasarkan Kandungan Amilosanya Kadar Amilosa (%) Tekstur Nasi Varietas

9 - 20 Pulen

Bengawan Solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur, Memberamo, Cilosari dan Cisadane

20 - 25 Sedang

Bondoyudo,

Pandanwangi, Rojolele, IR 64, Cibodas, Maros, Way Apo Buru

25 - 33 Pera

IR 68, Batang Anai, Digul, Dewi Ratih dan IR 36

Sumber : Deliani (2004)

Menurut Juliano (1979) proksimat beras adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara estimasi. Proksimat beras antara lain kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Analisis terhadap susunan kimia beras dan fraksi gilingnya menunjukkan bahwa distribusi penyusunnya tidak merata. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat, abu, pentosan, dan lignin, sedangkan bagian endosperm kaya akan pati.

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian berupa pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras antara 85 -90% dari berat kering beras. Kandungan petosan berkisar antara 2,0 – 2,5% dan gula 0,6% - 1,4% dari beras pecah kulit (Houston, 1972). Menurut Winarno (1997), pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glukosidik. Pati terdiri atas 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi tidak terlarut adalah amilopektin. Kadar rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa dapat dilihat pada Tabel 2.


(29)

Tabel 2. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa Nilai Rataan Komposisi Kimia Komposisi

Kimia Beras (%)

Beras Kadar Amilosa Tinggi

Beras Kadar

Amilosa Sedang Beras Ketan

Karbohidrat 90,17 89,86 89,93

Air 12,05 12,05 12,35

Lemak 0,86 0,92 0,89

Protein 7,91 8,00 7,67

Abu 1,06 1,3 1,52

Serat Kasar 3,4 3,29 3,49

Sumber : Rohman (1997)

Menurut Juliano (1979), protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati, mempunyai ukuran granula 0,5 - 5 µm, terdiri dari 5% fraksi albumin (larut dalam air) dan 10% globulin (larut dalam basa). Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin yang bersifat tidak larut dalam air sehingga dapat menghambat penyerapan air dan volume pengembangan butir padi selama pemanasan.

Kadar lemak beras pecah kulit berkisar antara 2,4 – 3,9%, sedangkan pada beras giling berkisar antara 0,3 – 0,6% (Juliano, 1972). Kandungan lipid beras ini dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, kondisi penanaman, dan metode ekstraksi lipid. Menurut Juliano (1972), asam lemak utama dalam lipid beras adalah palmitat (16:0), oleat (18:1), dan linoleat (18:2). Perbedaan varietas memberikan perbedaan komponen asam lemak.

Kandungan vitamin dalam beras terutama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin (Damardjati dan Purwani, 1991). Beras tidak mengandung vitamin A dan D. Proses penyosohan dapat menyebabkan penyusutan vitamin B kompleks dalam beras pecah kulit lebih dari 50% (Juliano, 1972).

Komposisi mineral dalam biji beragam tergantung dari perbedaan komposisi dan ketersediaan nutrien tanah dimana tanaman tumbuh serta perbedaan metode analisis yang digunakan peneliti (Juliano, 1972). Menurut Haryadi et al. (1990), mineral utama yang terdapat pada gabah dan produk hasil gilingannya adalah kalsium, magnesium, fosfor, kalium, silikon, dan belerang. Mineral yang terdapat dalam jumlah kecil


(30)

(mikroelemen) antara lain alumunium, brom, kalsium, kobalt, tembaga, iodium, natrium, besi, seng, dan mangan.

B. FLAVOR BERAS AROMATIK

Flavor merupakan suatu apresiasi kompleks dari penerimaan total yang diterima ketika seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman. Dalam pengertian sehari-hari flavor sering diartikan secara sederhana sebagai aroma bahan pangan. Komponen aroma tersebut baru bisa dikenali apabila berbentuk gas atau uap dan molekul-molekulnya yang menyentuh sel olfaktori (Winarno, 1997). Menurut Rothe (1988), flavor merupakan kesan atau persepsi gabungan terutama oleh aroma (smell) dan rasa (taste) yang dipengaruhi oleh penampakan tekstur serta akustik.

Aroma suatu produk terdeteksi ketika komponen volatil produk memasuki rongga hidung dan diterima oleh indera penciuman. Jumlah komponen volatil yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen alaminya. Rasa dapat didefinisikan sebagai karakteristik sensori yang diterima oleh indera pengecap manusia ketika makanan dikonsumsi (Meilgaard et al.,1999). Menurut Mortonet al. (1982), rasa juga diartikan sebagai flavor, tetapi lebih tepatnya merupakan sensasi yang dihasilkan oleh makanan dan komponen kimia lain ketika merangsang reseptor dalam indera pengecap/perasa pada lidah. Tetapi makanan dapat terus membangkitkan sensasi rasa walaupun makanan telah memasuki tenggorokan, karena ada indera pengecap pada epiglotis (katup tenggorokan).

Pembeda beras aromatik dengan beras-beras biasa lainnya adalah karakteristik aroma yang dimilikinya. Aroma ini dihasilkan dari komponen volatil yang dibebaskan dari beras. Karakteristik aroma ini juga dipengaruhi oleh penanganan sebelum dan setelah pemanenan, misalnya waktu penyimpanan dan cara pengeringan padi. Lebih dari 100 komponen aktif beras teridentifikasi oleh banyak peneliti, hanya beberapa komponen yang mempunyai nilai threshold cukup rendah untuk memberikan kontribusi terhadap karakteristik aroma pada beras (Wongpornchai et al., 2004). Menurut Maga (1984), komponen aroma pada beras antara lain hidrokarbon,


(31)

alkohol, fenol, aldehid, keton, ester, asam, dan komponen aromatik (siklik). Sedangkan yang termasuk kedalam komponen utama yang memberikan kontribusi terhadap profil flavor beras yaitu alkohol, aldehid, keton, dan aromatik (siklik).

Buttery et al. (1982), berhasil mengidentifikasi 2-Acetyl-1-pyrolline sebagai komponen utama aroma pada beras yang telah dimasak. Komponen ini diyakini menjadi komponen yang penting pada aroma compound, dan diidentifikasi oleh indra manusia sebagai popcorn-like (Butteryet al., 1988). Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa komponen aroma tersebut merupakantermally produced, karena komponen tersebut hanya teridentifikasi pada beras yang telah dimasak, bukan pada beras mentah. Gambar 2 menunjukkan proses pembentukan aroma2-Acetyl-1-pyrolline.

Gambar 2. Diagram Proses Pembentukan Aroma2-acetyl-1-pyrolline Fraksinasi pada aroma beras menunjukkan grup berbeda pada komponen yang bertanggung jawab terhadap aroma beras. Widjaja et al., (1996), memfraksinasikan komponen aroma ke dalam fraksi netral, asam, dan basa. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi asam mempunyai bau tengik, yang utamanya dikontribusi dengan adanya asam palmitat, miristat, dan linoleat. Turunan piridin (pirazine, tetrahidropiridin) teridentifikasi ke dalam fraksi basa, yang mempunyai aroma panggang yang lembut dan kacang, serta diyakinithermally generated melalui reaksi Maillard. Fraksi netral terdiri atas aldehid, keton, dan ester, yang ditimbulkan melalui proses oksidasi lipid (Zhouet al., 1999).

Komponen volatil yang terdapat pada selaput terluar pada beras memegang peran penting pada pembentukan aroma nasi. Fujimaet al. (1997),

1

1--ppyyrrrroolliinn 2

2--ooxxoopprrooppaannaall

--ddiikkaarrbboonniill d

deeggrraaddaassii

O

Okkssiiddaassiissppoonnttaann k

koonnddeennssaassii

2

2--AAcceettyyll--11--ppyyrrrroolliinnee

P

Prroolliinn e

e

2


(32)

menyatakan bahwa komponen utama asam pada konsentrat uap volatil pada selaput terluar beras adalah 4-vinilfenol, sedangkan 2-asetilthiazol dan benzotiazol adalah komponen kunci pada fraksi netral dan basa pada aroma selaput terluar beras. Derajat penggilingan yang tinggi akan menurunkan jumlah komponen-komponen tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Widjaja et al. (1996), berhasil membandingkan jumlahhexanal pada beras aromatik dan non-aromatik, beras non aromatik memiliki jumlahhexanal lebih banyak dari pada beras aromatik. Selain itu beras non-aromatik mengandung lebih banyak 6- metil-5-hepten-2-on, trans-2-heptenal, 1-octen-3-ol, nonanal, trans-2-oktenal, dan trans-2-trans-4-decadienal. Sedangkan beras aromatik mengandung lebih banyak piridin, pentilfuran, 4-vinilguaiakol, dan 4-vinilfenol.

C. ANALISIS KOMPONEN VOLATIL 1. EKSTRAKSI

Menurut Morton et al. (1982), prosedur umum untuk mendapatkan konsentrat komponen volatil adalah dengan menggunakan sejumlah sampel, dan memilih prosedur distilasi dan konsentrasi yang tepat, untuk mendapatkan proses ekstrak dengan kualitas sensori yang baik. Pemenuhan komponen aroma memuaskan jika komponen aroma yang penting tidak berubah walaupun setelah proses isolasi kuantitas tidak sama seperti pada produk asalnya.

Secara umum, konsentrasi mengikuti cara ekstraksi. Solven, air atau komponen aroma itu sendiri harus dipisahkan atau diperkaya. Teknik distilasi dan ekstraksi secara simultan, pembentukan komponen kimia atau derivatif, teknik adsorbsi atau pembekuan dapat digunakan. Untuk mendapatkan hasil pemisahan yang efektif, beberapa teknik/metode dapat diterapkan secara kombinasi (Rothe, 1988). Pada awalnya Buttery et al. (1982), menggunakan metode distilasi dan ekstraksi vakum secara stimultan pada nasi yang baru selesai dimasak. Bagaimanapun juga metode yang lebih singkat dan sederhana diharapkan untuk mempelajari berbagai macam sampel, sehingga pada akhirnya Buterry et al. (1983) menerapkan metode


(33)

distilasi dan ekstraksi secara stimultan untuk beras yang belum dimasak, proses pemasakan terjadi selama proses isolasi.

Tahun 1964, Likens dan Nickerson melaporkan penggunaan kombinasi distilasi dan ekstraksi dalam satu alat. Metode ini menerapkan prinsip distilasi dan ekstraksi secara simultan. Satu labu diisi campuran bahan dan air, kemudian sebuah labu lainnya diisi dengan solven. Kedua labu dipanaskan terpisah, uap dan solven dikondensasikan bersama dibagian tengah alat. Kemudian air dan solven yang tidak bercampur terpisah melalui bagian bawah alat yang berbentuk U dan mengalir ke labu masing-masing (Maarse, 1983). Gambar 3 menunjukkan perangkat alat Likens-Nickerson.

Gambar 3. Perangkat Alat Likens-Nickerson

Keuntungan dari desain alat Likens-Nickerson adalah pencampuran yang baik antara uap dari produk dengan destilat pelarut sehingga dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi flavor. Metode ekstraksi ini tidak cocok digunakan untuk mengestrak komponen volatil yang tidak tahan panas tinggi (termolabil) karena dapat menyebabkan kerusakan/kehilangan komponen flavor. Bahkan kemungkinan terbentuknya artefak/komponen volatil baru

K

Koonnddeennssoorr

E

EssBBaattuu++GGaarraamm

P

Peennddiinnggiinn

P

Peemmaannaass L

LaabbuuSSaammppeell

P

PeennaannggaassAAiirr L


(34)

dapat terjadi dari hasil reaksi senyawa-senyawa kimia yang disebabkan oleh degradasi suhu (Heath dan Reinecceius,1986).

Menurut Morton et al. (1982), untuk produk yang komponen flavornya tidak rusak oleh pemanasan atau ketika tipe spesifik dari flavor hasil pemasakan menjadi objek penelitian, maka distilasi langsung merupakan metode yang sering digunakan. Metode distilasi langsung yang efektif adalah metode distilasi dan ekstraksi komponen volatil secara simultan ke dalam pelarut organik dengan titik didih rendah, misalnya dietil eter, pentana atau 2-metilbutana. Modifikasi dari metode ini telah digunakan secara luas untuk mengisolasi komponen volatil aroma.

2.KARAKTERISASI KOMPONEN VOLATIL

Menurut Reineccius (1997), kromatografi adalah suatu metode analitik yang umumnya digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang hubungannya dekat sekali satu sama lain. Pada prinsipnya teknik kromatografi terdiri atas sistem dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Suatu keadaan keseimbangan akan terjadi diantara senyawa terlarut dengan kedua fase tersebut. Keadaan keseimbangan ini berbeda-beda untuk setiap komponen dan tergantung pada perbedaan interaksi yang dimiliki fase diam untuk menahan senyawa tersebut. Sebagai akibat perbedaan keseimbangan ini, maka komponen-komponen akan terpisahkan dengan distribusi yang berulang-ulang di antara kedua fase tersebut sepanjang kromatografi. Kromatografi gas merupakan metode yang sangat efektif dalam pemisahan komponen-komponen dalam bau-bauan alami dan flavor makanan.

Kromatografi gas merupakan alat yang digunakan untuk karakterisasi total komponen volatil, teknik ini dapat memisahkan komponen-komponen yang mempunyai struktur yang hampir sama (Apriyantono, 1992a). Meskipun kromatografi gas terbatas pada pemisahan komponen volatil, tetapi aplikasinya dapat diperluas pada komponen tidak volatil seperti gula dan trigliserida dengan cara derivatisasi, sedangkan pemisahan trigliserida dapat dilakukan dengan menggunakan kolom pendek dan suhu tinggi (Apriyantono, 1992a).


(35)

Menurut Morton dan Macleod (1982), kromatografi gas digunakan karena berbagai alasan, antara lain untuk mendapatkan resolusi yang lebih baik dari komponen yang tidak terpisahkan secara sempurna, untuk menaksirkan sifat sensori produk, untuk tujuan berbagai teknik spektroskopik, dan untuk mengetahui struktur kimia komponen volatil aroma pada sampel.

Menurut Apriyantono (1992b), komponen flavor dalam pelarut biasanya masih terlalu encer sehingga perlu pemekatan. Pemisahan sejumlah besar solven dapat dilakukan dengan menggunakan rotavapor pada kondisi vakum. Kerugian penggunaan alat ini, beberapa komponen bertitik didih rendah akan hilang, sedangkan keuntungannya dapat mengatasi masalah pembentukan artefak. Pemekatan menggunakan N2 sangat berguna untuk meningkatkan kepekatan sampel walaupun menyebabkan kontaminasi dan beberapa komponen bertitik didih rendah akan hilang selama pemekatan.

Menurut Nur dan Adijuwana, (1989), analisis komponen dapat dilanjutkan dengan menggunakan mass-spectrometry jika komponen flavor telah terfraksinasi baik oleh kromatografi gas. Prinsip kerja alat Gas Chromatography Mass Spectrrometry adalah berdasarkan penembakan senyawa yang masuk ke dalam kolom dengan elektron berenergi tinggi. Penembakan dengan elektron ini akan menyebabkan pecahnya ikatan kimia senyawa. Hasilnya direkam sebagai spektrum dari pecahan (fragmen) ion bermuatan positif. Sebenarnya dihasilkan juga ion negatif tetapi jumlahnya sedikit, perbandingan ion negatif dengan ion positif yang dihasilkan adalah 1 banding 1000. Fragmen ion tersebut memiliki rasio intensitas massa relatif (m/z) yang khas untuk masing-masing senyawa. Kekhasan ini terjadi karena pecahan senyawa yang terbentuk tergantung pada pola struktur kimia senyawa yang bersangkutan. Dengan GC-MS dapat diketahui berat molekul, komposisi elemental, dan rumus molekul.

Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan pecahan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library (Mussinan, 1993). Menurut Reineccius (1997), Identifikasi hasil perbandingan m/z senyawa yang terdeteksi dengan datalibrary harus diperkuat lagi dengan perbaningan


(36)

data LRI (linier Retention Indices) senyawa tersebut pada literatur-literatur yang telah diterbitkan sebelumnya.

Selain dengan GC-MS, analisis komponen dapat dilakukan dengan evaluasi sensori atau dengan menggunakan alat bantu seperti infraret spectroscopy (IR) dan nuclear magnetic resonance spectroscopy (NMR). Dengan IR dapat diketahui grup fungsional dari komponen yang diidentifikasi. Sedangkan dengan NMR, dapat ditentukan hidrogen yang secara kimia identik dan untuk menentukan hubungannya dalam rangka karbon. Informasi-informasi tersebut saling melengkapi dalam melakukan identifikasi.

D. ANALISIS SENSORI 1. Uji Hedonik

Menurut Soekarto (1985), uji hedonik termasuk ke dalam kelompok uji penerimaan. Uji penerimaan menyangkut penilian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyukainya. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau suatu sifat sensori tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, tanggapan senang atau suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau mewakili suatu populasi masyarakat tertentu.

Menurut Soekarto (1985), dalam uji rating, panelis mengemukakan tanggapan pribadi tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, panelis juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentang skala yang dikehendaki. Pada uji hedonik, skala-skala yang umumnya digunakan adalah 9 skala hedonik, 7 skala hedonik, dan 6 skala hedonik. Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dalam data numerik ini dapat dilakukan analisa-analisa statistik.


(37)

Panelis yang digunakan dalam uji hedonik umumnya panelis tidak terlatih. Menurut Soekarto (1985), panel rating menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat karena itu anggota panel harus dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, orang-orang yang menjadi anggota panel tidak dari orang-orang yang secara berlebih menyukai atau membenci komoditi yang diujikan. Anggota panel yang digunakan untuk uji hedonik hasilnya akan lebih baik jika jumlah panelis yang digunakan semakin banyak. Jumlah panelis yang sangat besar tentu hasil kesimpulannya dapat diandalkan, tetapi biaya penyelenggaraannya terlalu tinggi.

2. Uji Ranking

Uji ranking termasuk kedalam uji skalar karena hasil pengujian panelis dinyatakan dalam besaran kesan dalam jarak/interval tertentu. Jumlah panelis yang digunakan pada uji ranking yaitu 5-15 orang untuk panelis terlatih, 15-25 orang untuk panelis agak terlatih, dan >80 orang untuk panelis tidak terlatih (Rahayu,1998). Pada uji ranking, panelis diminta mengurutkan contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat mutu sensori.

Menurut Rosenthal (1999), ranking adalah metode yang digunakan untuk menguji tiga atau lebih sampel yang disajikan dalam waktu bersamaan, dengan tujuan untuk mengetahui urutan atau jenjang sampel berdasarkan atribut tertantu. Uji ranking merupakan uji yang mudah dilakukan dan dapat menguju sampel dalam jumlah relatif banyak.

Menurut Rahayu (1998), pada uji ranking, komoditas diurutkan dengan pemberian nomor urut, dimana urutan pertama selalu menyatakan tingkat mutu sensori tertinggi dan urutan selanjutnya menunjukkan tingkat yang semakin rendah. Angka atau nilai hasil uji ranking hanya berbentuk nomor urut dan tidak menyatakan suatu besaran skalar. Data pada besaran skalar dapat diperlakukan sebagai nilai pengukuran karena itu dapat diambil rata-ratanya dan dapat dianalisis sidik ragam (Soekarto, 1985).


(38)

3. Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

MetodeQuantitative Descriptive Analysis(QDA) merupakan salah satu metode dalam analisis deskriptif yang dikembangkan sebagai respon dari ketidakpuasan terhadap metode Flavor Profile. Metode QDA diperkenalkan pada tahun 1974 setelah dilakukan studi lebih dari 5 tahun (Stoneet al., 1980).

Menurut Stone et al. (1980), hal yang harus diperhatikan dalam analisis QDA adalah (1) panelis dapat memberi respon seluruh karakteristik sensori produk, (2) memiliki prosedur kuantitatif untuk menentukan panelis yang terpercaya, (3) diperlukan tidak lebih dari 10 panelis tiap sekali tes, (4) memiliki prosedur pengembangan bahasa yang memudahkan tahap pelatihan dan bebas dari pengaruh panel leader, dan (5) memiliki data processing systemuntuk mempresentasikan data sensori dalam bentuk diagram.

Menurut Meilgaard et al. (1999), panelis untuk QDA dipilih dari banyak kandidat berdasarkan kemampuannya dalam mendiskriminasikan perbedaan sifat sensori diantara sampel dari produk spesifik, dimana nantinya para panelis terpilih akan mengikuti serangkaian pelatihan. Pada tahap pelatihan, panelis QDA memerlukan penggunaan standar atau produk serupa sebagai referensi untuk menstimulasi terminologi yang baku dan seragam.

Pentingnya penggunaan standar pada tahap pelatihan panelis, yaitu (1) membantu panelis dalam mengembangkan terminologi secara tepat untuk menggambarkan sampel, (2) membantu panelis dalam menetapkan intensitas, (3) menunjukkan kekuatan interaksi diantara ingredient, (4) memperpendek waktu pelatihan, (5) mengidentifikasi karakteristik produk yang penting untuk program jaminan mutu suatu industri, serta (6) sebagai alat diskusi yang digunakan oleh tim proyek dalam perencanaan produk baru, perbaikan produk, dan programreduction cost (Rainey, 1986).

Secara kualitatif, penentuan atribut-atribut sensori suatu produk dapat dilakukan menggunakan metode in depth interviewatau focus group (Heymann dan Cliff, 1993). Menurut Cairncross dan Sjöström (1950),


(39)

metode kualitatif digunakan untuk menyepakati terminologi deskriptif suatu produk yang mewajibkan para panelis untuk memberikan terminologi-terminologi yang dirasakan saat mencicipi sampel.

Pelaksanaan penilaian QDA sebaiknya dilakukan menggunakan booth tertutup untuk setiap panelis sehingga tidak terjadi bias. Selain itu, perlu diperhatikan standar pelaksanaan uji sensori, seperti memberi kode pada sampel, pencahayaan yang baik pada booth, serta sarana pembilasan atau penetralan indra pengecap saat dilakukan pengujian lebih dari satu sampel (Lawless dan Heymann, 1998).

Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 15 cm atau 6 inci (Meilgaard et al., 1999). Umumnya, digunakan spider web untuk mempresentasikan hasil analisis QDA (Gacula, 1997).

Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dilakukan untuk mengetahui intensitas rasa dan aroma yang terdapat pada sampel.

Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan penentuan nilai konsentrasi flavor standar berdasarkan Hukum Moskowitz (Moskowitz, 1983), dengan menggunakan rumus

Log SI = Log K + n(Log PI)

Keterangan :

Sensory Intensity (SI) = perkiraan intensitas terdeteksi Physical Intensity (PI) = konsentrasi flavor

Log K = konstanta n = kemiringan garis

Setelah diperoleh nilai konsentrasi standar yang tepat untuk pengujian, selanjutnya panelis memberikan penilaian terhadap atribut rasa dan aroma yang terdapat pada sampel. Penilaian intensitas dilakukan menggunakan unstructured line scale sepanjang 15 cm (6 inchi). Untuk memudahkan panelis dalam penilaian,unstructured line scale diberi skala


(40)

0 sampai 100. Skala 0 menunjukkan intensitas sangat lemah, sedangkan skala 100 menunjukkan intensitas sangat kuat. Data Quantitative Descriptive Analysis(QDA) tiap atribut diterima jika memenuhi syarat :

X – SD d X + SD

Keterangan :

X = rata-rata data intensitas atribut pada QDA SD = standar deviasi intensitas atribut pada QDA d = data intensitas atribut pada QDA


(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa varietas beras aomatik Indonesia (beras Pandanwangi Garut, Pandanwangi Cianjur, Rojolele, Sintanur dan Situ Patenggang) yang diperoleh dari Balai Besar Tanaman Padi (Sukamandi), beras Basmati yang diperoleh dari supermarket di Inggris dengan masa kadaluarsa hingga Maret 2011, MgSO4.7H2O, diisopropil eter, 1,4-Diklorobenzen, gas N2, akuades, standar flavor (pandan flavor, gama nonalacton, acetyl-2-thiazole, gama undecalacton, diacetyl), larutan rasa dasar (kafein, asam sitrat, NaCl, sukrosa), aquades, propilen glikol.

Alat-alat yang dibutuhkan meliputi perangkat alat likens-nickerson, manik-manik kaca, vigraux, perangkat alat GC-MS, rice cooker, peralatan gelas, vial tempat sampel,waterbath.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian pendahuluan

Pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan pengumpulan data sifat kimia beras yang berupa kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar amilosa. Pada tahap ini dilakukan juga analisis organoleptik, yaitu uji hedonik rasa dan aroma serta uji ranking overall. Uji hedonik aroma dan rasa untuk mengetahui derajat kesukaan panelis terhadap aroma dan rasa sampel, uji ranking untuk mengurutkan peringkat sampel.

2. Penelitian Lanjutan

Dalam penelitian lanjutan dilakukan karakterisasi komponen volatil nasi dari beras aromatik baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan menggunakan perangkat alat GC-MS, serta uji Quantitative Descriptive Analysis(QDA) untuk memperoleh gambaran atribut rasa dan aroma sampel.


(42)

C. PENGAMATAN 1. Analisis Proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan oleh Balai Besar Tanaman Padi menggunakan metode sebagai berikut :

a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Sampel beras yang telah ditepungkan sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan beserta isinya dikeringkan pada oven yang bersuhu 105 oC selama 3 jam. Setelah itu cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai didapatkan berat yang tetap.

Kadar air (% wb) = W- (Y-A) x 100 W

Keterangan :

W = bobot sampel awal (g)

Y = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g) A = bobot cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sampel yang telah ditepungkan sebanyak 2-3 gram dimasukkan dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya. Sampel tersebut dipijarkan di atas nyala api sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 550 oC sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel didinginkan dalam eksikator, selanjutnya ditimbang sampai bobotnya tetap.

c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Sampel yang telah ditepungkan ditimbang sebanyak 1-2 gram, dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas.

Kadar Abu (% wb) = Berat abu (g) x 100 Berat sampel (g)


(43)

Selongsong kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas, dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama kurang lebih 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Heksana disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105oC. Setelah itu ekstrak didinginkan dan ditimbang. Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang tetap. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar lemak (%) = W2-W1 x 100 W

Keterangan :

W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak kosong (g)

W2 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi (g)

d. Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl (SNI 01-2891-1992)

Sampel yang telah ditepungkan ditimbang 0.51 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml. Ke dalam sampel ditambahkan 2 gram campuran selen (campuran 2.5 gram serbuk SeO2, 100 g K2SO4, 20 g CuSO4. 5H2O) dan 25 ml H2SO4 pekat, dipanaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih, larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam) dan dibiarkan dingin. Sampel yang telah dingin diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditepatkan sampai tanda garis. Larutan dipipet 5 ml dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP, disuling selama kurang lebih 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator. Ujung pendingin dibilas dengan air suling dan dititar dengan larutan


(44)

HCl 0.01 N. Blanko dibuat dengan mengganti sampel dengan air. Kadar protein dihitung sebagai berikut :

Kadar Protein (%wb) = (V1-V2) x N x 0,014 x fk x fp w

Keterangan :

w = bobot cuplikan

V1 = volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitran contoh V2 = volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko N = normalitas HCl

Fk = faktor konversi untuk protein dari makanan (6.25) Fp = faktor pengenceran

e. Kadar Karbohidrat (By Difference) Perhitungan :

Kadar karbohidrat (%wb) = 100-(kadar air+kadar abu+kadar lemak+kadar protein)

f. Kadar Amilosa (IRRI,1979)

Tepung beras ditimbang sebanyak 100 mg (dengan kehalusan minimal 80 mesh), kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ke dalam labu ukur yang berisi sampel ditambahkan berturut-turut 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1N. Labu ukur tersebut dipanaskan dalamwaterbath (suhu 95 oC) selama 10 menit. Labu ukur diangkat dan didinginkan selama 1 jam, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volumenya 100 ml. Larutan dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, ditambahkan 2 ml larutan iod (dibuat dar 0,2 gram iodin dan 2,0 gram Potasium Iodin dalam 100 ml akuades) dan 1 ml larutan asam asetat 0,5N, kemudian diencerkan kembali dengan akuades hingga volumenya 100 ml. Labu ukur tersebut dikocok kemudian didiamkan selama 20 menit.

Pada saat yang bersamaan dibuat larutan standar amilosa dengan menimbang 40 mg potato amylose, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan diencerkan hingga volumenya 100 ml.


(45)

Dibuat lima tingkat konsentrasi amilosa, masing-masing 1, 2, 3, 4, 5 ml larutan standar dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml. Sebanyak 2 ml larutan iod dan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml larutan asam asetat 0,5N ditambahkan kedalam setiap labu ukur, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml. Larutan yang telah diencerkan dalam labu takar dikocok, kemudian didiamkan selama 20 menit. Baik larutan contoh maupun standar diukur absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

2. Cara Memasak Nasi (Subarna,2005)

Beras di masak menggunakanrice cooker. Sebelum dimasak, beras dicuci terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air dengan perebandingan 10:18 (beras:Air). Setelah pemanasan utama berhenti secara otomatis proses pemasakan dilanjutkan sekitar 15 menit (dalam kondisiwarm), nasi siap disajikan.

3. Uji Organoleptik

a. Uji Hedonik Rasa dan Aroma (Soekarto, 1985)

Dalam uji ini diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan terhadap sampel yang disajikan secara acak dengan menggunakan kode tiga digit angka acak. Disamping panelis mengemukakan tanggapan tingkat kesukaan, mereka juga mengemukakan tanggapan ketidaksukaan. Tinkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Respon dari panelis yang digunakan dalam penelitian ini berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka) sampai dengan 6 (sangat suka). Uji hedonik yang dilakukan menggunakan panelis sebanyak 30 orang. Contoh kuesioner uji hedonik rasa dan aroma terdapat dalam Lampiran 1.

Parameter yang dinilai pada uji hedonik ini berupa aroma dan rasa. Sampel beras terlebih dahulu dimasak menggunakanrice cooker (Subarna, 2005). Keenam sampel disajikan secara bersamaan dalam keadaan panas di dalam wadah yang ditutup dengan menggunakan


(46)

alumunium foil. Selain itu, disediakan pula air mineral untuk menetralkan indra pengecap panelis.

b. Uji ranking (Meilgaardet al., 1999)

Pada uji ranking, panelis diminta mengurutkan keenam sampel beras dengan memberikan nomor urut sesuai penilaiannya, dengan urutan pertama menyatakan tingkat sensori tertinggi dan urutan selanjutnya menyatakan tingkat yang semakin randah. Penilaian pada uji ranking hanya dilakukan secaraoverall (keseluruhan mutu sensori). Jumlah panelis sebanyak 30 orang. Contoh kuesioner uji ranking terdapat pada Lampiran 2.

Sampel yang disajikan yaitu 6 varietas beras yang akan diuji atribut rasa dan aromanya. Pengujian dilakukan kepada 30 orang panelis semi terlatih. Sampel yang paling disukai diberi nomor urut tertinggi (nilai satu) dan seterusnya hingga sampel yang paling kurang disukai diberi nomor urut terendah.

Sampel beras terlebih dahulu dimasak menggunakan rice cooker (Subarna, 2008). Keenam sampel disajikan secara bersamaan dalam keadaan panas di dalam wadah yang ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Selain itu, disediakan pula air mineral untuk menetralkan indra pengecap panelis.

c. Analisis Sensori Deskriptif (Meilgaardet al., 1999)

Analisis sensori deskriptif dilakukan menggunakan metode Quantitatif Descriptive Analysis (QDA). Tahapan analisis deskriptif yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Seleksi Panelis

Seleksi panelis dilakukan untuk menyaring calon panelis dengan serangkaian seleksi. Menurut Meilgaard et al. (1999), tahap-tahap seleksi panelis adalah personal interview dan acuity test. Seleksi dilakukan pada 30 orang mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Personal interview dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang


(47)

calon panelis. Acuity test yang dilakukan tersebut serupa dengan acuity test yang dianjurkan oleh Meilgaard et al. (1999), yaitu uji segitiga. Uji segitiga dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon panelis dalam membedakan rasa dan aroma.

Tabel 3.Konsentrasi larutan uji dalam penentuan rasa dasar Konsentrasi (g/L) Bahan Standar

1 2

Rasa Dasar : Sukrosa Asam Sitrat NaCl Kafein

10,0 0,25 1,0 0,3

20,0 0,5 2,0 0,6

Sumber : Meilgaardet al., 1999

Tahap pertama dalam melakukan uji segitiga yaitu persiapan konsentrasi larutan standar. Larutan standar yang digunakan untuk uji segitiga rasa dasar yaitu sukrosa (manis), NaCl (asin), kafein (pahit), asam sitrat (asam). Konsentrasi larutan yang digunakan dalam uji segitiga rasa terdapat pada Tabel 3.

Tiga buah larutan standar untuk uji segitiga disajikan sekaligus secara acak. Uji segitiga rasa dasar dilakukan dalam 10 kali ulangan dalam 2 tahap, 5 kali ulangan masing-masing dalam satu hari untuk mencegah kejenuhan panelis. Tingkat kesulitan semakin bertambah dengan semakin kecilnya perbedaan konsentrasi larutan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kepekaan calon panelis dalam mendeteksi intensitas suatu rasa. Calon panelis diminta untuk memilih satu larutan standar yang berbeda diantara tiga larutan standar yang disiapkan.

Uji segitiga aroma dasar memiliki prosedur yang sama dengan uji segitiga rasa dasar. Namun, sampel yang disajikan dalam uji segitiga aroma dasar adalah serangkaian flavor standar seperti buttery, creamy, sweet, vanilin, cereal dan pandan. Contoh kuesioner uji segitiga rasa dan aroma terdapat pada Lampiran 3 dan 4. Konsentrasi flavor yang digunakan pada uji segitiga aroma dapat dilihat pada Tabel 4.


(48)

Tabel 4.Konsentrasi flavor uji segitiga aroma

Kelompok Komponen

Buttery (diacetyl 1% dalam PG) 1

Creamy ( -nonalactone 1% dalam PG) Sweet(hexyl acetat1% dalam PG) 2

Cereal (acetyl-2-thiazole 1% dalam PG) Vanilin (vanilic 1% dalam PG)

3

Pandan (pandan flavor 1% dalam PG)

Keterangan : PG = Propilen Glikol Sumber : Arkanti (2007)

2. Pelatihan Panelis

Tabel 5. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating dan ranking

Deskripsi Bahan

Pandan

• 1 % pandan flavor dilarutkan dalam PG kemudian diambil 100 µl dan dilarutkan dalam 2 ml PG • 1 % pandan flavor dilarutkan dalam PG kemudian

diambil 300 µl dan dilarutkan dalam 2 ml PG • 1 % pandan flavor dilarutkan dalam PG kemudian

diambil 500 µl dan dilarutkan dalam 2 ml PG

Creamy

• 1 % -nonalactone dilarutkan dalam PG kemudian diambil 100 µl dan dilarutkan dalam 2 ml PG • 1 % -nonalactone dilarutkan dalam PG kemudian

diambil 300 µl dan dilarutkan dalam 2 ml PG • 1 % -nonalactone dilarutkan dalam PG kemudian

diambil 500 µl dan dilarutkan dalam 2 ml PG

Cereal

• 10 µlacetyl-2-thiazole dilarutkan dalam 10 PG • 50 µlacetyl-2-thiazole dilarutkan dalam 10 PG • 100 µlacetyl-2-thiazole dilarutkan dalam 10 PG

Buttery

• 10 % diacetyl dilarutkan dalam PG kemudian diambil 50 µl dan dilarutkan dalam 10 ml PG • 10 % diacetyl dilarutkan dalam PG kemudian

diambil 100 µl dan dilarutkan dalam 10 ml PG • 10 % diacetyl dilarutkan dalam PG kemudian

diambil 200 µl dan dilarutkan dalam 10 ml PG

Sweet

• 1 % -undecalacton dilarutkan dalam PG,diambil 10 µl dan dilarutkan dalam 10 ml PG

• 1 % -undecalacton dilarutkan dalam PG, diambil 75 µl dan dilarutkan dalam 10 ml PG

• 1 % -undecalacton dilarutkan dalam PG, diambil 200 µl dan dilarutkan dalam 10 ml PG


(49)

Tahap pelatihan panelis dimulai bulan Juni 2008 hingga bulan Juli 2008 dengan intensitas pertemuan pelatihan 2 kali pertemuan dalam satu minggu. Pada penelitian ini panelis dilatih menggunakan uji rating serta uji ranking rasa dan aroma dasar. Selain itu, juga dilakukan pelatihan terminologi flavor untuk menyamakan terminologi antar panelis sehingga seluruh panelis memiliki persepsi yang sama terhadap suatu flavor. Contoh kuesioner untuk tahap pelatihan terdapat pada Lampiran 5a, 5b, 6a, dan 6b. Konsentrasi larutan standar aroma dan rasa yang digunakan pada pelatihan terdapat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 6. Konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan ranking.

Konsentrasi (g/L) Bahan Standar

1 2

Rasa Dasar Sukrosa NaCl

1,49 0,14

3,79 0,27

Sumber : Meilgaardet al., 1999

Tahap Pelatihan panelis bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma. Tahapan pelatihan panelis terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, latihan awal dan pelatihan penilaian suatu sampel tertentu (Meilgaard et al, 1999). Setiap panelis diberikan latihan berulang-ulang sampai diperoleh hasil yang konsisten.

3. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif sensori yang dilakukan pada penelitian ini adalah focus group yang dilakukan 2 kali (sebelum dan setelah tahap pelatihan panelis). Pada focus group, para panelis mendiskusikan keberadaan aroma dan rasa yang terdapat pada sampel. Diskusi dilakukan dengan pengawasan dari panel leader. Hasil yang didapat dari focus group tersebut akan digunakan pada proses selanjutnya yaitu analisis kuantitatif QDA.


(50)

4. Penentuan Nilai Rasa Standar

Tahap ini bertujuan mendapatkan konsentrasi standar rasa dan aroma yang kemudian akan digunakan sebagai standar pada tahap pengujian. Setiap panelis pada tahap ini memberikan penilaian terhadap intensitas dari berbagai flavor standar yang telah diketahui intensitasnya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan unstructured line scale sepanjang 15 cm dengan skala 0 (lemah) sampai 100 (kuat). Data yang telah didapat kemudian diolah dan dimasukkan dalam persamaan Moskowitz (1983), yaitu:

Log SI = Log K + n (Log Pi) Keterangan :

SI = Perkiraan Intensitas terdeteksi, Sensory Intensity PI = Konsentrasi flavor (%), Physical Intensity

Log K = Konstanta n = Kemiringan garis

5. Pengujian

Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 15 cm atau 6 inci (Meilgaard et al., 1999). Kuesioner tahap pengujian dapat dilihat pada Lampiran 7a dan 7b.

6. Pengolahan Data Sensori

Data analisis kuantitatif ditampilkan dalam bentuk diagram laba-laba (spider web). Data diintepretasikan sesuai titik-titik yang berada padaspider web tersebut.

4. Analisis Komponen Volatil

a. Ekstraksi Komponen Volatil (Widjaja, 1996).

Komponen volatil flavor beras diisolasi dengan alat Likens-Nickerson SDE. Larutan 1,4-diklorobenzen 1% ditambahkan sebagai standar internal, kemudian ditambahkan 500 gram beras yang


(51)

dicampur dengan larutan MgSO4.7H2O (1 liter, 206 g/kg dalam air distilasi) dalam labu sampel 2 liter sebelum dipanaskan. MgSO4 digunakan untuk menghambat gelatinisasi dan penyerapan air, pengembangan nasi dan busa dari campuran selama distilasi. Diisopropil eter (50 ml), dalam labu 250 ml, yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi dan antibumping aging ditambahkan dikedua labu. Sampel diekstrak selama 1 jam (dihitung setelah larutan sampel mendidih). Hasil ekstraksi dihembus dengan N2 hingga konsentrasinya menjadi 250 µl, kemudian hasilnya dianalisis menggunakan GC-MS.

b. Karakterisasi Komponen Volatil dengan GC-MS

Karakterisasi komponen volatil dilakukan dengan GC-MS pada kondisi yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi GC-MS untuk analisis komponen volatil beras (Agilent Technologies 7890A-5975 C inert XLEI/CI)

Kondisi GC Keterangan

Kolom Kolom kapiler (DB-Wax J&W column dengan diameter 0.25 mm, panjang 60 m, lebar 0.25 µm) Detektor MS

Gas pembawa Helium (kecepatan mengalir = 0.6ml/min) Volume injeksi 1 µl

Teknik injeksi Splitless Waktu injeksi 0,5 menit Suhu injektor 150ºC Suhu detektor 250ºC Suhu awal 50ºC Laju kenaikan suhu pertama

1ºC/ menit hingga suhu mencapai 70ºC, ditahan selama 5 menit

Suhu pertengahan

2ºC/ menit hingga suhu mencapai 110ºC, ditahan selama 5 menit

Laju kenaikan suhu akhir

4 ºC/ menit hingga suhu mencapai 220ºC, ditahan selama 20 menit

1. Interpretasi Spektra Massa

Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer untuk membandingkan pola spektra massa suatu senyawa dengan pola spektra massa pada mass spectra library koleksi NIST yang memiliki koleksi pola spektra massa lebih dari


(52)

62000 pola. Interpretasi juga dilakukan secara manual yaitu dengan membandingkan pola spektra massa komponen pada sampel dengan yang terdapat pada jurnal atau buku (publikasi).

2. PenentuanLinier Retention Indices (LRI)

PenentuanLinier Retention Indices (LRI) dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel dan waktu retensi n-alkana standar (C8-C20) 0.1 % dalam pelarut pengestrak yang disuntikkan pada masing-masing alat pada kolom yang diset sesuai dengan kondisi sampel. Perhitungan LRI dilakukan dengan persamaan berikut :

Keterangan :

LRIx = indeks retensi linier komponen x tx = waktu retansi komponen x

tn = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom C yang muncul sebelum komponen x

tn+1 = waktu retensi alkana standar dengan n+1 buah atom C yang muncul setelah komponen x

n = jumlah atom C alkana standar yang muncul sebelum komponen

3. Analisis Kuantitatif Komponen Volatil

Analisis kualitatif ini dilakukan dengan GC-MS, dimana analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan standar internal. Kuantitas komponen volatil ditentukan dengan cara membandingkan luas area peak komponen dengan peak standar internal, seperti rumus berikut :

Jumlah komponen = luas area komponen x jumlah SI (µg) berat beras (g) luas area SI

                − + − + = n t n t n t x t n LRIx 1 100


(53)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SIFAT KIMIA BERAS

Hasil pengumpulan data sifat kimia beras dapat dilihat pada tabel 8 dan 9. Data ini diperoleh dari Balai Besar Tanaman Padi yang dilakukan pada bulan Agustus 2008.

Tabel 8.Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Basah

Varietas Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Karbohidrat (%) Kadar Amilosa (%) Pandanwangi

Cainjur 14,52 0,37 0,39 8,23 76,49 24,75 Pandanwangi garut 14,52 0,37 0,39 8,23 76,49 24,75 Situ Patenggang 13,08 0,24 0,39 9,91 76,40 18,84 Sintanur 12,67 0,23 0,37 9,08 77,64 18,76 Rojolele 12,75 0,33 0,45 9,15 77,31 21,56 Basmati 12,48 0,30 0,37 8,18 78,67 26,67

Tabel 9.Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Kering Varietas Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Karbohidrat (%) Kadar Amilosa (%) Pandanwangi

Cainjur 16,23 0,40 0,41 9,61 86,81 28,49 Pandanwangi Garut 16,98 0,43 0,46 9,63 86,45 28,95 Situ Patenggang 15,05 0,28 0,44 11,06 85,85 21,68 Sintanur 14,51 0,27 0,43 10,40 86,70 21,48 Rojolele 14,62 0,38 0,52 10,49 86,33 24,71 Basmati 14,26 0,34 0,42 9,35 87,74 30,47

Beras Basmati digunakan sebagai pembanding karena beras Basmati merupakan beras aromatik unggul yang sudah dikenal di mancanegara. Berdasarkan Tabel 9, keenam jenis varietas beras memiliki kadar air dengan kisaran 14,26-16,98% db. Menurut Champagneet al. (1997), kadar air > 24% db secara tidak langsung mempengaruhi flavor pada beras. Semakin tinggi kadar air (> 24% db) maka semakin rawan terhadap serangan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dapat menghasilkan metabolit (3-metil-butanol, 2-metil-(3-metil-butanol, asam asetat, etil heksadekanoat), yang dapat


(1)

Lampiran 11f. (Lanjutan)

Tabulasi data QDA nasi varietas Situ Patenggang untuk atribut asin panelis

ulangan 1

ulangan 2

ulangan 3

ulangan 1

ulangan 2

ulangan 3

SD sebelum

rata2 sebelum

batas bwh

batas

atas rata2 sesudah

Riska 0,10 0,15 0,10 0,67 1,00 0,67 0,19 0,78 0,59 0,97 0,67

Sukma 0,20 0,20 0,15 1,33 1,33 1,00 0,19 1,22 1,03 1,41 1,33

Rani 0,20 0,25 0,15 1,33 1,67 1,00 0,33 1,33 1,00 1,67 1,33

Andri 1,90 0,55 1,60 12,67 3,67 10,67 4,73 9,00 4,27 13,73 11,67

Kurnia 1,30 1,30 1,70 8,67 8,67 11,33 1,54 9,56 8,02 11,10 8,67

Astrida 0,10 0,20 0,60 0,67 1,33 4,00 1,76 2,00 0,24 3,76 1,00

Edy 0,65 0,10 0,20 4,33 0,67 1,33 1,95 2,11 0,16 4,06 1,00

Dikun 0,60 0,20 0,20 4,00 1,33 1,33 1,54 2,22 0,68 3,76 1,33

Fadly 0,20 0,60 1,10 1,33 4,00 7,33 3,01 4,22 1,22 7,23 2,67

Nanang 0,50 0,65 0,60 3,33 4,33 4,00 0,51 3,89 3,38 4,40 4,17

Rata-rata 3,38


(2)

Basmati PW Cianjur PW Garut Rojolele Sintanur Situ Patenggang

Senyawa

LRIr

Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb)

(E)-3-Octene 835d - - - - - - 1 836 12,39

-Butanal 850a - - - - - - 2 846 19,05

-2-Methyl-2-propanol 903a - - - - - - 3 902 23,02

-2-Butanol 1025d 1 1019 1311,36 4 1024 1053,66 4 1021 3219,19 3 1023 1164,2 1 1018 1233,79 1 1017 675,83

(E)-2-Butenal 1036d - - - - - - 5 1036 199,52

-2-Vinylfuran 1077d - - - - - - 6 1076 38,66

-Hexanal 1086a 2 1080 417,86 7 1089 45,18 7 1087 64,89 5 1081 94,82 4 1083 95,41 2 1079 24,42

2-Hexanol 3 1144 44,26 8 1144 40,43 8 1143 67,78 7 1144 58,95 3 1146 45,4

Heptanal 1174a - - - - - - 9 1165 29,57 - - - 5 1164 32,89

-Pyridine 1183d 4 1185 45,92 - - - 10 1185 200,61

-

2-Methylcyclopentanone 1199d - - - - - - - - - - - - - - - 4 1199 66,15

Pentanenitrile 1202d - - - 9 1202 25,11 - - - 9 1201 21,45

-D-Limonene - - - 10 1220 327,43 - - - 6 1220 146,82 5 1219 41,7

(E)-2-Hexenal 1232d 5 1232 98,07 11 1232 35,95 12 1232 206,6 10 1230 47,79 7 1231 44,94 - -


(3)

Lampiran 12. (Lanjutan)

Varietas

Basmati PW Cianjur PW Garut Rojolele Sintanur Situ Patenggang

Senyawa

LRIr

Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb)

1-Ethyl-3-methylbutanoate 1261d - - - - - - - - - 12 1258 107,79

-p-Cymene 1274d - - - - - - - - - 13 1284 8,03

-Methyl heptanoate 1288d 9 1290 22,63 13 1290 143,61 - - - 14 1290 12,04 - - - 8 1302 200,68

n-Octanal 1301d 10 1295 27,55 14 1300 15,06 - - - 15 1300 21,92 9 1298 8,47 8 1302 200,68

2-Heptenal 1326d 12 1326 55,11 15 1325 17,3 16 1325 134,6 10 1325 24,1 9 1321 254,25

alpha-Methylstirene 1338d 13 1338 13,78

-

6-Methyl-5-hepten-2-One 1341d 14 1343 27,55 16 1342 22,31 19 1342 83,22 17 1343 24,65 11 1342 85,62 - -

-2-Acetyl-1-pyrroline 1349b 15 1346 42,96 18 1349 48,46 21 1349 52,26 18 1346 47,91 12 1349 44,10 10 1349 39,82

n-Hexanol 1350f 16 1355 39,69 - - - 19 1355 269,15 13 1354 66,41

-2-Nonanone 1393d 17 1395 59,7 19 1395 57,43 - - - 20 1396 39,82 14 1395 31,59 13 1396 102,55

Unknow 18 1398 27,55

-3-Methylbuthyl

4-methylpentanoate 1403d 19 1411 16,73 20 1404 36,82 - - - 21 1402 1398,33 15 1399 28,98 14 1404 374,31

Unknow 20 1425 18,37 21 1416 25,1 27 1415 11,92

-Unknow 22 1421 11,16 - - - - - - - - - - - - 15 1437 23,14

Keterangan :

LRIe = Indek retensi linier hasil penelitian LRIr = Indeks retensi linier referensi

a) LRI reference Meinertet al.(2006), Kolom DB-Wax b) LRI reference Rychlik dan Grosch (1995), kolom DB-Wax

c) LRI referencehttp://www.odour.org.uk/cgi-bin/search.cgi, Kolom DB-Wax d) LRI reference Reading University (2008), Kolom DB-Wax

e) LRI reference Marvalet al. (2008), Kolom DB-Wax f) LRI reference Butteryet al. (1999), Kolom DB-WAx


(4)

Basmati PW Cianjur PW Garut Rojolele Sintanur Situ Patenggang

Senyawa

LRIr

Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb)

(E)-2-Octenal 1441b 21 1435 65,93 23 1440 17,59 31 1441 31,25 24 1439 30 18 1435 29,96 16 1443 18,97

1-Octen-3-ol 1444d - - - - - - - - - - - 19 1444 14,00

-n-Heptanol 1457c 24 1459 45,92 - - - 26 1459 13,49 21 1458 11,08 - -

-Decanal 1484a 25 1485 59,03 25 1483 72,13 35 1488 11,66 27 1490 42,21 22 1490 27,35 19 1483 58,63

Methyl nonanoate 1495d - - - - - - 36 1494 19,39

-(E,E)-2,4-Heptadienal 1496d 27 1497 15,42 - - - 37 1499 201,4 - - - 24 1498 20,51 20 1491 132,01

Unknow 28 1501 36,74 27 1500 35,17 - - - 28 1499 136,75 25 1500 56,97 - -

-Unknow 29 1517 15,09

-Benzaldehyde 1530c 30 1531 85,6 28 1531 23,72 38 1531 20,51 29 1531 34,84 26 1531 28,30 24 1531 40,42

Hexyl-3-methylpentanoate 1542d 31 1542 29,2 29 1542 15,91 - - - 30 1542 18,32 27 1542 10,75 - -

-(E)-2-Nonenal 1548b 32 1547 25,91 30 1550 21,2 - - - 31 1547 34,25 28 1547 14,33 25 1543 25,96

n-Octanol 1554c 33 1560 45,92 31 1560 15,9 - - - 32 1560 1,51 29 1560 12,70 26 1560 39,81

(E,E)-2,6-Nonadienal 1585d - - - - - - 43 1584 190,62

-2-Undecanal 1596b 35 1598 22,96 32 1597 14,22 44 1599 33,01 33 1599 1,17 30 1599 18,89 27 1598 48,77


(5)

-Lampiran 12. (Lanjutan)

Varietas

Basmati PW Cianjur PW Garut Rojolele Sintanur Situ Patenggang

Senyawa

LRIr

Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb)

n-Undecanal 1621d 42 1616 10,83 34 1622 11,71

-3-(Methylthio)propyl

Acetate 1637d 38 1633 50,49 - - - 47 1636 55,21 - - - 33 1648 13,35 - -

-Phenylacetaldehyde 1658b 39 1653 47,56 36 1652 32,93 - - - 34 1652 8,80 31 1652 53,85

(E)-2-Decenal 1664d 40 1661 28,86 37 1665 32,05

-Acetophenone 1685d 42 1682 24,27 38 1683 13,4 51 1684 15,68 - - - 35 1681 43,95 - -

-2-Methylbutanoic acid 1691d - - - 39 1701 33,73 52 1699 22,38 36 1693 9,71 - - -

-4,5-Dimethyl-2-furfural 1707d - - - - - - 53 1706 19,39

-(E, E)-2, 4-Nonadienal 1716b 44 1712 28,53 41 1714 22,32

-Dodecanal 1726d 45 1729 19,68 - - - 55 1728 301,7 37 1736 90,76 - - - 37 1725 57,21

Phenylmethyl acetate 1746d - - - - - - 57 1743 25,63

-1-Decanol 1761d 46 1764 43,95 43 1766 66,04 - - - 38 1766 60,17 - - - 38 1767 270,57

Naphtalene 1773d 47 1775 22,96 44 1775 14,8 60 1775 83,31 39 1776 21,12 41 1776 37,44 39 1776 86,52

Camphor 48 1798 32,15 45 1801 78 61 1783 482 40 1806 15,53 42 1799 45,59 40 1804 26,54

(E, E)-2, 4-Decadienal 1827b 49 1825 70,19 46 1826 46,89 63 1825 60,85 41 1826 29,83 43 1825 50,80 - -

-1-Octadecene 1854d - - - 47 1853 13,69 - - - 42 1853 29,94 44 1855 33,21 - -

-Keterangan :

LRIe = Indek retensi linier hasil penelitian LRIr = Indeks retensi linier referensi

a) LRI reference Meinertet al.(2006), Kolom DB-Wax b) LRI reference Rychlik dan Grosch (1995), kolom DB-Wax

c) LRI referencehttp://www.odour.org.uk/cgi-bin/search.cgi, Kolom DB-Wax d) LRI reference Reading University (2008), Kolom DB-Wax

e) LRI reference Marvalet al. (2008), Kolom DB-Wax f) LRI reference Butteryet al. (1999), Kolom DB-WAx


(6)

Basmati PW Cianjur PW Garut Rojolele Sintanur Situ Patenggang

Senyawa

LRIr

Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) Peak

No LRIe (ppb) 3-Methylbuthyl

Decanoate 1861d - - - - - - 66 1865 134,4

-2-Heptanone - 51 1870 68,88 49 1870 24,27 67 1870 44,13 44 1870 33,14 46 1870 26,05 - -

-(E)-2-Dodecenal 1882d 52 1886 24,27 50 1886 34,9 68 1886 157,49 45 1886 46,62 48 1886 31,91

Docosane - 53 1897 54,1 51 1902 87,24 69 1899 323,04 - - - 46 1898 172,16

Unknow - - - - - - - 71 1933 103,07

-Tetradecanal 1940d - - - 72 1941 58,16 48 1941 1372,01 51 1940 26,05 48 1940 76,75

Benzenepropanol

Acetate 1965d - - - 55 1967 42,92 73 1978 3220,5 52 1968 137,34 52 1968 137,34 - -

-Eicosan - 56 1998 105,61 56 1985 83,83 - - - - - - - - - - -

-Keterangan :

LRIe = Indek retensi linier hasil penelitian LRIr = Indeks retensi linier referensi

a) LRI reference Meinertet al.(2006), Kolom DB-Wax b) LRI reference Rychlik dan Grosch (1995), kolom DB-Wax

c) LRI referencehttp://www.odour.org.uk/cgi-bin/search.cgi, Kolom DB-Wax d) LRI reference Reading University (2008), Kolom DB-Wax