16 cukup tinggi sehingga menguntungkan petani, mempraktekan tindakan konservasi
tanah dan air yang tepat dan menggunakan teknologi yang terjangkau oleh petani. Usahatani merupakan suatu industri biologis yang memanfaatkan materi dan
proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem mulai dari subsistem praproduksi, produksi, panen,
pascapanen, distribusi, dan pemasaran Adnyana, 2001. Suatu sistem usahatani dikatakan berkelanjutan jika dalam pengelolaannya menerapkan teknologi maju
yang ramah lingkungan atau tidak menimbulkan eksternalitas negatif pada lingkungan, baik lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi, pada
tingkat mikro maupun makro. Menurut Adnyana 2001 beberapa strategi yang dapat diterapkan sebagai
suatu upaya untuk mewujudkan sistem usahatani berkelanjutan, yaitu: 1. Sistem usahatani yang ingin dicapai sedapat mungkin diwujudkan melalui
pemanfataan sumberdaya internal untuk mensubstitusi penggunaan sumberdaya eksternal.
2. Mengurangi penggunaan pupuk buatan yang bersumber dari sumberdaya yang tidak dapat pulih pupuk anorganik.
3. Menekan intensitas penggunaan pestisida dan herbisida serta penerapan pengendalian hama terpadu PHT secara massal.
4. Memperluas penerapan rotasi tanaman dan diversifikasi horizontal untuk meningkatkan kesuburan tanah, pengendalian hama dan penyakit,
meningkatkan produktifitas dan menekan resiko. 5. Mempertahankan residu tanaman maupun input eksternal serta penanaman
tanaman penutup tanah guna mempertahankan kelembaban dan kesuburan tanah.
2.2. Perubahan Penggunaan Lahan
Terminologi penggunaan lahan dan tutupan lahan adalah dua hal berbeda yang mendapatkan perhatian dalam studi perubahan penggunaan dan tutupan
lahan. Tutupan lahan merupakan kondisi biofisik dari permukaan dan lapisan tipis di bawah permukaan bumi Turner, et al. 1995. Penggunaan lahan merupakan
suatu keadaan dan intensitas manipulasi dari atribut biofisik suatu lahan tutupan
17 lahan. Manipulasi lahan diterjemahkan sebagai “untuk apa suatu lahan lahan
dikelola” Turner, et al. 1995. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan pengelolaan lahan oleh manusia Turner dan Meyer
1994. Skole 1994 menjelaskan secara lebih luas dengan menyatakan bahwa
penggunaan lahan merupakan pengelolaan dari suatu tipe tutupan lahan, dalam arti bahwa terdapat suatu aktivitas pengelolaan oleh manusia dalam kerangka
menghasilkan suatu produksi yang ditentukan oleh kompleksitas faktor sosial ekonominya. Penjelasan yang rinci menyatakan bahwa penggunaan lahan
melibatkan fungsi dan kegunaan pengelolaan suatu lahan oleh populasi manusia lokal dan dapat didefinisikan sebagai aktivitas manusia yang secara langsung
berhubungan dengan lahan, memanfaatkan sumberdayanya atau melakukan penggarapan atas lahan tersebut FAO 1995.
Dalam menganalisis perubahan lahan adalah penting memberi penjelasan tentang terminologi perubahan untuk mendeteksinya dalam dunia nyata. Pada
umumnya perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai secara kuantitatif perubahan besaran bertambah atau berkurang dari suatu jenis penggunaan atau
tutupan lahan. Perlu dicatat bahwa pendeteksian dan pengukuran perubahan tergantung pada level ruang spasial: semakin tinggi detil dari level spasial,
semakin besar luas perubahan penggunaan lahan yang dapat dicatat dan direkam Briassoulis 1999.
Perubahan penggunaan maupun tutupan lahan melibatkan 2 unsur penting, yaitu: a konversi, yaitu perubahan dari satu jenis penggunaantutupan ke jenis
penggunaantutupan lainnya; dan b modifikasi, yaitu penggunaan atau perubahan pada lahan tertentu tanpa mengubah secara keseluruhan dari fungsi
atau jenis lahan tersebut, seperti mempertinggi intensitas pemanfaatan atau perubahan dari hutan alami menjadi tempat rekreasi tanpa mengubah kondisi
tutupan. Pada perubahan tutupan lahan, biasanya merupakan hasil dari proses alami, seperti variasi iklim, erupsi vulkanik, perubahan jalur sungai atau
kedalaman laut, dan sebagainya. Perubahan penggunaan lahan merupakan akibat dari kegiatan mengkonversi tutupan lahan atau mengubahnya menjadi kondisi lain
secara kualitatif; kegiatan memodifikasi atau mengubah kondisi tanpa
18 mengkonversi secara keseluruhan atau kegiatan mempertahankan kondisi suatu
tutupan lahan dari unsur-unsur peubah alaminya Turner dan Meyer, 1994. Jones dan Clark 1997 menyatakan bahwa terdapat 4 tipologi kualitatif dari perubahan
penggunaan lahan, yaitu: intensifikasi, ekstensifikasi, marjinalisasi, dan pengabaian.
Faktor-faktor pendorong perubahan penggunaan lahan biasanya terbagi dalam 2 kategori, yaitu kondisi bio-fisik dan kondisi sosial-ekonomi. Faktor bio-
fisik melibatkan karakteristik dan proses ekologi alamiah seperti cuaca dan variasi iklim, bentukan lahan, topografi, proses geomorfik, erupsi vulkanik, suksesi
tumbuhan, jenis tanah, pola aliran, dan ketersediaan sumberdaya alam. Faktor sosial-ekonomi melibatkan persoalan demografi, sosial, ekonomi, politik dan
kelembagaan, serta proses-proses yang terjadi di dalamnya seperti perubahan penduduk, perubahan struktur industri, perubahan teknologi, kebijakan
pemerintah, dan sebagainya. Faktor bio-fisik biasanya tidak mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara langsung, kebanyakan hanya menyebabkan
terjadinya perubahan pada tutupan lahan, atau mempengaruhi keputusan pengelolaan terhadap lahan tersebut. Keputusan pengelolaan terhadap suatu
tutupan lahan menjadi faktor perubahan yang berkaitan dengan aktivitas manusia. Dampak perubahan penggunaan lahan secara luas dikategorikan dalam dua
hal, yaitu dampak ekologi dan dampak sosial-ekonomi. Dampak yang disebutkan pertama sering lebih mendapat perhatian yang lebih besar daripada yang kedua.
Salah satu alasannya adalah bahwa dampak dampak sosial ekonomi lebih halus, jangka panjang, dan tidak begitu nyata Briassoulis 1999. Akan tetapi perlu
dicatat bahwa dampak ekologi dan sosial-ekonomi tersebut memiliki hubungan yang sangat dekat: dampak ekologi mempengaruhi dampak sosial ekonomi dan
kembali mempengaruhi dampak ekologi feedback. Analisis perubahan penggunaan lahan telah memperoleh perhatian luas dari
beragam disiplin ilmu yang melahirkan berbagai pendekatan teoritis. Menurut Briassoulis 1999 bahwa secara umum dapat dikelompokkan dalam 3 tradisi
kategori teori yaitu: Ekonomi Kota dan Wilayah serta Ilmu Wilayah Urban and Regional Economics and Regional Science
; Sosiologi dan Politik Ekonomi Sociological and Political Economy; dan Ekologi-Masyarakat Nature-Society
19 atau Man-Environment atau Human-Nature. Kategori ketiga, yang digunakan
sebagai dasar dari penelitian ini, adalah kategori yang sangat terbuka dan bersifat multidisiplin karena: pertama, ilmu sosial yang digunakan sebagai dasar dapat
didefinisikan secara sempit maupun longgar; dan kedua, beberapa teori dalam kategori pertama dan kedua yang berhubungan dengan penjelasan perilaku
manusia dapat digunakan sebagai bagian dari analisisnya Briassoulis 1999. Konstruksi dan metodologi yang digunakan ditarik dari beragam disiplin ilmu
untuk menjelaskan hubungan antara manusia dan sistem ekologinya, terutama tentang keseimbangan penggunaan lahan dan manusia.
Salah satu teori dari kategori ekologi-masyarakat telah dikembangkan oleh Cocosis 1991 yang menyebutnya dengan istilah teori keseimbangan ekologi
ecological equilibrium, memfokuskan perhatian atas suatu lahan atau wilayah pada empat faktor, yaitu penduduk, sumberdaya, teknologi, dan kelembagaan
yang secara konstan berada dalam keadaan keseimbangan dinamik. Pada konsep ini, perubahan penggunaan lahan merupakan hasil dari perubahan dan distribusi
penduduk, inovasi teknologi dan restrukturisasi ekonomi, kebijakan dan organisasi sosial. Secara matematis, elemen dasar teori keseimbangan ekologi ini
dapat ditulis sebagai I=PAT yang menghubungkan antara dampak ekologi I = Impact
dengan penduduk P = Population, kesejahteraan A = Affluence, dan teknologi T = Technology.
Beberapa pengembangan dari teori ini dapat dilihat seperti dalam model dinamis dunia yang melibatkan interaksi unsur-unsur penduduk, produksi, polusi,
dan sumberdaya Forrester, 1971. Manning 1988 telah mengajukan kerangka analisis yang lebih detil dengan menjelaskan interaksi antara faktor-faktor bio-
fisik dan sosial-ekonomi dari penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan. Pengembangan model matematis dampak ekologi yang dikhususkan pada dampak
penggunaan lahan telah digunakan dalam studi yang dilakukan oleh Turner et al. 1990, Brouwer et al. 1991, dan Heilig 1996.
Proses penataan ruang wilayah akan sangat terkait dengan perencanaan penggunaan lahan. Hal ini karena perencanaan penggunaan lahan adalah salah
satu alat pertimbangan untuk memberikan rekomendasi pada proses pemanfaatan ruang wilayah. Perencanaan penggunaan lahan adalah proses yang dimulai dari
20 inventarisasi kondisi lahan, penilaian terhadap faktor pembentuk tanah,
memprediksi potensi pemanfaatannya, serta penilaian terhadap kesesuaian atau kemampuan dan nilai lahan land value dengan mempertimbangkan faktor-faktor
pembatasnya. Analisis ini menghasilkan daya dukung lahan kualitas lahan. Selanjutnya
daya dukung
lahan ini
diprediksi ke
depan dengan
mempertimbangkan aspek pemanfaatannya untuk berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan pengembangan wilayah, yang pada akhirnya dapat merekomendasikan
kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan pemanfaatan ruang. Sitorus 2004 mengatakan pentingnya upaya perencanaan penggunaan
lahan land use planning. Perencanaan penggunaan lahan ini sangat penting utuk mengetahui optimasi daya dukung dan manfaat lahan setelah melalui proses
inventarisasi dan penilaian keadaankondisi lahan status, potensi, dan pembatas- pembatas suatu daerah tertentu dan sumberdayanya yang berinteraksi dengan
penduduk setempat atau dengan yang lainnya yang menghendaki agar daerah tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ruang kegiatan di masa
yang akan datang. Keadaan ini menunjukan suatu proses analisis yang menghasilkan optimasi pemanfaatan lahan dan dapat dijadikan sebagai masukan
untuk proses penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang. Menurut Sitorus 2003 manfaat yang mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk
menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi nilai ekonominya. Prinsip memprediksi untuk
menghasilkan nilai ekonomi wilayah dimasa yang akan datang adalah prinsip perencanaan tata ruang.
Ketersediaan sumberdaya lahan sebagai ruang dimanapun selalu terbatas. Artinya berbagai unsur pembentuk lahan dan unsur pembentuk kesuburan tanah
ini mempunyai keterbatasan baik kualitasnya maupun potensinya. Tingkat produktivitas sumberdaya lahan yang tersedia maupun kualitas lahan di masing-
masing lokasi juga berbeda. Bila pemanfaatan sumberdaya lahan ini tidak diatur dan direncanakan dengan baik, maka kemungkinan besar akan terjadi pemborosan
manfaat sumberdaya lahan, dan lebih jauh akan terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup. Nilai ekonomis yang diharapkan bagi pengembangan wilayah
tidak akan tercapai dan yang akan terjadi justru kerusakan lingkungan baik
21 renewable
maupun yang non-renewable yang justru akan menjadi pembiayaan yang lebih besar.
Sebaliknya, bila ada pengaturan dalam bentuk rencana tata ruang melalui optimasi kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan buatan yang ada dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung wilayah kemudian dilakukan prediksi pemanfaatannya untuk kebutuhan masa yang akan datang, maka akan
tercapai sinergi antar berbagai jenis kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dengan fungsi lokasi, kualitas lingkungan, dan estetika wilayah. Pemanfaatan
ruang wilayah yang berbasis mengoptimasikan pemanfaatan sumberdaya alam, buatan dan lingkungan mempunyai tujuan agar terjadi pengembangan wilayah
yang terus berlanjut secara berkesinambungan Djakapermana dan Djumantri, 2002.
2.3 Sistem Usahatani Lahan Kering