Mekanisme Kerja Efek Samping Penggunaan Kloramfenikol pada Budidaya Udang Windu

Struktur Kimia:

2.2.2 Mekanisme Kerja

Kloramfenikol dengan sinonim dichloroasetamide, amphicol, anacetin, fenicol, cloramicol, cloromycetin atau kemicetine merupakan antibiotik berspektrum luas yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces, misalnya S. venezuelae, S. phaeochromogenes, S. omiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya, maka sejak tahun 1950 kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total Winholdz, 1983; Wattimena, dkk., 1991. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dan juga sel eukariosit. Obat ini mengikat secara reversibel unit ribosom 50 S. Ini akan mencegah ikatan antar asam amino. Kloramfenikol akan bertindak sebagai analog dipeptida dan sebagai antagonis substrat peptidil bagi enzim. Pembentukan ikatan peptida akan dihambat selama obat tetap terikat pada ribosom. Kloramfenikol juga dapat menghambat sintesis protein mitokondria sel mamalia, hal ini dikarenakan ribosom mitokondria mirip dengan ribosom bakteri Wattimena, 1991. Kebanyakan bakteri gram positif dihambat oleh kloramfenikol pada konsentrasi 1- 10 µgml dan bakteri gram negatif pada konsentrasi 2-5 µgml Jawetz, 1998.

2.2.3 Efek Samping Penggunaan Kloramfenikol pada Budidaya Udang Windu

Penggunaan kloramfenikol sebagai antibiotik dalam budidaya udang windu sangat merugikan konsumen karena begitu membahayakan bagi kesehatan. Metabolit kloramfenikol yaitu nitrosokloramfenikol yang terbentuk dari hasil reduksi kloramfenikol di hati merupakan metabolit yang dianggap sebagai penginduksi terjadinya depresi sum-sum tulang myelodepresi yang tampak dalam dua bentuk anemia, yaitu: - penghambatan pembentukan sel-sel darah eritrosit, trombosit, dan granulosit yang bersifat reversibel. - anemia aplastik yang bersifat irreversibel WHO, 1999; Tjay, 2002. Selain itu, pada bayi prematur dan bayi baru lahir, pada dosis berlebih timbul keadaan yang disebut “Gray sindrom” yang ditandai dengan muntah, sianosis yang pucat, perut bengkak dan kolaps peredaran darah perifer dan sebagian berakhir dengan kematian. Penyebab komplikasi yang parah ini adalah kurangnya aktivitas glukuronil transferase bayi tersebut, artinya kloramfenikol yang berikatan dengan asam glukoronat tidak cukup banyak. Ginjal bayi hanya mampu mengekskresi kloramfenikol dalam bentuk tak diubah dalam jangka waktu yang lambat. Atas dasar inilah dosis harian bayi yang baru lahir tidak boleh melampaui 25 mgkg Mutschler, 1999; Tjay, 2002. Penggunaan kloramfenikol sebagai bahan tambahan pangan sangat dilarang oleh pemerintah Indonesia juga disebabkan oleh karena konsumen dapat menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Pemeriksaan dan penetapan kadar residu kloramfenikol dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi KCKT. 2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.3.1 Kromatografi