Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon) Tiffway 146

(1)

UJI FUNGSIONAL DAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM BBE-02 SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFFWAY 146

SKRIPSI

Oleh : SOFI MARYANI

F14050905

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(2)

UJI FUNGSIONAL DAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM BBE-02 SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFFWAY 146

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : SOFI MARYANI

F14050905

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UJI FUNGSIONAL DAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM BBE-02 SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFFWAY 146

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : SOFI MARYANI

F14050905

Dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1987 di Cianjur

Tangggal lulus : September 2009

Menyetujui, Bogor, September 2009

Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSAE. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng. Ketua Departemen


(4)

Sofi Maryani. F14050905. Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon) Tiffway 146. Dibimbing oleh: I Nengah Suastawa

RINGKASAN

Rumput sangat bermanfaat bagi manusia. Beberapa manfaat rumput antara lain adalah mencegah erosi, memperindah lansekap, menghasilkan oksigen, dan menurunkan suhu lingkungan. Pemangkasan adalah salah satu perawatan yang paling penting dalam budidaya rumput. Tujuannya adalah agar diperoleh lapangan rumput yang rapat dan seragam.

Mesin pemangkas adalah salah satu faktor pemangkasan yang akan mempengaruhi kualitas rumput. Secara umum, mesin pemangkas rumput dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe reel, rotary, dan flail (Turgeon, 1991). Mesin pemangkas rumput tipe reel dan rotary adalah mesin yang umum digunakan pada pemeliharaan rumput di lapangan olah raga dan taman. Potrum SRT-01 (Rixon, 2003), SRT-02 (Kuncoro dan Sujiono, 2003), SRT-03 (Setyawijayanto, 2005), BBE-01 (Renatho, 2009), dan BBE-02 adalah mesin-mesin pemangkas rumput tipe rotary yang telah dikembangkan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Potrum BBE-02 adalah mesin pemangkas rumput tipe rotari bertenaga motor bensin. Engine yang digunakan berasal dari brush cutter. Mesin ini merupakan hasil modifikasi dari Potrum BBE-01. Modifikasi tersebut dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari tiga orang mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis adalah bagian dari tim tersebut yang melaporkan proses dan hasil pengujian. Sedangkan anggota tim lainnya melaporkan proses perancangan, hasil perancangan, dan proses produksi.

Beberapa bagian dari Potrum BBE-01 yang dimodifikasi adalah dudukan

engine, pengatur ketinggian pangkas, unit pemangkas, dek, dan kantung penampung clippings. Tujuan modifikasi pada dudukan engine adalah agar semua jenis engine brush cutter dapat digunakan, mudah dipasang dan dilepas, dan menghasilkan getaran yang lebih rendah. Pengatur ketinggian pangkas pada Potrum BBE-02 dirancang agar pengaturan tinggi pangkas mudah dilakukan. Menghasilkan clippings yang lebih kecil dan lebar kerja yang lebih besar adalah tujuan modifikasi pada unit pemangkas. Modifikasi pada dek dipengaruhi oleh modifikasi pada pengatur ketinggian pangkas dan unit pemangkas. Kantung penampung clippings dimodifikasi agar mudah dipasang, dilepas, dan diganti dengan clippings guard yang berfungsi melindungi operator dari hembusan

clippings.

Pengujian terhadap fungsi dan kinerja produk adalah satu tahap dalam perancangan produk yang perlu dilakukan setelah produk tersebut dikembangkan. Pengujian fungsi dan kinerja Potrum BBE-02 dilakukan untuk mengetahui hasil dari pengembangan Potrum BBE-02. Fungsi Potrum BBE-02 yang diuji adalah kemampuan memangkas dan clippings. Kinerja Potrum BBE-02 diukur dari kapasitas lapangan dan efisiensi lapangan. Selain fungsi dan kinerja, getaran dan kebisingan adalah aspek ergonomika yang diukur untuk mengetahui batas waktu pengoperasian Potrum BBE-02. Pengamatan terhadap densitas dan warna rumput


(5)

iv dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan dengan Potrum BBE-2 terhadap kualitas visual rumput.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Potrum BBE-02 dapat memangkas rumput Bermuda Tiffway 146 dan Gajahan dengan baik. Setelah dipangkas rumput menjadi lebih seragam dan rata. Rata-rata panjang clippings yang dihasilkan Potrum BBE-02 adalah 0.9 cm atau setengah bagian dari clippings

Potrum SRT-03 yang mencapai 2.0 cm.

Kinerja Potrum BBE-02 lebih baik dari Potrum BBE-01 (Putra, 2009), SRT-03 (Wirawan, 2008), dan mesin yang berada di pasaran (Wirawan, 2008). Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai efisiensi pemangkasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Potrum BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran. Kemudahan dalam pengoperasian baik pada lintasan lurus dan saat belok adalah faktor yang berpengaruh terhadap nilai efisiensi Potrum BBE-02. Kemudahan tersebut mengurangi total waktu yang hilang dalam pemangkasan sehingga efisiensinya menjadi tinggi. Kapasitas lapangan efektif, kapasitas lapangan teoritis, dan efisiensi pemangkasan Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda adalah 491.70 m2/jam, 634.15 m2/jam, dan 78%. Di lapangan rumput Gajahan, kapasitas lapangan efektif, kapasitas lapangan teoritis, dan efisiensi pemangksan Potrum BBE-02 adalah 375.77 m2/jam, 533.99 m2/jam, dan 70%.

Kualitas visual rumput mendapat pengaruh positif akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02. Densitas rumput di lapangan rumput Bermuda yang dipangkas secara teratur meningkat dari 34 batang/25 cm2 menjadi 74 batang/25 cm2 dalam waktu tiga minggu. Warna lapangan rumput menjadi lebih terang setelah dipangkas dan akan kembali pada warna semula atau menjadi lebih gelap setelah tiga hari.

Selain itu, dilakukan empat perlakuan yang berbeda terhadap lapangan rumput Bermuda untuk mengetahui pengaruh ukuran clippings yang ditinggalkan di lahan sebagai sumber nutrisi bagi rumput. Empat perlakuan tersebut adalah kombinasi dari dua jenis mesin pemangkas rumput yaitu Potrum BBE-01 dan Potrum SRT-03 yang menghasilkan clippings dengan ukuran berbeda serta

clippings yang ditinggalkan di lahan dan ditampung ke dalam kantung penampung. Dari hasil pengamatan, pengaruh tersebut tidak terlihat nyata karena faktor alam yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca dan kondisi lahan.

Getaran yang terukur pada stang kemudi adalah 0.16 m/ss, jauh lebih kecil dari getaran pada Potrum BBE-01 yang mencapai 3.01 m/ss. Hal tersebut terjadi karena pada dudukan engine Potrum BBE-02 terdapat peredam getaran yang berfungsi mengurangi getaran. Dengan demikian, berdasarkan getaran yang ditimbulkan, waktu pengoperasian Potrum BBE-02 yang diijinkan adalah 10 jam, jauh lebih lama dari Potrum BBE-01 yang hanya 0.25 jam.

Intensitas kebisingan yang diterima operator saat mengoperasikan Potrum BBE-02 adalah yang paling tinggi diantara Potrum lainnya dan mesin pemangkasa yang ada di pasaran yaitu 98.8 dB. Oleh sebab itu, berdasarkan standar OSHA lama yang diijinkan untuk mengoperasikan alat ini hanya 2.36 jam. Untuk mengurangi intensitas kebisingan yang diterima operator, operator disarankan untuk menggunakan tutup telinga.


(6)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan oleh Hj. Marsiah di Cianjur pada tanggal 2 Oktober 1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1993, penulis masuk sekolah dasar di SDN 1 Cipanas, setelah menyelesaikan sekolah di TK As Saidiyah. Selama tiga tahun, dari 1999 sampai dengan 2002 penulis tercatat sebagai siswa MTs Al Musaddadiyah, Garut. Sebelum menjadi mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis adalah siswa SMAN 3 Bogor lulusan tahun 2005. Sebagai penerima beasiswa SPP++, pada tahun 2007, penulis menjadi pendamping UKM. Selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2008 dan 2009, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik di semester genap. Selama satu tahun, yaitu pada tahun 2009, penulis aktif sebagai pengurus

Agricultural Engineering Design Club. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung selama dua bulan. Setelah itu penulis membuat laporan praktek lapangan dengan judul ”Mekanisasi pada Budidaya Tanaman Nanas di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung”. Setelah melakukan penelitian selama satu bulan, penulis menulis skripsi dengan judul ”Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput POTRUM BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)”


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjat kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Salah satu karuni-Nya adalah skripsi dengan judul ”Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)” yang dapat diselesaikan penulis sebagai syarat menyelesaikan pendidikan di Departemen Tenik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Berbagai macam bantuan dari banyak pihak telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian serta penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSAE. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Mama serta adik-adik (Seha, Resa, dan Rika) atas semua dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan,

3. Toto Romansyah, Amd. atas semua dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan,

4. Reza Pahlevi dan Hadi Sucipto, teman seperjuangan Potrum BBE-02, 5. TEP 42 atas semua bantuan, dukungan, serta doa yang telah diberikan, 6. Keluarga besar Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan 7. Kim dan keluarga Putri Arum atas doa dan dukungan yang telah diberikan,

Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih, semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, September 2009


(8)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Jenis dan Karakteristik Rumput Lansekap ... 4

2.2. Rumput Bermuda ... 5

2.3. Rumput Gajahan ... 6

2.4. Pemangkasan ... 6

2.5. Mesin Pemangkas Rumput ... 8

2.6. Mesin Pemangkas Rumput Potrum SRT-03 ... 9

2.7. Mesin Pangkas Rumput BBE-01 ... 9

2.8. Mesin Pangkas Rumput BBE-02 ... 11

2.9. Perancangan ... 12

2.10. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput ... 13

2.11. Kualitas rumput ... 14

2.12. Getaran ... 15

2.13. Kebisingan ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19


(9)

vii

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Rancangan penelitian ... 21

3.4. Prosedur Penelitian ... 21

3.4.1. Persiapan mesin pemangkas rumput... 21

3.4.2. Persiapan tempat pengujian ... 22

3.4.3. Uji fungsional Potrum BBE-02 ... 24

3.4.4. Pengukuran kinerja Potrum BBE-02 ... 26

3.4.5. Pengukuran kualitas visual lapangan rumput Bermuda ... 27

3.4.6. Pengukuran getaran ... 29

3.4.7. Pengukuran suhu permukaan rumput ... 30

3.4.8. Pengukuran kebisingan ... 30

3.4.9. Laporan ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Fungsi Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 ... 33

4.2. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02... 37

4.3. Kualitas Visual Lapangan Rumput ... 40

4.4. Suhu Permukaan Rumput ... 43

4.5. Getaran ... 44

4.6. Kebisingan ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran... 50


(10)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Enam jenis rumput lansekap ... 4

Gambar 2. Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran ... 8

Gambar 3. Proses pengembangan Potrum BBE-01 ... 10

Gambar 4. Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dengan kantung penampung (A) dan dengan clippings guard (B) ... 11

Gambar 5. Diagram proses perancangan ... 12

Gambar 6. Daily exposure graph (Lache, 2007) ... 16

Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian ... 21

Gambar 8. Potrum BBE-02 ... 22

Gambar 9. Potrum SRT-03... 22

Gambar 10. Pengolahan tanah pada penyiapan lapangan rumput Bermuda ... 23

Gambar 11. Pertumbuhan rumput Bermuda ... 24

Gambar 12. Ilustrasi pengukuran tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan25 Gambar 13. Pola kontinyu ... 26

Gambar 14. Rancangan lahan penelitian ... 27

Gambar 15. Alat (A) dan metode (B) pengukuran densitas ... 28

Gambar 16. Color pocket ... 28

Gambar 17. Metode pengukuran percepatan getaran dengan vibrationmeter... 29

Gambar 18. Pengukuran suhu permukaan rumput ... 30

Gambar 19. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada engine (A) dan vibrationmeter (B) ... 31

Gambar 20. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada telinga (A) dan pada jarak 2 m (B) ... 31

Gambar 21. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m ... 32


(11)

ix Gambar 22. Hasil pemangkasan rumput Bermuda dengan gunting (A), Bermuda

dengan Potrum BBE-02 (B), Gajahan dengan gunting (C), dan

Gajahan dengan Potrum BBE-02 (D). ... 34 Gambar 23. Perbedaan pisau pada potrum BBE-01 (A) dan Potrum BBE-02 (B) 35

Gambar 24. Perbedaan clippings hasil Potrum BBE-02 (A) dan Potrum SRT-03 (B) ... 35 Gambar 25. Ilustrasi pemangkasan dengan Potrum BBE-02 ... 36

Gambar 26. Grafik perbandingan efisiensi kapasitas lapangan beberapa mesin pemangkas rumput di lapangan rumput Bermuda ... 39

Gambar 27. Grafik peningkatan densitas rumput Bermuda ... 40 Gambar 28. Perubahan warna lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan

dengan Potrum BBE-02 ... 41

Gambar 29. Grafik densitas rumput di lahan A, B, C, dan D ... 42 Gambar 30. Kondisi lahan di pagi hari ... 43

Gambar 31. Perbedaan dudukan engine Potrum BBE-01 dan Potrum BBE-02 ... 45 Gambar 32. Rata-rata intensitas kebisingan pada jarak tertentu ... 46

Gambar 33. Grafik intensitas kebisingan Potrum BBE-02 ... 48 Gambar 34. Grafik perbandingan intensitas kebisingan (dB) pada engine dan


(12)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Rancangan penelitian ... 20 Tabel 2. Sistem pengatur ketinggian pada Potrum BBE-02... 25

Tabel 3. Tinggi rumput Bermuda dan Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02 ... 33 Tabel 4. Perbandingan KLT, KLE, dan efisiensi lapangan Potrum BBE-02,

Potrum BBE-01 (Putra, 2009), Potrum SRT-03 (Wirawan, 2008), dan mesin pemangkas yang ada di pasaran (Wirawan, 2008) pada

lapangan rumput Bermuda dengan pola pemangkasan kontinyu ... 38

Tabel 5. Diameter lintasan ujung terluar mata pisau pada mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02, BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran ... 38

Tabel 6. Suhu permukaan rumput dan jalan aspal ... 43 Tabel 7. Suhu permukaan rumput Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02 ... 44

Tabel 8. Nilai A(8) Potrum BBE-02 dan Potrum BBE-01... 45 Tabel 9. Lama mendengar yang diijinkan pada pengoperasian Potrum BBE-02

berdasarkan standar OSHA (Occuptional Safety and Health


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran 1. Data panjang clipping yang dihasilkan Potrum BBE-02 dan Potrum

SRT-03 ... 55 Lampiran 3. Data dan perhitungan kapasitas lapangan Potrum BBE-02 di

lapangan rumput Gajahan ... 57

Lampiran 4. Data densitas rumput Bermuda Tiffway 146 (batang/25 m2)... 58 Lampiran 5. Data percepatan getaran (m/s2) serta perhitungan ahv (m/s2) dan A(8)59

Lampiran 6. Gambar grafik exposure time... 60 Lampiran 7. Data intensitas kebisingan (dB) pada engine dan telinga operator ... 61 Lampiran 8. Data intensitas kebisingan lingkungan (dB) pada Potrum BBE-02 .. 62

Lampiran 9. Perhitungan intensitas kebisingan (dB) pada lingkungan ... 63 Lampiran 10. Perhitungan lama mendengar yang diijinkan berdasarkan standar


(14)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lapangan rumput sangat berharga. Berbagai sifat rumput dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sebagai pencegah erosi, akar rumput mempunyai kemampuan mengikat tanah yang kuat sehingga tanah tidak terbawa oleh aliran air. Selain itu, rapatnya topgrowth rumput dapat melindungi tanah. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rapatnya sistem akar dan topgrowth rumput dapat mencegah pestisida turun ke dalam tanah dan mencemari air tanah (Emmons, 2000). Warna hijau rumput yang menarik dan bentuk yang seragam dapat memperindah lansekap. Banyak jenis rumput yang dapat dipilih menjadikan rumput dapat ditanam pada berbagai macam kondisi tanah.

Manfaat lain dari lapangan rumput adalah sebagai produsen oksigen dan pendingin lingkungan. Menurut Emmons (2000), lapangan rumput berukuran 15 m x 15 m dapat menghasilkan oksigen untuk memenuhi kebutuhan sebuah keluarga yang terdiri dari empat orang. Melalui proses tranpirasi, rumput dapat menyejukkan lingkungan sekitarnya. Pada siang hari, di saat radiasi surya mencapai 4.1 mV dimana suhu permukaan jalan 47.4 ⁰C, suhu di permukaan rumput jauh lebih rendah, yaitu 37.85 ⁰C.

Menurut Turgeon (1991), pemangkasan rumput adalah kegiatan pemeliharaan dalam budidaya rumput yang paling dasar dan berpengaruh terhadap kegiatan budidaya lainnya. Tujuan dari pemangkasan rumput adalah menghasilkan lapangan rumput yang rapat dan seragam. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut adalah tinggi pemangkasan, frekuensi pemangkasan, mesin pemangkas, dan pola pemangkasan.

Terdapat berbagai jenis mesin pemangkas rumput tipe rotari yang telah dikembangkan, diproduksi dan dipasarkan. Potrum SRT-01, SRT-02, dan SRT-03 adalah mesin-mesin pemangkas rumput tipe rotari yang telah dikembangkan oleh Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semua mesin tersebut menggunakan motor listrik untuk memutar pisau. Hal tersebut menjadi salah satu kekurangan dari mesin-mesin tersebut karena hanya dapat dioperasikan di lahan yang dekat dengan sumber listrik.


(15)

2 Pengembangan mesin pemangkas rumput selanjutnya adalah merancang mesin pemangkas rumput yang dapat beroperasi di lahan yang jauh dari sumber listrik. Solusinya adalah Potrum BBE-01. Mesin ini adalah mesin pemangkas rumput tipe rotari yang menggabungkan kelebihan brush cutter atau mesin pemangkas rumput tipe dorong dengan Potrum SRT-03. Brush cutter memiliki

engine berbahan bakar bensin yang ringan dan kompak. Sedangkan Potrum SRT-03 adalah mesin pemangkas rumput dengan sistem pengatur ketinggian dan kantung penampung sehingga dapat memangkas dengan rata dan seragam.

Pengujian yang dilakukan oleh Putra (2009) menunjukkan bahwa Potrum BBE-02 dapat memangkas rumput Bermuda dan Gajahan dengan baik. Selain itu, kinerja dari mesin ini juga lebih baik dari mesin pemangkas lain yang telah dikembangkan oleh Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai efisiensi lapangannya yang mencapai 73%.

Secara fungsional dan kinerja, Potrum BBE-01 telah sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi, terdapat beberapa kekurangan yang dimiliki Potrum BBE-01 yang perlu diperbaiki. Beberapa kekurangan tersebut antara lain antara lain adalah jenis engine brush cutter yang dapat digunakan Potrum BBE-01 sebagai sumber tenaga terbatas, waktu yang dibutuhkan untuk memasang dan melepaskan engine relatif lama, getaran pada stang kemudi cukup besar sehingga membatasi penggunaan mesin ini, dan penyaluran putaran dari motor ke pisau belum sempurna.

Modifikasi adalah proses yang dilakukan terhadap Potrum BBE-01 agar kekurangan-kekurangan dari mesin tersebut dapat diperbaiki. Selain perbaikan, modifikasi juga dilakukan untuk menambah fungsi dari Potrum BBE-01, yaitu menghasilkan clippings yang relatif kecil sehingga tidak menimbulkan masalah saat clipping ditinggalkan di lahan (Bio-clip). Bagian-bagian mesin yang dimodifikasi adalah dudukan engine, unit pemangkas, sistem pengatur ketinggian, dek, dan kantung penampung. Modifikasi tersebut telah menghasilkan mesin pemangkas rumput model baru yang diberi nama Potrum BBE-02.

Modifikasi Potrum BBE-01 menjadi Potrum BBE-02 merupakan hasil kerjasama tim yang terdiri tiga orang mahasiswa Departemen Teknik Pertanian.


(16)

3 Laporan hasil modifikasi tersebut dijadikan sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana Tekonologi Pertanian dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perancangan, pembuatan dan pengujian. Proses perancangan dan hasil rancangan disusun menjadi skripsi oleh Reza Pahlevi dengan judul “Modifikasi Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum Model BBE-01 Menjadi BBE-02 (Back Pack Brush Cutter Engine-02)”. Sedangkan proses pembuatan atau produksi dilaporkan oleh Hadi Sucipto dalam bentuk skripsi dengan judul “Perancangan Proses Produksi Pemangkas Rumput Tipe Dorong (Potrum BBE-02) Skala Bengkel Sederhana”. Proses dan hasil pengujian sebagai bagian terakhir dari modifikasi Potrum BBE-01 menjadi BBE-02 dilaporkan oleh penulis dalam skripsi ini.

Menurut Ulman (1992), pengujian terhadap sebuah rancangan baru atau modifikasi suatu produk perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengatur pengembangan fungsi produk tersebut dan mengembangkan informasi yang cukup agar dapat dibandingkan dengan target yang ingin dicapai. Walaupun tujuan utama pengujian adalah untuk memastikan bahwa produk yang telah dirancang sesuai dengan target, hal lain yang juga penting adalah mengetahui perubahan yang terjadi dalam fungsi produk.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji fungsi dan kinerja mesin pangkas rumput Potrum BBE-02 dibandingkan dengan Potrum BBE-01, Potrum SRT-03, dan mesin pemangkas rumput tipe rotari yang dijual di pasaran. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat getaran dan kebisingan yang diakibatkan oleh penggunaan mesin ini. Menguji pengaruh pemangkasan dengan Potrum BBE-02 terhadap kualitas visual lapangan rumput Bermuda (Cynodon dactylon) Tiffway 146 juga menjadi tujuan lain dari penelitian ini.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis dan Karakteristik Rumput Lansekap

Rumput termasuk ke dalam famili Gramineae. Rumput tumbuh di hampir semua kondisi tanah karena daya adaptasinya yang tinggi. Selain sebagai tanaman pengganggu atau gulma, rumput juga dapat berfungsi untuk menambah keindahan, mengendalikan erosi, dan mengurangi suhu yang tinggi. Pada beberapa cabang olah raga seperti sepak bola dan golf, rumput dapat memberikan kenyamanan dan keamanan dalam berolah raga.

Gambar 1. Enam jenis rumput lansekap

Terdapat enam jenis rumput lansekap yang biasa dibudidayakan. Empat jenis diantaranya banyak digunakan untuk lapangan olahraga. Keempat jenis rumput itu adalah rumput Bermuda (Cynodon dactylon), Manila (Zoysia matrella), Gajahan (Axonopus compressus) dan Agrotis (Agrotis palistrus Huds). Kedua rumput lainnya yaitu rumput Belulang (Eleusine indica) dan rumput Gajah

Cynodon dactylon Zoysia matrella Axonopus compressus


(18)

5 (Pennisetum purpureum) adalah rumput yang biasa digunakan sebagai penguat teras dan pencegah erosi.

Rumput lansekap adalah rumput yang ditanam sebagai tanaman hias. Rumput lansekap ditanam hampir di semua perencanaan tanam. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai estetika. Untuk mendapatkan taman yang indah, pemeliharaan terhadap rumput perlu dilakukan. Menurut Munandar (1990) dalam Wirawan (2008), pemeliharaan rumput dilakukan untuk memperoleh rumput yang rapat, seragam, dan kualitas visual serta fungsional yang baik. Kegiatan utama dalam pemeliharan rumput adalah pemangkasan, pemupukan, dan pengairan.

2.2. Rumput Bermuda

Rumput Bermuda atau Cynodon dactylon seperti telihat pada Gambar 1. adalah salah satu rumput lansekap. Terdapat dua jenis rumput yang digunakan di lapangan rumput, yaitu rumput Bermuda biasa dan rumput Bermuda hibrida. Secara umum, rumput Bermuda hibrida menghasilkan kualitas rumput yang tinggi dan membutuhkan tingkat perawatan yang tinggi.

Berbagai jenis tanah dapat menjadi media tanam yang baik untuk rumput ini. Akan tetapi, rumput ini akan tumbuh dengan baik pada kondisi tanah yang subur. Selain itu, cahaya matahari yang cukup dan drainase yang baik merupakan kondisi yang baik untuk jenis rumput ini.

Pemangkasan yang teratur perlu dilakukan karena rumput ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Tinggi pangkas yang direkomendasikan untuk jenis hidrida adalah 1.3 – 2.5 cm. Bermuda dapat bertahan pada musim kemarau yang panjang, tapi membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pada musim kemarau, irigasi dibutuhkan untuk menjaga kelembaban agar kualitas rumput tetap terjaga. Rumput Bermuda biasa lebih tahan terhadap musim kemarau yang panjang daripada yang hidrida.

Berbagai macam jenis kultivar rumput dikembangkan untuk memperoleh kualitas rumput yang terbaik. Kultivar-kultivar yang memilki tekstur yang baik, warna hijau tua, rapat (densitasnya tinggi), dan kuat tersebut membutuhkan perawatan yang tinggi. Sebagian besar dari varietas ini diperbanyak secara


(19)

6 vegetatif karena varietas ini tidak menghasilkan viable seeds. Tiffway 146 adalah salah satu jenis kultivar yang dikembangkan untuk memperoleh kualitas rumput yang baik.

2.3. Rumput Gajahan

Rumput gajahan atau Axonopus compressus disebut sebagai tropical carpetgrass. Rumput ini cocok untuk daerah yang memiliki tingkat perawatan yang rendah dan basah. Rumput ini biasa ditanam di sepanjang sisi jalan dan di daerah yang miring untuk mengatasi erosi. Tidak ada kultivar baru pada jenis ini. Seperti terlihat pada Gambar1., rumput ini memilki tekstur yang kasar karena daunnya yang lebar.

2.4. Pemangkasan

Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan utama dalam budidaya rumput yang dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas rumput selain pemupukan dan pengairan (Turgeon, 1991). Pemangkasan adalah kegiatan budidaya paling dasar yang mempengaruhi kegiatan budidaya lainnya.

Rumput dipangkas secara teratur untuk tujuan estetika dan fungsional. Pemangkasan secara teratur akan menghasilkan permukaan rumput yang seragam dan tekstur daun yang halus. Selain itu, pemangkasan juga akan meningkatkan densitas rumput. Peningkatan densitas akan menurunkan populasi gulma.

Menurut Turgeon (1991), terdapat beberapa variabel dalam pemangkasan yang mempengaruhi kualitas lapangan rumput. Variabel tersebut adalah tinggi pangkas, frekuensi pemangkasan, dan pola pemangkasan. Selain itu, kualitas lapangan rumput dan kebutuhan budidaya dipengaruhi oleh pengangkatan dan pengembalian clippings pada saat pemangkasan.

Tinggi pangkas adalah tinggi rumput setelah dipangkas. Pemilihan tinggi pangkas yang tepat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya spesies rumput yang dipangkas. Tinggi pangkas yang direkomendasikan untuk setiap jenis rumput berbeda-beda. Tinggi pangkas yang direkomendasikan untuk rumput Bermuda hibrida adalah 0.5 - 5.1 cm, sedangkan untuk rumput Gajahan adalah 2.5 – 5.0 cm.


(20)

7 Apabila rumput dipangkas terlalu rendah, crown akan rusak dan terlalu banyak togrowth yang hilang. Kemampuan tanaman untuk berfotosintesis menjadi terbatas apabila jumlah daun yang hilang banyak. Hasilnya adalah penurunan dalam sistem perakaran, penurunan sebagian cadangan makanan, dan rumput menjadi mudah rusak.

Pemangkasan rumput terlalu tinggi juga memilki efek yang buruk. Daun yang lebih panjang berpotensi meningkatkan kehilangan air karena luas area permukaan daun yang lebih luas. Akibatnya, lingkungan dibawah daun akan menjadi lembab dan menimbulkan penyakit.

Frekuensi pemangkasan ditentukan berdasarkan laju pertumbuhan rumput. Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tingkat perawatan, dan spesies serta kultivar yang mendukung rumput tersebut. Frekuensi pemangkasan biasanya ditentukan dengan hukum satu-per-tiga. Rumput sebaiknya dipangkas sesering mungkin sehingga tinggi rumput yang terpangkas dalam satu kali pemangkasan tidak lebih dari satu-per-tiga dari tinggi rumput.

Pola pemangkasan akan mempengaruhi kualitas rumput. Perbedaan warna pada lapangan rumput sehingga membentuk sebuah pola dapat diperoleh melalui pemangkasan dengan tinggi pangkas yang bervariasi sesuai dengan pola warna yang diinginkan. Pola lapangan sepak bola terang dan gelap dapat diperoleh dengan cara mengkas lapangan rumput dengan tinggi pangkas yang berbeda.

Daun atau batang rumput yang terpotong dari hasil pemangkasan rumput disebut clippings. Clippings dapat ditampung di kantung penampung yang terdapat pada mesin pemangkas. Apabila ukurannya kecil, sebaiknya ditingggalkan di lapangan atau tidak ditampung ke dalam kantung penampung.

Clippings merupakan sumber nutrisi bagi tanaman. Pada keadaan kering, kandungan nitrogennya mencapai 3% sampai dengan 5%. Penelitian menunjukkan bahwa rumput dapat memenuhi 25% sampai dengan 40% kebutuhan nitrogennya dengan memanfaatkan sumber nutrisi dari clippings.

Clippings yang dihasilkan dengan frekuensi pemangkasan hukum satu-per-tiga berukuran kecil. Hal tersebut akan menguntungkan karena clippings akan jatuh dekat permukaan tanah dan tidak menyebabkan masalah estetika. Oleh


(21)

8 karena itu, proses dekomposisi akan cepat dan kontribusinya terhadap pembentukan thatch akan minimal.

2.5. Mesin Pemangkas Rumput

Berbagai macam alat dapat digunakan untuk memangkas tanaman. Terdapat tiga prinsip dalam memangkas rumput, yaitu reel, rotary, dan flail. Mesin pemangkas yang paling banyak digunakan adalah mesin pemangkas dengan prinsip reel dan rotary.

Gambar 2. Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran

Mesin pemangkas yang memangkas rumput dengan prinsip reel disebut reel mower atau mesin pemangkas rumput tipe reel. Mesin ini memangkas rumput dengan cara menggunting sehingga diperoleh pemangkasan yang rapi. Pemangkas tipe ini cocok digunakan di lahan bergelombang yang membutuhkan hasil kerapihan dan keseragaman yang tinggi. Mesin pemangkas rumput tipe rotari atau

rotary mower memangkas rumput berdasarkan impak pisau terhadap rumput (free cutting) dengan kecepatan putar yang tinggi. Pisau berputar horizontal sejajar dengan permukaaan tanah. Potrum SRT-03 (Setyawijayanto, 2005) dan Potrum BBE-01 (Renatho, 2009) adalah mesin-mesin pemangkas rumput tipe rotari yang


(22)

9 telah dikembangkan oleh Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

2.6. Mesin Pemangkas Rumput Potrum SRT-03

Potrum SRT-03 yang telah dikembangkan oleh Setyawijayanto (2005) merupakan hasil modifikasi Potrum SRT-02 yang dikembangkan oleh Kuncoro dan Sujiono (2003). Kelebihan mesin ini dibandingkan dengan mesin sebelumnya adalah bobot yang ringan, mobilitas yang lebih baik, daya tampung clippings yang lebih banyak, dan efisiensi lapangan yang lebih tinggi. Kekurangan dari mesin ini adalah hanya dapat dioperasikan di lokasi yang dekat dengan sumber listrik. Selain itu, ketika dioperasikan di lapangan, roda depan perlu diangkat agar mesin dapat dibelokkan.

2.7. Mesin Pangkas Rumput BBE-01

Potrum BBE-01 adalah salah satu mesin pemangkas rumput tipe rotari yang telah dikembangkan oleh Renatho dan Putra (2009). Mesin ini merupakan hasil penggabungan dari kelebihan mesin pemangkas rumput tipe dorong Potrum SRT-03 dan tipe gendong (brush cutter). Tujuan dari perancangan mesin ini adalah menghasilkan mesin pemangkas rumput dengan sumber tenaga berasal dari engine brush cutter yang dapat dipasang dan dilepas dengan mudah. Selain itu, mesin ini juga dirancang agar mudah dibawa sehingga harus ringan dan kompak. Keunggulan lain dari mesin pemangkas rumput ini adalah memiliki pengatur ketinggian, kantung penampung, dan menghasilkan pangkasan yang rata di lahan yang datar.

Kelebihan dari mesin pemangkas rumput tipe dorong Potrum SRT-03 adalah memangkas dengan rapi, memiliki kantung penampung, dan pengatur ketinggian. Sedangkan kelebihan dari brush cutter adalah memiliki engine yang relatif kecil dan ringkas, berbahan bakar bensin, dan dapat digunakan pada berbagai kondisi lahan. Selain memiliki kelebihan, kedua mesin tersebut juga memiliki kekurangan. Sebagai mesin pemangkas rumput bertenaga motor listrik, Potrum SRT-03 hanya dapat dioperasikan di lahan yang dekat dengan sumber listrik. Kekurangan lain dari Potrum SRT-03 adalah hanya dapat dioperasikan di


(23)

10 lahan yang datar dan sulit dioperasikan pada saat berbelok. Brush cutter tidak mempunyai pengatur ketinggian sehingga menghasilkan scalping saat dioperasikan di lapangan rumput yang datar. Selain itu, kekurangan dari brush cutter adalah tidak memiliki kantung penampung, sulit dioperasikan dengan tinggi pangkas yang rendah, dan mengakibatkan kelelahan pada operator jika dioperasikan dalam jangka waktu yang lama.

Gambar 3. Proses pengembangan Potrum BBE-01

Sumber tenaganya berasal dari engine brush cutter yang dapat dipasang dan dilepas. Dengan demikian alat ini dapat dioperasikan di lapangan rumput yang jauh dari sumber listrik. Selain itu, mesin ini dirancang agar ringan dan mudah dibawa, ketinggian pemangkasan rumput dapat diatur, hasil pemangkasan rata di

Brush cutter Potrum SRT-03


(24)

11 lahan rumput yang datar, dan memiliki penampung clippings. Potrum BBE-01 dapat dilihat pada Gambar 3.

2.8. Mesin Pangkas Rumput BBE-02

Potrum BBE-02 merupakan hasil modifikasi dari mesin pangkas rumput BBE-01 yang dilakukan oleh mahasiswa Departemen Teknik Pertanian. Selain memperbaiki kekurangan yang terdapat pada Potrum BBE-01, modifikasi juga dilakukan pada beberapa bagian agar kinerja dari mesin ini menjadi lebih baik. Bagian-bagian yang dimodifikasi adalah dudukan engine, roda, pengatur ketinggian, dan pisau.

Gambar 4. Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dengan kantung penampung (A) dan dengan clippings guard (B)

Modifikasi pada dudukan engine dilakukan agar berbagai macam jenis dan tipe engine brush cutter dapat digunakan, dipasang dan dilepas dalam waktu yang relatif singkat dan mudah, serta menghasilkan getaran yang lebih kecil. Roda pada Potrum BBE-01 mempermudah operator saat belok, tapi sulit diatur pada saat dioperasikan lurus. Pengaturan tinggi pangkas Potrum BBE-01 membutuhkan


(25)

12 waktu yang lebih lama dari pada Potrum SRT-03. Modifikasi pada pisau dilakukan agar diperoleh clippings yang lebih kecil.

Selain dilengkapi dengan kantung penampung clippings, mesin ini juga dilengkapi dengan clippings guard seperti terlihat pada Gambar 4. Clipping guard

digunakan apabila clippings ditinggalkan di lapangan atau tidak ditampung ke dalam kantung penampung agar dapat dimanfaatkan kembali oleh rumput sebagai sumber nutrisi. Bagian ini berfungsi agar operator terlindung dari clippings yang terlempar karena putaran pisau.

2.9. Perancangan

Gambar 5. menunjukkan tahap-tahap dalam proses perancangan. Proses perancangan terdiri dari beberapa tahap antara lain: identifikasi masalah, pengembanga ide awal, penyempurnaan ide, pengembangan konsep ide, pembuatan prototipe, uji prototipe, pembuatan prototipe yang baik, dan proses produksi. Proses iteratif terjadi dalam proses perancangan yang memungkinkan perbaikan rancangan berdasarkan hasil pekerjaan sebelumnya.

Gambar 5. Diagram proses perancangan Pengembangan Ide Awal

Identifikasi Masalah

Pengembangan Konsep Ide Penyempurnaan Ide

Pembuatan Prototipe yang Baik Pembuatan Prototipe

Uji Prototipe

Proses Produksi

Tidak Tidak

Ya


(26)

13 Pada proses perancangan atau modifikasi, pengujian adalah salah satu tahap yang perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengatur pengembangan secara fungsional dan mengembangkan informasi yang cukup agar dapat dibandingkan dengan target yang ingin dicapai. Walaupun tujuan utama pengujian adalah untuk memastikan bahwa hasil rancangan telah sesuai dengan target, hal lain yang juga penting adalah mengetahui perubahan yang terjadi (Ulman, 1992).

Pada tahap tersebut, pengujian dilakukan terhadap prototipe dan hasil pengujian dapat menentukan langkah selanjutnya dalam proses perancangan. Proses iteratif dilakukan apabila hasil pengujian tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan dan perbaikan rancangan mungkin untuk dilakukan. Sedangkan proses perancangan akan dihentikan apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa target yang telah ditentukan tidak tercapai dan tidak mungkin dilakukan perbaikan. Pembuatan prototipe yang baik dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa target telah tercapai dan tidak perlu dilakukan perbaikan.

2.10. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput

Kinerja mesin ditentukan oleh nilai kapasitas lapangan efektif (KLE) dan kapasitas lapangan teoritis (KLT). Dari perbandingan kedua nilai tersebut akan diperoleh nilai efisiensi dari kapasitas lapangan mesin tersebut. Nilai KLE dan KLT dapat diperoleh melalui persamaan (1) dan (2).

KLE= A

Wk ... (1)

KLE adalah kapasitas lapangan efektif dengan satuan m/s2. A adalah luas lahan yang olah atau dalam hal ini adalah luas lapangan rumput yang terpangkas dalam satuan m2. Sedangkan Wk adalah waktu yang dibutuhkan untuk memangkas lapangan rumput seluas A m2.


(27)

14 Kapasitas lapangan teoritis atau KLT memiliki satuan m/s2. l adalah lebar pemangkasan dengan satuan m. Kecepatan maju atau v memiliki satua m/s.

Efisiensi lapangan=KLE

KLT×100% ... (3)

Efisiensi lapangan adalah perbandingan antara kapasitas lapangan efektif (KLE) dengan kapasitas lapangan teoritis (KLT). Nilai efisiensi dinyatakan dalam persen. Persamaan-persamaan di atas disesuaikan dengan persamaan yang digunakan untuk menghitung kinerja mesin-mesin pengolahan tanah yang ditulis oleh Daywin (1999).

2.11. Kualitas rumput

Menurut Emmons (2000), Warna, tekstur, densitas, dan keseragaman adalah empat karakteristik yang umum digunakan untuk mengukur kualitas rumput. Keempat karakteristik tersebut berbeda-beda untuk setiap spesies dan varietas. Iklim berpengaruh terhadap empat karakteristtik kualitas rumput tersebut. Rumput menjadi kurang menarik dan kurang sehat pada saat musim kering. Pemupukan dan pemangkasan adalah faktor utama yang mempengaruhi kualitas rumput.

Warna adalah ukuran dari cahaya yang dipantulkan oleh rumput. Kebanyakan orang lebih banyak memilih warna hijau tua atau dark green

daripada warna hijau kekuningan atau yellow-green. Hal tersebut disebabkan karena warna yang lebih hijau pada rumput lebih menarik. Warna yang kurang menarik dapat disebabkan oleh kandungan nitrogen kurang, kemarau panjang, penyakit, serangga, dan lain-lain. Akan tetapi, beberapa spesies dan varietas memang memilki warna hijau yang muda. Perbedaan warna hijau tidak selalu menunjukkan rumput tersebut tidak sehat.

Tekstur adalah ukuran utama dari lebar daun. Tekstur rumput yang memiliki lebar daun yang sempit lebih menarik daripada tekstur rumput yang berdaun lebar. Perbedaaan tekstur setiap spesies dan varietas sangat bervariasi. Frekuensi pemangkasan yang tinggi dan densitas yang meningkat akan menghasilkan daun dengan tekstur yang halus.


(28)

15 Karakteristik kualitas rumput yang mungkin paling penting adalah densitas. Densitas adalah jumlah batang pada suatu area. Rumput yang rapat dengan densitas yang tinggi seperti karpet lebih disukai daripada rumput yang memiliki densitas yang rendah.

Densitas juga digunakan untuk mengukur kemampuan rumput beradaptasi pada berbagai macam kondisi lahan. Densitas yang tinggi tidak akan tercapai apabila rumput yang ditanam termasuk spesies yang tidak tahan terhadap penyakit atau stress lainnya. Perawatan yang tidak benar dapat menyebabkan densitas yang rendah.

Keseragaman adalah kombinasi dari tiga karakteristik kualitas sebelumnya. Rumput yang menarik adalah rumput yang seragam dan bentuk yang tetap. Warna, tekstur, dan densitas sama pada semua area lapangan rumput. Semua rumput terlihat sama. Gulma, bare spots, penyakit, atau perbedaan tekstur dan warna dapat merusak keseragaman.

2.12. Getaran

Getaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu getaran sinusoidal dan getaran random. Getaran sinusoidal adalah getaran beraturan yang bergerak terhadap satu sumbu dengan amplitudo dan frekuensi tertentu. Getaran random yang biasa terjadi di alam adalah getaran tidak beraturan dan tidak dapat diperkirakan gerakannya (Mc Cormick, 1987)

ahv= ahvx 2 +a

hvy 2 +a

hvz

2 ... (4)

A(8)=ahv T To

... (5)

dimana: ahv = magnitude vibration (m/s2)

ahvx = percepatan getaran rata-rata pada sumbu x (m/s2)

ahvy = percepatan getaran rata-rata pada sumbu y (m/s2)

ahvz = percepatan getaran rata-rata pada sumbu z (m/s2)

T = batas waktu berdasarkan nilai ahv

To = waktu kerja per hari (8 jam)


(29)

16 Gambar 6. Daily exposure graph (Lache, 2007)

Dalam jangka waktu yang singkat, getaran hanya akan memberikan sedikit efek psikologis. Perubahan kimia pada darah dan kelenjar endokrin tidak akan terjadi dalam jangka waktu tersebut. Getaran akan menimbulkan masalah spinal

disorder, hemoroid, hernia, kesulitan dalam membuang air kemih dalam jangka waktu yang panjang.

Menurut standar ISO 5349-1: 2001, nilai frekuensi diperoleh dari tiga arah sumbu yaitu: ahvx, ahvy, ahvz. Persamaan (4) dapat digunakan untuk memperoleh


(30)

17 Batas waktu pemakaian mesin pangkas rumput perlu diketahui untuk menghindari adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh getaran. Hal tersebut dapat diketahui dengan cara memplotkan nilai rata-rata dari ahv dan nilai

A(8) pada daily exposure graph seperti terlihat pada Gambar 6. Persamaan (5) adalah persamaan yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai A(8).

2.13. Kebisingan

Menurut Wilson (1989) dalam Mahmudah (2005), kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki sehingga dapat mengganggu dan menbahayakan bagi kesehatan. Bunyi tersebut dapat berupa bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh kegiatan transportasi dan industri. Kebisingan dapat mengganggu dan mempengaruhi kerja. Pada taraf yang membahayakan, kebisingan dapat mengakibatkan ketulian.

Waktu (jam)= 8

2(L-90) 5⁄ ... (7)

Sumber: OSHA (1983) dalam Salvendy (2005)

Terdapat beberapa standar yang dapat digunakan untuk menentukan lama mendengar yang diizinkan, diantaranya adalah Occuptional Safety and Health Administration standard (standar OSHA). Persamaan (7) dapat digunakan untuk menentukan lama mendengar yang diizinkan, dimana L adalah intensitas kebisingan (dB).

SL1-SL2=20 log r2⁄r1 ... (8)

Dimana: SL1 = intensitas sumber suara pada jarak r1 (dB)

SL2 = intensitas sumber suara pada jarak r2 (dB)

r1 = jarak ke sumber bising yang pertama (cm)

r2 = jarak ke sumber bising yang pertama (cm)


(31)

18 Kebisingan berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Semakin jauh jarak dengan sumber kebisingan, maka semakin rendah intensitas kebisingan. Persamaan (8) menunjukkan bahwa jarak mempengaruhi intensitas kebisingan.

Soemanegara (1975) dalam Mahmudah (2005), membagi pengaruh kebisingan pada jasmani pekerja menjadi dua golongan, yaitu:

1. tidak berpengaruh terhadap indera pendengaran tapi memberikan pengaruh berupa keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit, dan

2. berpengaruh terhadap indera pendengaran, baik bersifat sementara maupun permanen.

Kebisingan yang berpengaruh terhadap indera pendengaran terdiri dari

acoustic trauma dan occupational deafness. Acoustic trauma adalah rusaknya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran akibat kejadian tiba-tiba, seperti letupan senjata api dan ledakan bom. Occupational deafness adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran sesorang yang bersifat permanen disebabkan oleh kebisingan yang terus-menerus atau kontinyu.

Upaya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengendalian keteknikan, pengendalian sumber kebisingan, dan pelindung diri. Pengendalian keteknikan dilakukan dengan cara melakukan modifikasi terhadap alat-alat, proses, dan lingkungan yang menimbulkan kebisingan. Pengendalian sumber kebisingan dapat dilakukan dengan penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada peralatan yang baru. Pelindung diri berupa sumbat telinga dan tutup telinga dapat digunakan untuk mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB (Mahmudah, 2005).


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Tempat dilakukan penelitian adalah di Laboratorium Lapangan Teknik Petanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan di depan taman Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Penelitian dimulai dengan melakukan perancangan dan pembuatan mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dari bulan Maret sampai Juni 2009. Setelah itu, dilakukan pengujian Potrum BBE-02 selama satu bulan pada bulan Juli 2009.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang akan digunakan dalam pengujian adalah sebagai berikut. 1. Mesin pangkas rumput Potrum BBE-02

2. Mesin pemangkas rumput Potrum SRT-03

3. Stop watch digunakan untuk mengukur waktu total uji kinerja. 4. Oven digunakan untuk mengeringkan rumput hasil pemangkasan.

5. Timbangan digital digunakan untuk menimbang rumput hasil pemangkasan sebelum dan sesudah pengeringan.

6. Timbangan biasa digunakan untuk menimbang yield hasil pemangkasan. 7. Vibrationmeter digunakan untuk mengukur getaran yang dihasilkan oleh

mesin pangkas rumput.

8. Sound level meter digunakan untuk mengukur kebisingan yang diakibatkan oleh mesin pangkas rumput.

9. Termometer Infra Merah digunakan unntuk mengukur suhu permukaan rumput.

10. Patok digunakan sebagai tanda dalam membuat petakan tanah. 11. Tali rafia digunakan untuk pembatas lahan.

12. Pita ukur digunakan untuk mengukur luas lahan, lebar dan panjang pemangkasan.

13. Mistar digunakan untuk mengukur ketinggian rumput.

14. Papan triplek dengan ukuran lubang 5 x 5 cm2 digunakan untuk mengukur densitas rumput.


(33)

20 15. Marketing and Menchardising Color Pocket digunakan untuk mengukur

kualitas warna lapangan rumput secara visual.

16. Peralatan menulis dan kertas digunakan untuk mencatat data penting.

17. Kamera digital yang digunakan untuk merekam gambar dan video yang diperlukan selama pengujian.

Beberapa gambar peralatan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 1. Rancangan penelitian

No. Perlakuan Variabel

1 Fungsi Potrum BBE-02 a. Perubahan tinggi rumput

b. Ukuran clippings 2 Kinerja Potrum BBE-02 dengan pola

kontinyu pada lapangan rumput: a. Bermuda, dan

b. Gajahan.

c. Kapasitas Lapangan Teoritis (KLT) d. Kapasitas Lapangan

Efektif (KLE) e. Efisiensi kapasitas

lapangan 3 Clipping, Potrum BBE-02 dan Potrum

SRT-03

a. Clippings ditampung dan dipangkas dengan Potrum BBE-02

b. Clippings ditinggalkan di lapangan dan dipangkas dengan Potrum BBE-02

c. Clippings ditampung dan dipangkas dengan Potrum SRT-03

d. Clippings ditinggalkan di lapangan dan dipangkas dengan Potrum SRT-03

a. Perubahan densitas rumput

b. Perubahan warna lapangan rumput c. Perubahan yield

4 Ergonomika a. Tingkat kebisingan


(34)

21 3.3. Rancangan penelitian

Perlakuan dan variabel yang akan diamati pada penelitian ini dapat di lihat pada Tabel 1.

3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian akan dilakukan seperti pada diagram di Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian

3.4.1. Persiapan mesin pemangkas rumput

Mesin pemangkas rumput yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03. Sebelum dilakukan pengujian persiapan mesin dilakukan agar mesin dapat bekerja dengan baik. Persiapan

Persiapan mesin yang akan diuji

Persiapan tempat pengujian Mulai

Pengolahan data

Selesai

Pengujian fungsional, kinerja, getaran, dan kebisingan, serta pengukuran kualitas visual

rumput

Pembuatan Laporan


(35)

22 yang dilakukan adalah pengencangan baut-baut, pengecekan engine, dan pengaturan ketinggian pangkas (Gambar 8. dan 9. ).

Gambar 8. Potrum BBE-02

Gambar 9. Potrum SRT-03

3.4.2. Persiapan tempat pengujian

Pengujian dilakukan di lapangan rumput Bermuda dan Gajahan. Lapangan rumput Bermuda berada di Laboratorium Lapangan Tenik

Motor listrik

Pengatur ketinggian pangkas

Pengatur ketinggian pangkas


(36)

23 Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Persiapan lapangan rumput Bermuda dimulai pada bulan Mei 2009 dengan pengolahan tanah, penanaman, sampai perawatan (Gambar 10. dan 11.) .

Gambar 10. Pengolahan tanah pada penyiapan lapangan rumput Bermuda

Setelah Potrum BBE-02 siap diuji yaitu pada minggu ke-9 setelah penanaman dilakukan pengujian. Luas lahan yang digunakan adalah 225 m2 dengan ukuran 15 m x 15 m. Lapangan tersebut dibagi menjadi enam petak dengan ukuran 7.5 m x 5 m. Hal tersebut dipersiapkan untuk melakukan pengamatan terhadap kualitas visual lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02.

Lapangan rumput Gajahan yang berada di taman Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor digunakan untuk mengukur kinerja Potrum BBE-02. Tujuannya adalah untuk mengetahui kinerja Potrum BBE-02 di

Kondisi awal Pembajakan


(37)

24 lapangan rumput Gajahan. Luas petak yang digunakan adalah 35 m2 dengan ukuran 7 m x 5 m. Patok dipasang di setiap ujung petak yang digunakan untuk membatasi luasan yang akan digunakan.

Gambar 11. Pertumbuhan rumput Bermuda

3.4.3. Uji fungsional Potrum BBE-02

Pengukuran fungsi Potrum BBE-02 dilakukan terhadap keseragaman tinggi rumput yang telah dipangkas dan ukuran clippings yang dihasilkan. Pengukuran keseragaman tinggi rumput setelah dipangkas dilakukan untuk melakukan uji fungsional dari pisau dan sistem pengatur ketinggian yang

Minggu I Minggu II Minggu II

Minggu IV Minggu V Minggu VI

Minggu VII Minggu VIII Minggu IX


(38)

25 dapat memangkas rumput pada ketinggian tertentu. Ukuran clippings adalah parameter yang dapat digunakan untuk menguji hasil modifikasi yang telah dilakukan terhadap unit pemangkas.

Gambar 12. Ilustrasi pengukuran tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan

Tabel 2. Sistem pengatur ketinggian pada Potrum BBE-02

Sel ke- Tinggi Pangkas (hs) (cm)

1 12.00

2 10.55

3 9.10

4 7.65

5 6.20

6 4.75

7 3.30

Tinggi rumput diukur sebelum (h0) dan setelah (h1) pemangkasan

dengan Potrum BBE-02 pada ketinggian pangkas tertentu (hs). tabel 2.

menunjukkan tinggi pangkas pada sistem pengatur tinggi pangkas Potrum BBE-02. Pengukuran dilakukan pada sepuluh titik berbeda untuk setiap

h0

hs

h1


(39)

26 lapangan. Sehingga diperoleh sepuluh tinggi rumput sebelum pemangkasan dan sepuluh tinggi rumput setelah pemangkasan pada masing-masing jenis rumput. Tujuannya adalah untuk mengetahui tinggi pangkas yang efektif dan keseragaman tinggi rumput hasil pemangkasan dengan Potrum BBE-02. Ilustrasi pada Gambar 12. menunjukkan metode pengukuran tinggi rumput.

Pengukuran clippings dilakukan di lapangan rumput Bermuda dengan cara mengukur panjang clippings yang dihasilkan oleh Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03. Dari clippings yang dihasilkan oleh Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03, masing-masing diambil tiga puluh clippings untuk diukur panjangnya dengan penggaris.

3.4.4. Pengukuran kinerja Potrum BBE-02

Pengukuran kinerja mesin pemangkas rumput hanya dilakukan terhadap Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda dan Gajahan.

Gambar 13. Pola kontinyu

Data kinerja Potrum BBE-02 akan dibandingkan dengan data sekunder mesin pemangkas rumput lainnya yang telah ada. Lebar pemangkasan (l), waktu lurus (v), waktu belok, luas areal yang dipangkas (A), dan waktu kerja pemangkasan (Wk) adalah variabel-variabel yang diukur untuk


(40)

27 mengetahui kinerja mesin. Pola yang digunakan pada pengukuran ini adalah pola kontinyu. Pola kontinyu seperti terlihat pada Gambar 13. adalah pola pemangkasan terbaik karena efisiensinya yang tinggi dan kualitas setelah pemangkasan yang baik (Putra, 2009).

3.4.5. Pengukuran kualitas visual lapangan rumput Bermuda

Pengukuran kualitas lapangan rumput dilakukan dengan mengamati perubahan densitas dan warna lapangan rumput akibat pemangkasan. Pemangkasan dilakukan setiap hari senin dimana tinggi rumput telah mencapai 3 cm dan dipangkas menjadi 2 cm. Pengamatan dilakukan selama tiga minggu.

Gambar 14. Rancangan lahan penelitian

Dari luas lahan 225 m2, 150 m2 digunakan untuk mengetahui pengaruh pengembalian clippings ke lahan terhadap ketersediaan nitrogen yang terlihat dari perubahan densitas. Lahan tersebut dibagi menjadi empat

A B


(41)

28 lahan yang berukuran 7.5 m x 5 m. Seperti terlihat pada Gambar 14. setiap lahan mendapat perlakukan yang berbeda. Lahan pertama atau A adalah memangkas rumput Bermuda dengan Potrum BBE-02 dan clippings

ditampung ke dalam kantung penampung. Lahan B dilakukan dengan cara memangkas rumput Bermuda menggunakan Potrum BBE-02 dan clippings

ditinggalkan di lapangan. Potrum SRT-03 digunakan untuk memangkas lapangan rumput pada lahan C dan D. Clippings ditinggalkan di lapangan rumput pada perlakuan D dan ditampung untuk perlakuan C.

Gambar 15. Alat (A) dan metode (B) pengukuran densitas

Gambar 16. Color pocket


(42)

29 Pengamatan densitas dilakukan sebelum pemangkasan dan tiga hari setelah pemangkasan. Densitas rumput diukur dengan frame berukuran 5 cm x 5 cm (Gambar 15.), sehingga dapat diketahui jumlah batang rumput untuk setian luasan 25 cm2.

Perubahan warna lapangan rumput diamati dengan cara membandingkan warna lapangan rumput secara keseluruhan dengan color pocket (Gambar 16.). Pengamatan dilakukan setiap hari selama tiga minggu secara subjektif.

3.4.6. Pengukuran getaran

Getaran dari Potrum BBE-02 diukur pada saat engine dalam keadaan menyala tapi tidak beroperasi. Pengukuran getaran hanya dilakukan pada satu kecepatan putar pisau, yaitu pada kecepatan putar pisau rata-rata 3671 rpm. Hal tersebut dilakukan karena kecepatan putar pisau rata-rata pada pemangkas rumput tipe rotari adalah 2300 sampai 3700 rpm (Suharyatun, 2002). Selain itu, peningkatan kecepatan putar pisau akan meningkatkan percepatan getaran (Putra, 2009).

Gambar 17. Metode pengukuran percepatan getaran dengan vibrationmeter

Pengukuran dilakukan pada tiga arah sumbu, yaitu sumbu x, y, dan z (Gambar 17.). setiap pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali ulangan. Selanjutnya data diolah dengan persamaan (4) untuk mengetahui percepatan getaran. Setelah mendapatkan nilai percepatan getaran, melalui persamaan


(43)

30 (5), diperoleh nilai A(8). Batas waktu penggunaan Potrum BBE-02 dapat diketahui dengan menggunakan grafik daily exposure (Gambar 6.) berdasarkan nilai percepatan getaran dan A(8) yang telah diperoleh. Hasil pengukuran akan dibandingkan dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh Putra (2009) terhadap Potrum BBE-01.

3.4.7. Pengukuran suhu permukaan rumput

Pengukuran suhu permukaan rumput dilakukan dengan thermometer inframerah. Pengukuran dilakukan di sepuluh titik yang berbeda pada pemukaan rumput sebelum rumput dipangkas dan setelah rumput dipangkas. Metode pengukurannya seperti terlihat pada Gambar 18. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan pemangkasan terhadap suhu permukaan rumput.

Gambar 18. Pengukuran suhu permukaan rumput

3.4.8. Pengukuran kebisingan

Pengukuran kebisingan dilakukan dengan soundlevelmeter (Gambar 19.) saat Potrum BBE-02 tidak beroperasi tapi engine dalam keadaan menyala dan tidak menyala. Pada saat mesin dinyalakan, pengukuran kebisingan akan dilakukan pada kecepatan putar pisau rata-rata pada saat pemangkasan. Pengukuran pada saat engine tidak dinyalakan adalah untuk memperoleh


(44)

31 nilai kebisingan latar (Llatar). Pengukuran dilakukan pada engine (Gambar 19.) dan telinga operator (Gambar 20.). Pengukuran kebisingan pada engine

dilakukan 10 cm dari engine.

Gambar 19. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada engine (A) dan

vibrationmeter (B)

Gambar 20. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada telinga (A) dan pada jarak 2 m (B)

B A

B


(45)

32 Selain mempengaruhi operator, kebisingan juga akan berpengaruh terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pengukuran kebisingan juga dilakukan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m dari engine (Gambar 21). Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Selanjutnya data diolah dan dibandingkan dengan standar yang berlaku untuk mengetahui lama mendengar yang diijinkan. Selain itu, hasil pengukuran juga akan dibandingkan dengan intensitas kebisingan dari mesin pemangkas rumput Potrum BBE01, Potrum SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran yang pengukurannya telah dilakukan oleh Putra (2009).

Gambar 21. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m

3.4.9. Laporan

Pembuatan laporan dilakukan setelah pengujian dilakukan. Laporan terdiri dari alat dan bahan, metodologi, dan hasil dari pengujian. Selain itu, laporan menunjukkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Jarak

Kiri Kanan

Belakang Depan


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Fungsi Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02

Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dirancang untuk memangkas rumput sehingga diperoleh tinggi rumput yang seragam. Pengujian Potrum BBE-02 dengan mengamati tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan. Tinggi rumput setelah pemangkasan dibandingkan dengan tinggi pangkas yang diatur pada mesin pemangkas. Hal ini dilakukan untuk menguji Potrum BBE-02 sebagai mesin pemangkas yang dapat memangkas rumput dengan seragam pada tinggi pangkas tertentu.

Tabel 3. Tinggi rumput Bermuda dan Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02

No Rumput Bermuda Rumput Gajahan Sebelum Setelah Sebelum Setelah

1 10.0 5.0 6.0 3.0

2 10.0 5.5 4.0 3.5

3 9.0 4.8 5.0 3.0

4 8.0 5.4 5.5 3.7

5 9.0 5.8 9.0 3.0

6 13.0 5.1 7.0 3.0

7 8.0 4.7 5.0 3.5

8 7.5 5.2 6.5 3.2

9 7.0 5.5 7.0 3.5

10 8.0 5.3 6.0 3.0

Rata-rata 9.0 5.2 6.1 3.2

STDEV 1.7 0.3 1.3 0.2

Pengujian diawali dengan memangkas rumput Bermuda dengan tinggi pangkas (hs) 4.75 cm atau menggunakan sel ke-6 pada pengatur ketinggian

pangkas. Rata-rata tinggi rumput sebelum pemangkasan adalah (h1) 9.0 cm.

Setelah dipangkas, rata-rata tinggi rumput berkurang 3.7 cm menjadi (h2) 5.2 cm.

Nilai standar deviasi setelah pemangkasan lebih rendah dibandingkan dengan nilai standar deviasi setelah pemangkasan, hal tersebut menunjukkan bahwa tinggi rumput lebih seragam setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02. Tabel 3.


(47)

34 menunjukkan tinggi rumput Bermuda sebelum dan setelah pemangkasan beserta standar deviasi dari tinggi rumput Bermuda sebelum dan setelah pemangkasan.

Tinggi pangkas sebesar 4.75 cm merupakan jarak pisau terendah dengan permukaan aspal. Di atas permukaan rumput, mesin dengan berat total 40.6 kg ini sedikit terbenam ke dalam tanah sehingga tinggi pangkas yang sebenarnya adalah 4.55 cm. Tapi, tinggi pangkas yang efektif adalah 5.2 cm, yaitu rata-rata tinggi rumput setelah dipangkas.

Gambar 22. Hasil pemangkasan rumput Bermuda dengan gunting (A), Bermuda dengan Potrum BBE-02 (B), Gajahan dengan gunting (C), dan Gajahan dengan Potrum BBE-02 (D).

Pengujian fungsi sistem pengatur ketinggian juga dilakukan pada rumput Gajahan. Dengan pengaturan tinggi pangkas ke-7 atau 3.3 cm, rata-rata tinggi rumput Gajahan berubah menjadi 3.2 cm. Sama halnya dengan pemangkasan pada rumput Bermuda, sebagian roda Potrum BBE-02 terbenam ke dalam tanah sedalam 0.2 cm. Akibatnya, tinggi pangkas yang sebenarnya adalah 3.1 cm.

Hasil pemangkasan rumput Potrum BBE-02 memang tidak serapi hasil pemangkasan dengan gunting yang mewakili mesin pemangkas rumput tipe reel. Seperti terlihat pada Gambar 22., hal tersebut berlaku baik untuk rumput Bermuda maupun rumput Gajahan. Hal tersebut terjadi karena Potrum BBE-02 adalah


(48)

35 mesin pemangkas rumput tipe rotari dan mesin pemangkas rumput tipe reel

memang menghasilkan hasil pangakasan yang rapi.

Pisau (Gambar 23.) adalah salah satu bagian mesin pemangkas rumput yang dimodifikasi dalam modifikasi Potrum BBE-01 menjadi Potrum BBE-02. Modifikasi dilakukan dengan tujuan memperoleh clippings yang lebih kecil seperti terlihat pada Gambar 24. Hal tersebut dilakukan dengan cara menambah sepasang mata pisau dengan ketinggian yang berbeda dengan sepasang mata pisau lainnya. Sehingga rumput akan terpangkas dua kali secara bertahap seperti ilustrasi yang terlihat pada Gambar 25. dimana pisau bergerak maju dan berputar searah dengan arah panah.

Gambar 23. Perbedaan pisau pada potrum BBE-01 (A) dan Potrum BBE-02 (B)

Gambar 24. Perbedaan clippings hasil Potrum BBE-02 (A) dan Potrum SRT-03 (B)

Parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dari modifikasi pisau tersebut adalah ukuran clippings yang dihasilkan. Rata-rata panjang

A B


(49)

36

clippings yang dihasilkan oleh Potrum BBE-02 adalah 0.9 cm dan modusnya adalah 0.5 cm. Clippings tersebut dihasilkan dari lapangan rumput yang dipangkas dengan tinggi pangkas 3.3 cm atau sel ke-7 dari sistem pengatur ketinggian. Ukuran tersebut lebih kecil dari rata-rata panjang clippings yang dihasilkan oleh Potrum SRT-03, yaitu 2.0 cm. Clippings yang dihasilkan oleh Potrum SRT-03 dijadikan pebanding karena Potrum BBE-01 tidak dapat dioperasikan. Selain itu, bentuk pisau dari Potrum SRT-03 sama dengan Potrum BBE-01. Data hasil pengamatan ukuran clippings dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 25. Ilustrasi pemangkasan dengan Potrum BBE-02 Tampak Atas

Tampak Samping Keterangan:

Rumput yang belum dipangkas Rumput yang terpangkas satu kali Rumput yang terpangkas dua kali


(50)

37 4.2. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02

Kinerja dari Potrum BBE-02 dapat dilihat dari nilai efisiensi lapangnya. Berdasarkan persamaan (3), efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dan kapasitas lapangan teoritis. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan nilai kapasitas lapangan efektif dan kapasitas lapangan teoritis dari Potrum BBE-02.

Penghitungan kapasitas lapangan efektif diawali dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan. Data tersebut adalah luas lahan yang dipangkas dan waktu total yang dibutuhkan untuk memangkas lahan tersebut. Luas lahan rumput Bermuda yang digunakan pada saat pengujian adalah 37.5 m2 dan waktu yang dibutuhkan untuk memangkas rumput pada lahan tersebut adalah 4.58 menit. Dengan demikian, kapasitas lapangan efektif Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda adalah 492 m2/jam.

Data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai kapasitas lapangan teoritis adalah lebar pemangkasan dan kecepatan maju dari Potrum BBE-02. Lebar pemangkasan tidak sama dengan diameter ujung terluar mata pisau karena saaat pemangkasan dilakukan overlapping untuk menghindari scalping. Lebar pemangkasan diperoleh dengan cara mengukur lebar pemangkasan tiap lintasan. Pada pengujian di lapangan rumput Bermuda, lebar pemangkasannya adalah 0.32 m atau selisih 0.09 m dari diameter ujung terluar mata pisau paling rendah.

Kecepatan maju dari Potrum BBE-02 diperoleh dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan untuk memangkas pada lintasan yang lurus. Panjang lintasan lurus yang digunakan untuk pengujian adalah 7.5 m, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melintasinya agar rumput terpangkas adalah 14.7 detik, dan kecepatannya adalah 0.54 m/detik2. Jadi, kapasitas lapangan teoritis Potrum BBE-02 adalah 634 m2/jam dan efisiensinya adalah 78%.

Pengujian juga dilakukan di lapangan rumput yang ditanami rumput Gajahan. Efisiensi dari Potrum BBE-02 pada lapangan rumput Gajahan adalah 70%. Nilai tersebut diperoleh dari perbandingan kapasitas lapangan efektif sebesar 376 m2/jam dan kapasitas lapangan teoritis sebesar 534 m2/jam.

Bahan bakar yang digunakan pada pengujian di lapangan rumput Gajahan sebanyak 150 ml atau 0.15 l. Sedangkan waktu total yang dibutuhkan untuk


(51)

38 memangkas lahan seluas 35 m2 tersebut adalah 5.59 menit atau 0.09 jam. Dengan demikian konsumsi bahan bakarnya adalah 1.61 l/jam.

Efisiensi pemangkasan rumput pada lapangan rumput Bermuda lebih tinggi daripada Gajahan. Hal tersebut terjadi karena kecepatan maju dari Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda lebih cepat dari Gajahan.

Tabel 4. Perbandingan KLT, KLE, dan efisiensi lapangan Potrum BBE-02, Potrum BBE-01 (Putra, 2009), Potrum SRT-03 (Wirawan, 2008), dan mesin pemangkas yang ada di pasaran (Wirawan, 2008) pada lapangan rumput Bermuda dengan pola pemangkasan kontinyu

Jenis mesin pemangkas rumput

KLT (m2/jam)

KLE (m2/jam)

Efisiensi (%)

Potrum BBE-02 638 492 78

Potrum BBE-01 335 245 73

Potrum SRT-03 318 126 39

Mesin pemangkas rumput

yang ada di pasaran 354 180 52

Tabel 5. Diameter lintasan ujung terluar mata pisau pada mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02, BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran

Jenis mesin pemangkas rumput

Diameter lintasan ujung terluar mata pisau

(cm)

Potrum BBE-02 38

Potrum BBE-01 33

Potrum SRT-03 40

Mesin pemangkas rumput

yang ada di pasaran 45

Kedua pengujian tersebut dilakukan pada pukul 10.00 WIB pada hari yang berbeda. Hal tersebut dilakukan agar rumput yang terpangkas dalam keadaan


(52)

39 kering. Kadar air dari rumput Bermuda dan Gajahan yang dipangkas adalah 74% dan 70%.

Pada Tabel 4. terlihat bahwa Potrum BBE-02 memiliki kapasitas lapangan teoritis, efektif dan efisiensi yang berbeda dengan mesin pemangkas Potum BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan spesifikasi dari masing-masing mesin pemangkas tersebut. Diameter lintasan ujung terluar mata pisau yang menggambarkan lebar pemangkasan dan kecepatan maju rata-rata mesin pemangkas adalah dua spesifikasi mesin pemangkas yang berpengaruh terhadap kapasaitas lapangan mesin tersebut. Tabel 5. menunjukkan diameter lintasan ujung terluar mata pisau mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02, BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran.

Gambar 26. Grafik perbandingan efisiensi kapasitas lapangan beberapa mesin pemangkas rumput di lapangan rumput Bermuda

Perbandingan antara nilai kapasitas lapangan efektif dan teoritis atau efisiensi dari Potrum BBE-02 adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan empat mesin pemangkas rumput lainnya yaitu 78% (Gambar 26.). Hal tersebut terjadi karena total waktu yang hilang pada pengoperasian Potrum BBE-02 lebih kecil dari mesin pemangkas rumput lainnya. Waktu hilang saat pemangkasan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

BBE-02 BBE-01 Mesin pemangkas rumput di pasaran

SRT-03

E

fi

si

en

si

(%)


(53)

40 terjadi pada saat mesin pemangkas rumput beroperasi tapi tidak memangkas rumput. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Potrum BBE-02 memiliki kinerja yang lebih baik dari pada mesin pemangkas rumput Potrum BBE-01, SRT-03, dan yang ada di pasaran. Potrum BBE-01, mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran, dan Potrum SRT-03 memilki efisiensi 73%, 52%, dan 39%.

4.3. Kualitas Visual Lapangan Rumput

Pemangkasan adalah salah satu kegiatan utama dalam budidaya rumput. Kegiatan tersebut akan mempengaruhi kualitas lapangan rumput, yaitu kualitas visual dan kualitas fungsional. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perubahan kualitas visual lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02 dan perlakuan bio-clippings atau meninggalkan clippings di lapangan. Perubahan tersebut juga akan dibandingkan dengan pemangkasan dengan Potrum SRT-03. Karakteristik kualitas visual yang diamati adalah densitas dan warna.

Gambar 27. Grafik peningkatan densitas rumput Bermuda

Pemangkasan akan meningkatkan densitas rumput (Turgeon, 1991). Setelah melakukan pengamatan selaman tiga minggu terhadap densitas rumput Bermuda,

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

D en si ta s R um put (b at an g/ 25c m 2) Hari


(54)

ke-41 diperoleh data perubahan densitas (Lampiran 4.). Seperti terlihat pada Gambar 27. rata-rata densitas rumput selama pengamatan yaitu hari ke-1, ke-4, ke-7, ke-10, ke-14, dan ke-18 setelah rumput berumur 8 minggu adalah 34 batang/25 cm2, 37 batang/25 cm2, 57 batang/25 cm2, 66 batang/25 cm2, 73 batang/25 cm2 dan 74 batang/25 cm2. Peningkatan densitas juga mempengaruhi yield, secara bertahap terjadi peningkatan yield dari minggu pertama, minggu kedua, sampai minggu ketiga pengamatan. Pada minggu pertama, yield yang dihasilkan adalah 0.056 kg/m2, 0.073 kg/m2 pada minggu kedua, dan 0.080 kg/m2 pada minggu ketiga. Lapangan rumput tersebut dipangkas secara teratur dengan Potrum BBE-02, dipupuk, dan diairi secara teratur. Dengan demikian, penggunaan Potrum BBE-02 secara teratur pada lapangan rumput Bermuda dapat meningkatkan kualitas visual lapangan rumput.

Gambar 28. Perubahan warna lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02

Selain densitas rumput, warna juga menjadi salah satu karakteristik kualitas visual lapangan rumput yang diamati. Dari hasil pengamatan, lapangan rumput akan mengalami perubahan warna setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02. Perubahan warna tersebut dapat dilihat pada Gambar 28. Warna lapangan rumput akan kembali seperti semula tiga hari setelah pemangkasan.

Kode warna pada color pocket yang sesuai dengan warna lapangan rumput Bermuda setinggi 4 cm sebelum dipangkas adalah 7.5 GY L.2. Kode tersebut sesuai dengan kode RGB 51 85 3. Setelah dipangkas dengan tinggi pangkas 3 cm, warna lapangan rumput menjadi lebih terang dengan kode RGB 49 144 5 atau setara dengan 10 YP. Setelah itu, warna lapangan rumput menjadi lebih gelap menuju ke warna sebelum pemangkasan. Satu hari setelah pemangkasan, kode RGB yang menunjukkan warna lapangan rumput adalah 55 96 3 atau 7.5 YP


(55)

42 untuk kode pada color pocket. Kode warna yang setara dengan kondisi lapangan rumput dua hari setelah pemangkasan adalah 2.5 GY L.2 sama dengan RGB 51 85 3.

Gambar 29. Grafik densitas rumput di lahan A, B, C, dan D

Pada grafik di Gambar 29. terjadi perubahan densitas rumput pada semua kondisi lahan yang telah dirancang untuk mengetahui pengaruh ukuran clippings

terhadap ketersedian nitrogen. Nitrogen adalah nutrisi paling banyak dibutuhkan rumput. Densitas adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui respon rumput terhadap nitrogen selain warna dan yield (Turgeon, 1999).

Gambar 29. menunjukkan bahwa lahan D yang dipangkas Potrum SRT-03 dengan perlakuan menampung clippings mempunyai densitas rumput yang paling tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa pengembalian clippings ke lahan akan mengembalikan kadar nitrogen ke dalam tanah (Kopp, 1999). Kandugan nitrogen dalam tanah dapat dilihat dari densitas rumput (Emmons, 2000). Penyimpangan tersebut terjadi karena kondisi lahan yang tidak mendapat cahaya matahari secara seragam di semua lahan. Agar dapat tumbuh dengan baik, rumput Bermuda membutuhkan cahaya matahari yang cukup. Seperti terlihat pada Gambar 30., sebagian lahan, yaitu lahan A, B, dan C

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

D en si ta s R um put (b at an g/ 25c m 2) Hari


(56)

43 tidak mendapat cahaya matahari di pagi hari karena dinaungi oleh pohon. Dengan demikian lahan A, B, dan C mendapat cahaya matahari lebih sedikit daripada lahan D sehingga pertumbuhannya lebih baik.

Gambar 30. Kondisi lahan di pagi hari

4.4. Suhu Permukaan Rumput

Menurut Emmons (2000), rumput dapat menurunkan suhu lingkungan. Untuk membuktikan pernyataan tersebut, dilakukan pengamatan terhadap suhu permukaan rumput dan suhu permukaan jalan aspal pada waktu yang sama. Setelah dilakukan pengamatan, seperti terlihat pada Tabel 6. Permukaan rumput memiliki suhu rata-rata yang lebih rendah daripada suhu rata-rata permukaan jalan aspal.

Tabel 6. Suhu permukaan rumput dan jalan aspal Waktu Rumput Jalan Aspal

10.00 33.93 36.65

11.00 35.65 43.80

12.00 38.28 51.48

13.00 37.85 47.40


(1)

iv dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan dengan Potrum BBE-2 terhadap kualitas visual rumput.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Potrum BBE-02 dapat memangkas rumput Bermuda Tiffway 146 dan Gajahan dengan baik. Setelah dipangkas rumput menjadi lebih seragam dan rata. Rata-rata panjang clippings yang dihasilkan Potrum BBE-02 adalah 0.9 cm atau setengah bagian dari clippings Potrum SRT-03 yang mencapai 2.0 cm.

Kinerja Potrum BBE-02 lebih baik dari Potrum BBE-01 (Putra, 2009), SRT-03 (Wirawan, 2008), dan mesin yang berada di pasaran (Wirawan, 2008). Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai efisiensi pemangkasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Potrum BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran. Kemudahan dalam pengoperasian baik pada lintasan lurus dan saat belok adalah faktor yang berpengaruh terhadap nilai efisiensi Potrum BBE-02. Kemudahan tersebut mengurangi total waktu yang hilang dalam pemangkasan sehingga efisiensinya menjadi tinggi. Kapasitas lapangan efektif, kapasitas lapangan teoritis, dan efisiensi pemangkasan Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda adalah 491.70 m2/jam, 634.15 m2/jam, dan 78%. Di lapangan rumput Gajahan, kapasitas lapangan efektif, kapasitas lapangan teoritis, dan efisiensi pemangksan Potrum BBE-02 adalah 375.77 m2/jam, 533.99 m2/jam, dan 70%.

Kualitas visual rumput mendapat pengaruh positif akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02. Densitas rumput di lapangan rumput Bermuda yang dipangkas secara teratur meningkat dari 34 batang/25 cm2 menjadi 74 batang/25 cm2 dalam waktu tiga minggu. Warna lapangan rumput menjadi lebih terang setelah dipangkas dan akan kembali pada warna semula atau menjadi lebih gelap setelah tiga hari.

Selain itu, dilakukan empat perlakuan yang berbeda terhadap lapangan rumput Bermuda untuk mengetahui pengaruh ukuran clippings yang ditinggalkan di lahan sebagai sumber nutrisi bagi rumput. Empat perlakuan tersebut adalah kombinasi dari dua jenis mesin pemangkas rumput yaitu Potrum BBE-01 dan Potrum SRT-03 yang menghasilkan clippings dengan ukuran berbeda serta clippings yang ditinggalkan di lahan dan ditampung ke dalam kantung penampung. Dari hasil pengamatan, pengaruh tersebut tidak terlihat nyata karena faktor alam yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca dan kondisi lahan.

Getaran yang terukur pada stang kemudi adalah 0.16 m/ss, jauh lebih kecil dari getaran pada Potrum BBE-01 yang mencapai 3.01 m/ss. Hal tersebut terjadi karena pada dudukan engine Potrum BBE-02 terdapat peredam getaran yang berfungsi mengurangi getaran. Dengan demikian, berdasarkan getaran yang ditimbulkan, waktu pengoperasian Potrum BBE-02 yang diijinkan adalah 10 jam, jauh lebih lama dari Potrum BBE-01 yang hanya 0.25 jam.

Intensitas kebisingan yang diterima operator saat mengoperasikan Potrum BBE-02 adalah yang paling tinggi diantara Potrum lainnya dan mesin pemangkasa yang ada di pasaran yaitu 98.8 dB. Oleh sebab itu, berdasarkan standar OSHA lama yang diijinkan untuk mengoperasikan alat ini hanya 2.36 jam. Untuk mengurangi intensitas kebisingan yang diterima operator, operator disarankan untuk menggunakan tutup telinga.


(2)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan oleh Hj. Marsiah di Cianjur pada tanggal 2 Oktober 1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1993, penulis masuk sekolah dasar di SDN 1 Cipanas, setelah menyelesaikan sekolah di TK As Saidiyah. Selama tiga tahun, dari 1999 sampai dengan 2002 penulis tercatat sebagai siswa MTs Al Musaddadiyah, Garut. Sebelum menjadi mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis adalah siswa SMAN 3 Bogor lulusan tahun 2005. Sebagai penerima beasiswa SPP++, pada tahun 2007, penulis menjadi pendamping UKM. Selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2008 dan 2009, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik di semester genap. Selama satu tahun, yaitu pada tahun 2009, penulis aktif sebagai pengurus Agricultural Engineering Design Club. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung selama dua bulan. Setelah itu penulis membuat laporan praktek lapangan dengan judul ”Mekanisasi pada Budidaya Tanaman Nanas di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung”. Setelah melakukan penelitian selama satu bulan, penulis menulis skripsi dengan judul ”Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput POTRUM BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)”


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjat kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Salah satu karuni-Nya adalah skripsi dengan judul ”Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)” yang dapat diselesaikan penulis sebagai syarat menyelesaikan pendidikan di Departemen Tenik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Berbagai macam bantuan dari banyak pihak telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian serta penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSAE. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Mama serta adik-adik (Seha, Resa, dan Rika) atas semua dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan,

3. Toto Romansyah, Amd. atas semua dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan,

4. Reza Pahlevi dan Hadi Sucipto, teman seperjuangan Potrum BBE-02, 5. TEP 42 atas semua bantuan, dukungan, serta doa yang telah diberikan, 6. Keluarga besar Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan 7. Kim dan keluarga Putri Arum atas doa dan dukungan yang telah diberikan,

Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih, semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, September 2009


(4)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Jenis dan Karakteristik Rumput Lansekap ... 4

2.2. Rumput Bermuda ... 5

2.3. Rumput Gajahan ... 6

2.4. Pemangkasan ... 6

2.5. Mesin Pemangkas Rumput ... 8

2.6. Mesin Pemangkas Rumput Potrum SRT-03 ... 9

2.7. Mesin Pangkas Rumput BBE-01 ... 9

2.8. Mesin Pangkas Rumput BBE-02 ... 11

2.9. Perancangan ... 12

2.10. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput ... 13

2.11. Kualitas rumput ... 14

2.12. Getaran ... 15

2.13. Kebisingan ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19


(5)

vii

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Rancangan penelitian ... 21

3.4. Prosedur Penelitian ... 21

3.4.1. Persiapan mesin pemangkas rumput... 21

3.4.2. Persiapan tempat pengujian ... 22

3.4.3. Uji fungsional Potrum BBE-02 ... 24

3.4.4. Pengukuran kinerja Potrum BBE-02 ... 26

3.4.5. Pengukuran kualitas visual lapangan rumput Bermuda ... 27

3.4.6. Pengukuran getaran ... 29

3.4.7. Pengukuran suhu permukaan rumput ... 30

3.4.8. Pengukuran kebisingan ... 30

3.4.9. Laporan ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Fungsi Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 ... 33

4.2. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02... 37

4.3. Kualitas Visual Lapangan Rumput ... 40

4.4. Suhu Permukaan Rumput ... 43

4.5. Getaran ... 44

4.6. Kebisingan ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran... 50


(6)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Enam jenis rumput lansekap ... 4

Gambar 2. Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran ... 8

Gambar 3. Proses pengembangan Potrum BBE-01 ... 10

Gambar 4. Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dengan kantung penampung (A) dan dengan clippings guard (B) ... 11

Gambar 5. Diagram proses perancangan ... 12

Gambar 6. Daily exposure graph (Lache, 2007) ... 16

Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian ... 21

Gambar 8. Potrum BBE-02 ... 22

Gambar 9. Potrum SRT-03... 22

Gambar 10. Pengolahan tanah pada penyiapan lapangan rumput Bermuda ... 23

Gambar 11. Pertumbuhan rumput Bermuda ... 24

Gambar 12. Ilustrasi pengukuran tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan25 Gambar 13. Pola kontinyu ... 26

Gambar 14. Rancangan lahan penelitian ... 27

Gambar 15. Alat (A) dan metode (B) pengukuran densitas ... 28

Gambar 16. Color pocket ... 28

Gambar 17. Metode pengukuran percepatan getaran dengan vibrationmeter... 29

Gambar 18. Pengukuran suhu permukaan rumput ... 30

Gambar 19. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada engine (A) dan vibrationmeter (B) ... 31

Gambar 20. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada telinga (A) dan pada jarak 2 m (B) ... 31

Gambar 21. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m ... 32