Tahap Ketiga, Penyitaan Aset-Aset

4. Bendaaset yang “hasil tindak pidana” dan bendaasset yang sudah diubah dengan segala bentuk dan perwujudannya. c. Termasuk Aset Tindak Pidana adalah aset yang dijadikan jaminan utk memenuhi kewajiban berdasarkan putusan pengadilan: 1. Membayar pidana denda. 2. Membayar pidana ganti kerugian keuangan negara Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001. 3. Jaminan bagi tersangkaterdakwa yang apabila tidak dapat memenuhi kewajibannya d. Bendaaset yang tidak diketahui pemiliknya dan diduga hasil tindak pidana e. Bendaaset lain yg dapat disita dan dirampas menjadi milik negara bendaaset yang berasal dari perbuatan melawan hukum yang bukan tindak pidana, sebaiknya dimuat dalam bab tersendiri. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kehadiran Draf RUU ini sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem hukum pidana nasional Indonesia. Apabila Draf RUU merumuskan norma sendiri tentang asset tindak pidana yang berbeda dengan norma hukum pidana lain yang telah ada maksudnya rumusan dalam KUHAP dapat menyulitkan dalam praktek penegakan hukum pidana. 160

3. Tahap Ketiga, Penyitaan Aset-Aset

KAK 2003 memberikan pengertian penyitaan, termasuk penyerahan jika diperlukan, adalah pencabutan kekayaan secara permanen berdasarkan perintah pengadilan atau otoritas-otoritas yang berkompeten lainnya. Apabila dihubungkan dengan tindak pidana korupsi, penyitaan, termasuk penyerahan, apabila diperlukan, merupakan pencabutan secara permanen aset-aset dari penguasaan danatau kepemilikan pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan perintah pengadilan atau 160 Ibid. Universitas Sumatera Utara badan yang berwenang lainnya. Jadi penyitaan merupakan perintah pengadilan atau badan yang berwenang yang mencabut hak-hak pelaku tindak pidana korupsi atas aset-aset hasil tindak pidana korupsi. 161 Menurut Michael Levi, negara mempunyai justifikasipembenaran untuk melakukan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui penyitaan dengan alasan: 1. alasan pencegahan prophylactic yaitu mencegah pelaku tindak pidana memiliki kendali terhadap aset-aset yang diperoleh secara tidak sah untuk melakukan tindak pidana lain di kemudian hari. 2. alasan kepatutan propriety yaitu karena pelaku tindak pidana tidak mempunyai alasan hak yang pantas atas aset-aset yang diperoleh secara tidak sah tersebut. 3. alasan prioritas yaitu karena tindak pidana memberikan prioritas kepada negara yang menjadi korban untuk menuntut aset yang diperoleh secara tidak sah dari pada hak yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana. 4. alasan kepemilikan proprietary yaitu karena aset tersebut diperoleh secara tidak sah, maka negara memilki kepentingan selaku pemilik aset tersebut. 162 KAK 2003 tidak secara tegas menyatakan apakah penyitaan merupakan hukumanpinalti seperti didefinisikan dalam Konvensi tentang Pencucian, Pelacakan, Perampasan, dan Penyitaan atas Hasil-Hasil Kejahatan dari Dewan Eropa Convention on Laundering, Search, Seizure dan Cosciscation of the Proceeds from Crime CLSCPC dari Council of Europe. Dalam CLSCPC, penyitaan diartikan sebagai sebuah hukuman atau tindakan, yang diperintahkan oleh pengadilan sebagai kelanjutan dari proses yang berhubungan dengan pelanggaran pidana atau pelanggaran-pelanggaran pidana sebagai akibat dari pencabutan yang permanen atas kekayaan. Biasanya perintah penyitaan dikeluarkan oleh pengadilan atau badan yang 161 Purwaning M. Yanuar, Op.cit., hal. 215 162 Efi Laila Kholis, Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Jakarta: Solusi Publishing, 2010, hal. 58-59. Universitas Sumatera Utara berwenang dari negara penerima setelah ada putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana pada pelaku tindak pidana di negara korban. Penyitaan dapat dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dalam hal pelaku tindak pidana telah meninggal atau menghilang atau tidak ada kemungkinan bagi Jaksa selaku penuntut umum melakukan penuntutan. Dengan perintah penyitaan, pengadilan atau badan yang berwenang dari negara korban meminta negara penerima untuk melaksanakan perintah penyitaan tersebut. Ketika hukum nasional negara penerima mengizinkan badan yang berwenang untuk melaksanakan perintah penyitaan tersebut, perintah penyitaan dapat dilaksanakan. Namun, jika hukum nasional negara penerima tidak mengizinkan otoritasnya melaksanakan perintah penyitaan dari negara lain negara korban, badan yang berwenang dari negara korban harus mengajukan permintaan kepada otoritas negara penerima untuk menerbitkan perintah penyitaan atas aset-aset tersebut. 163 Ketentuan-ketentuan penyitaan dalam KAK 2003 mewajibkan Negara Pihak untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam rangka melaksanakan permohonan penyitaan dari negara korban. KAK 2003 juga meminta Negara Pihak untuk melakukan tindakan-tindakan legislasi dan tindakan-tindakan lain yang perlu untuk pelaksanaan perintah penyitaan dari negara korban. Namun, sebagaimana ditetapkan dalam KAK 2003, tindakan-tindakan tersebut harus berdasarkan sistem hukum nasional negara pihak. KAK 2003 tidak mengatur jenis penyitaan dalam pengembalian aset. Sementara prosedur-prosedur penyitaan beragam menurut sistem- 163 Ibid., hal. 215-216. Universitas Sumatera Utara sistem hukum yang berbeda. Hal ini menimbulkan dilema hukum dalam pelaksanaan penyitaan. 164 Penyitaan berasal dari kata “sita”, yang dalam perkara pidana berarti penyitaan yang dilakukan terhadap barang bergeraktidak bergerak milik seseorang, untuk mendapatkan bukti dalam perkara pidana. Jadi penyitaan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang untuk menguasai sementara waktu barang-barang baik yang merupakan milik tersangkaterdakwa ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungan dengan suatu tindak pidana dan berguna untuk pembuktian. 165 Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 16 KUHAP, dapat diketahui bahwa benda yang dapat disitabenda sitaan yang dalam beberapa pasal KUHAP yaitu Pasal 8 ayat 3 huruf b, 40, 45 ayat 2, 46 ayat 2, 181 ayat 1, 194, 197 ayat 1 huruf I, 205 ayat 2 dinamakan juga sebagai “barang bukti” yang berfungsi untuk kepentingan pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan dan peradilan. 166 Memperhatikan pengertian penyitaan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP, kata “…mengambil alih”, seolah-olah benda yang akan disita, semula adalah kepunyaan penyidik dan kemudian bendanya dikembalikan kepadanya dalam keadaan semula. Karena itu kata “mengambil alih” kurang tepat 164 Ibid., hal. 217. 165 Darwan Prints, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan, 1989, hal. 54. 166 HMA. Kuffal, Tata Cara Penggeledahan dan Penyitaan, Malang: UMM Press, 2005, hal. 21-22. Universitas Sumatera Utara dipergunakan dalam tindakan penyitaan pada tindak pidana, sehingga lebih tepat digunakan kata “menaruh” karena bersifat upaya paksa. 167 Terlepas dari pada persoalan kata-kata yang kurang tepat di atas, penyitaan dalam pengertian hukum acara pidana yang digariskan oleh KUHAP adalah “upaya paksa” yang dilakukan penyidik untuk : 1 mengambil atau merampas sesuatu barang tertentu dari seorang tersangka, pemegang atau penyimpan. Tetapi perampasan yang dilakukan dibenarkan hukum dan dilaksanakan menurut aturan undang-undang. Bukan perampasan liar dengan cara melawan hukum wederechtelyk. 2 setelah barangnya diambil atau dirampas oleh penyidik, ditaruh atau disimpan di bawah kekuasaannya. 168 Tindakan penyitaan dalam bentuk tertentu adalah tindakan hukum pemblokiran yaitu pembekuan sementara Aset Tindak Pidana dengan tujuan untuk mencegah dialihkan atau dipindahtangankan pasal 1 angka 4 RUU Perampasan Aset Tahun 2008. Sesuai dengan konsep dasar dalam KUHAP bahwa bendaasset yang dapat disita dan dirampas adalah benda yang berhubungan langsung dengan tindak pidana, maka perampasan asset dasarnya harus ada dugaan terjadinya tindak pidana. Prosedur perampasan bendaasset didahului dengan adanya dugaan terjadinya tindak pidana dan benda yang diduga dipergunakan untuk melakukan kejahatan atau hasil tindak pidana dilakukan penyitaan dan perampasan benda tersebut. Asas hukum yang mendasari KUHAP terkait dengan penyitaan dan perampasan bendaaset bahwa bendaaset yang menjadi hak milik orang tidak boleh disita dan dirampas kecuali atas 167 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I, Jakarta: Pustaka Kartini, 1985, hal. 285. 168 Ibid., hal. 286. Universitas Sumatera Utara izin dari pengadilan. Oleh sebab itu, meskipun bendaasset yang diduga dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana juga tidak boleh disita atau dirampas, kecuali atas izin dari pengadilan. 169 Ketentuan mengenai penggeledahan dan penyitaaan barang, benda, atau harta kekayaan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006, berdasarkan atas surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat. Pasal 42 : Ketua pengadilan negeri setempat dapat mengeluarkan surat izin penggeledahan dan penyitaan sehubungan dengan suatu barang atau benda apabila diyakini bahwa di dalam atau pada suatu tempat terdapat barang, benda, atau harta kekayaan yang: a. diduga diperoleh atau sebagai hasil dari suatu tindak pidana menurut hukum Negara Peminta yang telah atau diduga telah dilakukan; b. telah dipergunakan untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana; c. khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; d. terkait dengan tindak pidana; e. diyakini dapat menjadi barang bukti dalam tindak pidana; atau f. dipergunakan untuk menghalangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tindak pidana. Pasal 43 : Surat izin penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 harus memuat hal-hal sebagai berikut: a. dugaan tindak pidana yang terkait dengan dikeluarkannya surat izin; b. tempat yang dapat digeledah berdasarkan surat izin; c. uraian mengenai barang, benda atau harta kekayaan yang disetujui untuk disita; d. jangka waktu pelaksanaan surat perintah; dan 169 Lihat Pasal 38 ayat 1 dan 2 KUHAP. Ayat 1 : Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Ayat 2 : Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat 1 penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Lihat juga Pasal 47 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terdakwa atau terpidana tindak pidana korupsi dapat dilakukan tanpa harus meminta izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, yaitu: 1 Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya. 2 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan undang-undang ini. Universitas Sumatera Utara e. persyaratan dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan barang, benda, atau harta kekayaan tersebut. Pasal 44: 1 Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 memberi kewenangan kepada petugas kepolisian atau kejaksaan untuk melaksanakan penggeledahan dan penyitaan. 2 Tindakan penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan hukum acara pidana. KUHAP mengatur dan memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan tindakan penyitaan terhadap benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud. Akan tetapi benda yang tidak dapat disita terbatas pada benda yang ada hubungannya dengan terjadinya tindak pidana. Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik tersebut semata-mata untuk kepentingan pembuktian dalam pemeriksaan penyidikan, penuntutan dan pengadilan. Mencermati uraian tersebut, dapat diketahui bahwa tindakan penyitaan yang tidak ada hubungannya dengan tindak pidana dapat dianggapdinilai sebagai tindakan penyitaan yang tidak sah bertentangan dengan hukum. Terhadap benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan telah diatur secara rinci dalam Pasal 39 KUHAP. Ayat 1 yang dapat dikenakan penyitaan: a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mepersiapkannya; c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Universitas Sumatera Utara Menyimak semua ketentuan isi pasal dimaksud di atas, telah digariskan prinsip hukum dalam penyitaan benda. Prinsip itu menegaskan bahwa benda yang dapat disita menurut KUHAP hanya benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana. Jika suatu benda tidak ada kaitannya dengan keterlibatan dengan tindak pidana, terhadap benda-benda tersebut tidak dapat diletakkan sita. Oleh karena itu, penyitaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa pidana yang sedang diperiksa, dianggap merupakan penyitaan yang bertentangan dengan hukum, dan dengan sendirinya penyitaan tidak sah. Konsekwensinya orang yang bersangkutan dapat meminta tuntutan ganti rugi baik kepada praperadilan apabila masih dalam tingkat penyelidikan dan kepada Pengadilan Negeri apabila perkaranya sudah diperiksa di persidangan. 170 Sehubungan dengan hal tersebut, maka menurut Pasal 95 KUHAP menegaskan terhadap pejabat yang melakukan penyitaan yang tidak sah tersebut dapat dituntut untuk membayar ganti kerugian melalui Praperadilan. 171

4. Tahap Keempat, Pengembalian Dan Penyerahan Aset-Aset Kepada Negara Korban