pada bagian bawah kain. Proses ini dilakukan secara berulang-berulang sampai jahitan selesai sehingga dapat menghasilkan sebuah selendang.
4.4. Data Antropometri Perajin Sulaman Tangan
Data antropometri yang diambil merupakan data dimensi tubuh perajin yang digunakan sebagai standar evaluasi antara perajin dan fasilitas kerja yang akan
digunakan. Data antropometri tubuh ini diambil untuk menghasilkan suatu rancangan yang baik terhadap fasilitas kerja yang digunakan dalam bekerja.
Adapun hasil pengukuran antropometri perajin sulaman tangan yaitu sebanyak 26 orang dengan menggunakan Kursi Antropometri dapat dilihat pada lampiran 6.
Untuk menghasilkan perancangan yang baik maka data antropometri yang diambil harus diuji statistik untuk menunjukkan bahwa data antropometri tersebut
adalah seragam dan berdistribusi normal. Hal ini merupakan dasar yang dapat digunakan untuk menentukan persentil yang digunakan dalam perancangan sistem.
Dengan adanya pengujian terhadap data antropmetri ini akan lebih memperjelas dalam menentukan data apa saja yang tidak digunakan dalam perancangan.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, menunjukkan bahwa semua data antropometri telah berdistribusi normal. Adapun keadaan data antropometri perajin
sulaman dapat dilihat pada lampiran 7.
Universitas Sumatera Utara
4.5. Fasilitas Kerja
4.5.1. Fasilitas Kerja sebelum Perancangan
Pada penjahitan benang penyulaman, fasilita kerja yang dibutuhkan yaitu Pamedangan yang berfungsi untuk menjahitkan kain yang akan disulam.
4.5.2. Fasilitas Kerja sesudah Perancangan
Perancangan fasilitas kerja berupa kursi kerja dan pamedangan dengan memperhatikan dimensi yang sesuai dengan data antropometri perajin dalam range
menggunakan data ektrim terbesar , data ekstrim terkecil, data dengan persentil 5 th serta data dengan ukuran rata-rata atau persentil 50 th, agar semua perajin bisa
bekerja dengan leluasa, nyaman dan dapat mengurangi keluhan muskoloskeletal. Adapun fasilitas kerja yang dirancang yaitu kursi kerja dan pamedangan yang
disesuaikan dengan antropometri tubuh perajin sulaman. Adapun gambar rancangan fasilitas kerja yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Rancangan Fasilitas Kerja Kursi Kerja
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Rancangan Fasilitas Kerja Pamedangan
56,25cm
Universitas Sumatera Utara
Fasilitas kerja yang dirancang berupa kursi kerja dan meja kerja dengan ukuran sebagai berikut:
1. Tinggi kursi Berdasarkan dimensi tubuh, tinggi kursi disesuaikan dengan Tinggi Popliteal
mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari 50 persentil dapat menggunakan alat tersebut dengan
nilai ukuran 39,5 cm dibulatkan menjadi 40 cm. 2. Lebar kursi
Berdasarkan dimensi tubuh, lebar kursi disesuaikan dengan Lebar Bahu mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang dimensinya sama dengan
atau lebih rendah dari 50 persentil dapat menggunakan alat tersebut dengan nilai ukuran 45,12 cm dibulatkan menjadi 45,12 cm.
3. Kedalaman kursi Berdasarkan dimensi tubuh, kedalaman kursi disesuaikan dengan Panjang
Popliteal mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari 50 persentil dapat menggunakan alat tersebut
dengan nilai ukuran 45,25 cm dibulatkan menjadi 45 cm. 4. Tinggi sandaran punggung
Berdasarkan dimensi tubuh, tinggi sandaran punggung pada kursi disesuaikan dengan Tinggi Bahu Duduk mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang
dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari 50 persentil dapat
Universitas Sumatera Utara
menggunakan alat tersebut dengan nilai ukuran 52,8 cm dibulatkan menjadi 53cm.
5. Tinggi pamedangan Berdasarkan dimensi tubuh, tinggi pamedangan disesuaikan dengan Tinggi
Popliteal ditambah Tebal Paha. Tebal Paha mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang dimensinya sama atau lebih rendah dari persentil 50 dapat
menggunakan alat tersebut dengan ukuran 11,75. Karena keadaan pekerjaan sangat teliti, maka tinggi meja ditambahkan 5cm dari keadaan normal,
sehingga tinggi meja kerja pamedangan yaitu 56,25 cm dibulatkan menjadi 56 cm.
6. Lebar pamedangan Berdasarkan dimensi tubuh, lebar pamedangan disesuaikan dengan Jangkauan
Tangan mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari 50 persentil dapat menggunakan alat tersebut
dengan nilai ukuran 74,6 cm dibulatkan menjadi 75 cm. 7. Panjang pamedangan
Berdasarkan dimensi tubuh, panjang pamedangan disesuaikan dengan Jangkauan Tangan mengambil persentil 50 agar 50 populasi yang
dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari 50 persentil dapat menggunakan alat tersebut dengan nilai ukuran 150,65 cm dibulatkan menjadi
151 cm.
Universitas Sumatera Utara
4.6. Sikap Kerja
4.6.1. Sikap Kerja sebelum Itervensi Fasilitas Kerja
Penilaian sikap kerja berdasarkan metode REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko ganguan tubuh secara keseluruhan.
Untuk masing-masing tugas task, menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas 2 grup, yaitu : Grup A terdiri atas postur tubuh
kanan dan kiri dari batang tubuh trunk, leher neck, dan kaki legs, sedangkan grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas upper arm, lengan
bawah lower arm, dan pergelangan tangan wrist.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Sikap Kerja Perajin Sulaman Tangan Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
Tabel 4.5. Sikap Kerja Perajin Sulaman Tangan sebelum Intervensi Fasilitas Kerja di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat
Group Jenis
Skor Keterangan
Group A Batang Tubuh
3 Posisi 0-20
dan Bungkuk Leher
2 20
Kaki 3
Posisi NormalSeimbang dan Lutut 60
Beban 5 kg
Group B Lengan Atas
3 20
dan Bengkok Lengan Bawah
2 60
atau 100 Pergelangan Tangan
2 15
ke Atas dan Bawah Coupling
Kekuatan Pegangan Bbaik
Universitas Sumatera Utara
Rekapitulasi dari skor bagian tubuh Grup A digunakan sebagai input bagi Tabel A REBA.
Tabel 4.6 . Tabel A REBA sebelum Intervensi Fasilitas Kerja Neck
Leg Trunk
1 2
3 4
5 1
1 1
2 2
3 4
2 2
3 4
5 6
3
3 4
5 6
7
4
4 5
6 7
8
2 1
1 3
4 5
6
2 2
4 5
6 7
3 3
5 6
7 8
4
4 6
7 8
9
3 1
3 4
5 6
7
2 3
5 6
7 8
3 5
6 7
8 9
4 6
7 8
9 9
Untuk memperoleh Skor A Skor A = Tabel A REBA + Skor Beban Rekapitulasi dari skor bagian tubuh Grup B digunakan sebagai input bagi Tabel B
REBA. Tabel 4.7. Tabel B REBA sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
Lower Arm
Wrist Upper Arm
1 2
3 4
5 6
1 1
1 1
3 4
5 7
2
2 2
4 5
7 8
3 2
3 5
5 8
8
2 1
1 2
4 5
7 3
2 2
3 5
5 8
9
3 3
4 5
7 8
9 Untuk memperoleh Skor B Skor B = Tabel B REBA + Skor Coupling
Hasil dari Skor A dan Skor B digunakan sebagai input pada Tabel C REBA.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8. Tabel C REBA sebelum Intervensi Fasilitas Kerja Skor B
Skor A 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 1
1 1
2 3
4 6
7 8
9 10
11 12
2
1 2
3 4
4 6
7 8
9 10
11 12
3
1 2
3 4
4 6
7 8
9 10
11 12
2 3
3 4
5 7
8 9
10 11
11 12
5 3
4 4
5 6
8 9
10 10
11 12
12
6 3
4 5
6 7
8 9
10 10
11 12
12
7
4 5
6 7
8 9
9 10
11 11
12 12
8
5 6
7 8
8 9
10 10
11 12
12 12
9 6
6 7
8 9
10 10
10 11
12 12
12
10 7
7 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
11 7
7 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
12
7 8
8 9
9 10
11 11
12 12
12 12
Untuk mendapatkan Skor REBA, maka dari Tabel C REBA dijumlahkan dengan
Skor Aktivitas
Tabel 4.9. Skor Aktivitas REBA sebelum Intervensi Fasilitas Kerja Aktivitas
Skor Keterangan
Postur statik +1
1 atau lebih bagian tubuh statisdiam Pengulangan
+1 Tindakan berulang-ulang
Ketidakstabilan +1
Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur tidak stabil
Tabel 4.10. Nilai Level Tindakan REBA sebelum Intervensi Fasilitas Kerja Skor REBA
Level Resiko Level Tindakan
Tindakan
1 Dapat diabaikan
Tidak diperlukan 2-3
Kecil 1
Mungkin diperlukan 4-7
Sedang 2
Perlu
8-10 Tinggi
3 Segera
11-15 Sangat tinggi
4 Sekarang juga
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penilaian sikap kerja perajin sulaman tangan sebelum dilakukannya intervensi fasilitas kerja dapat diketahui bahwa Nilai Level Tindakan REBA yaitu 10
Tinggi yang artinya segera dilakukannya tindakan terhadap sikap kerja yang kurang ergonomis.
Dari tabel 4.11. diketahui distribusi frekuensi skor penilaian sikap kerja sebelum intervensi fasilitas kerja. Pada kelompok perlakuan, 6 orang 46,2
responden termasuk dalam kategori sedang, artinya perlu dilakukan intervensi fasilitas kerja. 7 orang 53,8 responden termasuk dalam kategori tinggi, artinya
segera dilakukan perbaikan fasilitas kerja. Pada kelompok kontrol, 6 orang 46,2 responden termasuk dalam kategori
sedang, artinya perlu dilakukan perbaikan fasilitas kerja. 7 orang 53,8 responden termasuk dalam kategori tinggi, artinya segera dilakukan perbaikan fasilitas kerja.
Tabel 4.11 . Distribusi Frekuensi Skor Penilaian Sikap Kerja Berdasarkan Metode REBA sebelum Intervensi Fasilitas Kerja pada Perajin
Sulaman Tangan di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat
Nomor Skor REBA
Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan
n n
1 Dapat diabaikan
2 Kecil
3 Sedang
6 46,2
6 46,2
4 Tinggi
7 53,8
7 53,8
5 Sangat tinggi
Jumlah 13
100 13
100
Universitas Sumatera Utara
4.6.2. Sikap Kerja sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Adapun gambar dari sikap kerja perajin sulaman tangan setelah perbaikan fasilitas kerja yaitu:
Gambar 4.4. Sikap Kerja Perajin Sulaman sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Skor Penilaian Sikap Kerja Berdasarkan Metode REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Perajin
Sulaman Tangan di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat
Group Jenis
Skor Keterangan
Group A Batang Tubuh
1 Posisi Normal
Leher 1
0-20 Kaki
1 Posisi Normal
Beban 5 kg
Group B Lengan Atas
2 20-45
Lengan Bawah 2
100 Pergelangan Tangan
2 15
Coupling Kekuatan Pegangan Baik
Rekapitulasi dari skor bagian tubuh Grup A digunakan sebagai input bagi Tabel A REBA.
Tabel 4.13. Tabel A REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja Neck
Leg Trunk
1 2
3 4
5 1
1 1
2 2
3 4
2
2 3
4 5
6
3 3
4 5
6 7
4 4
5 6
7 8
2 1
1 3
4 5
6
2 2
4 5
6 7
3
3 5
6 7
8
4 4
6 7
8 9
3 1
3 4
5 6
7
2 3
5 6
7 8
3 5
6 7
8 9
4
6 7
8 9
9 Untuk memperoleh Skor A Skor A = Tabel A REBA + Skor Beban
Rekapitulasi dari skor bagian tubuh Grup B digunakan sebagai input bagi Tabel B REBA.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14. Tabel B REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja Lower
Arm Wrist
Upper Arm 1
2 3
4 5
6 1
1 1
1 3
4 5
7
2
2 2
4 5
7 8
3
2 3
5 5
8 8
2 1
1 2
4 5
7 3
2 2
3 5
5 8
9
3 3
4 5
7 8
9 Untuk memperoleh Skor B Skor B = Tabel B REBA + Skor Coupling
Hasil dari Skor A dan Skor B digunakan sebagai input pada Tabel C REBA.
Tabel 4.15. Tabel C REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja Skor B
Skor A 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 1
1 1
2 3
4 6
7 8
9 10
11 12
2
1 2
3 4
4 6
7 8
9 10
11 12
3 1
2 3
4 4
6 7
8 9
10 11
12
4 2
3 3
4 5
7 8
9 10
11 11
12
5 3
4 4
5 6
8 9
10 10
11 12
12
6 3
4 5
6 7
8 9
10 10
11 12
12
7
4 5
6 7
8 9
9 10
11 11
12 12
8
5 6
7 8
8 9
10 10
11 12
12 12
9 6
6 7
8 9
10 10
10 11
12 12
12
10 7
7 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
11 7
7 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
12
7 8
8 9
9 10
11 11
12 12
12 12
Untuk mendapatkan Skor REBA, maka dari Tabel C REBA dijumlahkan dengan
Skor Aktivitas
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.16. Skor Aktivitas REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja Aktivitas
Skor Keterangan
Postur statik +1
1 atau lebih bagian tubuh statisdiam Pengulangan
+1 Tindakan berulang-ulang
Ketidakstabilan +1
Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur tidak stabil
Tabel 4.17. Nilai Level Tindakan REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja Skor REBA
Level Resiko Level Tindakan
Tindakan
1 Dapat diabaikan
Tidak diperlukan
2-3 Kecil
1 Mungkin diperlukan
4-7 Sedang
2 Perlu
8-10 Tinggi
3 Segera
11-15 Sangat tinggi
4 Sekarang juga
Dari hasil penilaian sikap kerja perajin sulaman tangan setelah dilakukannya intervensi fasilitas kerja dapat diketahui bahwa Nilai Level Tindakan REBA yaitu 3
yang artinya mungkin perlu dilakukannya perbaikan terhadap sikap kerja yang kurang ergonomis. Dari tabel 4.17. dapat diketahui bahwa dengan adanya intervensi fasilitas
kerja, maka terjadi perubahan sikap kerja menjadi lebih ergonomis. Dari tabel 4.18. diketahui distribusi frekuensi skor penilaian sikap kerja
setelah intervensi fasilitas kerja. Pada kelompok perlakuan, 13 orang 100 responden termasuk dalam kategori kecil, artinya mungkin perlu dilakukan perbaikan
fasilitas kerja. Pada kelompok kontrol, 6 orang 46,2 responden termasuk dalam kategori
sedang, artinya perlu dilakukan intervensi fasilitas kerja. 7 orang 53,8 responden termasuk dalam kategori tinggi, artinya segera dilakukan intervensi fasilitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.18 . Distribusi Frekuensi Skor Penilaian Sikap Kerja Berdasarkan Metode REBA sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Perajin
Sulaman Tangan di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat
4.7. Keluhan Muskuloskeletal
4.1.1. Keluhan Muskuloskeletal sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
Berdasarkan tabel 4.19. dapat diketahui bahwa seluruh perajin sulaman tangan merasakan keluhan muskoloskeletal pada tingkatan sedang. Akan tetapi, jumlah skor
keluhannya memiliki rentang yang berbeda-beda satu sama lainnya. Nomor
Skor REBA Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol n
n
1 Dapat diabaikan
2 Kecil
13 100
3 Sedang
6 46,2
4 Tinggi
7 53,8
5 Sangat tinggi
Jumlah 13
100 13
100
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.19 . Distribusi Frekuensi Kategori Keluhan Muskoloskeletal sebelum Intervensi Fasilitas Kerja pada Perajin Sulaman Tangan di Nagari
Koto Gadang Sumatera Barat
Nomor Resp
Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja Mulai Bekerja
Selesai Bekerja Kelompok
Kontrol K
Kelompok Perlakuan
K Kelompok
Kontrol K
Kelompok Perlakuan
K
1 34
S 32
S 44
S 40
S 2
34 S
36 S
40 S
44 S
3 33
S 33
S 42
S 36
S 4
33 S
37 S
36 S
50 S
5 37
S 44
S 46
S 44
S 6
39 S
33 S
52 S
47 S
7 35
S 36
S 44
S 45
S 8
43 S
34 S
51 S
43 S
9 39
S 36
S 52
S 48
S 10
37 S
37 S
46 S
44 S
11 31
S 38
S 38
S 46
S 12
40 S
34 S
44 S
46 S
13 34
S 37
S 40
S 40
S Keterangan:
K : Kode
Nilai 1-28 : Ringan
R Nilai 29-56
: Sedang S
Nilai 57-84 : Berat
B Nilai 85-112 : Sangat Berat SB
Pada tabel 4.20. diketahui distribusi frekuensi tingkat keluhan muskuloskeletal berdasarkan total skor sebelum intervensi fasilitas kerja. Pada saat mulai bekerja,
pada kelompok kontrol 13 orang 100 responden mengalami keluhan
Universitas Sumatera Utara
muskuloskeletal pada kategori sedang dan pada kelompok perlakuan 13 orang 100 responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori sedang.
Pada saat selesai bekerja, kelompok kontrol 13 orang 100 responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori sedang dan pada kelompok
perlakuan 13 orang 100 responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori sedang.
Tabel 4.20 . Distribusi Frekuensi
Tingkat Keluhan
Muskuloskeletal Berdasarkan Total Skor sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
No. Tingkat
Keluhan Mulai Bekerja
Selesai Bekerja Kelompok
Kontrol Kelompok
Perlakuan Kelompok
Kontrol Kelompok
Perlakuan
n n
n n
1 Ringan
2 Sedang
13 100
13 100
13 100
13 100
Total 13
100 13
100 13
100 13
100
4.1.2. Keluhan Muskoloskeletal sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Dari tabel 4.22. diketahui keluhan muskoloskeletal pada perajin sulaman tangan sesudah intervensi fasilitas kerja. Pada saat memulai pekerjaan, pada
kelompok kontrol 13 orang 100 responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori sedang, sedangkan pada kelompok perlakuan 13 orang 100
responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori ringan Pada saat selesai bekerja, Pada kelompok kontrol 13 orang 100 mengalami
keluhan muskuloskeletal pada kategori sedang, sedangkan pada kelompok perlakuan 4 orang 30,77 responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori
Universitas Sumatera Utara
ringan dan 9 orang 69,23 responden mengalami keluhan muskuloskeletal pada kategori sedang.
Tabel 4.21 . Distribusi Frekuensi Keluhan Muskuloskeletal sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Perajin Sulaman Tangan di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat
Nomor Resp
Sesudah Intervensi Fasilitas Kerja Mulai Bekerja
Selesai Bekerja Kelompok
kontrol K
Kelompok perlakuan
K Kelompok
kontrol K
Kelompok perlakuan
K
1 38
S 28
R 44
S 28
R 2
42 S
28 R
43 S
28 R
3 38
S 28
R 41
S 28
R 4
40 S
28 R
35 S
28 R
5 37
S 28
R 43
S 30
S 6
36 S
28 R
43 S
32 S
7 38
S 28
R 52
S 29
S 8
36 S
28 R
45 S
29 S
9 37
S 28
R 51
S 31
S 10
34 S
28 R
47 S
30 S
11 36
S 28
R 41
S 31
S 12
39 S
28 R
43 S
29 S
13 33
S 28
R 39
S 29
S Keterangan:
K : Kode
Nilai 1-28 : Ringan
R Nilai 29-56
: Sedang S
Nilai 57-84 : Berat
B Nilai 85-112 : Sangat Berat SB
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.22 . Distribusi Frekuensi
Tingkat Keluhan
Muskuloskeletal Berdasarkan Total Skor ssudah Intervensi Fasilitas Kerja
No. Tingkat
Keluhan Mulai Bekerja
Selesai Bekerja Kelompok
Kontrol Kelompok
Perlakuan Kelompok
Kontrol Kelompok
Perlakuan
n n
n n
1 Ringan
13 100
4 30,77
2 Sedang
13 100
13 100
9 69,23
Total 13
100 13
100 13
100 13
100
4.8. Uji Beda Keluhan Muskoloskeletal
Berdasarkan tabel 4.25. dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan keluhan muskoloskeletal pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada perajin
sulaman tangan di Nagari Koto Gadang. Adapun keluhan muskuloskeletal pada perajin sulaman tangan di Nagari Koto Gadang yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.23 . Distribusi Frekuensi Keluhan Muskoloskeletal sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan pada Perajin Sulaman Tangan di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat
Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja Sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Mulai Bekerja Selesai Bekerja
Mulai Bekerja Selesai Bekerja
Kelompok Kontrol
K Kelompok
Perlakuan
K Kelompok
Kontrol K
Kelompok Perlakuan
K Kelompok
Kontrol K
Kelompok Perlakuan
K Kelompok
Kontrol K
Kelompok Perlakuan
K
34 S
32 S
44 S
40 S
38 S
28 R
44 S
28 R
34 S
36 S
40 S
44 S
42 S
28 R
43 S
28 R
33 S
33 S
42 S
36 S
38 S
28 R
41 S
28 R
33 S
37 S
36 S
50 S
40 S
28 R
35 S
28 R
37 S
44 S
46 S
44 S
37 S
28 R
43 S
30 S
39 S
33 S
52 S
47 S
36 S
28 R
43 S
32 S
35 S
36 S
44 S
45 S
38 S
28 R
52 S
29 S
43 S
34 S
51 S
43 S
36 S
28 R
45 S
29 S
39 S
36 S
52 S
48 S
37 S
28 R
51 S
31 S
37 S
37 S
46 S
44 S
34 S
28 R
47 S
30 S
31 S
38 S
38 S
46 S
36 S
28 R
41 S
31 S
40 S
34 S
44 S
46 S
39 S
28 R
43 S
29 S
34 S
37 S
40 S
40 S
33 S
28 R
39 S
29 S
Keterangan: K
: Kode Nilai 1-28
: Ringan R
Nilai 29-56 : Sedang
S Nilai 57-84
: Berat B
Nilai 85-112 : Sangat Berat SB
Universitas Sumatera Utara
4.8.1. Perbedaan Tingkat Keluhan Muskuloskeletal pada Kelompok Kontrol
pada Saat Mulai Bekerja sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Dari tabel 4.24. diketahui skor rata-rata keluhan muskuloskeletal sebelum intervensi fasilitas kerja 36,08 dengan standar deviasi 3,427 dan standar error 0,95.
Sesudah perbaikan fasilitas kerja, skor rata-rata keluhan muskuloskeletal 37,23 dengan standar deviasi 2,386 dan standar error 0,662.
Tabel 4.24. Perbedaan Keluhan Muskuloskeletal sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Saat Mulai Bekerja pada Kelompok
Kontrol
Variabel Mean SD
SE P value
Tingkat Keluhan 1. Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
36,08 3,427 0,95
0,325 2. Sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
37,23 2,386 0,662
Dari hasil Uji Statistik dengan menggunakan rumus Wilcoxon, diperoleh nilai probabilitas p 0,325. Nilai ini lebih besar dari nilai
α 0,05, atau p α. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95, tidak terdapat perbedaan
keluhan muskuloskeletal pada saat mulai bekerja pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi fasilitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
4.8.2. Perbedaan Tingkat Keluhan Muskuloskeletal pada Kelompok Perlakuan
pada Saat Mulai Bekerja sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Dari tabel 4.25. diketahui skor rata-rata keluhan muskuloskeletal sebelum intervensi fasilitas kerja 35,92 dengan standar deviasi 0,851 dan standar error 3,068.
Sesudah perbaikan fasilitas kerja, skor rata-rata keluhan muskuloskeletal 28 dengan standar deviasi 0,0 dan standar error 0,0.
Tabel 4.25 . Perbedaan Keluhan Muskuloskeletal sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Saat Mulai Bekerja pada Kelompok
Perlakuan
Variabel Mean SD
SE P value
Tingkat Keluhan 1. Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
35,92 0,851 3,068
0,001 2. Sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
28 Dari hasil Uji Statistik dengan menggunakan rumus Wilcoxon, diperoleh nilai
probability p 0,001. Nilai ini lebih kecil dari nilai α 0,05, atau p α. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95, terdapat perbedaan keluhan muskuloskeletal pada saat mulai bekerja pada kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah intervensi fasilitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
4.8.3. Perbedaan Tingkat Keluhan Muskuloskeletal pada Kelompok Kontrol
pada Saat Selesai Bekerja sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Dari tabel 4.26. diketahui skor rata-rata keluhan muskuloskeletal sebelum intervensi fasilitas kerja 44,23 dengan standar deviasi 5,166 dan standar error 1,433.
Sesudah intervensi fasilitas kerja, skor rata-rata keluhan muskuloskeletal 43,62 dengan standar deviasi 4,556 dan standar error 1,264.
Tabel 4.26. Perbedaan Keluhan Muskuloskeletal sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Saat Mulai Bekerja pada Kelompok
Kontrol
Variabel Mean SD
SE P value
Tingkat Keluhan 1. Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
44,23 5,166 1,433
0,498 2. Sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
43,62 4,556 1,264
Dari hasil Uji Statistik dengan menggunakan rumus Wilcoxon, diperoleh nilai probability p 0,498. Nilai ini lebih besar dari nilai
α 0,05, atau p α. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95, tidak terdapat perbedaan
keluhan muskuloskeletal pada saat selesai bekerja pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi fasilitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
4.8.4. Perbedaan Tingkat Keluhan Muskuloskeletal pada Kelompok Perlakuan
pada Saat Selesai Bekerja sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja
Dari tabel 4.27. diketahui skor rata-rata keluhan muskuloskeletal sebelum intervensi fasilitas kerja 44,08 dengan standar deviasi 3,73 dan standar error 1,034.
Sesudah perbaikan fasilitas kerja, skor rata-rata keluhan muskuloskeletal 29,38 dengan standar deviasi 1,325 dan standar error 0,368.
Tabel 4.27. Perbedaan Keluhan Muskuloskeletal sebelum dan sesudah Intervensi Fasilitas Kerja pada Saat Selesai Bekerja pada
Kelompok Perlakuan
Variabel Mean SD
SE P value
Tingkat Keluhan 1. Sebelum Intervensi Fasilitas Kerja
44,08 3,73
1,034 0,001
2. Sesudah Intervensi Fasilitas Kerja 29,38
1,325 0,368 Dari hasil Uji Statistik dengan menggunakan rumus Wilcoxon, diperoleh nilai
probability p 0,001. Nilai ini lebih kecil dari nilai α 0,05, atau p α. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95, terdapat perbedaan keluhan muskuloskeletal pada saat selesai bekerja pada kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah intervensi fasilitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
4.9. Data Antropometri Perajin Sulaman Tangan
Setiap desain produk, baik produk yang sangat sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus berpedoman kepada antropometri pemakainya. Menurut
Sanders dan McCormick 1987; Pheasant 1988 dan Pulat 1992 bahwa antropometri adalah desain tentang sesuatu yang dipakai orang.
Dalam setiap desain peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping memperhatikan kemampuannya dan kebolehannya.
Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu sama lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi: desain untuk orang ekstrim data
terkecil atau terbesar, desain untuk orang per orang, desain untuk kisaran yang dapat diatur adjustable range dengan menggunakan persentil-5 dan persentil-95 dari
populasi dan desain untuk ukuran rerata dengan menggunakan data persentil-50 Sanders dan McCormick, 1987. Namun demikian, dalam pengumpulan data
antropometri yang akan digunakan untuk mendesain suatu produk, harus memperhitungkan variabilitas populasi pemakai seperti variabilitas ukuran tubuh
secara umum, variasi jenis kelamin, variasi umur dan variasi ras atau etnik Tarwaka, 2004.
Perajin sulaman tangan di Nagari Koto Gadang memiliki data antropometri yang bervariasi. Akan tetapi data yang didapatkan tidaklah memiliki variasi yang
Universitas Sumatera Utara
terlalu ekstrim. Pada lampiran 7 dapat dilihat bahwa disetiap dimensi tubuh perajin sulaman berdistribusi normal.
Ada dua bentuk pengukuran pada antropometri yaitu pengukuran statis structural yaitu tubuh manusia yang berada dalam posisi diam, dan pengukuran
dinamis fungsional yaitu tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak. Data antropometri diterapkan untuk membahas dan merancang barang serta
fasilitas secara ergonomi agar didapat kepuasan si pengguna. Kepuasan tersebut dapat berupa kenyamanan maupun kesehatan yang ditinjau dari sudut pandang ilmu
anatomi, fisiologi, fisikologi, kesehatan dan keselamatan kerja, perancangan dan manajemen Tarwaka, 2004.
Bentuk pengukuran antropometri perajin sulaman tangan tersebut yaitu antropometri statis, dikarenakan proses kerja perajin sulaman tangan yang bisa
dikatakan berada pada posisi diam, di mana kaki dan badan tidak bergerak, sementara hanya tangan yang melakukan pergerakan pada saat melakukan penyulaman. Oleh
karena itu, pengukuran antropometri ini termasuk pada bentuk antropometri statis. Adapun dimensi tubuh yang diambil agar sesuai dengan fasilitas kerja yaitu:
1. Tinggi Poplipteal
Tinggi Popliteal berguna untuk menentukan tinggi kursi kerja yang akan digunakan. Dalam perancangan ini adalah cukup beralasan jika menggunakan 50
persentil populasi yang diperkirakan bisa menggunakan kursi tersebut. Hal ini dikarenakan jika menggunakan persentil ke-5 maka, kaki pada orang yang bertubuh
Universitas Sumatera Utara
tinggi akan memanjang dan berada pada posisi maju ke depan. Pada posisi demikian, kaki akan meniadakan stabilitas tubuh Panero dan Zelnik, 1979.
Begitu juga dengan pemilihan persenti ke-95. Apabila digunakan persentil ke- 95, maka kaki orang yang bertubuh pendek akan menjuntai dan tidak berada pada
pada lipatan lutut 90 . Hal ini akan menyebabkan bagian bawah paha akan tertekan.
Hal ini akan menimbulkan ketidaknyamanan dan gangguan peredaran darah. Jika letak landasan tempat duduk tidak memungkinkan untuk menapak pada permukaan
lantai, stabilitas tubuh akan melemah Panero dan Zelnik, 1979. 2.
Panjang Popliteal Panjang Popliteal berguna untuk menentukan kedalaman kursi jarak yang
diukur dari bagian depan sampai bagian belakang kursi. Pemilihan persentil ke-50 dikarenakan diperkiran 50 persentil populasi bisa menggunakan kursi tersebut.
Apabila penggunaan panjang popliteal dengan persentil terlalu besar, bagian depan dari permukaan atau ujung dari tempat duduk tersebut akan menekan daerah di
bagian kaki. Sedangkan apabila penggunaan panjang popliteal terlalu kecil, akan menimbulkan situasi yang buruk pula, yaitu dapat menimbulkan perasaan terjatuh
atau terjungkai dari kursi. Sebagai akibatnya, kedalaman landasan kursi yang terlalu sempit akan menyebabkan berkurangnya penopangan pada bagian bawah paha
Panero dan Zelnik, 1979.
Universitas Sumatera Utara
3. Lebar Bahu
Lebar bahu berguna untuk menentukan lebar kursi dan lebar sandaran punggung. Pemilihan persentil ke-50 dikarenakan diperkiran 50 persentil populasi
bisa menggunakan kursi tersebut. 4.
Tinggi Bahu Duduk Tinggi bahu duduk berguna untuk menentukan tinggi sandaran punggung.
Pemilihan persentil ke-50 dikarenakan diperkirakan 50 persentil populasi menggunakan kursi tersebut. Apabila penggunaan tinggi bahu duduk dengan persentil
lebih besar, maka sandaran punggung ini kurang cocok untuk pekerjaan yang sangat teliti, di mana sandaran punggung yang sedikit lebih tinggi lebih cocok untuk
pekerjaan santai, seperti kursi santai. Sedangkan jika tinggi bahu menggunakan persentil yang lebih kecil, maka dikhawatirkan sandaran punggung ini kurang cocok
dengan orang yang bertubuh besar, di mana karena sandaran punggungya relatif lebih pendek, maka akan posisi sandaran punggung tidak lagi berfungsi penahan lumbar
dikarenakan posisi penahan lumbar sedikit lebih tinggi dari pada posisi lumbar orang bertubuh pendek. Oleh karenanya, maka digunakanlah persentil ke-50 Panero dan
Zelnik, 1979. 5.
Tebal Paha Tebal paha berguna untuk menentukan besarnya jarak antara tinggi
permukaan atas kursi dengan bagian bawah meja kerja pamedangan. Hal ini bertujuan agar perajin dapat bekerja dengan kenyamanan pada posisi paha ,
sehingga diharapkan antara paha dengan pamedangan tidak bersentuhan, sehingga
Universitas Sumatera Utara
dapat bergerak dengan leluasa. Penggunaan persentil ke-50 dikarenakan 50 persentil populasi bisa menggunakan populasi tersebut.
6. Jangkauan Tangan
Jangkauan tangan berguna untuk menentukan lebar meja kerja pamedangan. Hal ini bertujuan agar perajin dapat bekerja sesuai dengan batas jangkauan tangan
mereka sendiri pada saat bekerja. Penggunaan persenti ke-50 dikarenakan agar 50 persentil populasi bisa menggunakan meja kerja tersebut.
Semua data antropometri ini bertujuan agar fasilitas kerja benar-benar sesuai dengan dimensi tubuh perajin sulaman tangan, sehingga perajin sulaman tangan dapat
bekerja dengan keadaan yang ergonomis sehingga dapat mengurangi keluhan yang mereka alami selama bekerja.
7. Rentangan Tangan
Rentangan tangan berguna untuk menetukan panjang dari meja kerja pamedangan. Hal ini bertujuan agar perajin dapat bekerja sesuai dengan batas
jangkauan tangan mereka sendiri pada saat bekerja. Penggunaan persenti ke-50 dikarenakan agar 50 persentil populasi bisa menggunakan meja kerja tersebut.
Pada perancangan fasilitas kerja ini, panjang pamedangan tidak disesuaikan dengan antropometri tubuh perajin sulaman, hal ini dikarenakan kebutuhan konsumen
akan panjang kain yang akan disulam yaitu sepanjang 2 meter, sementara itu dari pengukuran antropometri, panjang pamedangan seharusnya berukuran 150,65 cm.
Oleh karena itu, maka perancangan panjang pamedangan didasarkan atas kebutuhan konsumen yaitu 2 meter.
Universitas Sumatera Utara
4.10. Sikap Kerja sebelum Intervensi Fasilitas Kerja