IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SIFAT KIMIA BERAS
Hasil pengumpulan data sifat kimia beras dapat dilihat pada tabel 8 dan 9. Data ini diperoleh dari Balai Besar Tanaman Padi yang dilakukan pada
bulan Agustus 2008.
Tabel 8. Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Basah
Varietas Kadar
Air Kadar
Abu Kadar
Lemak Kadar
Protein Karbohidrat
Kadar Amilosa
Pandanwangi Cainjur
14,52 0,37 0,39 8,23 76,49 24,75
Pandanwangi garut 14,52 0,37 0,39 8,23
76,49 24,75
Situ Patenggang
13,08 0,24 0,39 9,91
76,40 18,84
Sintanur 12,67 0,23
0,37 9,08 77,64 18,76 Rojolele
12,75 0,33 0,45 9,15 77,31 21,56
Basmati 12,48 0,30
0,37 8,18 78,67 26,67
Tabel 9. Data Sifat Kimia Beras dalam Basis Kering
Varietas Kadar
Air Kadar
Abu Kadar
Lemak Kadar
Protein Karbohidrat
Kadar Amilosa
Pandanwangi Cainjur
16,23 0,40
0,41 9,61 86,81 28,49 Pandanwangi
Garut 16,98 0,43 0,46 9,63 86,45
28,95 Situ
Patenggang 15,05 0,28 0,44 11,06 85,85
21,68 Sintanur
14,51 0,27 0,43
10,40 86,70 21,48
Rojolele 14,62 0,38
0,52 10,49 86,33
24,71 Basmati
14,26 0,34
0,42 9,35 87,74 30,47 Beras Basmati digunakan sebagai pembanding karena beras Basmati
merupakan beras aromatik unggul yang sudah dikenal di mancanegara. Berdasarkan Tabel 9, keenam jenis varietas beras memiliki kadar air dengan
kisaran 14,26-16,98 db. Menurut Champagne et al. 1997, kadar air 24 db secara tidak langsung mempengaruhi flavor pada beras. Semakin tinggi
kadar air 24 db maka semakin rawan terhadap serangan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dapat menghasilkan metabolit 3-metil-
butanol, 2-metil-butanol, asam asetat, etil heksadekanoat, yang dapat
mempengaruhi flavor beras green bean flavor dan masam, sehingga kadar air keenam varietas beras masih dianggap aman untuk penyimpanan.
Kadar abu keenam varietas beras berkisaran antara 0,27-0,43 db. Kisaran nilai kadar abu beras giling menurut Simpson et al. 1965 yang diacu
dalam Houston 1972 adalah 0,3-1,9 db. Kadar abu semua varietas masih berada dalam kisaran kadar abu menurut Houston 1972, kecuali Sintanur dan
Situ Patenggang. Perbedaan kadar abu pada beras dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan kandungan unsur hara dalam tanah. Menurut Juliano 1979,
distribusi mineral pada beras yang sudah disosoh adalah sekitar 28 dari total mineral yang terkandung pada beras pecah kulit. Proses penyosohan beras
adalah proses yang paling penting bertanggung jawab terhadap rendahnya kandungan mineral pada beras giling yang dikonsumsi sehari-hari. Kandungan
mineral pada beras sebagian besar ditemukan pada bagian dedak dan lembaga yang hilang pada saat proses penyosohan.
Berdasarkan Tabel 9, keenam varietas beras memiliki kadar protein dengan kisaran 9,35-11,06 db. Menurut Haryadi et al. 1990, kandungan
protein pada beras giling berkisar antara sekitar 7,3-10,2 db. Kadar protein varietas Sintanur, Rojolele, dan Situ Patenggan berada diluar selang menurut
Haryadi et al
. 1990, sedangkan Basmati, Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut berada didalam selang menurut Haryadi et al. 1990.
Kadar protein db semua sampel lebih tinggi dari pada varietas beras pembanding Basmati. Kadar protein pada beras giling sangat dipengaruhi
oleh derajat sosoh dan kondisi tanah tempat beras tersebut ditanam. Beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan unsur N akan cenderung memiliki
kadar protein yang tinggi Juliano, 1972. Menurut Adam et al. 2006, secara tidak langsung komponen protein atau turunannya mempengaruhi flavor
beras. 2-Acetyl-1-pyrroline dapat terbentuk pada reaksi antara L-proline dengan gula atau turunan gula.
Kadar lemak keenam varietas dengan kisaran 0,41-0,52 db. Kadar lemak semua sampel berada dalam kisaran kadar lemak menurut Haryadi et al.
1990. Menurut Haryadi et al. 1990, lemak pada beras yang sudah mengalami proses penyosohan dan penggilingan berkisar antara 0,1-0,6 db
dari total lemak keseluruhan yang terdapat dalam beras pecah kulit tersebut. Perbedaan kadar lemak antar varietas disebabkan perbedaan derajat sosoh
beras. Kadar lemak yang tinggi pada beras dapat menyebabkan timbulnya aroma yang tengik, karena terjadi hidrolisis lemak oleh lipase menjadi asam
lemak bebas. Asam lemak bebas ini selanjutya akan mengalami oksidasi oleh lipoksigenase menjadi berbagai senyawa karbonil hexanal, 2-nonenal,
heptanal, octanal, 3-penten-2-one .
Kadar karbohidrat keenam varietas dengan kisaran 76,40-78,76 wb atau 85,85-87,74 db. Menurut Arkanti 2007, kadar karbohidrat pada beras
sosoh berkisar antara 89,06-90,66 db. Kadar karbohidrat sampel dan pembanding berada di bawah kadar karbohidrat menurut Arkanti 2007,
tetapi tidak berbeda jauh. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan kondisi tanah tempat ditanamnya padi. Menurut Adam et al. 2006, selama proses
pemasakan terjadi beberapa reaksi kimia, salah satunya adalah reaksi Maillard. Reaksi Maillard meliputi reaksi antara fragmen karbohidrat dan residu asam
amino untuk membentuk komponen flavor aromatik heterosiklik salah satunya 2-Acetyl-1-pyrroline.
Berdasarkan Tabel 9, kadar amilosa keenam sampel berkisar antara 21,48-30,47 db. Menurut Winarno 1996, beras berdasarkan kadar
amilosanya dikelompokkan menjadi 4, yaitu beras dengan kadar amilosa sangat rendah 2-9 , beras amilosa rendah 9-20 , beras amilosa
menengah 20-25 dan beras dengan kadar amilosa tinggi 25 . Beras varietas Situ Patenggang, Sintanur, dan Rojolele termasuk kedalam beras
amilosa menengah. Pandanwangi Cianjur, Pandanwangi Garut, dan Basmati termasuk kedalam beras beramilosa tinggi. Kadar amilosa semua sampel lebih
rendah dari pada varietas pembanding . Menurut Juliano 1979, perbedaan kadar amilosa beras dipengaruhi
oleh jenis varietas, suhu udara lokasi penanaman, dan kadar nitrogen tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Juliano menunjukkan bahwa beras dengan
varietas yang sama, namun ditanam pada daerah yang memiliki perbedaan kandungan nitrogen dalam tanah dan suhu udara lokasi penanaman akan
menghasilkan beras dengan kandungan amilosa yang berbeda.
Menurut Del Mundo 1979, secara umum sifat-sifat nasi sangat dipengaruhi oleh jenis beras ketan atau bukan dan kadar amilosa pulen atau
pera. Rasio amilosa-amilopektin pada beras sangat menentukan karakteristik nasi yang dihasilkan Haryadi et al., 1990. Penyerapan air dan volume
pengembangan butiran beras sangat dipengaruhi oleh rasio amilosa- amilopektin ini. Beras dengan kadar amilosa yang rendah akan memiliki
volume pengembangan yang lebih kecil dari pada beras beramilosa tinggi. Menurut Roberts et al. 1996, beras dengan kadar amilosa rendah akan
memiliki aroma yang lebih rendah dari pada beras dengan kadar amilosa tinggi, karena dengan kadar amilosa rendah maka volume pengembangan
semakin kecil, komponen aroma terperangkap di dalam matriks karena berinteraksi dengan polisakarida di dalam beras sehingga komponen volatil
yang dibebaskan menjadi minimal.
Gambar 4. Varietas Beras yang Digunakan
B. PENERIMAAN SENSORI NASI DARI BERAS-BERAS AROMATIK