BAB 3
SEJARAH SINGKAT KABUPATEN DAIRI
3.1 Sejarah Singkat Kabupaten Dairi
Sejarah kabupaten Dairi banyak mengalami perubahan-perubahan dalam wilayah atau pun daerah, maupun pemerintahan.
3.1.1 Sebelum Penjajahan Belanda.
Pemerintahan di daerah Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan wilayahdaerah Otonom, tetapi kehadiran
sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-raja Adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh
Raja EkutenTakal Aur Suak dan Pertaki sebagai Raja-raja Adat merangkap sebagai Kepala Pemerintahan.
Adapun struktur pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Raja Ekuten, sebagai Pemimpin satu wilayah suak atau yang terdiri dari
beberapa sukukutakampung. Raja Ekuten disebut juga Takal Aur, yang merupakan Kepala Negeri.
2. Pertaki, sebagai pemimpin satu Kuta atau Kampung, setingkat di bawah Raja
Ekuten. 3.
Sulang Silima, sebagai Pembantu Pertaki pada setiap Kuta Kampung, yang terdiri dari :
a. Perisang-isang
b. Perekur-ekur
c. Pertulan tengah
d. Perpunca Ndiadep
e. Perbetekken.
3.1.2 Masa Penjajahan Belanda.
Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa Raja Sisingamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di daerah Dairi, karena
wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan
meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi. Beliau wafat pada tgl. 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah Komandan Batalion
Marsuse Belanda, Kapten Cristofel.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang
sangat cepat. Dengan mengacu pada sistim dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda, maka Dairi saat itu ditetapkan sebagai suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang
Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk PribumiBumi Putra. Kedua Pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen
dan Demang Der Dairi Landen.
Selama penjajahan Belanda inilah daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, karena politik penjajahan Kolonial Belanda yang membatasi
serta menutup hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu : 1.
Tongging, menjadi wilayah Tanah Karo; 2.
Manduamas dan Barus, menjadi wilayah Tapanuli Tengah; 3.
Sienem Koden Parlilitan, menjadi wilayah Tapanuli Utara; 4.
Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang, Runding dan Singkil menjadi wilayah Aceh.
3.1.3 Masa Pemerintahan Jepang.
Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan Bala
Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam 3 Bagian yaitu : 1.
Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat yang berkedudukan di Jakarta;
Universitas Sumatera Utara
2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan Angkatan
Darat yang berkedudukan di Bukit Tinggi;
3.
Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut, yang berkedudukan di Makassar
.
3.1.4
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan diproklamirkan tgl. 17 Agustus 1945, maka Pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan
Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk, oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tgl. 19 Agustus 1945 menetapkan Daerah
Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 delapan Propinsi yang masing- masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi dibagi dalam Keresidenan
yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah.
Perubahan struktur pemerintahan setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia serta pemulihan keamanan bahwa Kecamatan tetap 8 delapan,
kewedanaan dihapus, kenegerian dan kampung berjalan sebagaimana biasa. Bulan Maret 1950 Gubernur Propinsi Tapanuli Sumatera Timur menetapkan bahwa :
Kabupaten-kabupaten administratif dibubarkan dan Kabupaten Dairi dikembalikan ke Daerah Hukum Tapanuli Utara. Dengan SK Komandan Sektor IIIVII tanggal 28
Januari 1949 Nomor : SUIII337; ditetapkan susunan kehakiman Tentara yang diketuai Mayor Selamat Ginting.
Universitas Sumatera Utara
Setelah terbentuknya Pemerintah Militer Kabupaten Dairi yang dipimpin G.B. Pinem dengan Sekretaris Bontasius Simangunsong dengan Pengatur Usaha; J. S.
Meliala, Juru Usaha Mantas Tarigan dan staf Hanjah Nababan.
3.1.5 Perjuangan Pembentukan Daerah Otonom.
Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan Daerahnya sebagai Kabupaten yang Otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus
pertama kali Tokoh Masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai Tahun 1964 dan
saat itu Tokoh Masyarakat, Mangantar Dairi Solin dkk diutus dan berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkannya di Departemen Dalam Negeri. Akhirnya
pertimbangan persetujuan pembentukan daerah Otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh Pemerintah Pusat cq. Menteri Dalam Negeri saat itu Bpk. Sanusi Harjadinata
yang pada tahun itu menyetujui Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.
Dalam situasi tersebut dikeluarkanlah Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964 tgl. 13 Pebruari 1964
tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku surut sejak tgl. 1 Januari 1964. Untuk mempersiapkan pembentukan DPRD Dairi dan pemilihan
Bupati yang defenitif, maka diangkatlah Rambio Muda Aritonang sebagai Pejabat Bupati KDH Dairi dan setelah beliau selesai menyusun anggota DPRD sebanyak 20
orang, dilanjutkan dengan pemilihan Bupati . Saat itu terpilihlah Mayor Raja Nembah
Universitas Sumatera Utara
Maha, yang memperoleh suara terbanyak menjadi Bupati KDH Tingkat II Dairi dan Wal Mantas Habeahan tepilih sebagai Sekretaris Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi , yang berlaku surut mulai tgl. 1 Januari 1964,
maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 delapan Kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang;
2. Kecamatan Sumbul , ibukotanya Sumbul;
3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga;
4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh;
5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak;
6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai.
7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil.
8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja;
9. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah.
Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah, maka sesuai ketentuan Pasal 75 UU dimaksud
ditetapkan bahwa pembentukan, nama, batas, sebutan, ibukota wilayah administratif termasuk Kecamatan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Mekanisme pembentukan
Kecamatan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138-210 Tahun 1982 tgl. 3 Maret 1982 tentang Tata Cara Pembentukan Kecamatan Kecamatan serta
Universitas Sumatera Utara
Surat Edaran Mendagri Nomor 1382603PUOD tgl. 7 Juli 1981, perihal : Prosedur Penyelesaian Masalah Pembentukan Wilayah Kecamatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992, yang mengatur tentang Pembentukan Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Siempat Nempu Hulu dan
Pegagan Hilir, maka ketiga Kecamatan tersebut disahkan menjadi Kecamatan defenitif dan diresmikan secara terpusat pada tgl. 19 Oktober 1992 di Kecamatan Pagaran
Kabupaten Tapanuli Utara.
Wilayah Kabupaten Dairi sejak tgl. 19 Oktober 1992 berjumlah 12 dua belas Kecamatan definitif yaitu :
1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang;
2. Kecamatan Sumbul , ibukotanya Sumbul
3. Kecamatan Silima Pungga-pungga, ibukotanya Parongil
4. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja
5. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga
6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh
7. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak ;
8. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai ;
9. Kecamatan Parbuluan, ibukotanya Sigalingging;
10. Kecamatan Pegagan Hilir , ibukotanya Tigabaru.
11. Kecamatan Siempat Nempu Hulu, ibukotanya Silumboyah;
12. Kecamatan Siempat Nempu Hilir, ibukotanya Sopo Butar.
Universitas Sumatera Utara
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah mengamanatkan agar sebagian besar kewenangan pemerintahan diatur
dan diurus oleh Daerah Otonom KabupatenKota. Salah satu kewenangan Daerah yang cukup penting dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat adalah
kewenangan dalam penataan dan pembentukan wilayah-wilayah kerja pemerintahan seperti: pembentukan Kecamatan, Kelurahan maupun Desa. Berdasarkan ketentuan
Pasal 66 ayat 6 UU dimaksud telah ditetapkan bahwa Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dengan demikian wilayah pemerintahan Kabupaten Dairi terdiri dari 16 enam belas Kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang;
2. Kecamatan Sumbul , ibukotanya Sumbul
3. Kecamatan Silima Pungga-pungga, ibukotanya Parongil
4. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja
5. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga
6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh
7. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak ;
8. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai ;
9. Kecamatan Parbuluan, ibukotanya Sigalingging;
10. Kecamatan Pegagan Hilir, ibukotanya Tigabaru;
11. Kecamatan Siempat Nempu Hulu dengan ibukotanya Silumboyah;
12. Kecamatan Siempat Nempu Hilir dengan ibukotanya Sopo Butar.
13. Kecamatan Lae Parira, ibukotanya Lae Parira;
14. Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, ibukotanya Sibande.
Universitas Sumatera Utara
15. Kecamatan Gunung Sitember, ibukotanya Gunung Sitember.
16. Kecamatan Berampu, ibukotanya Berampu.
Berdasarkan uraian singkat perkembangan wilayah pemerintahan di Kabupaten Dairi sejak kemerdekaan tersebut di atas, maka fenomena pemerintahan
yang cukup menarik dicermati adalah keterlambatan pengembangan wilayah pemerintahan, khususnya pembentukan Kecamatan pada wilayah eks Kewedanaan
Simsim dahulu, dengan segala konsekwensinya dalam bidang pemerintahan, pelaksanaan pembangunan serta pembinaan masyarakat.
Pada kenyataannya bahwa sejak terbentuknya Kabupaten Dairi Tahun 1947, wilayah eks Kewedanaan Simsim atau wilayah Onder District Van Simsim pada masa penjajahan
Belanda dahulu Kecamatan Salak dan Kecamatan Kerajaan, baru setelah 53 Tahun berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Dairi yang dapat dimekarkan
hanya Kecamatan Salak pada Tahun 2000, dengan membentuk Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe berdasarkan Peraturan Daerah Kab. Dairi No. 33 tahun 2000. Pembentukan Kecamatan
dimaksud baru bisa terwujud setelah berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, walaupun pada dasarnya telah lama diusulkan pada masa
berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET
4.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik di Indonesia