72 Jambi yang dibangun hampir pada waktu yang bersamaan dengan pembangunan
permukiman transmigrasi di Batumarta. Pola penyediaan lahan bagi transmigran ada dua kelompok utama, yaitu:
Pertama , pola 5 ha, yang terdiri dari LP 0.25 ha, LU I 0.75 ha, LU-II 2 ha,
LU-cadangan 1 ha, dan Lahan Karet 1 ha. Kedua, pola 3.50 ha, yang terdiri dari LP 0.25 ha, LU-I 1.00 ha, LU II 1.25 ha, dan Lahan Karet 1 ha.
Perkembangan usaha pertanian dan kebun karet di kawasan Batumarta secara spesifik diuraikan berikut ini:
4.5.1. Budidaya Tanaman Pangan dan Peternakan
Penempatan transmigran di Batumarta I-II IBRD I sudah dimulai sejak tahun 1976, sedangkan lokasi Batumarta XII IBRD III mulai ditempati pada
tahun 1983. Penempatan dilakukan sesuai dengan kemajuan pembangunan permukiman. Ketika ditempatkan, transmigran menerima jaminan hidup jadup
selama setahun. Pada saat yang sama transmigran memperoleh bantuan sarana produksi pertanian agar bisa membudidayakan tanaman pangan di LP dan LU-I.
Disamping usaha transmigran yang dominan dalam penanaman karet, juga diusahakan pertanian tanaman pangan. Budidaya tanaman padi menggunakan
sistem tumpangsari dengan kondisi lahan tanah kering. Umumnya produksi pertanian tanaman pangan tahun 1992-1993 rata-rata tanaman padi 1,2 tonha,
jagung 1,25 tonha, kacang tanah 1,32 tonha, ubi kayu 8 tonha, kacang hijau 0,62 tonha, kedelai 0,76 tonha. Tanaman perkebunan lainnya biasanya ditanam
sebagai tanaman sela baik di lahan pekarangan maupun di lahan usaha I. Praktek budidaya tanaman pangan pada umumnya menghadapi kendala
sebagai berikut: 1 Lapisan olah tanah terkelupas ketika dilakukan pembukaan lahan secara mekanis menggunakan alat berat. Tanah miskin bahan organik dan
berstruktur gumpal, yang memberikan kondisi tidak ideal bagi pertumbuhan akar tanaman pangan, dan 2 Ketika tanaman telah tumbuh, mengalami serangan
hama terutama babi, sebab lahan pangan itu berdampingan dengan calon LU II- III serta Lahan Karet, yang ketika itu masih bervegetasi hutan. Selain itu, para
transmigran juga menghadapi hambatan ‘budaya’. Transmigran pada umumnya adalah para buruh-tani, yang biasanya bekerja untuk melaksanakan perintah
73 majikan. Sekarang mereka harus membuat perencanaan sendiri untuk menggarap
lahan milik mereka sendiri. Untuk mengatasi persoalan teknis dan budaya itu, instansi yang menangani
ketransmigrasian maupun instansi teknis lainnya, menempatkan tenaga pendamping lapang. Pendamping itu bertugas untuk ‘menemani’ transmigran agar
bisa melakukan kegiatan pembelajaran sambil bekerja. Meski demikian, masa- masa awal penempatan itu benar-benar menjadi masa penuh cobaan dan
tantangan. Untuk mengatasi segala tantangan itu, tidak jarang para transmigran harus berhutang untuk mengadakan sarana produksi pertanian; karena hasil
produksi tahun berjalan hanya cukup untuk kebutuhan subsisten saja, namun tidak cukup untuk melakukan investasi pada musim berikutnya. Pada masa kritis ini,
ada juga transmigran yang tidak bisa bertahan dan ‘menjual lahannya’ kepada transmigran lain yang berhasil dengan harga relatif rendah.
Upaya pengembangan peternakan di kawasan transmigrasi Batumarta khususnya di IBRD I sudah mendapat bantuan pemerintah berupa sapi jenis bibit
Brahman Australia, Peranakan Ongol PO dan Bali dengan penyebaran pokok 4.864 ekor yang didistribusikan kepada 4.399 KK transmigran penggaduh,
sedangkan pada pada UPT Batumarta IBRD III dari penyebaran pokok sebesar 399 ekor saat ini sudah berkembang menjadi 865 ekor. Pemeliharaan dan
kegiatan penyuluhan mengenai usaha peternakan tersebut dilakukan secara koordinasi dengan Dinas Peternakan OKU. Jenis ternak lainnya seperti kambing,
ayam, itik merupakan swadaya masyarakat.
4.5.2. Pengembangan Areal Kebun Karet