Identification of The Character Impact Flavor Compounds of Aromatic Rice (Oryza myristica L.) Native Indonesia

(1)

IDENTIFIKASI

CHARACTER IMPACT COMPOUNDS

FLAVOR BERAS AROMATIK

(Oryza myristica L

.) ASLI

INDONESIA

MUHAMMAD IHSAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi character impact compounds flavor beras aromatik (Oryza myristica L.) asli Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

Muhammad Ihsan


(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD IHSAN. Identification of The Character Impact Flavor Compounds of Aromatic Rice (Oryza myristica L.) Native Indonesia. Under direction of HANIFAH NURYANI LIOE and ANTON APRIYANTONO.

Consumers prefer aromatic rice because of its pleasant aroma when it is eaten. Study on the aroma components of Indonesian aromatic rice is still limited. The objective of this study was to evaluate the composition of aroma components in aromatic rice (varieties of Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, and Rojolele) and non-aromatic rice (IR-64) and to identify the character impact compounds of aromatic rice in the variety Pandan Wangi Garut by Aroma Extract Dilution Analysis (AEDA) method. The aroma components of non aromatic rice (IR-64) were also analyzed to compare the composition results. The aroma component of aromatic and non aromatic rice were extracted using Simultaneously Distillation Extraction (SDE) Likens Nickerson method and were analyzed by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) and Gas Chromatography-Olfactometry (GC-O). The number of aroma components identified in aromatic rice was vary between 17 to 48 compounds, whereas non aromatic rices had 17 compounds. Their chemical classes are aldehides, alcohols, heterocyclic compounds, esters, hydrocarbons, ketones and carboxylic acids. The difference between aromatic and non aromatic rice was the occurence of 2-acetyl-pyrroline and the concentration of hexanal, pentanol, acetophenone, 1-octen-3-ol, (E,E)-2,4-decadienal and 2-penthylfuran. Their similarity was the concentration of ethyl acetate. The character impact compounds of aromatic rice Pandan Wangi Garut were 2-acetyl-1-pyrroline, which has sweet, pleasant, pandan aroma, and ethyl acetate which has a caramel and fruity aroma.

Keywords : 2-acetyl-1-pyrroline, character impact compounds, aromatic rice, AEDA, ethyl acetate


(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD IHSAN. Identifikasi Character Impact Compounds Flavor Beras Aromatik (Oryza myristica l.) Asli Indonesia. Dibimbing oleh HANIFAH NURYANI LIOE dan ANTON APRIYANTONO.

Beras merupakan salah satu makanan pokok bagi penduduk di Indonesia. Hal ini didukung oleh data BPS RI (2009), bahwa konsumsi kalori perkapita perhari dari padi-padian sebesar 939,99 kalori (48,76%) dari total 1.927,63 kalori dan produksi beras pada tahun 2009 mencapai 38.639.334 ton. Data ini menunjukkan bahwa beras dikonsumsi dalam jumlah yang besar oleh masyarakat Indonesia. Beras yang dikonsumsi berasal dari berbagai varietas. Varietas beras yang dipilih berbeda-beda antar wilayah di Indonesia.

Berdasarkan kualitas aroma beras yang dikonsumsi, ilmuwan membedakan dua macam kelompok beras yaitu beras aromatik dan beras non aromatik. Beras aromatik adalah beras yang mempunyai aroma yang wangi. Sampai saat ini, penelitian mengenai komponen aroma dari beras aromatik Indonesia masih sangat terbatas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi komponen aroma beras aromatik (varietas Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, Rojolele) dan beras non aromatik (varietas IR-64), serta mengidentifikasi

character impact compounds beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor, Balai Besar Tanaman Padi (Sukamandi) dan Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2011 sampai bulan Februari 2012. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 3 tahap yaitu tahap penentuan metode isolasi flavor beras aromatik, penentuan komposisi komponen volatil ekstrak beras aromatik dan penentuan character impact compounds.

Penentuan metode isolasi flavor beras aromatik dilakukan dengan 2 cara yaitu metode Solid-Phase Microextraction (SPME) dan metode Simultaneously Distillation Extraction (SDE) Likens-Nickerson. Metode SPME dilakukan dengan memasak nasi dengan cara mencampurkan 150 g sampel beras dengan 250 ml akuades, kemudian dimasak di rice cooker. Pemasakan dilakukan dengan tiga tahap yaitu (a) tahap I (9 menit), dihitung dari awal pemasakan (b) tahap II (17 menit), 8 menit setelah tahap I (c) tahap III (47 menit), 30 menit dari tahap II sampai pemanasan berhenti otomatis.

Penentuan komposisi komponen volatil beras aromatik dilakukan dengan menggunakan metode SDE Likens-Nickerson. Larutan 1,4-dichlorobenzene 1% ditambahkan sebanyak 0,02 mL/g bahan sebagai standar internal dalam bahan sebelum dilakukan ekstraksi. Jumlah bahan dalam satu kali ekstraksi adalah 500 g. Setelah diekstraksi akan diperoleh ekstrak flavor beras aromatik, yang selanjutnya dipekatkan dengan kolom Vigreux, ekstrak pekat kemudian dianalisis menggunakan uji Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dan Gas Chromatography-OlfactometryFlame Ionization Detector (GC-O FID).


(5)

Penentuan character impact compounds beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut dilakukan dengan menggunakan metode Aroma Extract Dilution Analysis (AEDA). Penentuan factor dilution (FD) faktor dalam metode ini dilakukan oleh 3 panelis terlatih yang dapat mendeteksi sejumlah besar komponen

odor-active. Ekstrak asli Pandan Wangi Garut dibuat sebanyak 10 seri pengenceran dengan kelipatan pengenceran dua (1:1). Panelis mencium aroma dimulai dari pengenceran terendah (21) hingga pengenceran tertinggi, yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing panelis. Nilai FD faktor yang dicatat adalah pengenceran tertinggi dimana aroma sutau komponen masih dapat dikenali oleh panelis. Grafik AEDA selanjutnya dibuat dengan cara memplotkan nilai FD suatu komponen dengan LRI-nya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen aroma yang terdeteksi berkisar antara 17-48 komponen (ketiga varietas beras aromatik) dan 17 komponen (beras non-aromatik varietas IR-64). Komponen penyusun aroma flavor beras aromatik Indonesia secara umum terdiri atas golongan aldehida, alkohol alifatik, alkohol alisiklik, turunan benzena, heterosiklik, keton, ester dan asam karboksilat.

Perbedaan antara komponen volatil antara beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, Rojolele dengan beras non aromatik (IR-64) adalah keberadaan komponen 2-acetyl-1-pyrroline, jumlah dari komponen

hexanal yang lebih sedikit (Pandan Wangi Cianjur, Rojolele) dan jumlah komponen 1-pentanol, acetophenone, 1-octen-3-ol, (E,E)-2,4-decadienal, 2-penthylfuran lebih banyak dibandingkan dengan beras non aromatik (IR-64), sedangkan persamaannya adalah memiliki jumah komponen ethyl acetate yang lebih banyak dibandingkan dengan komponen volatil lainnya seperti hexanal, 2-penthylfuran, 1-pentanol, nonanal, 1-octen-3-ol, benzaldehide, acethophenone, naphtalene, (E,E)-2,4-decadienal dan 2-methoxy-4-vinylphenol.

Perbedaannya antara ketiga varietas beras aromatik tersebut setelah dianalisis GC-MS adalah Pandan Wangi Garut tidak terdeteksi komponen 2-heptenal, 1-heksanol, benzaldehide, 2-nonenal, 1-nonenal, dan 4-vinylphenol, kemudian Rojolele tidak terdeteksi komponen benzaldehide, (E,E)-2,4-decadienal

dan 4-vinylphenol, serta Pandan Wangi Cianjur tidak terdeteksinya komponen 2-penthylfuran, 2-nonenal, 1-nonenal, acethophenone dan (E,E)-2,4-decadienal, sedangkan persamaannya adalah terdeteksinya komponen ethyl acetate, hexanal, nonanal, 1-octen-3-ol, 1-pentanol, 2-acetyl-1-pyrroline, naphthalene dan 2-methoxy-4-vinylphenol.

Analisis komponen volatil beras aromatik dengan menggunakan teknik GC-O dan AEDA, dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan senyawa

character impact compounds dari beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut. Komponen yang menjadi character impact compounds dari beras tersebut adalah

2-acetyl-1-pyrroline (3,4 ng/g) yang memberikan aroma sweet, pleasant, pandan, sedangkan ethyl acetate (16,0 ng/g) memberikan aroma fruity dan caramel.


(6)

Komponen volatil lain pada beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut seperti hexanal, nonanal, borneol, benzaldehide, 1-hexanol, naphtalene, 2-pentadecanone, 1-octen-3-ol dan benzene (1-propyloctyl) diduga dapat memberikan nuansa aroma terhadap karakteristik flavor beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut.

Kata kunci : 2-acetyl-1-pyrroline, character impact compounds, beras aromatik, AEDA, ethyl acetate


(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(8)

IDENTIFIKASI

CHARACTER IMPACT COMPOUNDS

FLAVOR BERAS AROMATIK

(Oryza myristica L

.) ASLI

INDONESIA

MUHAMMAD IHSAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

(10)

Judul : Identifikasi Character Impact Compounds Flavor Beras Aromatik (Oryza myristica L.) Asli Indonesia

Nama : Muhammad Ihsan NRP : F251090151

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini selesai tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan dari semua pihak. Untuk itu penulis pada kesempatan ini secara khusus menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ibu Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan semangat dari awal hingga selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Nancy Dewi Yuliana, M.Sc yang telah bersedia sebagai dosen penguji luar komisi.

Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar di Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Pangan IPB, dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pegawai laboratorium Kimia Pangan dan Biokimia Pangan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pengurus yayasan dan pimpinan beserta staf pengajar Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Centre

Sungailiat-Bangka yang telah memberikan izin tugas belajar, dorongan semangat, membantu biaya pendidikan selama penulis menempuh pendidikan pada Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Bram Kusbiantoro, MS sebagai Kepala Laboratorium Analisis Flavor BB Padi Sukamandi beserta seluruh stafnya, dan juga seluruh warga Wisma Galih yang telah ikut membantu selama pelaksanaan penelitian.

Di samping itu ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada isteri tercinta Nina Oktarini, anak-anak tercinta Muhammad Salim Al Ihsan, Fadillah Ilmi Rabbani, serta bapak, ibu dan keluarga yang senantiasa memberikan dorongan moril, serta pengertiannya sehingga penelitian dan penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.

Akhirnya penulis mengharapkan agar tesis ini dapat bermanfaat bagi kita dalam mengemban dan melaksanakan tugas kemasyarakatan.

Bogor, Juni 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Desember 1981 di Sungailiat, merupakan anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Orang tua bernama Bapak Robani Abubakar dan Ibu Ropi’ah.

Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1994 di SD Negeri 10 Sungailiat, sekolah menengah pertama pada tahun 1997 di SLTP Negeri 2 Sungailiat, dan sekolah menengah umum pada tahun 2000 di SMU Negeri 1 Sungailiat, Bangka-Belitung.

Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada tahun 2000 melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian pada Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sriwijaya dan tamat pada tahun 2005. Selama kuliah penulis pernah aktif di organisasi kampus seperti BWPI (Badan Wakaf dan Pengkajian Islam) dan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada tahun 2005 penulis bekerja sebagai tenaga surveyor di Palembang. Pada tahun 2006 penulis diterima bekerja sebagai tenaga pengajar di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Centre sampai sekarang. Pada tanggal 16 Februari 2007 penulis menikah dengan Nina Oktarini dan telah dikaruniai 2 orang anak laki-laki (Muhammad Salim Al Ihsan dan Fadillah Ilmi Rabbani). Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai Mahasiswa Magister Pascasarjana Ilmu Pangan di Institut Pertanian Bogor dan dibiayai oleh Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Centre.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Beras ... 3

2.1.1. Struktur Beras ... 3

2.1.2. Beras Aromatik... 4

2.1.3. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras ... 5

2.1.4. Flavor Beras Aromatik... 8

2.2. Metode Isolasi dan Ekstraksi Flavor Beras ... 15

2.2.1. SDE Likens-Nickerson ... 16

2.2.2. Solid Phase Microextraction (SPME) ... 17

2.2.3. Headspace ... 17

2.3. Metode Penentuan Character Impact Compounds ... 18


(14)

3.1. Tempat dan Waktu ... 20

3.2. Bahan dan Alat ... 20

3.3. Metode Penelitian ... 22

3.3.1. Pemilihan Metode Isolasi Flavor Ektrak Beras Aromatik... 23

3.3.1.1. Metode SPME ... 23

3.3.2. Penentuan Komposisi Komponen Volatil Beras Aromatik ... 25

3.3.2.1. Ekstraksi Komponen Volatil dengan Metode SDE Likens-Nikerson ... 25

3.3.2.2. Analisis Komponen Volatil dengan Metode GS-MS .. 27

3.3.2.3. Gas Chromatography Olfactometry (GC-O) ... 28

3.3.2.4 Uji Sensori ... 30

3.3.3. Penentuan Character Impact Coumpounds ... 32

3.3.3.1. Persiapan Sampel AEDA ... 33

3.3.3.2. Aroma Extract Dilution Analysis (AEDA) ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Penentuan Metode Isolasi Flavor Ektrak Beras Aromatik ... 35

4.2. Penentuan Komposisi Komponen Volatil Beras Aromatik ... 39

4.2.1. Beras aromatik varietas Rojolele ... 40

4.2.2. Beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut ... 45

4.2.3. Beras aromatik varietas Pandan Wangi Cianjur ... 49

4.2.4. Beras non aromatik varietas IR-64 ... 52


(15)

4.3. Penentuan Character Impact Compounds ... 60

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Beberapa varietas beras berdasarkan kandungan amilosanya…... 5 2. Rata-rata kadar proksimat (%) beberapa varietas beras aromatik

basis basah...…... 6 3. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa... 7 4. Kandungan mineral beras pecah kulit varietas unggul... 7 5. Jumlah 2-acetyl-1-pyrroline dari beras yang dimasak varietas beras

aromatik dan beras non aromatik... 9 6.

7.

8.

Kondisi GC-MS untuk identifikasi komponen volatil beras (merek

Agilent Technologies 7890A-5975)... Kondisi GC-MS untuk identifikasi komponen volatil beras (merek

Agilent Technologies 7890A-5975)…... Kondisi GC-O untuk identifikasi komponen volatil beras dengan metode SDE Likens-Nickerson (merek Agilent Technologies

7890A)...

25

27

28 9. Konsentrasi flavor uji segitiga aroma...…………... 31


(17)

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan panelis terlatih... Komposisi komponen volatil dan deskripsi aroma beras aromatik varietas Rojolele... Komposisi dan jumlah komponen komponen volatil berdasarkan golongan komponen beras aromatik varietas Rojolele... Komposisi komponen volatil dan deskripsi aroma beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut... Komposisi dan jumlah komponen volatil berdasarkan golongan komponen beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut... Komposisi komponen volatil dan deskripsi aroma beras aromatik varietas Pandan Wangi Cianjur... Komposisi dan jumlah komponen volatil berdasarkan golongan komponen beras aromatik varietas Pandan Wangi Cianjur... Komposisi komponen volatil dan deskripsi aroma beras non

aromatik varietas IR-64... Komposisi dan jumlah komponen volatil berdasarkan golongan komponen beras non aromatik varietas IR-64... Perbedaan dan persamaan berdasarkan golongan antara beras

aromatik dan beras non aromatik... Perbedaan dan persamaan berdasarkan jumlah komponen

antara beras aromatik dan beras non aromatik... Komposisi komponen volatil dan deskripsi aroma beras

aromatik varietas Pandan Wangi Garut... Komposisi dan jumlah komponen volatil berdasarkan golongan komponen beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut... Nilai FD faktor dan deskripsi aroma ekstrak flavor beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut dari hasil analisis dengan GC-O...

32 41 43 45 47 49 51 52 54 55 58 61 63 66


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur beras secara longitudinal... 4

2. Senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline...... 10

3. Diagram proses pembentukan aroma 2-acetyl-1-pyrroline... 10

4. Diagram alir tahapan proses yang dilakukan pada penelitian... 22

5. Rancangan alat (metode SPME) pada tahap pemasakan I dan II….. 24

6. Rancangan alat (metode SPME) pada tahap pemasakan III ... 24

7. Seperangkat alat SDE Likens-Nickerson... 26

8. Seperangkat alat kolom Vigreux... 27

9. Pelatihan panelis terlatih... 30

10. Seri pengenceran beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut... 33

11. Kromatogram komponen volatil beras hasil SPME (fiber DVB/PDMS) dan analisis dengan GC-MS pada tahap pemasakan I (9 menit) beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut... 36 12. Kromatogram komponen volatil beras hasil SPME (fiber CAR/PDMS) dan analisis dengan GC-MS pada tahap pemasakan I (9 menit) beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut ... 36

13. Kromatogram komponen volatil beras hasil SPME (fiber CAR/PDMS) dan analisis dengan GC-MS pada tahap pemasakan II (17 menit) beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut ... 37

14. Kromatogram komponen volatil beras hasil SPME (fiber CAR/PDMS) dan analisis dengan GC-MS pada tahap pemasakan III (47 menit) beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut ... 37

15 Kromatogram komponen volatil hasil ekstraksi beras aromatik varietas Rojolele dengan metode SDE Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS pada (a) ulangan 1 dan (b) ulangan 2 (keterangan: no. peak untuk masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 11)... 42


(19)

16 Kromatogram komponen volatil hasil ekstraksi beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut dengan metode SDE

Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS pada (a) ulangan 1 dan (b) ulangan 2 (keterangan: no. peak untuk masing-masing

komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 13)... 46 17 Kromatogram komponen volatil hasil ekstraksi beras aromatik

varietas Pandan Wangi Cianjur dengan metode SDE Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS pada (a) ulangan 1 dan (b) ulangan 2 (keterangan: no. peak untuk masing-masing

komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 15)... 50 18 Kromatogram komponen volatil hasil ekstraksi beras non aromatik

varietas IR-64 dengan metode SDE Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS pada (a) ulangan 1 dan (b) ulangan 2 (keterangan: no. peak untuk masing-masing komponen tersebut

dapat dilihat pada Tabel 17)... 53 19 Kromatogram komponen volatil hasil ekstraksi beras aromatik

dengan metode SDE Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS, pada beras aromatik varietas (a) Pandan Wangi Garut, (b) Rojolele, (c) Pandan Wangi Cianjur dan beras non aromatik (d) varietas IR-64 .(keterangan: no. peak untuk masing-masing

komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 20)... 59 20 Kromatogram komponen volatil hasil ekstraksi beras aromatik

varietas Pandan Wangi Garut (5 kali ekstraksi) dengan metode SDE Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS pada (a) ulangan 1 dan (b) ulangan 2 (keterangan: no. peak untuk masing-masing

komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 22)... 64 21 Grafik AEDA ekstrak flavor beras aromatik varietas Pandan Wangi

Garut yang diperoleh dari analisis GC-MS dan GC-O dengan 3 panelis terlatih (keterangan: nomor untuk masing-masing

komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 23)...

67 22 Aromagram 11 komponen beras aromatik varietas Pandan Wangi


(20)

Garut yang diperoleh dari uji AEDA, analisis dengan GC-MS dan


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar tahap pemasakan I (9 menit) menggunakan headspace

dengan corong gelas…...

79 2. Headspace dengan wadah alumunium...…... 80 3. Tabel hasil pelatihan panelis menggunakan uji deskripsi flavor... 81 4. Lembar uji seleksi panelis dengan uji segitiga... 82 5. Tabel hasil pelatihan panelis uji segitiga... 83 6. Contoh spektra massa dari 2-acetyl-1-pyrroline…... 84 7. Contoh kromatogram blank dari alat SPME fiber CAR/PDMS.... 85


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan salah satu makanan pokok bagi penduduk di Indonesia. Hal ini didukung oleh data BPS RI (2009), bahwa konsumsi kalori perkapita perhari dari padi-padian sebesar 939,99 kalori (48,76%) dari total 1.927,63 kalori dan produksi beras pada tahun 2009 mencapai 38.639.334 ton. Data ini menunjukkan bahwa beras dikonsumsi dalam jumlah yang besar oleh masyarakat Indonesia. Beras yang dikonsumsi berasal dari berbagai varietas. Varietas beras yang dipilih berbeda-beda antar wilayah di Indonesia.

Berdasarkan kualitas aroma beras yang dikonsumsi, ilmuwan membedakan dua macam kelompok beras yaitu beras aromatik dan beras non aromatik (Singh et al. 2000). Beras aromatik adalah beras yang mempunyai aroma yang wangi. Sampai saat ini, penelitian mengenai komponen aroma dari beras aromatik Indonesia masih sangat terbatas.

Karakterisasi flavor beberapa varietas beras aromatik asli Indonesia telah dilakukan oleh Kusumaningrum (2009), akan tetapi penelitiannya hanya menampilkan profil flavor yang dianalisis dengan GC-MS dan uji sensori deskriptif, sedangkan komponen flavor kunci atau character impact compounds

beras tersebut belum diteliti. Hubungan antara hasil sensori dengan komponen flavor beras itu sendiri diteliti oleh Limpawattana (2008). Komposisi flavor beras aromatik selain dipengaruhi oleh varietas juga dapat dipengaruhi oleh lahan yang digunakan (Ashrafuzzaman et al. 2009). Lebih jauh lagi komposisi flavor beras yang dimasak baik dari kelompok beras aromatik maupun non aromatik yang berasal dari luar negeri telah diteliti oleh beberapa peneliti (Tava & Bocchi 1999; Maraval et al. 2008; Zheng et al. 2007, 2008a, 2008b, 2009). Penelitian terhadap aroma kunci atau character impact compound terhadap beberapa varietas beras aromatik luar negeri juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Buttery et al.

1983; Jezussek et al. 2001; Maraval et al. 2008).

Penentuan aroma kunci atau character impact compounds beras dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aroma Extract Dilution Analysis


(23)

merah (brown rice), dimana telah ditemukan 2-acetyl-1-pyrroline sebagai salah satu komponen character impact compounds. Metode ini masih belum diterapkan untuk beras aromatik asli Indonesia, sehingga character impact compounds beras aromatik tersebut belum diketahui.

Penelitian tentang character impact compounds beras aromatik Indonesia tentunya akan banyak memberi manfaat dari segi ekonomi seperti (a) program pengembangan varietas padi aromatik yang lebih terarah sehingga dapat meningkatkan taraf hidup petani, (b) membuat flavor sintetik 2-acetyl-1-pyrroline,

(c) menentukan fingerprint dari 2-acetyl-1-pyrroline sehingga pedagang beras aromatik tidak dirugikan; dan segi pelestarian genetik sumber hayati Indonesia seperti mengembangkan program pemuliaan secara molekuler (molecule breeding) pada benih padi, contohnya meneliti sifat genetik yang bertanggungjawab terhadap aroma wangi pada beras aromatik asli Indonesia dan merekayasa genetik beras non aromatik Indonesia menjadi beras aromatik.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui komposisi komponen aroma beras aromatik (varietas Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, Rojolele) dan beras non aromatik (varietas IR-64).

2. Untuk mengidentifikasi character impact compounds beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut.

1.3. Hipotesis

Terdapat komponen 2-acetyl-1-pyrroline dan komponen lain yang menjadi character impact compounds beras aromatik Indonesia.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beras

Beras merupakan hasil proses pelepasan tangkai dan kulit malainya dari tanaman padi, yang kemudian diikuti dengan penggilingan gabah. Penggilingan gabah akan menghasilkan sekitar 65% beras giling, 25% sekam, 8% dedak dan 2% bekatul. Beras giling disosoh dengan derajat yang disesuaikan dengan selera konsumen (Haryadi 2006).

Beras merupakan makanan pokok penduduk di dunia baik di negara berkembang maupun negara maju (Haryadi 2006). Beras yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia dibagi menjadi dua varietas yaitu varietas beras aromatik dan beras non aromatik. Penelitian beras beberapa tahun terakhir lebih mengarah kepada flavor beras (Maga 1984). Hal ini bertujuan untuk melestarikan genetik, dan memenuhi kebutuhan konsumen sehingga diperoleh manfaat dari segi ekonomi maupun sosial (Sing et al. 2000).

2.1.1. Struktur Beras

Butir padi terdiri dari testa, nusellus, embrio dan endosperm seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Testa biasanya disebut juga sebagai kulit biji dan terletak di bawah perikarp. Testa terdiri dari lapisan sel tunggal, kutikula kulit biji, kutikula nusellar dan sisa-sisa sel nusellar. Kandungan embrio berkisar 1 - 3% dari berat total biji dan terletak di ujung basal pada sisi (abaksial) ventral butir beras. Skutelum adalah jaringan terbesar embrio yang terdapat diantara endosperm pati dan sumbu embrionik. Endosperm pada butir padi terbagi menjadi dua yaitu aleuron dan endosperm pati (Champagne et al. 2004).

Menurut Champagne et al. (2004) bahwa struktur padi secara keseluruhan terdiri dari sekam, kariopsis (disebut beras pecah kulit), perikarp dan butir padi. Lapisan pembungkus kariopsis yang mengelilingi beras terdiri atas beberapa macam lapisan sel, yaitu perikarp, pembungkus biji, dan lapisan nusellus. Pada proses penyosohan, lapisan pembungkus kariopsis bersama-sama dengan lapisan aleuron, lapisan sel di bawah nusellus menjadi dedak sehingga tidak terdapat pada beras yang dijual di pasaran (Haryadi 2006) .


(25)

Gambar 1. Struktur beras secara longitudinal (Champagne et al. 2004).

2.1.2. Beras Aromatik

Beras aromatik merupakan salah satu produk yang permintaannya semakin meningkat untuk pemasaran di Asia, Eropa dan Amerika Utara untuk beberapa tahun terakhir (Srieadka et al. 2006). Hal ini dapat disebabkan karena beras aromatik memiliki aroma yang lebih kuat (wangi) dibandingkan oleh beras non aromatik (Singh et al. 2000). Data ini didukung oleh Weber et al. (2000), beras aromatik lebih disukai konsumen karena aroma, flavor dan teksturnya dibandingkan dengan beras non aromatik. Secara ekonomi, beras aromatik memiliki harga lebih tinggi bila dibandingkan beras non aromatik.

Ada beberapa varietas beras aromatik di dunia seperti Basmati, Italian B5-3, Della, Jasmine dan lain-lain, sedangkan varietas beras aromatik di Indonesia berbeda yaitu beras Pandan Wangi Cianjur, Pandan Wangi Garut, Sintanur, Rojolele dan Situ Patenggang (Wijaya et al. 2008; Kusumaningrum 2009). Banyaknya varietas beras aromatik di dunia mendorong para ahli untuk meneliti komponen volatil dan berbagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aroma dan flavornya (Champagne 2008).


(26)

2.1.3. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras

Beras dapat digolongkan berdasarkan kadar amilosa dan amilopektin. Berdasarkan kandungan amilosanya beras dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu beras dengan kadar amilosa tinggi (25 - 33%), amilosa sedang (20 - 25%), kadar amilosa rendah (9 - 20%), dan amilosa sangat rendah (< 9%) (Winarno 1997). Berdasarkan kandungan amilopektin beras dapat digolongkan menjadi dua yaitu beras ketan yang memiliki kadar amilosa sangat sedikit (1 - 2%) dan beras biasa yang memiliki kadar amilosa lebih dari 2 persen. Beras dengan kadar amilosa sedang biasanya memiliki sifat nasi yang lebih pulen, tidak terlalu basah dan kering, sedangkan beras dengan kadar amilosa tinggi biasanya memiliki nasi yang keras, pera dan kering (Darmadjati & Purwani 1991) seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa varietas beras berdasarkan kandungan amilosanya Kadar

amilosa (%)

Tekstur nasi Varietas

9-20 Pulen Bengawan solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur, Memberamo, Cilosari dan Cisadane

20-25 Sedang Bondoyudo, Pandan Wangi, Rojolele, IR- 64, Cibodas, Maros, Way Apo Buru 25-33 Pera IR-68, Batang Anal, Digul, Dewi Ratih

dan IR-36 Sumber : Suismono et al. (2003)

Perbedaan kadar amilosa dan amilopektin pada nasi dapat mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen di dunia. Penduduk di negara-negara ASEAN, khususnya Filipina, Malaysia, Thailand dan Indonesia menyukai beras berkadar amilosa sedang (20 - 25%), sedangkan penduduk Jepang dan Korea menyenangi kadar amilosa rendah (13 - 20%) (Winarno 1997). Selain itu, kesukaan konsumen terhadap rasa nasi juga dapat dipengaruhi oleh tingkat kepulenan, kemekaran tekstur, warna nasi, rasa dan aroma nasi (Haryadi 2006).

Proksimat beras adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara estimasi. Proksimat beras antara lain kadar air, abu, lemak, protein, amilosa dan karbohidrat. Berdasarkan Tabel 2, kelima varietas beras aromatik mengandung kadar air (12,67 - 14,52%), kadar abu (0,23 -


(27)

0,37%), kadar lemak (0,35 - 0,39%), kadar protein (8,23 - 9,91%), karbohidrat (76,40 - 77,64%), dan kadar amilosa (18,76 - 24,75%). Secara jelas, beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut dan Pandan Wangi Cianjur memiliki kandungan proksimat (basis basah) yang sama seperti ditunjukkan pada Tabel 2, tetapi kandungan proksimat antara kedua varietas tersebut akan berbeda jika dihitung secara basis kering (Kusumaningrum 2009).

Tabel 2. Rata-rata kadar proksimat (%) beberapa varietas beras aromatik basis basah

Varietas Kadar

air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein

Karbohidrat Kadar amilosa Pandan Wangi

Cianjur

14,52 0,37 0,39 8,23 76,49 24,75

Pandan Wangi Garut

14,52 0,37 0,39 8,23 76,49 24,75

Situ

Patenggang

13,08 0,24 0,39 9,91 76,40 18,84

Sintanur 12,67 0,23 0,37 9,08 77,64 18,76

Rojolele 12,75 0,33 0,35 9,15 77,31 21,56

Sumber : Kusumaningrum(2009)

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian berupa pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati beras berkisar 90% dari berat kering beras (Juliano 1972). Secara kimia, pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glukosidik. Pati terdiri atas fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin) (Winarno 1997). Kadar rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Secara umum beras Indonesia mengandung protein sekitar 7% dan berbagai vitamin. Kandungan vitamin dalam beras adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin. Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung Vitamin A dan D sangat sedikit, dan tidak mengandung vitamin C (Haryadi 2006).


(28)

Tabel 3. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa Komposisi kimia beras

(%)

Nilai rataan komposisi kimia Berat kadar amilosa tinggi Berat kadar amilosa sedang Beras ketan

Karbohidrat 90,17 89,86 89,93

Air 12,05 12,05 12,35

Lemak 0,86 0,92 0,89

Protein 7,91 8,00 7,67

Abu 1,06 1,30 1,52

Serat Kasar 3,40 3,29 3,49

Sumber: Rohmah (1997)

Selain vitamin, beras juga mengandung mineral makro maupun mineral mikro. Analisis terhadap kandungan mineral 51 varietas beras giling telah dilakukan menggunakan alat Inductively Coupled Plasma (ICP) pada tahun 2007, dimana terdapat enam belas mineral dalam beras yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, Mg, Na, K, P, S, B, Mo, Co, Ni, Al, Cd. Kandungan mineral pada beras tergantung pada varietasnya. Sebagai contoh adalah beras Indonesia varietas dodokan (sumber Ca, Mg, K, Zn, Mn, Cu), Indragiri (sumber Mg, Na, P, S, Mn), dan Batutegi (sumber Ca dan K) (Indrasari 2008). Kandungan mineral pada beras giling berbeda dengan beras pecah kulit. Kandungan mineral beras pecah kulit beberapa varietas unggul tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan mineral beras pecah kulit varietas unggul Kandungan

mineral (ppm)

Pandan Wangi Rojolele IR-64

Fe 12,40 15,20 11,40

Mn 24 19,40 26

Cu 3,70 4,50 1,60

Zn 35 31 21

Ca 87 60 106

Mg 1.340 1.450 1.440

Na 7,40 6,10 14,90

K 3.200 2.600 2.700

P 3.600 3.600 3.500

S 1.070 1.280 1.320


(29)

2.1.4. Flavor Beras Aromatik

Flavor merupakan semua sensasi yang dihasilkan oleh atribut rasa, tekstur dan aroma di dalam mulut (Fisher & Scott 1997). Aroma yang terdeteksi oleh panelis adalah komponen volatil produk yang memasuki rongga hidung dan diterima oleh indera penciuman. Jumlah komponen volatil yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen alaminya (Meilgaard et al.

1999).

Flavor beras aromatik telah banyak diteliti dalam beras yang diekstrak dengan pelarut non polar seperti metilen klorida (Bergman et al. 2000),

diklorometana (Jezussek et al. 2001), dietil eter (Wijaya et al. 2008), diisopropil eter (Kusumaningrum 2009) dan pelarut polar seperti etanol (Huang et al. 2008).

Beras-beras aromatik berbeda dari beras non aromatik. Perbedaannya yaitu aroma wangi dan karakteristik kualitas beras. Komponen aroma terpenting yang memberikan kontribusi terhadap karakteristik aroma pada beras adalah komponen

2-acetyl-1-pyrroline (Buttery et al. 1983).Komponen ini ditemukan pada berbagai padi aromatik yang terdapat di seluruh Asia, Eropa dan Amerika (Singh et al.

2000) dan ditemukan juga pada padi aromatik Indonesia varietas Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, Sintanur, Rojolele dan Situ Patenggang (Wijaya et al. 2008; Kusumaningrum 2009).

Komponen 2-acetyl-1-pyrroline ini mempunyai karakteristik aroma seperti

‘‘popcorn’‘-like (Buttery et al. 1983; Jezussek et al. 2001; Yang et al. 2008) dan juga memiliki karakter aroma sweet, pleasant (Tsugita 1985 - 1986). Data ini dilengkapi oleh Bryant & McClung (2011), bahwa komponen 2-acetyl-1-pyrroline memberikan aroma sweet, pleasant dan popcorn.

Selain pada beras aromatik, komponen 2-acetyl-1-pyrroline juga ditemukan pada komponen volatil dari daun pandan (Pandanus amaryllifollus) (Gangopadhyay 2004). Komponen ini yang terdapat pada daun pandan memberikan karakter aroma yang mirip dengan beras aromatik varietas Basmati (Thimmaraju et al. 2005). Selain itu, jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline pada daun pandan lebih tinggi dibandingkan dengan beras aromatik varietas Khao Dawk Mali (Wongpornchai et al. 2003).


(30)

Perbedaan lain antara beras aromatik dan non aromatik adalah jumlah

hexanal. Data ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widjaja et al.

(1996), mengungkapkan bahwa jumlah hexanal pada beras non-aromatik lebih banyak dari pada beras aromatik dan beras non aromatik juga lebih banyak mengandung komponen (E)-2-heptenal, 1-octen-3-ol, n-nonanal, (E)-2-octenal, (E,E)-2,4-decadienal, 2-penthylfuran, 4-vinylguaiacol dan 4-vinylphenol.

Jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline berkisar 40 - 90 µg/kg pada beras sosoh aromatik, 100 - 200 µg/kg pada beras aromatik pecah kulit (brown rice), lebih kecil dari 0,008 µg/kg pada beras non aromatik varietas Texas long grain, dan lebih kecil dari 0,008 µg/kg beras non aromatik varietas Calrose (Buttery et al. 1983). Hasil penelitian ini didukung oleh Tava & Bocchi (1999), kandungan 2-acetyl-1-pyrroline berkisar antara 76 - 760 µg/kg pada beras aromatik dan 4 - 15 µg/kg pada beras non aromatik. Kandungan 2-acetyl-1-pyrroline dari berbagai varietas beras aromatik dan beras non aromatik dengan metode SDE Likens-Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah 2-acetyl-1-pyrroline dari beras yang dimasak varietas beras aromatik dan beras non aromatik

No Varietas Jumlah µg/kg (ppb)

1. Beras aromatik Malangkit Basmati 370 Basmati 370 IR841-76-1 Goolarah YRF 9 Della Yasmine 760 610 87 560 691 670 76 156 2. Beras non aromatik

Texas long grain Lemont

Pelde

6 4 15

Sumber : Buttery et al. (1986); Tanchotikul & Heish (1991), Widjaja et al. (1996) dalam Grosch & Schieberle (1997)

Sekitar 200 komponen volatil beras teridentifikasi oleh banyak peneliti, hanya beberapa komponen yang mempunyai character impact compounds dari flavor beras (Champagne 2008). Data ini didukung dengan hasil penelitian dari


(31)

Zheng et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat 96 komponen volatil yang dapat teridentifikasi dari beras varietas tatsukomochi, kinunohoda, dan miyakagoganemochi. Beberapa komponen volatil beras yang teridentifikasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa golongan kimia seperti hidrokarbon, aldehida, alkohol alisiklik, alkohol alifatik, heterosiklik, ester, terpen, keton dan asam karboksilat (Tava & Bocchi 1999; Zheng et al. 2009).

Buttery et al. (1983) berhasil mengidentifikasi 2-acetyl-1-pyrroline

sebagai komponen utama aroma pada beras yang telah dimasak. Data ini juga didukung oleh Jezussek et al. (2001), bahwa 2-acetyl-1-pyrroline sebagai salah satu character impact compounds dari beras varietas Basmati 370, Improved Malangkit Sungsong (IMS) dan Khaskani.

Komponen 2-acetyl-1-pyrroline (Gambar 2) diyakini menjadi komponen yang penting pada aroma compounds pada beras dan diidentifikasi oleh indera manusia sebagai popcorn-like. Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa komponen aroma tersebut merupakan termally produced, karena komponen tersebut hanya teridentifikasi pada beras yang telah dimasak, bukan pada beras mentah (Buttery et al. 1983). Proses pembentukan aroma 2-acetyl-1-pyrroline seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 2. Senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (Huang et al. 2008).

Gambar 3. Diagram proses pembentukan aroma 2-acetyl-1-pyrroline (Blank et al. 2003).

Proline

degradasi α-dikarbonil

1-pyrroline

kondensasi

Oksidasi spontan

2-acetyl-1-pyrrolidine


(32)

Hasil penelitian dari Buttery et al. (1983) berbeda dengan hasil yang diperoleh Yoshishashi et al. (2002), bahwa komponen 2-acetyl-1-pyrroline tidak terbentuk selama beras dimasak atau proses pasca panen, akan tetapi komponen ini telah tersedia secara alami dari beras.

Data ini didukung oleh Bradbury et al. (2005) dan Jain et al. (2006), mengemukakan bahwa komponen aroma pada beras ditentukan oleh kromosom no. 8. Berdasarkan hasil penelitian dari Seno et al. (2009), gen BADH2 pada beras aromatik Indonesia sama dengan varietas beras aromatik asing sehingga jalur pembentukan 2-acetyl-1-pyrroline pada beras aromatik Indonesia sama dengan beras aromatik asing seperti yang dijelaskan oleh Bradbury et al. (2005).

Secara jelas Bradbury et al. (2005) mengemukakan bahwa jalur pembentukan 2-acetyl-1-pyrroline dimulai dari pemecahan prolin menjadi putresin kemudian membentuk komponen gama aminobutiraldehid (GABald), yang merupakan substrat dari enzim BADH2. Apabila enzim BADH2 aktif, maka enzim ini dapat mengubah GABald menjadi asam gama-aminobutirat (GABA), sedangkan jika enzim BADH2 tidak aktif, maka GABald mengalami asetilasi (penambahan gugus asetil) membentuk 2-acetyl-1-pyrroline. Putresin akan ditemukan dalam jumlah tinggi pada jaringan yang tumbuh aktif membelah. Putresin dipecah menjadi GABald oleh diamina oksidase (DAO) selama proses pembentukan lignin dan dinding sel, setelah sebagian besar pembelahan sel telah terjadi. Oleh karena itu, pembentukan GABald cenderung terjadi di jaringan muda yang secara aktif membelah dan dinding sel menjadi kaku.

Hasil penelitian dari Buttery et al. (1983) juga berbeda dengan yang dilaporkan oleh Zheng et al. (2009), 2-acetyl-1-pyrroline tidak terdeteksi dengan analisis GC-MS pada beras yang dimasak varietas Tatsukomochi, Kinunohada, dan Miyakoganemochi. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi dan cara pemasakan nasi (Champagne 2008).

Secara rinci, Champagne (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi flavor dan aroma beras dijabarkan seperti di bawah ini :

a. Genetik

Gen Beras wangi terletak pada ekson nomor 7 pada kromosom nomor 8. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bradbury et al.


(33)

(2005) dan Jain et al. (2006), sifat beras aromatik dibawa oleh genetis tertentu terutama pada kromosom 8.

Secara genetik, perbedaan gen antara padi aromatik dan non aromatik adalah akumulasi dari komponen 2-acetyl-1-pyrroline dalam genotip padi aromatik dapat disebabkan oleh adanya mutasi delesi pada ekson 7 di kromosom nomor 8 yang mengakibatkan kodon stop sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim betain aldehida dehidrogenase (BADH2). Ketika prolin mensintesis asam amino glutamat maka enzim BADH2 memainkan peranan kunci dalam jalur konversi ke arah glutamat. Penghambatan lintasan ini akan meningkatkan ketersediaan prolin untuk sintesis 2-acetyl-1-pyrroline (Bradbury et al. 2005). Berbeda dengan padi non aromatik, pada kromosom nomor 8 tidak terjadi delesi ekson 7 sehingga prolin lebih mengarah ke pembentukan asam amino glutamat dan pembentukan 2-acetyl-1-pyrroline lebih sedikit (Seno et al. 2009).

b. Perlakuan sebelum panen

Perlakuan sebelum panen (kondisi cuaca, kesuburan tanah, dan cara tanam) perlu diperhatikan karena mempengaruhi kandungan amilosa dan protein pada beras, sehingga dapat mempengaruhi flavor dan aroma dari beras yang dimasak, contohnya jumlah 2-acetyl-1-pyrroline bervariasi tergantung dengan kondisi lingkungan. Jumlah 2-acetyl-1-pyrroline lebih banyak pada beras merah matang pada suhu rendah (25 oC siang hari, 20 oC malam hari) dibandingkan dengan beras merah matang pada suhu tinggi (35 o

C siang hari, 30 oC malam hari) untuk beras merah varietas short-grain

Hieri dan long-grain Sari (Itani et al. 2004). c. Sistem irigasi dan waktu pemanenan

Waktu pemanenan dan sistem irigasi yang baik dengan mempertimbangkan berbagai faktor yaitu tingkat kematangan, kadar air dan kondisi cuaca akan dapat menghasilkan gabah dengan kualitas tinggi. Contohnya seperti beras varietas IR-42. Beras varietas IR-42 dipanen pada umur tanam 20 - 38 hari setelah 50% dari varietas tersebut berbunga. Pada kondisi tersebut terjadi peningkatan kadar amilosa dan protein, setelah itu terjadi penurunan aroma dan flavor dengan peningkatan kematangan. Beras


(34)

varietas IR-42 memiliki flavor yang lebih baik pada umur tanam 20 hari (50% berbunga) (Champagne 2008).

d. Kadar air

Diantara pemanenan dan pengeringan, padi yang dibiarkan selama 24 jam dapat meningkatkan kadar air padi yaitu 16% menjadi lebih besar dari 26%. Mikroba dapat tumbuh pada kondisi ini, sehingga dapat menghasilkan senyawa volatil yang mempengaruhi flavor atau aroma pada beras putih setelah pengeringan dan penggilingan (Champagne 2008).

e. Kondisi pengeringan beras, kadar air akhir dan penyimpanan gabah

Pengeringan pada suhu 18 - 60 oC tidak mempengaruhi peningkatan atau penurunan flavor beras (Champagne et al. 1997). Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Sunthonvit et al. (2005), 2-acetyl-1-pyrroline akan terjadi peningkatan konsentrasi dengan peningkatan suhu pengeringan 100 - 150 oC.

f. Derajat penggilingan

Derajat penggilingan yang berbeda akan mempengaruhi flavor dari beras giling. Puffed corn flavor, raw rice flavor, hay like flavor dan bitter taste

akan menjadi rendah ketika rasa manis lebih tinggi dengan peningkatan derajat penggilingan 8 sampai 14% (Park et al. 2001). Hasil penelitian ini didukung oleh Champagne et al. (1997), mengemukakan bahwa efek dari derajat penggilingan terhadap intensitas atribut flavor tergantung dari kadar air, kultivar dan lokasi budidaya.

Derajat penggilingan dapat mempengaruhi jumlah 2-acetyl-1-pyrroline. Jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline lebih banyak diperoleh pada tepung beras dibandingkan dengan beras giling. Hal ini dapat disebabkan oleh derajat penggilingan (dehulling) yang lebih rendah pada tepung beras dibandingkan dengan beras giling, sehingga ditemukan bahwa rata-rata

recovery 2-acetyl-1-pyrroline pada tepung beras lebih tinggi dibandingkan dengan beras giling (Yoshihashi et al. 2005).


(35)

g. Waktu dan suhu penyimpanan beras giling

Efek dari penyimpanan terhadap flavor beras giling kurang baik (undermilled rice) dan beras giling kualitas baik (wellmilled rice) ditentukan oleh deskripsi panelis (Piggott et al. 1991). Asam lemak bebas dibentuk lebih besar pada beras giling kualitas kurang baik (undermilled rice) dibandingkan beras giling kualitas baik (wellmilled rice). Perbedaan flavor antara kedua beras giling tersebut kemudian diteliti dari segi aroma, rasa dan tekstur (mouth-feel)pada berbagai suhu penyimpanan.

Beras yang disimpan pada suhu 30oC memiliki skor tertinggi untuk

pungent, oily, muddy/musty, sour (rasa), bitter, smooth (aroma) dan muddy, sedangkan beras yang disimpan pada suhu -20oC memiliki skor tertinggi untuk rasa (sweet), wangi (fragrant), smooth (aroma) dan muddy/earthy.

Skor flavor tersebut pada saat uji sensori akan meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Selain itu, penyimpanan pada suhu -20oC dapat menekan peningkatan free fatty acid (FFA). Komponen hexanal

dan carbonil pada suhu tersebut akan memiliki tren yang sama seperti FFA (Champagne 2008).

Penyimpanan pada suhu 5oC dapat menghambat penguapan 2-acetyl-1-pyrroline dan mencegah off flavor (Yoshihashi et al. 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Tava & Bocchi (1999) suhu penyimpanan yang rendah dapat mempertahankan jumlah 2-acetyl-1-pyrroline. Lebih jauh lagi, Kongkiattikajorn (2008) menemukan bahwa perubahan aroma beras dapat disebabkan oleh penurunan komponen 2-acetyl-1-pyrroline dan peningkatkan jumlah komponen hexanal.

Penyimpanan juga dapat mempengaruhi sifat fisikokimia beras varietas Khao Dawk Mali 105. Hasil penelitian ini didukung oleh Zhou et al.

(2002), bahwa perubahan protein, lemak dan pati pada beras dapat mempengaruhi gel, pasta, flavor dan tekstur nasi.

Faktor lain yang mempengaruhi aroma beras adalah lamanya penyimpanan. Data ini didukung oleh Wongpornchai et al. (2004), bahwa karakteristik aroma beras dipengaruhi oleh penanganan setelah pemanenan misalnya lamanya penyimpanan dan metode pengeringan padi.


(36)

h. Pencucian

Monsoor & Proctor (2002), mengemukakan bahwa pencucian beras merupakan salah satu cara praktis untuk mereduksi off-flavor pada beras giling. Selanjutnya Monsoor & Proctor (2004), mengemukakan bahwa pencucian beras juga dapat secara efektif mengurangi komponen volatil yang menyebabkan off-flavor pada beras giling kepala (head milled) dan beras rusak (broken rice), ketika disimpan lebih dari 30 hari pada suhu 37 o

C dan RH (70%). Sebagian besar komponen volatil pada kedua jenis tersebut adalah komponen pentanal, pentanol, hexanol, penthylfuran, octanal dan nonanal, dimana jumlah keenam komponen ini lebih banyak pada beras rusak (broken rice) dibandingkan beras giling kepala (head milled).Pencucian beras juga dapat meningkatkan nilai ekonomi pada beras rusak (broken rice).

i. Cara pemasakan

Ada 3 macam metode pemasakan nasi yaitu excess method, pilaf method, dan penguapan (steaming). Excess method merupakan salah satu metode pemasakan nasi dengan penggunaan jumlah air yang tepat untuk menemukan cara pemasakan yang optimum. Pilaf method merupakan metode pemasakan nasi optimum menggunakan rice cooker dengan penggunaan jumlah air yang tepat. Pemasakan nasi menggunakan pilaf method menghasilkan flavor yang lebih diterima konsumen bila dibandingkan excess method (Crowhurst & Creed 2001).

j. Pengaruh dari rasio air dengan beras terhadap flavor nasi yang dimasak Rasio antara air dan beras yang digunakan pada pilaf method tidak berpengaruh nyata terhadap atribut flavor pada keempat varietas beras (Bett-Garber et al. 2007).

k. Suhu penyediaan dari nasi

Yau & Huang (1996) menemukan bahwa aroma dari nasi akan dapat dipengaruhi oleh suhu penyediaan nasi dan aroma beras yang dilepaskan biasanya berasal dari komponen tunggal atau campuran yang spesifik, akan tetapi Yau & Liu (1999) menyatakan bahwa tidak ada suhu penyediaan nasi yang jelas untuk mempengaruhi aroma dari semua sampel beras.


(37)

2.2. Metode Isolasi dan Ekstraksi Flavor Beras

Metode ekstraksi dan isolasi yang digunakan akan mempengaruhi komponen flavor beras yang teridentifikasi dengan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dan Gas Chromatography-Olfactometry (GC-O ) (Champagne 2008). Metode isolasi dan ekstrasi flavor beras biasanya menggunakan metode SDE Likens-Nickerson, SPME dan headspace yang dijabarkan secara lengkap di bawah ini.

2.2.1. Simultaneously Distillation Extraction (SDE) Likens-Nickerson

Beberapa peneliti telah melakukan berbagai macam metode isolasi aroma terhadap komponen flavor beras dengan metode SDE Likens-Nickerson. Metode ini dipilih karena memiliki kelebihan yaitu (1) dapat lebih banyak mengekstrak aroma dan konsentratnya, (2) recovery dari aroma lebih tinggi, (3) dapat dioperasikan pada tekanan rendah sehingga mengurangi dekomposisi termal dan (4) dapat mengurangi penumpukan artefak dari pelarut karena jumlah pelarut yang digunakan sedikit (Marsili 1997). Metode ekstraksi ini tidak cocok digunakan untuk mengekstrak komponen-komponen volatil yang tidak tahan panas tinggi (termolabil) sehingga dapat menyebabkan kerusakan ataupun kehilangan komponen flavor (off-flavor) bahkan dapat saja terjadi kemungkinan terbentuk komponen volatil baru hasil dari reaksi senyawa-senyawa kimia yang disebabkan oleh degradasi suhu.

Beberapa penelitian beras aromatik yang menggunakan metode SDE Likens-Nikerson adalah analisis kuantitatif komponen 2-acetyl-1-pyrroline pada beras (Buttery et al. 1983), penelitian mengenai profil beras aromatik asli Indonesia (Wijaya et al. 2008; Kusumaningrum 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya et al. (2008), mengemukakan bahwa beras aromatik varietas Pandan Wangi Cianjur dan Situ Patenggang didominasi oleh komponen aromatik heterosiklik, Pandan Wangi Garut didominasi oleh komponen ester, serta beras aromatik varietas Rojolele didominasi komponen aldehida. Pada penelitian ini ditemukan bahwa Pandan Wangi Garut memiliki jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline lebih banyak dibandingkan dengan varietas beras aromatik Indonesia lainnya dan beras aromatik varietas Basmati. Akan tetapi jumlah senyawa heksanal terdapat lebih


(38)

banyak pada beras aromatik varietas Basmati, kemudian berturut-turut menyusul beras aromatik varietas Sintanur, Rojolele, Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, dan Situ Patenggang. Komponen (E)-2,4-nonadienal hanya terdapat pada beras aromatik Basmati dan Pandan Wangi Garut, akan tetapi jumlah komponen tersebut lebih banyak terdapat pada beras aromatik varietas Basmati.

Tanchotikul & Hsieh (1991) melakukan penelitian dengan metode

microscale steam distillation/low density solvent extraction device (mikro SDE, katalog nomor 16050, Chrompack, Raritan, NJ). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline yang terdapat pada beras aromatik varietas Della, Basmati 370 dan Jasmine berkisar antara 76 - 156 µg/kg.

2.2.2. Solid Phase Microextraction (SPME)

Metode isolasi aroma lain yang sering digunakan adalah metode SPME. Metode SPME memiliki beberapa kelebihan yaitu memperoleh hasil yang cepat, bebas penggunaan pelarut dan cara persiapan sampel yang kompatibel (Pawliszyn

et al. 1997).

Salah satu peneliti yang menggunakan modifikasi SPME adalah Zheng et al. (2007, 2008a, 2008b, 2009), telah menemukan perbedaan komponen volatil yang terdeteksi pada empat tahap pemasakan di dalam rice cooker. Komponen volatil terbanyak terdapat pada tahap pemasakan keempat. Data ini menunjukkan bahwa semakin lama proses pemasakan dalam rice cooker, maka semakin banyak komponen volatil beras yang terdeteksi dengan analisis GC-MS. Metode ini juga digunakan Zheng et al. (2009b) untuk penentuan senyawa target (γ-nonalactone) pada varietas beras non aromatik.

Mathure et al. (2010), mengemukakan bahwa jumlah 2-acetyl-1-pyrroline

tertinggi berturut-turut pada beras aromatik varietas Indrayani Brand 2 (552 µg/kg), Kamod (418 µg/kg) and Basmati Brand 5 (411 µg/kg). Komponen yang berkontribusi pada beras aromatik varietas Basmati, Ambemohar, Kolam, Indrayani dan lokal adalah komponen 2-acetyl-1-pyrroline, hexanal, nonanal, dekanal, benzil alcohol, vanillin, guaiacol dan indole.

Peneliti lain menggunakan metode SPME untuk membedakan profil flavor antara beras aromatik dan beras non aromatik (Laguerre 2004; Bryant & McClung


(39)

2011). Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa perbedaan antara beras aromatik dan non aromatik bukan hanya pada keberadaan komponen 2-acetyl-1-pyrroline saja, tetapi dipengaruhi juga oleh komponen lain.

2.2.3. Headspace

Yang et al. (2008a) menggunakan metode headspace dinamis dengan

Tenax Trap. Hasil dari penelitian ini adalah 36 komponen aroma yang dapat dicium oleh panelis terlatih, kemudian dari keseluruhan aroma tersebut hanya 25 komponen yang memiliki aroma yang kuat karena memiliki intesitas aroma yang menengah atau tinggi. Setelah dilakukan analisis multivariat, maka hanya 13 komponen yang berperan sebagai komponen odor-active pada enam varietas beras berbeda yaitu 2-acetyl-1-pyrroline, hexanal, (E)-2-nonenal, octanal, heptanal, nonanal, 1-octen-3-ol, (E)-2-octenal, 2,4-nonadienal, 2-heptanone, (E,E)-2,4-decadienal, decanal, dan guaiacol. Kemudian 13 komponen ini dapat digunakan untuk program pengembangan varietas padi unggul.

Yang et al. pada tahun yang sama (2008b) dan metode yang sama, menemukan bahwa komponen 2-acetyl-1-pyrroline dan guaiacol adalah komponen utama yang berkontribusi besar terhadap aroma beras hitam berdasarkan ambang batas (threshold), konsentrasi relatif dan uji olfaktometri.

2.3. Metode Penentuan Character Impact Compounds

Penentuan character impact compounds pada beras dapat digunakan 2 metode yaitu metode Aroma Extract Dilution Analysis (AEDA) dan metode statistik. Tujuan dari penentuan character impact compounds adalah mencari satu atau lebih komponen yang menjadi aroma kunci.

Metode AEDA adalah salah satu metode yang digunakan untuk meneliti

character impact compounds. Kelebihan dari metode ini adalah dapat mengukur dan membandingkan dengan jelas pengaruh komponen aroma yang berbeda dari sampel (Klesk et al. 2004). Peneliti yang menggunakan metode AEDA dalam menentukan character impact compounds beras aromatik adalah Jezussek et al.

(2001).

Penelitian dengan metode AEDA dapat menggunakan 3 panelis terlatih (Jezussek et al. 2001) dan 2 panelis terlatih seperti yang dilakukan pada penelitian


(40)

Yang et al. (2008b). Panelis terlatih yang mencium aroma yang keluar dari

sniffing port menggunakan Gas Chromatography-Olfactometry (GC-O), dapat menggunakan skala dari 1 sampai dengan 5 (1 = sangat lemah; 2 = lemah; 3 = sedang; 4 = kuat; 5 = sangat kuat) pada saat pengujian sampel (Zheng et al. 2009).

Peneliti berikutnya, Maraval et al. (2008) menggunakan metode statistik

Hierarchial Cluster Analysis (HCA) dalam menentukan character impact compounds varietas beras aromatik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa komponen 1-octen-3-one dan 2-acetyl-1-pyrroline menjadi character impact compounds dari beras aromatik varietas Aichade dan Fidji (Perancis), serta terjadinya perbedaan aroma antara beras aromatik dari Thailand dan beras aromatik dari Perancis disebabkan oleh degradasi lipid dan komponen asam sinnamat (cinnamic acid).


(41)

(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor, Balai Besar Tanaman Padi (Sukamandi) dan Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2011 sampai bulan Februari 2012.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian terdiri dari 3 varietas beras aromatik dan 1 varietas beras non aromatik Indonesia yang dijabarkan di bawah ini:

a. BerasPandan Wangi Cianjur dan beras non aromatik (IR-64) yang dianalisis adalah beras yang baru dipanen dan dibeli di daerah Cianjur, beras digiling langsung dengan derajat sosoh komersil, beras dikemas dengan plastik hermetis ukuran 5 kg dan dikemas lagi dengan karung, dikirim menggunakan paket pos selama 2 hari ke Bogor, kemudian beras dalam kemasan plastik hermetis disimpan pada suhu 0 °C sampai -5 °C di dalam kulkas merek Sanyo. b. Beras Pandan Wangi Garut yang dianalisis adalah beras yang baru dipanen dan dibeli di daerah Garut, beras digiling dengan derajat sosoh komersil (kurang putih), kemudian beras dibawa menggunakan kemasan karung sebanyak 20 kg, setelah itu dipindahkan menggunakan kemasan plastik hermetis (masing-masing sebanyak 2 kg) dan disimpan pada suhu 0 °C sampai -5 °C di dalam kulkas merek Sanyo.

c. Beras Rojolele yang dianalisis adalah beras yang baru dipanen dan dibeli di daerah Wonosobo (Jawa Tengah), beras digiling dengan derajat sosoh komersil, dibawa menggunakan kemasan plastik biasa, kemudian beras dipindahkan ke dalam kemasan plastik hermetis (sebanyak 2 kg) dan disimpan pada suhu 0 °C sampai -5 °C di dalam kulkas merek Sanyo.


(43)

Bahan kimia yang digunakan adalah MgSO4.7H2O (1.05886.0500 dan 1.05886.1000), dietil eter GR (1.00921.1000), 1,4-dichlorobenzene

(8.03226.1000), Na2SO4 anhidrous (1.06649.1000) (semuanya grade pro analysis

buatan Merck Jerman), standar hidrokarbon C7-C30 (Supelco USA), akuades, standar flavor (pandan, sweet, cereal, creamy, diacetyl, vanilla, buttery, 3-octen-1-ol, benzaldehide, nonanal), kertas blotter smelling dan propilen glikol (batch original PT.Brataco).

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: a. Alat ekstraksi flavor dengan metode SDE Likens-Nickerson meliputi

seperangkat alat Likens-Nickerson, seperangkat kolom Vigreux (1 cm x 50 cm), timbangan digital merek Shimadzu Jepang, timbangan digital merek Kern Singapura, gelas ukur (10 mL, 100 mL) Iwaki pyrex, labu takar 100 mL

Iwaki pyrex, gelas Beaker 1000 mL Schott duran, corong gelas, mikropipet merek Eppendorf 10 - 100 µL (USA), tips ukuran 1 mL, vial ukuran 2 mL merek Agilent, waterbath Julabo 12 B.

b. Alat ekstraksi flavor dengan metode modifikasi SPME menggunakan alat meliputi seperangkat alat SPME, fiber 85 µ m CAR/PDMS (Supelco Eropa), timbangan digital merek Shimadzu Jepang, rice cooker merek Cosmos jar warmer cooker, wadah alumunium, termometer suhu digital merek Barbeque High Thermometer, dan gelas ukur 1000 mL Iwaki pyrex.

c. Alat untuk mengidentifikasi komponen flavor beras meliputi seperangkat alat GC-MS merek Agilent Technologies 7890A-5975, dan GC merek Agilent Technologies 7890A (Amerika) dilengkapi sniffing port merek Olfac Gerstel

(Jerman).

d. Alat untuk pelatihan panelis terlatih meliputi vial ukuran 5 mL dan 15 mL (berwarna coklat), gelas ukur 10 mL Iwaki pyrex, mikropipet merek

Eppendorf 10 - 100 µL (USA) dan mikropipet merek Thermo Scientific finpipette 1 - 10 µL (Finlandia).


(44)

3.3. Metode Penelitian

Ada 3 tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penelitian tahap pertama, tahap kedua dan penelitian tahap ketiga seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan dijabarkan secara lengkap dibawah ini.

Gambar 4. Diagram alir tahapan proses yang dilakukan pada penelitian. Pemilihan varietas beras aromatik terbaik dengan studi literatur

3. Penentuan character impact compounds

Mencari character impact compounds dengan teknik AEDA dari ekstrak flavor beras varietas Pandan Wangi Garut dengan GC-O yang dicium oleh 3 panelis terlatih

Character impact compounds beras aromatik varietas Pandan Wangi Garut Beras

1. Penentuan metode isolasi aroma flavor ekstrak beras aromatik

Menggunakan metode SPME (3 titik pengamatan) dan SDE Likens-Nickerson yang bertujuan menentukan metode isolasi komponen volatil yang mempunyai deskripsi aroma yang mirip aroma asli beras aromatik

2. Penentuan komposisi komponen volatil ekstrak beras aromatik

Komposisi flavor ketiga varietas beras aromatik dibandingkan dengan beras non aromatik (IR-64) dan dilakukan deskripsi aroma dengan GC-O yang dicium oleh 3 panelis terlatih


(45)

3.3.1. Pemilihan Metode Isolasi Flavor Ekstrak Beras Aromatik

Pada penelitian tahap pertama dilakukan untuk menentukan metode isolasi komponen volatil beras yang mempunyai deskripsi aroma yang mirip aroma aslinya. Pada tahap penelitian ini dilakukan 2 metode isolasi aroma yaitu metode SPME dan metode SDE Likens-Nickerson.

Metode SPME dilakukan untuk mengidentifikasi komponen volatil beras yang muncul pada setiap tahapan pemasakan. Metode SDE Licken-Nickerson merupakankombinasi antara metode destilasi dan ekstraksi dengan pelarut dalam satu rangkaian alat yang prosesnya berjalan secara simultan. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan ekstrak flavor beras aromatik dan non aromatik yang mempunyai deskripsi aroma yang mirip dengan aslinya.

3.3.1.1. Metode SPME

Preparasi Sampel

Memasak nasi dilakukan dengan cara mencampurkan 150 g sampel beras dengan 250 mL akuades, kemudian dimasak di rice cooker. Pemasakan dilakukan dengan tiga tahap yaitu (a) tahap I (9 menit), 9 menit dari awal pemanasan sampai keluar uap dari rice cooker (b) tahap II (17 menit), 8 menit setelah tahap I (c) tahap III (47 menit), 30 menit dari tahap II sampai pemanasan berhenti otomatis (Zheng et al. 2009). Sampel dari tiap proses diinjeksi sebanyak 1 kali (simplo).

Headspace dengan metode Solid-Phase Microextraction (SPME)

Pada tahap pemasakan I, penelitian ini menggunakan 2 macam fiber

SPME yang dilapisi double-fase yaitu fiber CAR/PDMS (warna Lt. blue/pain) yang memiliki ketebalan (85 µ m), volume (0,528 x 10-3 cm3) dan fiber

DVB/PDMS (warna pink/plain) yang memiliki ketebalan (65 µ m) serta volume (0,398 x 10-3 cm3). Kemudian fiber CAR/PDMS yang dapat menangkap komponen volatil beras aromatik lebih banyak dibandingkan dengan fiber

DVB/PDMS, digunakan untuk penelitian tahap berikutnya yaitu tahap pemasakan II dan III.

Komponen volatil diabsorbsi menggunakan fiber SPME (Supelco) 1 cm, dilapisi dengan double-fase 85 µm carboxen/polydimethylsiloxane (CAR/PDMS)


(46)

pada lubang pertama, sedangkan termometer digital diletakkan pada lubang kedua seperti pada. Termometer suhu digital digunakan untuk pengukuran variasi suhu pada setiap tahap pemasakan nasi.

Gambar 5. Rancangan alat (metode SPME) pada tahap pemasakan I dan II.

Gambar 6. Rancangan alat (metode SPME) pada tahap pemasakan III.

Keterangan :

A = lubang pertama (Alat SPME menggunakan fiber CAR/PDMS) B = lubang kedua (termometer digital)

C = wadah alumunium (headspace) D = headspace pada rice cooker

A

B

C


(47)

Pada saat pemasakan tahap I, II dan III, SPME dipasang pada alat pemegang SPME saat dioperasikan, kemudian fiber SPME dimasukkan ke dalam lubang pertama wadah alumunium dan bagian terbuka dari rice cooker otomatis listrik.

Pada pemasakan tahap I dan II (Gambar 5) fiber CAR/PDMS diturunkan ke dalam lubang pertama dari wadah alumunium untuk mengabsorsi komponen volatil beras pada bagian headspace selama 10 menit. Namun, pada tahap memasak III (Gambar 6) fiber tersebut dimasukkan langsung ke dalam rice cooker

setelah uap panas dibuang. Komponen volatil beras diabsorpsi pada bagian

headspace selama 10 menit. Komponen volatil beras dimasak yang telah diabsorpsi pada tahap pemasakan I, II dan III, selanjutnya disuntikkan ke dalam injektor GC-MS. Kondisi instrumen GC-MS tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi GC-MS untuk identifikasi komponen volatil beras (merek

Agilent Technologies 7890A-5975) Kondisi GC Keterangan

Kolom Kolom kapiler (DB-Wax J&W column dengan diameter 0,25 mm, panjang 60 m, ketebalan film 0,25 μm)

Detektor MS

Gas Pembawa Helium dengan laju aliran 2 mL/menit Volume

injeksi

1 μL

Teknik injeksi Split/Splitless Waktu injeksi 0,5 menit Suhu injektor 200 oC Suhu detektor 250 oC

Suhu awal 35 oC/menit, ditahan selama 2 menit Laju kenaikan

Suhu

2 oC/menit sampai 50 oC selama 2 menit, kemudian 3 oC/menit sampai 100 oC selama 2 menit, kemudian 5 oC/menit

Suhu akhir Kisaran massa

180 oC, ditahan selama 2 menit 33 - 550

3.3.2. Penentuan Komposisi Komponen Flavor Ekstrak Beras Aromatik

Penentuan komposisi komponen flavor beras aromatik dengan menggunakan metode isolasi SDE Likens-Nickerson dilakukan pada varietas Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi Cianjur, Rojolele dan metode ini juga dilakukan pada beras non aromatik (varietas IR-64). Keluarnya bau dari sniffing port GC-O untuk masing-masing sampel dicium oleh 3 panelis terlatih selama 25


(48)

menit dan hasilnya dicatat ketika 1 panelis dapat mencium baunya. Pada tahap ini dilakukan perbandingan komposisi antara beras varietas aromatik dengan beras varietas non aromatik. Sampel masing-masing diinjeksi sebanyak dua kali.

3.3.2.1. Ekstraksi Komponen Volatil dengan Metode SDE Likens-Nickerson

Komponen volatil beras diisolasi dengan seperangkat alat SDE Likens-Nickerson (Gambar 7). Larutan 1,4-dichlorobenzene 1% ditambahkan 0,02 mL/g bahan sebagai standar internal dalam bahan sebelum dilakukan ekstraksi, kemudian ditambahkan 500 gram beras yang dicampur dengan larutan MgSO4.7H2O (203 g/L dalam akuades) dalam labu sampel A ukuran 2 liter sebelum dipanaskan. MgSO4.7H2O digunakan untuk menghambat gelatinisasi dan penyerapan air, pengembangan nasi dan busa dari campuran selama distilasi. Dietil eter (50 mL) yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi, dimasukkan ke dalam labu B ukuran 250 mL (Wijaya et al. 2008). Sampel diekstrak selama 1 jam (dihitung setelah larutan sampel mendidih) sampai ditemukan aroma beras yang mirip dengan aslinya. Hasil ekstraksi flavor beras ditambah Na2SO4

anhidrous sebanyak 2 sudip dengan tujuan untuk menangkap air. Hasil ekstraksi ini kemudian dipekatkan dengan kolom Vigreux (Gambar 8) hingga volumenya menjadi 500 µL pada suhu + 50 oC, kemudian dianalis menggunakan uji GC-MS.

Gambar 7. Seperangkat alat SDE Likens-Nickerson.

B

A


(49)

Gambar 8. Seperangkat alat kolom Vigreux. Keterangan :

A = ekstrak flavor beras aromatik

B = labu untuk menampung pelarut yang menguap

3.3.2.2. Analisis Komponen Volatil dengan Metode GC-MS

Ekstrak flavor beras aromatik dan non aromatik yang telah dipekatkan dianalisis menggunakan kromatografi kolom kapiler yang dihubungkan dengan spektrometer massa untuk mengidentifikasi komposisi komponen volatil. Sampel beras aromatik dan non aromatik diinjeksi sebanyak dua kali. Nilai LRI eksperimen pada GC-MS merupakan hasil dari rata-rata dua kali injeksi dan bukan nilai rata-rata jika hanya terdeteksi satu kali. Karakterisasi komponen volatil dilakukan dengan GC-MS pada kondisi tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi GC-MS untuk identifikasi komponen volatil beras (merek

Agilent Technologies 7890A-5975)

Kondisi GC Keterangan

Kolom Kolom kapiler (DB-Wax J&W column dengan diameter 0,25 mm, panjang 60 m, ketebalan film 0,25 μm)

Detektor MS

Gas Pembawa Helium dengan laju aliran2 mL/menit Volume injeksi 1 μL

Teknik injeksi Split/Splitless Waktu injeksi 0,5 menit Suhu injektor 200 oC Suhu detektor 250 oC

Suhu awal 40 oC/menit, ditahan selama 4 menit Laju kenaikan suhu 4 oC/menit

Suhu akhir 200 oC, ditahan selama 20 menit

A

B


(50)

3.3.2.3. Gas Chromatography-Olfactometry (GC-O)

Ekstrak flavor beras aromatik dan non aromatik yang telah dipekatkan, disuntikkan ke dalam injektor GC yang telah dilengkapi dengan sniffing port. Penilaian deskriptif dilakukan masing-masing satu kali oleh 3 panelis terlatih dengan cara mencium bau yang keluar dari sniffing port. Kemudian panelis terlatih diminta untuk menggolongkan aroma terdeteksi dengan intensitas pada skala berkisar antara 1 sampai 7 (3= lemah, 5= sedang dan 7= kuat). Deskripsi bau atau aroma beras yang dicatat, apabila terdapat 1 panelis yang dapat mendeteksi baunya. Karakterisasi komponen volatil dilakukan dengan GC-O pada kondisi tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi GC-O untuk identifikasi komponen volatil beras (merek Agilent Technologies 7890A)

Kondisi GC Keterangan

Kolom Kolom kapiler (DB-Wax J&W column dengan diameter 0,25 mm, panjang 60 m, ketebalan film 0,25 μm)

Detektor MS

Gas Pembawa Helium dengan laju aliran 3 mL/menit Volume injeksi 1 μL

Teknik injeksi Split/Splitless Waktu injeksi 0,5 menit Suhu injektor 250 oC Suhu detektor 310 oC

Suhu awal 40 oC/menit, ditahan selama 4 menit Laju kenaikan Suhu 6 oC/menit

Suhu akhir 200 oC, ditahan selama 30 menit

1. Interpretasi Spektra Massa

Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer untuk membandingkan pola spektra massa suatu senyawa dengan pola spektra massa pada mass spectra library koleksi NIST dan WILEY yang memiliki koleksi pola spektra massa lebih dari 62.000 pola. Interpretasi juga dilakukan secara manual yaitu dengan membandingkan pola spektra massa komponen pada sampel dengan yang terdapat pada jurnal atau buku (publikasi).


(51)

2. Penentuan Linier Retention Indices (LRI)

Setiap peak yang terdeteksi oleh alat GC-MS maupun GC-O mempunyai waktu retensi berbeda-beda. Penentuan nilai LRI untuk masing-masing komponen dihitung berdasarkan waktu standar alkana (C8-C30) pada masing-masing alat dengan kolom yang sama yaitu DB-Wax yang diset sesuai dengan kondisi sampel.

Perhitungan LRI dilakukan dengan persamaan berikut

n

n t

t tn tx n LRIx

1 100

Keterangan :

LRIx = indeks retensi linier komponen X tx = waktu retensi komponen x

tn = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom C yang muncul sebelum komponen x

n = jumlah atom C alkana standar yang muncul sebelum komponen

tn+1 = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom C yang muncul setelah komponen x

Nilai LRI digunakan untuk menentukan masing-masing komponen volatil (ketiga varietas beras aromatik dan 1 varietas beras non aromatik) yang teridentifikasi pada saat dianalisis menggunakan GC-MS, dimana nilai LRI tersebut selanjutnya dicocokkan dengan spektra massa masing-masing komponen dan dibandingkan dengan LRI referensi dari jurnal ilmiah yang menggunakan kolom DB-Wax.

3. Penentuan Kuantitatif Komponen Volatil

Penentuan jumlah kuantitatif komponen volatil dilakukan dengan menggunakan standar internal (SI) 1,4-dichlorobenzene 1% (w/v) yaitu satu gram SI yang dilarutkan ke dalam 100 mL solven pengekstrak dan ditambahkan pada bahan yang diekstraksi. Standar internal dimasukkan sebelum bahan mengalami perlakuan ekstraksi, sehingga standar internal juga mengalami semua perlakuan seperti sampel. Kuantitas komponen volatil ditentukan dengan cara membandingkan luas area peak komponen standar internal, seperti rumus berikut :


(52)

Jumlah komponen =

SI area luas

g SI jumlah x

g beras berat

area luas

) (

3.3.2.4. Uji Sensori

1. Pemilihan Panelis Terlatih

Pemilihan dan pelatihan panelis terlatih (Gambar 9) dilakukan dengan uji segitiga dengan menggunakan flavor sintetik standar dan Quest International Indonesia. Kepada calon panelis terlatih, sebelum dilakukan uji segitiga diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai flavor yang akan diujikan sehingga panelis dapat mengenali bau-bauan yang disajikan dan dijelaskan pula deskripsi baunya.

Hasil dan seleksi panelis terlatih (Gambar 9) digunakan untuk uji deskriptif untuk mencium komponen flavor beras di GC-O pada saat penentuan komponen volatil dan character impact compounds. Adapun standar aroma dasar yang digunakan pada uji segitiga seperti ditunjukkan pada Tabel 9.

Gambar 9. Pelatihan panelis terlatih.

Sampel flavor untuk pelatihan panelis ditempatkan dalam botol tertutup agar tidak menguap, karena umumnya komponen flavor bersifat sangat volatil. Pada saat pelatihan, panelis menggunakan blotter smelling strip untuk membaui sampel dengan tujuan untuk menghindari penilaian panelis yang kurang akurat jika membaui langsung ke botol dan mempermudah panelis mendapatkan gambaran


(53)

aroma sampel secara lengkap, mulai dari komponen yang paling volatil ( top-notes) hingga komponen yang kurang volatil (bottom notes).

Tahapan pertama dalam uji segitiga yaitu persiapan konsentrasi flavor standar. Flavor standar yang digunakan pada uji segitiga adalah buttery, creamy, sweet, vanilin, cereal, buttery dan pandan. Konsentrasi flavor yang digunakan pada uji segitiga aroma seperti ditunjukkan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Pada tahap pertama setiap calon panelis disajikan tiga set contoh yang masing-masing terdiri dari dua contoh. Contoh yang digunakan dikelompokkan berdasarkan pada kemiripan aroma antara masing-masing contoh. Penyajian dilakukan dengan uji segitiga yaitu dua dari tiga contoh tersebut termasuk kelompok yang sama sedangkan contoh yang ketiga berlainan. Panelis diminta untuk memilih satu contoh yang berbeda dengan dua contoh yang lain.

Pada pelatihan panelis tahap berikutnya, dilakukan uji deskripsi aroma pada konsentrasi tinggi, 1%, 0,2%, 0,025% untuk standar flavor sweet, buttery, cereal, pandan (2-acetyl-1-pyridine), vanilla, dan creamy seperti ditunjukkan pada tabel 10. Standar flavor 2,4-decadienal, nonanal, 3-octen-1-ol, dan benzaldehide hanya diuji pada konsentrasi 1%. Panelis terlatih yang digunakan pada penelitian ini terdiri berjumlah 3 orang panelis yang telah diseleksi dari 7 calon panelis. Kriteria pemilihannya berdasarkan hasil uji segitiga yang diberikan dimana panelis yang terpilih dapat mengenali minimal 2 set kelompok contoh secara benar dan mampu menjawab benar sebanyak 75% pada uji deskripsi flavor.

Tabel 9. Konsentrasi flavor uji segitiga aroma*

Kelompok Komponen

1 Buttery (diacetyl 1% dalam PG)

Creamy (creamy 1% PG)

2 Sweet (sweet 1% dalam PG)

Cereal (cereal 1% dalam PG) 3 Vanilin (vanillin 1% dalam PG)

Pandan (2-acetyl pyridine 1% dalam PG) * Komponen dilarutkan dalam propilen glikol (PG)


(1)

Lampiran 2. Headspace dengan wadah alumunium

Keterangan :

A = uap air pada wadah alumunium


(2)

Lampiran 3. Tabel hasil pelatihan panelis menggunakan uji deskripsi flavor

PANELIS JUMLAH YANG BENAR (%)

TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4

1 87,5 % 90,0% 95,0% 93,3%

2 75,0 % 85,0% 90,0% 93,3%

3 75,0% 80,0% 85,0% 93,3%

4 87,5% 85,0% 85,0% 80,0%

5 75,0% 80,0% - -

6 87,5% 75,0% 95,0% 80,0%

7 87,5% - - -

Keterangan :

Tahap 1 = dilakukan sebanyak 6 (8) standar flavor dengan konsentrasi tinggi (dari pabrik)

Tahap 2 = dilakukan sebanyak 9 (20) standar flavor dengan konsentrasi 1% Tahap 3 = dilakukan sebanyak 7 (20) standar flavor dengan konsentrasi 0,25% Tahap 4 = dilakukan sebanyak 7 ((20) standar flavor dengan konsentrasi 0,02%


(3)

Lampiran 4. Lembar uji seleksi panelis dengan uji segitiga

Nama :

No. Hp :

UJI SEGITIGA AROMA Instruksi :

1. Dihadapan saudara terdapat 7 set (masing-masing 3 sampel) aroma dimana

terdapat dua sampel yang sama dan satu sampel berbeda

2. Cium aroma dari masing-masing standar flavor yang ada dihadapan anda

secara berurutan dari kiri ke kanan dengan kertas blotter smelling

3. Beri jeda sebelum berpindah mencium blotter smelling pada botol selanjutnya

4. Identifikasi sampel mana yang berbeda dengan memberikan tanda (V) pada

kolom dibawah ini

5. Penciuman masing-masing standar flavor hanya dilakukan satu kali dan

tuliskan respon anda Set 1

Kode Sampel 253 743 159

Sampel beda Set 2

KodeSampel 493 534 675

Sampel beda Set 3

Kode Sampel 531 325 376

Sampel beda Set 4

Kode Sampel 925 938 753

Sampel beda Set 5

Kode Sampel 137 113 173

Sampel beda Set 6

Kode Sampel 258 257 441

Sampel beda Set 7

Kode Sampel 379 358 523


(4)

Lampiran 5. Tabel hasil pelatihan panelis uji segitiga

PANELIS

JUMLAH YANG BENAR

Tahap 1 Tahap 2

1 2 set 7 set

2 3 set 7 set

3 2 set 7 set

4 2 set 7 set

5 2 set 7 set

6 2 set 7 set

7 1 set -

Keterangan ;

Tahap 1 = dilakukan sebanyak 3 set standar flavor


(5)

3 0 3 5 4 0 4 5 5 0 5 5 6 0 6 5 7 0 7 5 8 0 8 5 9 0 9 5 1 0 0 1 0 5 1 1 0 1 1 5 1 2 0 0

1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0

m / z - - > A b u n d a n c e

S c a n 8 1 1 ( 2 6 . 3 7 3 m i n ) : 1 1 0 7 2 7 0 5 . D \ D A T A . M S ( - 8 1 4 ) ( - )

8 3 . 0

1 1 1 . 0 6 8 . 0

5 5 . 0

3 0 3 5 4 0 4 5 5 0 5 5 6 0 6 5 7 0 7 5 8 0 8 5 9 0 9 5 1 0 0 1 0 5 1 1 0 1 1 5 1 2 0 0

1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0

m / z - - > A b u n d a n c e

# 1 2 7 7 1 : 2 - a c e t y l - 1 - p y r r o l i n e 4 3 . 0

8 3 . 0 6 8 . 0

1 1 1 . 0 5 5 . 0

Lampiran 6. Contoh spektra massa dari 2-acetyl-1-pyrroline

Keterangan : mass scan range m/z 50-550

Sampel

Library WILEY


(6)

5 . 0 0 1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0 5 0 0

1 0 0 0 1 5 0 0 2 0 0 0 2 5 0 0 3 0 0 0 3 5 0 0 4 0 0 0 4 5 0 0

T i m e - - > A b u n d a n c e

T I C : 1 1 0 7 2 1 0 1 . D \ d a t a . m s