Desain Stasiun Kerja TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Desain Stasiun Kerja

Salah satu fungsi ergonomi yang menitik beratkan pada penyesuaian desain terhadap manusia adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien. Sedangkan Pulat 1992 menawarkan konsep desain produk untuk mendukung efisiensi dan keselamatan dalam penggunaan desain produk. Konsep tersebut adalah desain untuk reabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian, kemudahan dalam pemakaian, dan efisien dalam pemakaian. Agar desain produk dapat memenuhi keinginan pemakainya maka harus dilakukan melalui beberapa upaya pendekatan sebagai berikut ini: Tarwaka, 2004 1. Mengetahui kebutuhan pemakai. 2. Fungsi produk secara detail. 3. Melakukan analisis pada tugas-tugas desain produk. 4. Mengembangkan produk. 5. Melakukan uji terhadap pemakai produk. Suatu desain produk yang ergonomis apabila secara antropometris, faal, biomekanik dan psikologis kompatibel dengan manusia pemakainya. Di dalam mendesain suatu produk maka harus berorientasi pada production friendly, Universitas Sumatera Utara distribution firndly, installation friendly, operation friendly dan maintenance friendly. Di samping hal-hal tersebut di atas, di dalam mendesain suatu produk yang sangat penting untuk diperhatikan adalah suatu desain yang berpusat pada manusia pemakainya human centered design Sutalaksana, 1999. Hal ini dimaksudkan agar setiap desain produk baik secara fungsi, teknis, teknologi, ekonomis, estetis maupun secara ergonomis sesuai dengan kebutuhan pemakainya Tarwaka, 2004.

1. Pendekatan dalam Desain Stasiun Kerja

Secara umum baik dalam memodifikasi atau meredesain stasiun kerja yang sudah ada maupun mendesain stasiun kerja yang baru, para perancang sering dibatasi oleh faktor finansial maupun teknologi seperti: keluasaan modifikasi, ketersediaan ruangan, lingkungan, ukuran frekuensi alat yang digunakan, kesinambungan pekerjaan dan populasi yang menjadi target. Dengan demkian, desain dan redesain harus selalu memperhatikan antara kebutuhana biologis operator dengan kebutuhan stasiun kerja fisik baik ukuran maupun fungsi dalam alat dalam stasiun kerja. Untuk kesesuaian tersebut perlu mempertimbangkan antropometri dan lokasi elemen mesin terhadap posisi kerja, jangkauan, pandangan, ruang gerak dan interface antara tubuh operator dengan mesin. Di samping itu, teknik dalam mendesain stasiun kerja harus mulai dengan mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada faktor-faktor seperti etnik, jenis kelamin, umur, dan lain-lain Tarwaka, 2004. Menurut Das dan Sengupta 1993 dalam Tarwaka 2004, pendekatan secara sistemik untuk menentukan dimensi stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik, jenis kelamin dan umur. 2. mendapatkan data antropometri yang relevan dengan posisi pemakai. 3. dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkakn pakaian, sepatu dan posisi normal. 4. menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan kursi dan meja kerja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan bekerja dengna sikap duduk maupun berdiri secara bergantian. 5. Tata letak dari alat-alat tangan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan optimum. 6. menempatkan display yang tepat sehingga operator dapat melihat objek dengan pandangan yang tepat dan nyaman. 7. Review terhadap desain stasiun kerja secara berkala.

2. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan ProdukFasilitas Kerja

Setiap desain produk, baik produk yang sangat sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus berpedoman kepada antropometri pemakainya. Menurut Sanders dan McCormick 1987; Pheasant 1988 dan Pulat 1992 bahwa antropometri adalah desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Selanjutnya Annis dan McConville 1996 membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua devisi utama: 1. Pertama, ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuan ergonomi dari devisi ini Universitas Sumatera Utara adalah untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus dipelihara serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan optimal. 2. Kedua, ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk. Tarwaka, 2004 Dalam setiap desain peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping memperhatikan kemampuannya dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu sama lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi: desain untuk orang ekstrim data terkecil atau terbesar, desain untuk orang per orang, desain untuk kisaran yang dapat diatur adjustable range dengan menggunakan persentil-5 dan persentil-95 dari populasi dan desain untuk ukuran rerata dengan menggunakan data persentil-50 Sanders dan McCormick, 1987. Namun demikian, dalam pengumpulan data antropometri yang akan digunakan untuk mendesain suatu produk, harus memperhitungkan variabilitas populasi pemakai seperti variabilitas ukuran tubuh secara umum, variasi jenis kelamin, variasi umur dan variasi ras atau etnik Tarwaka, 2004. Ada dua bentuk pengukuran pada antropometri yaitu pengukuran statis structural yaitu tubuh manusia yang berada dalam posisi diam, dan pengukuran dinamis fungsional yaitu tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak. Data antropometri diterapkan untuk membahas dan merancang barang serta fasilitas secara ergonomi agar didapat kepuasan si pengguna. Kepuasan tersebut dapat Universitas Sumatera Utara berupa kenyamanan maupun kesehatan yang ditinjau dari sudut pandang ilmu anatomi, fisiologi, fisikologi, kesehatan dan keselamatan kerja, perancangan dan manajemen. Dalam mengukur data antropometri ini banyak ditemui perbedaan atau sumber variabilitas yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran yang pada akhirnya akan digunakan dalam perancangan suatu produk. Beberapa sumber variabilitas yang merupakan faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia yang menyebabkan adanya perbedaan antara satu populasi dengan populasi lain yaitu Stevenson,1989: Nurmianto 1991: 1. Keacakanrandom 2. Jenis kelamin 3. Suku bangsa ethnic variabelity 4. Usia 5. Pakaian 6. Faktor kehamilan pada wanita 7. Cacat tubuh secara fisik Adapun pendekatan dalam penggunaan data antropometri adalah sebagai berikut Nurmianto,1991: a. Pilihlah simpangan baku yang sesuai sebagai dasar perancangan yang dimaksud. b. Carilah data pada rata-rata dan distribusi dari dimensi yang dimaksud untuk populasi yang sesuai. Universitas Sumatera Utara c. Pilihlah nilai persentil yang sesuai sebagai dasar perancangan. d. Pilihlah jenis kelamin yang sesuai. Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai rata- rata mean dan simpangan baku standart deviasi dari suatu distribusi normal Nurmianto, 1991. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus 1 dan 2 sebagai berikut : X = Σ× ………………………………………………………………….. 1 n Dimana : X = Rata-rata ΣX = Jumlah data yang akan dihitung n = Jumlah sampel Σ ×i - ײ σ× = √ i= 1 ………………………………………………………………. 2 n – 1 Dimana : σ× = Simpangan baku Standar Deviasi × = rata-rata × = nilai data n = jumlah sampel Universitas Sumatera Utara Untuk uji keseragaman data digunakan uji dengan menggunakan peta kontrol dengan tingkat keyakinan 99 3σ untuk masing-masing kriteria. Adapun rumus pengujian keseragaman data tersebut dapat dilihat pada rumus 3 berikut: BKA= X + 3σ× …………………………………………………………….3 BKB= X – 3σ× Jika X minBKB dan Xmax BKA maka data seragam. Dimana : BKA = batas atas BKB = batas bawah Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95 populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 persentil: 5 dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal pada gambar 1. Dalam pokok bahasan antropometri, 95 persentil menunjukkan tubuh berukuran besar, sedangkan 5 persentil tubuh berukuran kecil. Jika diinginkan dimensi untuk akomodasi 95 populasi maka 2,5 dan 97,5 persentil adalah batas rentang yang dapat dipakai dan ditunjukkan pada gambar 1 dan 2 serta tabel antropometri masyarakat Indonesia Nurmianto,1991. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Distribusi Normal dan Perhitungan Persentil Gambar 2.2. Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya Keterangan: 1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak dari lantai sampai ujung kepala 20 16 15 Universitas Sumatera Utara 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3. Tinggi bahu dalam posisi tegak 4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak siku tegak lurus 5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak 6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk diukur dari alas tempat dudukpantat sampai dengan kepala 7. Tinggi mata dalam posisi duduk 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk 9. Tinggi siku dalam posisi duduk siku tegak lurus 10. Tebal atau lebar paha 11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut 12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut atau betis 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk 14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha 15. Lebar dari bahu bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk 16. Lebar pinggul atau pantat 17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung 18. Lebar perut 19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus 20. Lebar kepala Universitas Sumatera Utara 21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari 22. Lebar telapak tangan 23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan 24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan ang terjangkau lurus ke atas vertikal 25. Tinggi jangakauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya nomor 24 tetapi dalam posisi duduk 26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan. Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil didalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini : a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 dua sasaran produk, yaitu : i. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata- ratanya. Universitas Sumatera Utara ii. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain mayoritas dari populasi yang ada . b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu. Disini rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser majumundur dan sudut sandarannya bisa dirubah-rubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5-th sd 95-th percentile. c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata. Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saranrekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut : i. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut. ii. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data struktural body dimension ataukah functional body dimension. Universitas Sumatera Utara iii. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai market segmentation, seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll. iv. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel adjustable ataukah ukuran rata-rata. v. Pilih presentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentile yang lain yang dikehendaki. vi. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilihtetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran allowance bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan glowes, dan lain-lain Wignjosoebroto, 2008

3. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Duduk

Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Granjean 1993 berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain: pembebanan pada kaki; pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi Tarwaka, 2004. Universitas Sumatera Utara Namun demikian posisi duduk dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Sedangkan Clark 1996, menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan, dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Di samping itu tenaga kerja juga dapat mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan maupun kerugian, maka unttuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja yang sesuai dilakukan dengan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat 1992 memberikan pertimbangann tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai berikut: Tarwaka, 2004 1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki 2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar 4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja 5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama 7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk Universitas Sumatera Utara Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat duduk yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan posisi. Ukurann tempat duduk disesuaikan dengan dimensi ukuran antropometri pemakainya. Fleksi lutut membentuk 90 dengan telapak kaki bertumpu pada lantai atau injakan kaki Pheasant, 1988. Jika landasan kerja terlalu rendah, tulang belakang akan membungkuk ke depan, dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat dari posisi rileks, sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman. Sanders dan McCormick 1987 memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut: 1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diatur turun dan naik. 2. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun. 3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang berlebihan.

2.5. Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Universitas Sumatera Utara musculoskeletal disorders MSDs atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Keluhan sementara reversible, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikiann keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap persistent, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut Tarwaka, 2004. Peter 2000 dalam Tarwaka 2004 menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu: 1. Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan over exertion pada umumnya sering dkeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal. 2. Aktivitas berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan ,mencangkul, membelah kayu besar, angkat angkut, dan Universitas Sumatera Utara sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian- bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitas tubuh, maka semakin tinggi pula terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja. 2.6. Landasan Teori Keluhan otot skeletal umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi dengan durasi pembebanan yang panjang. Bila kontraksi otot melebihi 20, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot Grandjean, 1988. Universitas Sumatera Utara Peter 2000 dalam Tarwaka 2004 menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah, faktor penyebab sekunder tekanan, getaran, dan mikroklimat dan penyebab kombinasi umur, jenis kelamin, kesegaran jasmani, kekuatan fisik dan ukuran tubuh. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalanya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Sikap kerja tidak alamiah pada umunya terjadi karena karakteristik tuntutan tugas, fasilitas alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Keluhan Muskoloskeletal Sikap Kerja Intervensi Fasilitas Kerja Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN