Peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta

(1)

dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Mei 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

Jakarta, 04 Mei 2010 Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Drs. Wahidin Saputra, MA Dra. Nasichah, MA NIP. 19700903 199603 1 001 NIP. 19671126 199603 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Drs. M. Lutfi, MA NIP. 19610422 199003 2 001 NIP. 19676006 199403 1 006

Pembimbing,

Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP. 19451125 197106 2 001


(2)

Skripsi

Diajukan untuk kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam

Oleh

Iklima 106052001963

Di Bawah Bimbingan,

Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP: 19451125 197106 2 001

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H./2010 M.


(3)

1. Skripsi ini karya asli saya yng diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar stara 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 April 2010


(4)

PERAN ORANG TUA DALAM PROSES PENYEMBUHAN PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA.

Orang tua memiliki arti ayah dan ibu kandung, orang yang dianggap pandai, ahli dalam mengurus keluarga dan seisi rumah yang menjadi tanggungannya. Peran orang tua merupakan hal yang penting untuk setiap anggota keluarga (anak-anak) dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Untuk itu peran orang tua sangat penting untuk di ketahui bagaimana bagaimana peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien. Hal inilah yang diteliti dalam skripsi ini, dengan mangambil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta sebagai tempat dalam penelitian ini.

Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta adalah rumah sakit jiwa yang terkenal di Jakarta yang menangani pasien-pasien yang menderita gangguan jiwa ringan, dan gangguan jiwa yang berat. Sangat dibutuhkan penanganan dan perawatan yang intensif dalam menangani pasien yang mengalami gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, peran orang tua juga sangat di butuhkan oleh pasien bahkan pihak rumah sakitpun sangat membutuhkan peran orang tua, karena orang tua yang mengetahui apa yang menjadi penyebab pasien mengalami gangguan jiwa. Dengan demikian perhatian, kasih sayang dan do’a itu merupakan peran terpenting yang di butuhkan pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orang tua dalam proses penyembuhan, diantaranya menjenguk, mengajak berkomunikasi, memberikan perhatian dan kasih sayang terutama untuk pasien yang mempunyai gangguan kejiwaan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (flied riseacrh), pendekatan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan informasi orang yang terlibat di dalamnya. Teori yang ada di dalamnya adalah teori tentang peran, orang tua dan pasien.

Hasil yang di peroleh dari penelitian ini yaitu bahwa peran orang tua sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan pasien. Dengan adanya peran orangtua pasien akan merasa dirinya diperhatikan, disayang, dan pasien tidak merasa dirinya di buang atau tidak di butuhkan oleh keluarga dan orang tua. Dengan demikian, peran orang tua menjadi hal yang sangat bermanfaat dan di butuhkan oleh pasien agar pasien merasa dirinya masih di butuhkan dan berguna dalam kehidupannya.


(5)

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain puji serta syukur kehadirat-Nya Yang Maha Kuasa, atas segala nikmat yang dilimpahkankehadirat-Nya kepada penulis, hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya pula kita memohon perlindungan. Shalawat serta salam semoga selalu tercerahkan kepada Nabi dan Rasul junjungan, seorang reformis sejati baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat serta Mujahid Islam sejati yang selalu istiqomah hingga nyawa terlepas dari badan.

Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Orang tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta”, ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar S1, Sarjana Komunikasi Islam dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Islam. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami penulis, baik yang berkaitan dengan waktu, mencari data-data yang berkaitan dengan peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien dan lain sebagainya.

Namun, berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak maka kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin yang Maha Kuasa. Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada:


(6)

bapak, Drs. Study Rizal, MA, selaku Pembantu Dekan III.

2. Ibu Dra. Hj. Elidar Husein, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terima kasih atas pencerahan dan arahan yang telah Ibu berikan kepada penulis.

3. Bapak Drs. M. Lutfi, M. Ag, selaku ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, serta Ibu Dra. Nasichah, M. Ag, selaku sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

4. Ibu Prof. Dra. Ismah Salmah, M. Hum, selaku Pembimbing Akademik mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2006, terima kasih atas arahan dan bimbingannya.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membekali penulis dengan ilmu yang tak ternilai harganya, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, namun tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih penulis. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan bagian Tata Usaha (TU) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan dengan baik.


(7)

hentinya mendo’akan penulis dalam menempuh pendidikan atau juga memberikan bantuan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang tiada tara.

7. Kakanda Nurhasanah, H. Abd. Rasyid. SE, M. Yasin. SH. I, Syarifuddin. S. Sos. I, Syahrullah dan Adinda Siti Aminah. Terima kasih atas motivasi, do’a serta semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

8. Kakak-kakak ipar H. Syafe’I, Linda, Tasu’ah. S. Pd. I, serta keponakan-keponakan Azizah Aini, Ahmad Syukron Afwi, Naila Aulia Rahmah, Muhammad Nabhan, Nuzula Rosyada, Muhammad Rakha, serta dede bayi Nazla Aabidah. Terima kasih atas dukungan, do’a dan senyuman kalian yang membuat semangat penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.

9. Dokter Laila Bahasoean selaku dokter dan kepala Instalasi Rehabilitasi, Bapak H. Sunggono, Bapak Maizar, Bapak Bambang, Ibu Dedeh dan Ibu Moli, serta seluruh staf-staf Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bimbingan dan bantuannya.

10.Seluruh keluarga dan pasien khususnya (Bapak Rahmat, Ibu Siti Khotimah, mas Adi, mbak Harlina, serta Ibu Yuli Suci), terima kasih atas


(8)

v

khususnya BPI angkatan 2006, Che-che, Ulfah , Nawal, Ifa, Nuy, Anis dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah menjadi motivator penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas dukungan dan do’anya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak yang perlu diulas lebih dalam, untuk itu saran dan kritik penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis harapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr.Wb.

Jakarta, 19 April 2010


(9)

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodelogi Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka………...12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran 1. Pengertian Peran... 15

2. Jenis Peran... 17

B. Orang Tua 1. Pengertian Orang Tua ... 19

2. Fungsi Orang Tua... 21

3. Peran Orang Tua ... 23

C. Pasien 1. Pengertian Pasien ... 25

2. Pengertian Jiwa yang Sehat... 28

3. Pengertian Psikosis (sakit jiwa) ... 30

4. Penerimaan Pasien di Keluarga... 32


(10)

C. Sarana dan Prasarana... 40

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN A. Identitas Informan 1. Subjek 1 (Keluarga) ... 43

2. Subjek 2 (keluarga) ... 44

3. Subjek 3 (pasien day care) ... 45

4. Subjek 4 (pasien rawat jalan) ... 45

5. Subjek 5 (pasien rawat inap) ... 46

B. Peran Orang Tua dalam proses penyembuhan ... 47

C. Upaya yang dilakukan Orang Tua untuk Kesembuhan Pasien ... 57

D. Hasil yang didapat dari Peran Orang Tua dalam Proses Kesembuhan Pasien. ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran... 63

Daftar Pustaka... 65 Lampiran


(11)

(12)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh

IKLIMA

106052001963

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H. / 2010 M.


(13)

A. Latar Belakang Masalah

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan.

Orang tua juga yang mengasuh dan yang membimbing anaknya dengan cara

memberi contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu

orangtua juga telah memperkenalkan anaknya dalam hal-hal yang dapat di

dunia dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh

anak.

Misteri tentang manusia sama dengan misteri alam, semakin banyak

dimensi yang telah diketahui, semakin disadari bahwa hal-hal yang belum

diketahui justru lebih banyak lagi. Manusia adalah miniatur dari keajaiban

alam ciptaan Tuhan, ada yang secara individual yang kuat dan mulia itu

kemudian sukses secara sosial, menjadi orang yang terhormat dan dihormati

masyarakat. Ada orang lain yang kepribadian individualnya sangat baik tetapi

ia tidak sanggup melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga

keunggulan kepribadian individualnya tidak memberikan kontribusi dalam

kehidupan sosial, dan akibatnya secara sosial ia tidak dihitung oleh

masyarakat sekelilingnya. Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari

interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia dengan desain

kejiwaan yang sempurna, diberi kelengkapan psikologis untuk membedakan


(14)

mana yang baik dan mana yang buruk, ia juga diberi kelengkapan psikologis

untuk berfikir untuk merasa dan untuk berkehendak. Oleh karena itu setiap

manusia harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan

kepada kita semua sebagai ummat-Nya. Karena itulah, maka para orangtua,

masyarakat, para ulama, bahkan pemerintahpun harus berusaha membantu

dengan segala kemampuan yang ada pada mereka, dengan nasehat, petunjuk,

dengan undang-undang dan peraturan yang mempunyai sanksi-sanksi hukum,

demi untuk menciptakan suasana yang serasi, menyenangkan bagi setiap

anggota keluarganya.

Namun dalam kehidupan sehari-hari, sangat banyak orangtua yang

tidak dapat merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya. Ada yang diamuk

oleh percekcokan dan kadang-kadang dengan kekerasan, sehingga rumah

tangga yang dimulai dengan riang gembira dan gelak tawa sanak saudara serta

handai taulan, beralih menjadi arena pertarungan yang tidak dapat ia ceritakan

dengan orang lain sehingga pikirannya tidak dapat dia simpan dengan baik

yang mengakibatkan dia menangis sendiri, tertawa sendiri, berbicara sendiri,

bahkan berteriak-teriak sendiri tidak melihat sekitarnya.

Bagi orangtua yang tidak sanggup menahan lama, tidak pandai

berpura-pura, tidak tahu mencari jalan yang harus ditempuh biasanya

mengambil sikap keputusan bahwa salah satu anggota keluarganya ada yang

menderita sakit jiwa (psikosis) atau mentalnya terganggu, harus segera dibawa

ke rumah sakit atau tempat rehabilitasi. Menurut Sigmun Freud, penyakit


(15)

ketaksadaran jiwa manusia.1 Penyakit adalah salah satu ciptaan Allah yang

menimpa kepada siyapa saja yang dikehendakiNya, kapan dan bagaimana

penyakit itu muncul semuanya bergantung pada kehendak-Nya dan

sesungguhnya Allah telah menciptakan penyakit untuk tujuan yang diketahui.

Kemudian Allah menuntut manusia untuk bersabar menghadapi penyakit dan

berusaha mencari obatnya.2

Menurut Abraham Maslaw, yang dikutip dari Hanna Djumhana

Bastman, salah seorang pemuka psikologis Humanistik yang berusaha

memahami segi Esoterik (ruhani) manusia. Maslaw mengatakan bahwa

kebutuhan manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat dari yang paling

dasar hingga kebutuhan yang paling puncak. Pertama, kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat, dan

sebagainya. Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang mendorong orang untuk bebas dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan ini dimanifestasikan antara lain

dalam bentuk tempat tinggal yang permanen. Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang, aman, antara lain berupa pemenuhan hubungan antara manusia.

Manusia membutuhkan saling perhatian dan keintiman dalam pergaulan.

Keempat, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan ini dimanifestasikan manusia dalam bentuk aktualisasi diri antara lain dengan bakat yang berguna. Pada

tahap ini orang ingin agar buah pikirannya dihargai.3

1

Jalaluddin. Psikologi Agama. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007). h. 152. 2

Zuhair Muhammad Az-Zamili, diterjemahkan oleh Hedi Fajar dan Ahmad. Mengapa kita Saki: Hikmah Allah menciptakan Penyakit. ( Bandung: Pustaka Hidayah; 2004). Cet. ke-1. h. 9.

3


(16)

Gambaran tentang kesempurnaan tingkat kepribadian manusia ini agak

mirip dengan konsep insan kamil, pribadi manusia sempurna yang kembali

kepada fitrah kesuciannya. Fitrah ini menurut M. Quraish Shihab, memiliki

ciri-ciri berupa kecendrungan manusia untuk menyenangi yang benar, baik,

dan indah (M. Quraish Shihab, 1994: 374). 4 Menurut Frankie, eksistensi

manusia ditandai oleh tiga faktor, yakni spiritualty (keruhanian), freedom

(kebebasan), responsibility (tanggung jawab).5

Dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah psikosomatik

(kejiwabadanan), dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk

menjelaskan bahwa terdapat hubungan erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa

berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah dan

sebagainya, maka badan turut menderita.

Menurut Prof. Aulia, sebagai pendiri psikosomatik di RS. Cipto

Mangunkusumo Jakarta mengatakan, psikosomatik terdiri dari Psishe atau jiwa dan soma atau badan, istilah itu menyatakan dengan jelas hubungan erat antara jiwa dan badan, bila jiwa ditimpa satu kesulitan maka badan turut

menderita.6

Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, kesal dan

jengkel, jiwa sehat badan segar dan badan sehat jiwa normal. Kepribadian

manusia merupakan corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya

untuk bereaksi dan menyesuaikan diri baik kepada lingkungan, keluarga

4

Ibid.

5

Ibid. 6

K. H.S.S. Djam’an. Islam dan Psikosomatik: Penyakit Jiwa. (Jakarta: Bulan Bintang. 1975). Cet. ke-1. h. 12.


(17)

maupun kepada pribadinya sendiri. Dengan demikian corak dan kebiasaan itu

merupakan satu kesatuan fungsional yang khas yang berfungsi sebagai arah

persoalan kesehatan mental atau jiwa. Dalam al-Qur’an surat As-Syam

dikatakan bahwa manusia mempunyai desain kejiwaan yang sempurna,

memiliki potensi untuk memahami kebaikan dan kejahatan, dan ditingkatkan

kualitasnya menjadi suci dan dapat tercemar sehingga menjadi kotor.7

Dalam hal ini Allah SWT, menegaskan dalam firmanNya yang

tercantum dalam surat As-Syam ayat 7-8:

ْﻧو

ﺎ و

ﺎهاﱠﻮ

.

ﺎﻬ ﻬْﻟﺄ

ﺎهرﻮﺠ

ﺎهاﻮْﻘﺗو

.

artinya:

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (As-Syam: 7-8)

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa sungguh beruntung manusia

yang memelihara kesucian jiwanya dan sungguh rugi orang yang

mengotorinya. Ayat ini dapat ditingkatkan hingga menjadi suci secara aktual

dan bisa juga terplosok kepada kehinaan sehingga menjadi kotor dan hina.

Faktor-faktor kejiwaan itu merupakan konflik atau pertentangan

perasaan berdosa dan kekecewaan yang kesulitan-kesulitan itu tidak dapat si

sakit menyelesaikannya atau mengatasinya. Keluhan deritaan itu bisa berlaku

pada alat badan yang manapun juga. Pengobatan pada psikosomatik di atas

7

Ahmad Mubarok. Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah hingga Kelurga Bangsa. (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. 2005). h. 23.


(18)

selain pengobatan kebadanan adalah satu bidang khusus yaitu Agama dan

perhatian keluarga.

Dalam perawatan jiwa, terasa sekali bahwa agama sangat dibutuhkan,

tetapi bukan hanya perawatan, jiwa juga membutuhkan perhatian dan kasih

sayang terutama orang tua. Orang tua adalah obat kedua setelah keagamaan,

karena orang tua juga sangat berpengaruh jika suatu rumah tangga

membangun kaluarga sakinah maka kehidupan berkeluargapun akan baik-baik

saja tidak akan ada yang mengalami ganguan kejiwaan pada setiap anggota

keluarganya. Problem paling berat membangun keluarga sakinah di tengah

masyarakat modern seperti sekarang ini adalah dalam menanggapi penyakit

“manusia modern”. Manusia seperti itu sebenarnya manusia yang sudah

kehilangan makna, manusia kosong the Hollow Man. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang di inginkan. Para sosiolog

menyebutnya sebagai gejala keterasingan aliensi yang di sebabkan oleh

perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, hubungan hangat antara

manusia sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, lembaga tradisional

sudah berubah menjadi lembaga rasional, mayarakat yang homogen sudah

berubah menjadi heterogen dan stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas

sosial.8 Menurut sebuah penelitian yang di kutip oleh DR. Zakiah Daradjat,

perilaku manusia itu 83% dipengaruhi oleh apa yang dilihat. 11% oleh apa

yang didengar dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus campuran.9 Dari

8

Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an: Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. 2005). h. 152.

9


(19)

penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat sudah sangat jelas

bahwa pada zaman modern keluarga harus selalu memperhatikan (memberi

perhatian) kepada setiap anggota keluarganya, jangan sampai keluarga sendiri

yang mengakibatkan anggota keluarganya yang terkena gangguan atau sakit

jiwa.

Dari uraian dan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk

menelitinya, yang nantinya diharapkan akan menjadi pelajaran yang berharga

bagi penulis dan manfaat bagi masyarakat.

Hal ini tertuang dan tertulis dalam skripsi yang berjudul “Peran Orang tua dalam Proses Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan ini maka peneliti membatasi

masalah pada peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien psikosis

atau sakit jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, karena

peran orangtua sangat dibutuhkan bagi para pasien untuk mempercepat

kesembuhannya. Maka dalam penelitian ini dibatasi untuk meneliti peran

orangtua pasien penderita psikosis (jiwa).

2. Perumusan Masalah

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa batas kajian penelitian


(20)

pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Maka pokok

permasalahan yang hendak diteliti dapat dirumuskan, yaitu:

a. Bagaimana peran orangtua pasien dalam proses penyembuhan?

b. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh orangtua dalam menangani

kesembuhan pasien?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peran orangtua

dalam proses penyembuhan pasien dan bagaimanakah upaya atau proses

yang dilakukan oleh orangtua dalam penyembuhan dan adakah perbedaan

tingkat kesembuhan antara pasien yang sering dikunjungi dan jarang

dikunjungi.

2. Manfaat Panelitian

a. Manfaat Akademis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang

ilmu dan bimbingan Konseling.

b. Manfaat Praktisi

I. Orang Tua

Bagi orang tua hal ini merupakan salah satu cara untuk

memberikan pengertian tentang pentingnya peran orangtua dalam

proses penyembuhan bagi keluarga yang menderita.


(21)

Agar masyarakat tidak memandang sebelah mata pasien

penderita psikosis atau sakit jiwa dan dapat menjadi salah satu

bahan pertimbangan bagi orangtua dengan penuh kesadaran

untuk lebih memperhatikan keluarga.

D. Metodelogi Penelitian

1. Metode Penelitian

I. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan

(Flied Risearch), dimana peneliti terjun langsung kelapangan (objek) penelitian untuk mengamati peran orangtua. Dalam hal ini mengenai

peran orangtua dalam proses penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Dr.

Soerharto Heerdjan Jakarta.

II. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang di amati.10 Dalam hal ini yang diteliti adalah peran

orangtua dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr.

Soeharto Heerdjan Jakarta.

III. Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2000). Cet. ke-13, h. 3.


(22)

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto

Heerdjan Jakarta. Sedangkan waktu penelitian di mulai pada tanggal 1

Februari 2010 sampai dengan pada tanggal 12 Maret 2010.

IV. Analisis Data

Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul dalam bentuk data

mentah, langkah selanjutnya adalah data tersebut disusun secara

sistematis, kemudian diklasifikasikan untuk kemudian dilakukan

analisis sesuai dengan rumusan masalah.

V. Teknik Penulisan

Teknik penulisan pada skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman

Penulisan Karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), yang disusun

oleh Hamid Nasuhi dkk, dan di terbitkan oleh Ceqda di Jakarta pada

tahun 2007.

2. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah para orangtua atau pasien yang

dapat memberikan informasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil

subjek penelitian, mereka terdiri dari 2 keluarga yaitu Bapak Rahmat

dan Ibu Siti Khotimah, 1 pasien rawat jalan yaitu mbak Harlina , 1

pasien rawat inap yaitu ibu Yuli Suci dan 1 pasien day care yaitu

Supriadi.


(23)

Objek penelitian ini adalah peran orangtua dalam proses

penyembuhan pasien, khususnya orang tua dan pasien yang berada di

Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Jln. Prof.

Latumenten No.I Jakarta Barat, Telepon (021)5682841, (021)

5682843, faximile (021) 5682842

3. Teknik PengumpulanData

Adapun teknik dala pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini meliputi:

a. Observasi

Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung di Rumah

Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta di daerah Grogol, guna

menyelami dan memperoleh gambaran yang jelas tentang peran orang

tua dalam proses penyembuhan pasien.

b. Wawancara

Salah satu metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah

wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya secara

langsung kepada informan.

c. Dokumentsi

Yaitu penulis mencari keterangan berupa catatan-catatan, buku, arsip

dan bacaan yang didapatkan di lapangan serta dari perpustakaan yang


(24)

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menentukan judul skripsi penulis melakukan tinjauan pustaka di

perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, di dalam tinjauan

pustaka ini ada beberapa skripsi yang membahas tentang peran orang tua

dalam membimbing atau proses penyembuhan dan pencegahan, antara lain:

1. Peran Orangtua dan Tokoh Masyarakat dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja. Disusun di Cikananga Cipaku Ciamis. Oleh Zahratun, mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 2003. Penelitiannya terfokus pada peran orangtua

dan tokoh masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba.

2. Peranan keluarga dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di Rw. 05, Kelurahan Bamboo, Jakarta Utara. Skripsi di ajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar sarjana pendidikan islam (S.Pd.I), oleh: Muhammad

Nuh Suhendra 103011026688. jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universita Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.

Adapun penulis dengan judul Peran orang tua dalam Proses

Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta,

dalam skripsi ini yang menjadi pembahasan utamanya adalah peran orang

tua dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto


(25)

mengetahui tentang diri pasien tentang hal yang menjadi penyebab pasien

menderita gangguan jiwa.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini maka penulis

memberikan penjelasan dan gambaran beberapa bab, yaitu:

Bab I : Dalam bab I ini penulis menggambarkan beberapa hal yang

meliputi tentang latar belakang yang menjadi awal pemikiran

dalam mengambil judul skripsi ini, yang terdiri dari latar

belakang, batasan dan perumusan masalah, metode penelitian,

subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, tinjauan

pustaka dan sistematika panulisan.

Bab II : Tinjauan Teoritis: dalam bab II ini penulis akan memaparkan

teori tentang pengertian Peran, Orang tua, Pasien, yang

kemudian dilanjutkan dengan pemaparan teori yang berkenaan

dengan peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien.

Bab III : Gambaran umum tentang Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto

Heerdjan Jakarta ke dalam beberapa aspek yang terdiri dari

sekilas sejarah berdirinya, visi dan misi, motto, tujuan, sarana

dan prasarana Rumah Sakit Jiwa Dr. Soehartoo Heerdjan

Jakarta.

Bab IV : Temuan lapangan dan analisis Peran Orang tua dalam Proses

Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto


(26)

mengidentifikasikan informan. Subjeknya terletak pada pasien

dan keluarga, peran orang tua dalam proses penyembuhan dan

bagaimanakah upaya yang dilakukan orang tua dalam proses

penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto

Heerdjan Jakarta.

Bab V : Penutup: dalam bab ini adalah akhir yang meliputi

kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka


(27)

A. Peran

1. Pengertian Peran

Setiap manusia pasti mempunyai peran dan berbeda perannya tergantung dengan kedudukan dalam masyarakatnya masing-masing. Oleh karena itu berbicara mengenai peran, tentu tidak terlepas dari pembicaraan mengenai kedudukan (status), walaupun keduanya berbeda tetapi saling berhubungan dengan yang lainnya. Seperti dua sisi mata uang yang berbeda tetapi akan menentukan nilai bagi mata uang tersebut, itu semua karena peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) manusia.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat dan harus dilaksanakan.1 Setiap manusia pasti mempunyai kegiatan yang dia ikut turut aktif dalam kegiatan tersebut karena apabila dia tidak turut aktif dalam kegiatan tersebut maka dia tidak mempunyai peranan yang baik dalam lingkungan masyarakatnya. Sedangkan peranan berarti tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 1998), h. 667.


(28)

Menurut Suryono Soekanto, “peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat”.2 Memang peran merupakan perilaku setiap individu yang mereka lakukan setiap hari, karena apabila individu tersebut tidak melakukan peran apapun dalam kehidupannya maka dia tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain.

Pendapat Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang di kutip oleh David Barry mendefinisikan: peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan social tertentu.3

Pengertian peran menurut Jenning yang dikutip oleh Ira Yoga yaitu “cara berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada proses penempatan status peranan seseorang dalam keluarga, masyarakat dan sebagainya”.4 Jadi memang peran itu akan terlihat apabila seseorang telah melakukan suatu kegiatan atau tingkah lakunya (berinteraksi) dengan orang lain. Peran juga akan berfungsi apabila orang tersebut dapat menempatkan dirinya dengan baik kepada orangtua, keluarga, masyarakat dan lain sebagainya.

Selanjutnya menurut Abu Ahmadi dalam buku Psikologi Sosialnya menerangkan bahwa “Peran adalah suatu pengharapan manusia terhadap cara individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya”. Walaupun kedudukannya ini

2

Suryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Balai Pustaka. 1998). Cet. ke-1. h. 667.

3

N. Grass W. S. Masson and A.W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis. (Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1995). Cet. ke-3. h. 99.

4


(29)

berbeda antara satu dengan yang lainnya tersebut, akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya”.5

Dari beberapa definisi peran diatas penulis menyimpulkan bahwa peran merupakan sesuatu yang berkaitan dalam kehidupan manusia karena peran merupakan sesuatu yang penting atau bahkan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh, manusia dalam kehidupannya yang saling berkaitan dengan masyarakat sekitarnya terutama dalam kehidupan sosial sehari-hari yang melakukan kegiatan di sekitar lingkungan keluarganya, karena apabila kita tidak berperan dengan baik dalam lingkungan kita maka masyarakat akan menganggap kita tidak mempunyai peran yang baik atau tidak dapat bersosialisasi dengan baik kepada mayarakat terutama orangtua, keluarga, lingkungan dan teman-teman semua, oleh karena itu setiap manusia harus mempunyai peran yang baik dalam kehidupannya agar dia dianggap sebagai manusia yang mempunyai peran penting dalam kehidupannya.

2. Jenis-jenis Peran

Setiap peran manusia pasti mempunyai perbedaan antara orang yang satu dengan orang yang lain karena peran seseorang itu tergantung dari individunya masing-masing yang dapat menempatkan kedudukan perannya dengan baik. Apabila perannya tidak digunakan seseorang maka orang tersebut akan merasa bosan dan merasa tidak dipedulikan oleh orang lain karena kesepian, hal tersebut merupakan salah satu penyebab

5


(30)

seseorang mengalami gangguan jiwa (psikosis). Peran juga mempunyai beberapa jenis yang berbeda-beda, antara lain:

a. Role Position adalah kedudukan social yang sekaligus menjadikan atau kedudukan dan berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi orang tersebut dalam struktur social tertentu.

b. Role Behaviour adalah cara seseorang memainkan peranannya. Apabila orang tersebut melakukan dengan baik peranannya maka ia akan di terima dengan baik di keluarga, masyarakat, dan lain-lain. Sebaliknya apabila orang tersebut tidak melakukan perannya dengan baik maka orang tersebut tidak akan diterima di keluarga maupun masyarakat.

c. Role Perception adalah bagaimana seseorang memandang peranan sosialnya serta bagaimana ia harus bertindak dan berbuat atas dasar pandangannya tersebut.

d. Role Expectation adalah peranan seseorang terhadap peranan yang dimainkan bagi sebagian besar warga masyarakat.6

Dari keempat jenis bentuk peran diatas peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien yang penulis maksud adalah Role Behavior (cara seseorang memainkan perannya), karena penulis ingin mengetahui bagaimana peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien atau keluarganya sendiri yang sedang menderita suatu penyakit terutama penyakit jiwa (psikosis). Sebagai keluarga terutama orang tua yang mempunyai kasih sayang pada anaknya, tentunya akan selalu memperhatikan anak-anaknya walaupun dalam keadaan sakit, terutama seorang ibu yang akan selalu memperhatikan dan merawat buah hatinya. Peran ibu sangat berpengaruh kepada anak-anaknya karena seorang ibu akan selalu merasakan sesuatu apabila anaknya mengalami musibah atau cobaan. Lebih lanjut Dr. Ali Qaimi mengatakan beberapa peran ibu yang penting, adapun peran ibu diantaranya:

6

A. Sutarmadi dan Al-Tirmidzi, Peranan dalam pengembangan Hadist dan Fiqih, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 1998), h. 27.


(31)

1) Faktor Alamiah

Faktor ini meliputi berbagai sifat atau karakteristik bawaan, keadaan rahim, produksi air susu ibu, kesehatan ibu di masa hamil dan menyusui, serta kondisi geografis peran ibu di masa hamil dan mennyusui sangat mempengaruhi proses pertumbuhan fisik dan psikis anak.

2) Faktor Sosiologis

Kehidupan sosial anak dimulai setelah ia dilahirkan dari rahim ibu ke dunia, sejak saat itu dirinya akan menjalin hubungan dengan segenap anggota keluarga, kerabat dan teman.

3) Faktor Lingkungan

Jenis permainan atau keadaan lingkungan amat mempengaruhi pertumbuhan seorang anak. Seorang ibu menularkan pengaruh terhadap anak melalui permainan yang dipilih.7

Peran orangtua terhadap individu setiap anggota keluarganya merupakan suatu pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial, orangtua juga turut menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga, di dalam masyarakat pada umumnya.

Dengan perannya dan tanggung jawabnya yang besar di dalam rumah, setiap orangtua harus memperhatikan keluarganya satu sama lain agar apabila ada angota keluarganya sakit atau terkena musibah, mereka akan mengetahuinya dan membantunya agar cepat sembuh dan keluar dari cobaan tersebut.

B. Orang Tua

1. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah dapat membentuk sebuah keluarga.

7

Ali Qaimi, Buaian Ibu diantara Surga dan Neraka, (Bogor: Cahaya. 2002), Cet, ke-1. h. 27-28.


(32)

Pengertian orang tua yang di kutip dari http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-orang-tua.htm, orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun pada umumnya di masyarakat pengertian orangtua itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini, orangtua juga yang mengasuh dan membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak.8

Orangtua memang selalu berkaitan dengan sebuah hubungan yang berkaitan dengan keluarga, adapun keluarga merupakan salah satu kelompok terkecil dalam suatu masyarakat.

Menurut Wahjoetomo mendefinisikan keluarga dalam perspektif antropologi:

yaitu keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan masyarakat yang terdiri atas seorang kepala keluarga (ayah), pengatur kehidupan keluarga (ibu), dan anggota keluarga (anak), dengan kerjasama ekonomi, pendidikan, perawatan, perlindungan dan sebagainya, karena keluarga dapat juga dikatakan sebagai masyarakat dalam arti mikro (sempit).9

Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya suatu perkawinan. Menurut pasal I UU Perkawinan Nomor I

8

http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-orang-tua.html. Dikutip pada hari Rabu malam Kamis, tanggal 24-02-2010, pukul 20:30.

9

Wahjoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press. 1997). Cet.,ke-1. h. 22-23.


(33)

tahun 1974, sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri dalam bukunya Ilmu Pendidikan, menjelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”10

2. Fungsi Orang Tua

Orangtua memegang peran penting dalam membentuk watak anak, terutama dalam perkembangan tahap-tahap pertama dari anak. Oleh karena itu orangtua harus melakukan fungsi dan peran orangtua ini seperti yang dikemukakan oleh Sunarti Hastono dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kesejahteraan Keluarga”, yang di kutip dari http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2008/mar_22/lkOpin001.ht m, mengemukakan sebagai berikut:

a. Membangun manusia yang sehat dan kuat (menyiapkan generasi muda memba-ngun keluarga yang sejahtera).

b. Mendidik kerohanian keluarga.

c. Memberi rasa tenang dan kasih sayang terhadap anggota keluarga atau sesamanya yang dapat menentukan dan menolong mereka dalam menghadapi kesukaran.

d. Membentuk kelakuan dan kepribadian yang luhur dari setiap anggota keluarga.11

Orang tua merupakan kesatuan sosial terkecil yang terbentuk oleh ikatan dua manusia, yakni antara seorang wanita dan seorang pria. Kesatuan semacam ini selalu terdapat dimana-mana pada setiap pergaulan hidup yang sah. Dalam kesatuan ini arus kehidupan di

10

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 1997), Cet,ke-1, h. 237.

11

http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2008/mar_22/lkOpin001.html. Dikutip pada hari Rabu malam kamis, tanggal 24-02-2010.


(34)

kemudikan oleh orangtua, alam mempercayakan pertumbuhan dan perkembangan anak pada mereka.

Ketika menyeru dan memberi gambaran tentang indahnya keluarga, Islam memperlihatkan berbagai fungsi serta menunjukkan buah manisnya kehidupan keluarga yang akan memiliki implikasi atau imbalan terhadap kehidupan individu dan masyarakat.

Fungsi orangtua yang utama ialah mendidik anak-anaknya. Anak manusia berlainan sekali dengan binatang, tanpa pendidikan dalam arti yang luas anak tidak akan menjadi anggota masyarakat yang dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan bersama. Adapun fungsi lain dari orangtua yaitu:

a. Fungsi keagamaan, maksudnya bahwa orang tua mempunyai peranan yang amat besar dalam memberikan pemahaman nilai-nilai keagamaan, membimbing dan mengajak keluarga untuk memahami dan menjalankan kaidah-kaidah keagamaan.

b. Fungsi Protektif yaitu bahwa keluarga harus menjadi sarana untuk menjaga dan memelihara anak serta anggota keluarga lainnya dari perilaku yang bersifat negatif baik yang timbul dari luar ataupun dari dalam dan keluarga dapat merupakan suatu lingkungan dimana kedamaian internal dan keamanan eksternal terbangun.12

c. Memberikan kasih sayang.

d. Tempat mencurahkan semua kegelisahan dan kegembiraan yang ada di dalam hati.

e. Tempat beristirahat sesudah bekerja. f. Memberikan perlindungan.13

12

Husayn Ansarian, Membangun Keluarga yang di cintai Allah, (Jakarta: Pustaka Zahra. 2002). h. 39.

13

Mustafa Abdul Wahid, Manajemen Keluarga Sakinah, (Yogjakarta: DIVA Press. 2004), Cet. ke-1. h. 30-31.


(35)

3. Peran Orang Tua

Orang tua merupakan suatu fungsi yang sangat dibutuhkan oleh pasien untuk memberikan motifasi dan dukungannya agar membuat pasien bersemangat dalam menghadapi cobaan dalam hidupnya dan membuat pasien termotivasi agar cepat sembuh.

Peran orang tua dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien.

Orang tua merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami gangguan kesehatan. Orangtua juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit. Peran atau tugas orangtua dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat (Komunitas) sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam peran atau tugas orangtua itu sendiri. Perawat diharapkan mampu meningkatkan peran orang tua dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga.

Alasan utama pentingnya peran orang tua dalam perawatan jiwa adalah:


(36)

1. Orangtua merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan pasien

2. Orangtua (dianggap) paling mengetahui kondisi pasien.

3. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien.

4. Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga. 5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam

mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien.

6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan.14

Beberapa hal penting yang dibutuhkan orang tua agar dapat membantu menyesuaikan diri dengan pasien psikosis, yaitu:

a. Informasi atau Psikoedukasi

Informasi-informasi akurat tentang penyakitnya, gejala-gejalanya, kemungkinan perjalanan penyakitnya, berbagai bantuan medis dan psikologis yang dapat meningkatkan gejala penyakitnya, merupakan sebagian informasi fital yang sangat dibutuhkan keluarga.

b. Sikap yang tepat.

Menurut Torrey (1988), keluarga perlu memiliki sikap yang tepat tentang penyakit keluarganya, disingkatnya sikap-sikap yang tepat itu dengan SAFE (Sense of Humor, Accepthing the Illness, Family Balance, Expectations Which are realisitc). Psikoedukasi bagi keluarga dapat turut menyertakan upaya menumbuhkan sikap yang tepat ini.

c. Support Group

Bilamana orangtua menghadapi psikomatik dalam keluarga mereka seorang diri, beban itu akan terasa sangat berat, namun bila keluarga-keluarga yang sama-sama memiliki anggota keluarga psikosomatik bergabung bersama, beban itu akan terasa lebih ringan. Mereka dapat saling menguatkan berbagai informasi yang mutakhir, bahkan mungkin menggalang dana bersama bagi keluarga yang kurang mampu. Upaya perbedaan ketegangan emosional secara kelompok juga akan lebih efektif dan lebih murah.

d. Family Therapy

14

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1920938-peran-keluarga-thdp-halusinasier/,


(37)

Family Therapy atau terapi keluarga dapat menjadi bagian dari rangkaian upaya membantu keluarga, agar sebagian suatu system meningkat dan lebih membantu melakukan penyesuaian diri.15

Adapun peran orang tua apabila ada pihak keluarga yang bersikap agresif atau berperilaku marah atau ekspresi wajahnya marah, tangan mengepal, rahang terkatup dan mempunyai perilaku menolak berhubungan dengan orang lain, menyalahkan orang lain atau tuhan, kasar dan tidak tenang, mengancam, menyerang atau merusak lingkungan maka mereka harus melakukan atau mempunyai peran sebagai berikut:

1. memahami kondisi yangg dihadapi oleh korban/penderita 2. menemani dan mengajak berbicara

3. memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan, minum, kebersihan

4. melibatkan kelompok/keluarga dalam penanganan marah 5. mengajak latihan relaksasi

6. penyaluran energi melalui kegiatan bersama (olahraga, mendengarkan musik, menari, berdzikir, dll).

7. membuat perencanaan kegiatan harian.16 C. Pasien

1. Pengertian Pasien.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, “pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter, penderita sakit.”17 Dan seseorang dikatakan “sakit apabila orang itu tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam

15

Imam Setiadi Arif, Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien, (Bandung: PT. Refika Aditama. 2006), Cet. ke- 1. h. 49.

16

Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik.Gangguan-ganguan jiwa yang banyak terjadi di masyarakat. (Departemen Kesehatan RI: 2006). Bakti Husada dan Indonesia Sehat 2010. h. 4-6

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 2001). h. 834.


(38)

kehidupan sehari-hari karena fisiknya yang sakit atau kejiwaannya yang terganggu.”18

Menurut penulis pasien adalah orang sakit atau penderita, baik menjalani rawat inap pada suatu rumah sakit atau pada suatu unit pelayanan kesehatan tertentu ataupun yang tidak. Dan seseorang di katakan sakit apabila orang itu tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari karena fisiknya yang sakit atau kejiwaannya yang terganggu.

Berdasarkan pengalaman para ahli ilmu jiwa pasien-pasien yang menderita gangguan jiwa serta hasil-hasil penyelidikan ilmiah yang dilakukan terhadap tingkah laku dan sikap seseorang, terbukti bahwa gangguan jiwa terjadi antara lain akibat dorongan untuk memenuhi keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan yang dirasakannya. Bila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dipenuhi orang akan merasakan tidak enak, gelisah dan kecewa. Untuk menghilangkan rasa yang tidak enak itulah kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi, sebab selama kebutuhan tersebut belum terpenuhi kegelisahan itu akan tetap terasa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu:

a. Kebutuhan Primer, yaitu kebutuhan jasmaniah (fisik), seperti makan, minum, seks, dan sebagainya.

b. Kebutuhan Rohaniah (psychis dan sosial).

18

Dadang Hawari, Pelatihan Relawan Bimbingan Rohani Pasien. Sawangan, 9 Juli 2003. (Jakarta: Dompet Dhuafa Refublika. 2003), h. 15.


(39)

Kebutuhan yang pertama atau kebutuhan primer tidak dipelajari oleh manusia, sudah fitrahnya sejak lahir. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan hilanglah keseimbangan badan.

Kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan jiwa sosial yang tidak dirasakan oleh mahkluk hidup lainnya. Inilah yang membedakan manusia dari binatang. Di antara keinginan-keinginan atau kebutuhan jiwa yang banyak itu ada beberapa kebutuhan-kebutuhan pokok yang terdapat (terasa) oleh setiap orang baik anak kecil, orang dewasa, maupun orang tua. Kebutuhan-kebutuhan yang pokok ini tidak banyak, akan tetapi harus dipenuhi. Apabila tidak dipenuhi orang akan merasa gelisah, cemas dan tidak enak untuk manghindari rasa yang tidak menyenangkan itu orang akan berusaha mencari jalan supaya terpenuhi.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut ialah: a. Kebutuhan akan rasa kasih sayang. b. Kebutuhan akan rasa aman

c. Kebutuhan akan rasa harga diri d. Kebutuhan akan rasa bebas. e. Kebutuhan akan rasa sukses .

f. Kebutuhan akan rasa tahu (mengenal).19

Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka orang akan gelisah dan mencari jalan untuk mengatasinya, baik dengan cara yang wajar maupun dengan cara yang tidak wajar atau kurang sehat untuk menutupi atau menyeimbangi kekurangan-kekurangan yang

19


(40)

dirasakan dalam memenuhi kebutuhan tersebut perlu adanya kepercayaan kepada Tuhan.

2. Jiwa yang Sehat.

Jiwa yang sehat merupakan keinginan setiap makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Menurut paham ilmu kedokteran, “kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.”20

Seseorang yang mempunyai jiwa sehat akan melakukan semua aktifitasnya sehari-hari dengan baik tanpa mempunyai keluhan atau tidak mempunyai masalah-masalah yang terjadi atau tidak ada pikiran dalam dirinya. Seseorang yang dapat bersosialisasi dengan baik kepada keluarga dan masyarakat tanpa mempunyai beban berat dalam kehidupannya, orang yang sehat jiwanya adalah orang-orang yang bersikap seimbang dalam berakhlak atau bertingkah laku.

Organisasi kesehatan se-Dunia (WHO. 1959), seperti yang dikutip oleh Prof. Dadang Hawari, memberikan kriteria jiwa atau mental yang sehat, sebagai berikut:

20

Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1996), h. 12 .


(41)

a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya.

b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya. c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima. d. Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas.

e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan.

f. Menerima kekecewaan untuk di pakainya sebagai pelajaran untuk di kemudian hari.

g. Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

h. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar. 21

WHO (1984), yang di kutip oleh Dadang Hawari, telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang di maksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologik dan social tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama (empat dimensi sehat, bio-psiko-sosio-spiritual). Dari ke empat dimensi tersebut semua orang harus memilikinya dan menjaganya dengan baik, oleh karena itu apabila salah satu dari ke empat dimensi itu hilang maka orang itu akan sakit karena dimensi kesehatannya tidak sempurna.22

Jiwa yang sehat menurut penulis adalah keadaan seseorang yang stabil atau dapat menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan dirinya baik kebutuhan jasmani dan rohaninya dan dapat melakukan kegiatan apapun dengan baik.

Seseorang yang sehat mentalnya juga memiliki beberapa karakter utama, yaitu:

21

Ibid, h. 12.

22


(42)

a. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti mengenal diri sendiri dengan baik.

b. Pertumbuhan perkembangan dan perwujudan diri dengan baik.

c. Integritas diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan dan tahan terhadap tekanan-tekanan yang terjadi. d. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan

dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.

e. Persepsi mengenai realitas bebas dari penyimpangan kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial.

f. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara baik.23

3. Pengertian Psikosis (sakit jiwa)

Psikosis atau sakit jiwa merupakan gangguan mental yang parah karena penderita psikosis tidak saja perasaannya yang terganggu tetapi juga pikiran dan kepribadiannya.

Ketika pasien sedang menghadapi, merasakan penyakit yang sedang di deritanya maka pada saat itu mentalnya terganggu, karena badan dan jiwa saling mempengaruhi. Pengaruh emosi yang ada dalam kehidupan seseorang sangat berpengaruh pada kondisi kejiwaan (mental) sekaligus agar menjaga kesehatan badannya. Dengan demikian, semakin jelas bahwa setiap orang yang menderita sakit maka gangguan mental yang ada pada dirinya cendrung dipengaruhi kondisi fisik dan psikisnya tergolong baik, maka gangguan mentalnya akan sedikit. Akan tetapi, seandainya kondisi fisik dan psikisnya kurang baik maka gangguan mental yang dideritanya cendrung berat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan mental (kejiwaan) terhadap seseorang, diantaranya sebagai berikut:

23

Jaelani, Penyucian Jiwa: Tazkiyat al Nafs dan Kesehatan Mental. (Jakarta: Amzah, 2000), Cet, ke-1., h. 76.


(43)

a. Keluarga yang mengalami Broken Home,keluarga yang mengalami broken home atau keretakan dalam rumah tangga juga akan mengakibatkan seseorang mengalami gangguan jiwa karena mereka menganggap dirinya tidak bias mengurus keluarga.

b. Pacar, apabila seseorang mempunyai hubungan dengan serius dengan seseorang akan tetapi pasangannya pergi meninggalkannya dan menikah dengan orang lain, juga akan menyebabkan seseorang menderita gangguan jiwa.

c. Pendidikan, jika dilihat dari factor ini tingkatan pendidikan seseorang juga dapat menjadi penyebab, karena apabila ilmu yang diinginkannya tidak di dapatkan atau terpenuhi maka ia akan terus memikirkannya.

d. Ekonomi, kondisi ekonomi yang tidak mencukupi dalam kehidupan sehari-hari akan membuat seseorang merasa tidak pernah merasakan puas dalam kehidupannya.

Setelah mengamati sebab-sebab terjadi ganguan mental yang terjadi pada pasien, telah di dominasi oleh keinginan psikis dan permasalahan yang ada pada diri pasien adalah karena emosi yang ada pada diri mereka dan keinginan-keinginannya yang tidak terpenuhi.

Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa sakit jiwa (psikosis) adalah tergangunya atau kurang stabilnya jiwa dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut merasa tidak


(44)

diperlukan lagi oleh orang lain sehingga mengganggu keluarga dan masyarakat sehingga orang tersebut di rawat di Rumah Sakit, di kurung bahkan di pasung oleh keluarganya. Hal lain yang membuat seseorang mengalami gangguan kejiwaan adalah karena hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak melihat orang lain dengan pandangan atau penglihatan yang baik dan melupakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan yang menjadi ciri-ciri dari penyakit jiwa ialah tingkah laku yang mencolok, berlebihan, pada seseorang sehingga menimbulkan kesan aneh, janggal dan berbahaya bagi orang lain.

4. Penerimaan Pasien dikeluarga

Tingkat penyesuain diri pasien sangat tergantung kepada sikap orang tua dan sesama psikologis social yang menonjol dalam keluarga. Suasana keluarga tidaklah sama polanya, ia berbeda dari satu rumah ke rumah yang lain sementara rumah merupakan tempat yang baik bagi pemeliharaan anak, sedangkan yang lain tampak atau kelihatan sebaliknya.

Apabila rumah dalam satu keluarga itu mempunyai pengaruh terhadap kelakuan pasien, maka hendaknya ada pengetahuan lebih banyak dan lebih mendalam tentang cara penerimaan pasien di keluarganya. Dalam kehidupan keluarga tidak semuanya menerima pasien dengan baik karena perbedaan suasana psikologis pada masing-masingnya mempengaruhi penyesuaian individu.


(45)

a. Rumah Keluarga yang menolak

Keluarga yang menolak merupakan keluarga yang tidak dapat menerima pasien dikarenakan keluarganya malu untuk menganggap pasien sebagai keluarganya.

Boldwyn menggambarkan rumah yang menolak itu dengan tidak menyesuaikan diri, berciri pertentangan dan pertengkaran serta menjauh antara pasien dan keluarganya, yang sangat membutuhkan hubungan social yang baik antara anggota keluarga atau antara keluarga dan alam luar (lingkungan).24 Boldwyn juga melihat dalam komentarnya terhadap bapak yang selalu menolak anaknya (pasien), bahwa ia berusaha menundukkan anaknya kepada kaidah-kaidah kelakuan yang keras dan karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan yang nyata, lebih dari keinginan untuk menolak. Dari kedua jenis penolakan itu adalah pasien tidak dapat

menyesuaikan diri, cendrung untuk menghabiskan waktunya dengan diluar rumah bahkan mengurung diri di kamar sehingga banyak pikiran-pikiran yang ada dalam otaknya bahkan mengakibatkan adanya halusinasi dalam diri pasien.

b. Rumah atau keluarga yang demokratis.

Rumah keluarga yang seperti ini merupakan salah satu dari factor penyesuaian yang baik. Siasat yang dipakai dalam

24

Mustafa Fahmi,. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang. 1977), h. 110.


(46)

keluarga ini adalah kebebasan dan demokrasi. Orang tua menghargai individualitas anaknya dan tidak memaksakan suatu kekuasaan dalam membimbingnya.

Apabila pasien yang hidup dalam rumah atau keluarga yang seperti itu mempunyai waktu yang lebih mudah untuk berusaha kearah kesembuhan, karena:

a) Menghargai pribadi pasien di rumah atau dalam keluarga.

b)Berusaha menumbuhkan pribadinya dan memandang kepadanya sebagai suatu pribadi yang berdiri sendiri yang mempunyai kemampuan, bakat, dan sikap sendiri serta perlu diberikan kesempatan untuk bertumbuh sejauh mungkin.

c) Memberi kesempatan kepada pasien dalam pemikiran, ungkapan dan dalam memilih macam pekerjaannya, dalam batas-batas kepentingan bersama dan tujuan umum.

c. Rumah atau Keluarga yang Toleran.

Setiap perlakuan yang di dasarkan atas toleransi yang masuk akal membuat pasien lebih mudah mencapai penyesuaian diri, karena cara perlakuan seperti itu memberikan rasa aman yang sebenarnya kepada pasien dan menciptakan


(47)

suasana yang memungkinkannya mengarah kepada dirinya, yang berdiri sendiri dan kesembuhan secara berangsur-angsur. d. Rumah atau keluarga yang terdapat padanya kekuasaan dan

otoritas orang tua.

Kekuasaan orang tua dapat menghambat tumbuhnya keinginan anak untuk bebas, orang tua yang otoriter adalah mereka yang memaksakan kekuasaan dan otoritas pada anak, mereka keras, dan kejam dengannya, mengancam dan menyesalinya atau mendorongnya kepada tingkat yang tidak sesuai dengan umur dan pertumbuhannya.

Meyers menulis: apabila anak di hadapkan kepada kekuasaan disamping ia merasa di sayangi atau diterima, maka akibatnya adalah semakin bergantung kepada orang tuanya dan berkurangnya kemajuan social di luar keluarga. Ternyata pula bahwa akibat tidak stabilnya perlakuan, maka anak menempuh dua macam kelakuan: apabila ia setuju akan perintah akan di patuhinya. Jika tidak cocok dengannya, maka ia akan melanggarnya atau ia menempuh cara-cara perlawanan sebagai reaksi.25

25


(48)

A. Sejarah Berdirinya

Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan didirikan berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda (Koninklijkbesluit) tertanggal 30 Desember 1865 No. 100 dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal (Gouverneur General) tertanggal 14 April 1867, namun pembangunannya baru dimulai pada tahun 1876.1

Dasar hukum pendirian Rumah Sakit Jiwa adalah “Het Reglement op het Krankenzenigenwezen” (Stbl. 1897 Nomor 54 dengan segala perubahan dan tambahan-tambahannya). Atas dasar perubahan tersebut bentuk pelayanan Rumah Sakit Jiwa tidak melayani pasien secara langsung (tertutup) dari masyarakat, Rumah Sakit Jiwa hanya menerima pasien dari Kejaksaan, Kepolisian, Pamong Praja dan Instansi Pemerintah lainnya atas dasar ada indikasi gangguan jiwa berat. Sehingga sekarang masih melekat pengertian masyarakat bahwa Rumah Sakit Jiwa hanya melayani pasien yang mengalami gangguan jiwa berat. Dalam rangka memenuhi harapan pengabdian dan peningkatan ilmu pelayanan di bidang penyakit jiwa, kabinet di Indonesia (Ex Nederland Indie) mengirimkan surat dinas kepada Inspektur Urusan Asylum di negeri Belanda pada bulan

1

Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soehartoo Heerdjan, (Jakarta: 2008), h. 1.


(49)

September 1865, kemudian disusul dengan laporan Menteri Penjajahan kepada Ratu Wielhellmina tertanggal 29 Desember 1865, yang isinya adalah menyetujui untuk mendirikan Rumah-Rumah Sakit Jiwa di Indonesia.

Sebenarnya usaha kesehatan jiwa di Jakarta sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda pada tahun 1824, yaitu dengan mengadakan penampungan 100 orang pasien gangguan mental di salah satu Rumah Sakit milik Persatuan Orang Cina di Indonesia (POCI), dan pada tahun 1923 pasien-pasien tersebut dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa di daerah Grogol yang baru dibuka oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1942 sampai tahun 1945 Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan yang pada waktu itu bernama Rumah Sakit Jiwa Grogol dipakai sebagai Kamp Konsentrasi untuk tahanan politik oleh Fasisme Jepang, sementara pasien-pasien yang sedang dirawat saat itu dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor (Rumah Sakit Jiwa Cilendek).

Pada tahun 1946 Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan dipakai sebagai pos pertahanan KNIL Belanda. Beberapa kali Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan mengalami bencana banjir sehingga pasien-pasien yang ada dievakuasi ke Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor pada tahun 1963 dan tahun 1996.2

2


(50)

Sesuai kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam pengembangan Pelayanan Kesehatan jiwa pada tanggal 20 Desember 1965 Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan diresmikan sebagai proyek pelopor kesehatan jiwa di bidang prevensi, kurasi, sedangkan bidang rehabilitasinya dipusatkan di Rumah Sakit Jiwa Bogor.

Untuk menghilangkan stigma masyarakat, nama Rumah Sakit Jiwa Grogol diubah dengan nama Rumah Sakit Jiwa Jakarta pada tahun 1973. Dan pada tahun 1993 diubah lagi menjadi Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.

Pada tahun 1974 Rumah Sakit Jiwa Jakarta dan Rumah Sakit Jiwa Bogor dipersiapkan sebagai proyek Rumah Sakit Jiwa Nasional dengan mengadakan aliansi dengan Bagian Ilmu Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Adapun maksudnya adalah supaya kedua fasilitas mental tersebut menjadi Rumah Sakit Jiwa Pemerintah dalam bidang Prevensi atau Promosi, Kuratif, Rehabilitasi dan Riset. Rumah Sakit Jiwa Jakarta melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa intramural dan ekstramural serta melakukan pembinaan pada puskesmas di wilayah Jakarta.

Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pelayanan kesehatan jiwa, maka pada tanggal 6 Februari 1974 dibuka bagian Psikiatri Anak dan Remaja di Rumah Sakit Jiwa Jakarta dengan bantuan tenaga Psikiater Anak dari Fakultas Kedokteran Indonesia. Sebagai Pembina


(51)

Yan Kes Wa di DKI maka Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan melakukan integrasi Pelayanan Kesehatan Jiwa ke seluruh puskesmas-puskesmas wilayah DKI Jakarta dengan mengirim supervisor antara lain Psikiater Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.3

B. Visi, Misi, Motto dan Tujuan a. Visi

Adapun visi dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Sohaerto Heerdjan yaitu:

“Menjadi Pusat Unggulan Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Perkotaan”4

b. Misi

Misi dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan adalah:

1. Memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan bagi masyarakat perkotaan di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan pengembangan iptek tenaga kesehatan jiwa.

3. Melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat.

4. Meningkatkan kesejahteraan pegawai.5

c.Motto

J : Jujur I : Ikhlas

3Ibid, h. 4. 4

Ibid.

5


(52)

W : Waspada A : Arif6 d. Tujuan

Tujuan dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan : 1.Tujuan Jangka Panjang

Terwujudnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan jiwa, sumber daya manusia, kesejahteraan pegawai, pengembangan sarana dan prasarana.

2.Tujuan Jangka Pendek

a. Tercapainya pelayanan prima dan kepuasan pelanggan.

b. Terciptanya produk-produk unggulan dalam bidang kesehatan jiwa.

c. Tercapainya target penerimaan rumah sakit.

e. Tersedianya SDM bidang kesehatan jiwa yang professional. f. Terselenggaranya rumah sakit jiwa dengan one stop service. g. Tercapainya peningkatan kesejahteraan pegawai.7

C. Sarana, Prasarana

Sarana dan prasarana yang berada di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan sangat bermacam-macam, yaitu:

6Ibid, h. 5. 7


(53)

1. Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang berada di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 8 yaitu:

Tabel I. Peralatan Medik.

No Nama Alat Jumlah Unit

1 Brain Mapping 1

2 Electro Encephalograph 1

3 Automatic X-Ray Film Processor 2 4 Dental X-Ray Unit General 1 5 Dental X-Ray Unit Panoramic 1

6 Mobil X-Ray Unit 1

7 X-Ray Unit Basic 100 mA s/d 300 mA 2

8 Ultrasonography 1

9 Film Dryer 1

10 Film Viewer 2

11 Spectrophotometer 2

12 Electro Ccompulsator Therapy (ECT) 3 13 Electro Cardiograph (ECG) 2

14 Microwave Diathermy 1

15 Dental Air Compressor 1

16 Dental Uni 3

17 Haemocytometer 1

18 Microscope Binocular 2

19 Haematology Analyser 1

20 Sunction Pump 2

21 Traction Unit 1

22 Stress Test atau HRV Test 1

8


(54)

Peralatan Non Medik :

1. Generator Set : 3 Unit

2. Alat Dapur : 1 Set

3. Alat Laundry : 1 Set

4. Kendaraan :

a. Ambulance : 5 Unit

b. Mobil Operasional : 2 Unit

c. Sepeda Motor : 1 Unit9

9


(55)

Identitas informan atau nara sumber yang didapat penulis yaitu dengan cara wawancara langsung dengan cara direkam dan hasilnya di tulis untuk mempermudah penulis memperoleh informasi dari hasil wawancara tersebut, adapun nara sumber atau informannya, yaitu: 1. Nama : Siti Khotimah

Status : Keluarga (Ibu), dari Agus Hikmaturrahman. Pasien Rawat Jalan.

Ibu Siti Khotimah adalah ibu dari pasien yang bernama Agus Hikmaturrahman yang berusia 16 tahun. Beliau bertempat tinggal di Cakung Rt. 14/04. Ibu siti Khotimah adalah seorang Ibu yang sangat sayang dengan anaknya, beliau rela pulang pergi, naik turun bemo untuk mengantar anaknya ke Rumah Sakit. Ketika beliau mengetahui anaknya menderita gangguan jiwa beliau sangat kaget karena dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit gangguan kejiwaan. Menurut beliau awal anaknya menderita gangguan jiwa karena memang pendiem, suka menyendiri saja, ketakutan, di rumah kurang bergaul atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Setelah di bawa ke Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan ini ternyata anaknya menderita penyakit epsilesi dan sudah berobat di sini selama 1 tahun. Agus Hikmaturrahman


(56)

suka begong, ketakutan, dan berhalusinasi. Ketika kambuh Agus menangis dan ketakutan. Harapan Ibu Siti Khotimah adalah agar anaknya cepat sembuh, agar dapat sekolah lagi karena sekarang Agus kelas 3 SMP dan insya Allah melanjutkan sekolah STM.1 2. Nama : Rahmat

Status : Keluarga (Suami), dari Ibu Mutmainah, Rawat Jalan. Bapak Rahmat adalah suami yang sangat sama istrinya, mereka sudah berumah tangga sudah cukup lama. Beliau bertempat tinggal di Lenteng Agung. Menurut bapak Rahmat istrinya menderita ganggaun jiwa sejak 6 bulan ang lalu semenjak bulan puasa, Ibu Mutmainah juga pernah di rawat di rumah sakit selama 1 bulan dan di bawa pulang karena Ibu Mutmainah sudah mulai sembuh dan sekarang menjalani rawat jalan, dengan sabar bapak rahmat mengantar Istrinya berobat dan mengantarnya pulang pergi dan menunggu istrinya selama pengobatan. Selama di rumah bapak rahmat juga selalu berkomunikasi dengan istrinya agar tidak melamun, sehingga beliau mempekerjakan orang lain untuk menemani istrinya selama di rumah ketika beliau sedang bekerja atau sedang berada di luar rumah. Menurut bapak rahmat apabila istrinya sedang kambuh Ibu Mutmainah akan bengong melamun.

1


(57)

Bapak Rahmat mempunyai harapan agar Istrinya kembali seperti dulu dapat mengasuh anak, mengurus keluarga.2

3. Nama : Supriadi

Status : Pasien (Day Care)

Adi atau mas Adi dia biasa di panggil. Mas Adi sekarang berusia 29 tahun. Dia tinggal di Sukabumi Utara Jln. Nabi Isa Nabi Daud, Kebon Jeruk Jakarta Barat. Pendidikan terakhirnya adalah SMEA 45 di Sukabumi Selatan. Mas Adi mengalami gangguan jiwa sejak tahun 1999, karena dia menginginkan ilmu yang tidak tercapai dan mengalami pusing sendiri, sampai dia pikirkan terus menerus. Mas Adi di rawat di RSJ ini selama 21 hari. Sekarang dia menjadi pasien Day Care karena kesembuhannya semakin membaik. Keluarga mas Adi juga sangat memperhatikan dan sangat menyayanginya. Selama ia di rawat keluarganya sangat kangen dan selalu memberikan motivasi dan do’a agar dia cepat sembuh. Mas Adi mempunyai harapan yaitu dia ingin sembuh dan dapat di terima di lingkungan masyarakat, keluarga dan dapat bermanfaat bagi keluarganya.3

4. Nama : Harlina

Status : Pasien (Rawat Jalan).

Lina, begitulah dia biasa di sapa oleh keluarganya. Usianya sekarang 31 tahun. Mbak Lina tinggal di daerah Cengkareng

2Wawancara Pribadi dengan Bapak Rahmat pada tanggal 15 Februari 2010. 3


(58)

Jakarta Barat. Dia sudah sakit selama 12 tahun, berawal dari di tinggal pacarnya ketika masih bekerja. Keluarga mbak Lina juga sangat berperan dia di bawa ke Pesantren, dukun dan dokter agar dirinya cepat sembuh dan diberikan nasehat. Sekarang mbak Lina sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Anaknya tinggal bersama Ibunya karena mbk Lina khawatir suatu saat penyakitnya kambuh dan tidak dapat merawat anaknya dengan baik, karena jika kambuh mbak Lina sering marah-marah dan membanting barang bahkan telanjang, oleh karena itu anaknya di rawat oleh ibunya. Mbak Lina mempunyai harapan agar dia tidak minum obat lagi, tidak sakit lagi dan normal seperti yang dulu.4

5. Nama : Yuli Suci

Status : Pasien (Rawat Inap)

Ibu Yuli dia biasa di sapa. Beliau lahir di Jakarta pada tanggal 15 Juli 1963. Ibu Yuli beralamat di Jln. Hemat raya Rt.03/03 Kelurahan Jelambar,Kecamatan Grogol Jakarta Barat. Yang menjadi penyebab ibu Yuli di rawat di Rumah Sakit karena merasa terpukul sekali dan membuat dia stress, sehingga dia marah-marah, ngamuk, memecahkan barang. Menurut beliau sebelum di bawa ke Rumah Sakit dia pernah di bawa ke Rumah Sakit Kramat Jati dan tempat alternatif di Tanggerang. Ibu Yuli mempunyai kepribadian yang supel dan ramah kepada siapa saja

4


(59)

yang dia temui. Tetapi dia juga bisa marah apabila dia sedang menjalani tugas apabila diganggu dia marah dan tidak mau menyapa oaring tersebut, tetapi keesokan harinya dia langsung meminta maaf kepada orang tersebut. Menurut beliau keluarganya tidak pernah memberikan nasehat, motifasi dan jarang menjenguknya. Ibu Yuli mempunyai harapan agar di perhatikan dan mempunyai umur panjang.5

B. Peran Orang tua dalam Proses Penyembuhan

Peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien yang penulis lihat selama melakukan penelitian di Rumah Sakit memang sangat besar. Karena selama penulis berada di lapangan, penulis melihat pasien yang selama ini terlihat murung atau diam, setelah orangtuanya datang pasien tersebut menjadi ceria. Karena selama ini pasien merasa kangen dengan keluarganya karena jarang mengunjunginya. Selama penulis berada di Rumah Sakit Jiwa tersebut juga penulis melihat pasien di ruang Melati, sering berteriak memanggil-manggil nama anaknya dan setelah anaknnya datang pasien tersebut kembali tenang dan tidak berteriak memanggil nama anaknya lagi. Pasien tersebut dirawat di rumah sakit karena pasien merasa keinginannya tidak terpenuhi oleh keluarganya untuk tinggal di Arab, pasien tersebut juga merasakan kehilangan seseorang yang di sayanginya.

5


(60)

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan kepada orangtua dan pasien sangat terlihat perbedaan antara pasien rawat jalan, rawat inap dan day care. Peran orang tua yang paling berperan adalah pasien rawat jalan dan pasien day care. Karena sehari-hari pasien bersama atau berada dalam lingkungan keluarganya yang memperhatikannya. Pasien juga berada di lingkungan keluarga dengan komunikasi yang baik dan di berikan kepercayaan untuk melakukan kegiatan atau aktifitas dengan baik dan di bimbing oleh pihak keluarga.

Sedangkan pasien yang menjalani pengobatan rawat inap agak lambat proses kesembuhannya, para pasien ada yang sudah bertahun-tahun berada di rumah sakit dan orangtua mereka jarang menjenguknya, mereka merasa dilupakan oleh keluarga sendiri, sehingga proses penyembuhannya juga lama karena pasien membutuhkan perhatian dari orangtua dan kasih sayangnya. “ jadi masa penyembuhannya lama lagi, kadang-kadang jadi kambuh lagi, kambuh lagi. Selama disini udah tenang kambuh, sayang kan tidak merasa aman yang timbulnya depresi”.6 Seperti yang dikatakan pasien ibu Yuli Suci, “kaka Saya datang naik sepeda malah buat memperpanjang disini orang pengen ketemu kangen sama ponakan”.7

Berbeda dengan pasien rawat inap di ruang Melati pasien di ruang tersebut setiap hari pasien di jenguk oleh orangtuanya, setelah

6

Wawancara Pribadi dengan Dr. laila Bahasoen pada tanggal 17 Februari 2010.

7


(61)

beberapa hari di rawat pasien tersebut sudah kembali ke keluarganya. Selama penulis berada di ruang Melati memang sangat berbeda dengan pasien yang berada di ruang Mawar. Pasien di ruang Melati memang pasien-pasien baru tetapi tingkat kesembuhannya lebih cepat. Seperti pasien inisial A, ibu tersebut baru datang ke rumah sakit setiap hari di jenguk oleh suaminya setelah ia bilang kangen ingin bertemu dengan anaknya keesokan harinya suaminya kembali menjenguk ibu A dan suaminya membawa anaknya, ibu tersebut memang sudah sangat kangen dengan anaknya, setelah bertemu dan mencurahkan rasa kangennya dengan anaknya maka keesokan harinya ibu tersebut sudah di bawa pulang oleh suaminya. Memang dengan menjenguk pasien dan memberikannya perhatian kepadanya maka proses penyembuhannya akan cepat dan dapat bergabung dengan keluarga dan masyarakat.

Pasien day care atau pasien yang menjalani pengobatan pulang pergi dan mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh rumah sakit juga proses kesembuhannya sangat cepat karena mereka berada di lingkungan keluarga dan mendapatkan perhatian dari orangtua. Karena pasien day care melanjutkan intervensi psikososial setelah pasien pulang. Pasien day care juga melakukan aktifitas-aktifitas yang mengandung unsur terapi yang diberikan kepada pasien pasca sakit. Orangtua dari pasien day care itu sangat berperan karena mereka melakukan kerja sama dengan pihak rumah sakit untuk penyembuhan


(62)

pasien dan orang tua juga selalu mengantar dan menjemput pasien setiap hari untuk melakukan kegiatan atau terapi yang di lakukan oleh rumah sakit. Proses penyembuhan ini memang sangat baik untuk para pasien dan mengalami perubahan yang sangat besar sebelum mereka menjadi pasien day care. Karena, sebelum mereka menjadi pasien day care mereka merasa di kurung oleh orangtua di rumah sakit dan setelah mereka menjalani terapi pengobatan day care mereka mulai merasakan perubahan sikap orangtua dan mereka memberikan kebebasan dan kepercayaan untuk melakukan aktifitas sehingga otak pasien dapat bekerja sehingga mereka tidak banyak melamun. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Laili Bahasoean, “jauh..jauh perbedaannya Nopi bagus dulunya ngamuk, terus si Wulan bagus, terus Supriadi juga bagus, juga komunikasi interpersonalnya baik.”8

Memang peran orang tua penting sehingga pasien akan cepat sembuh adapun peran yang paling penting adalah seorang ibu yang selalu mendampingi dan mendo’akan anaknya. obat yang paling mujarab adalah do’a dari orang tuanya terutama seorang Ibu.

Memang peran orang tua sangat berpengaruh karena orangtua akan memberikan perhatian, kasih sayang kepada pasien, karena hal-hal tersebut yang selama ini di butuhkan oleh pasien jika sedang berada di rumah sakit. Pasien merasa kesepian dan tidak di perhatikan oleh orangtuanya, pasien merasa dibuang oleh keluarganya. Karena

8


(63)

peran orangtua juga ikut mengambil bagian atau turut aktif dalam proses penyembuhan pasien, seperti memberikan motivasi, nasehat dan do’a-do’a kepada pasien. Orangtua yang berperan aktif dalam proses penyembuhan pasien sangat membantu pasien dan pihak rumah sakit, karena sangat terlihat jelas selama penulis berada di rumah sakit jiwa tersebut. Pasien yang sering di kunjungi atau orangtuanya sering datang untuk menjenguknya pasien akan cepat proses kesembuhannya di bandingkan dengan pasien yang orangtuanya yang tidak pernah mengunjunginya. Karena selama pasien di jenguk orangtua memberikan motivasi dan menghilangkan rasa rindu yang ada pada diri pasien dan pasien menganggap dirinya masih diperhatikan dan tidak di buang oleh keluarganya.

Pasien yang sering di kunjungi juga terlihat lebih ceria di bandingkan dengan pasien yang jarang di kunjungi oleh orangtuanya, karena pasien yang jarang atau bahkan tidak pernah di kunjungi akan terus menerus menanyakan kepada petugas rumah sakit sehingga petugas rumah sakit menelpon orangtua dan apabila orangtuanya datang mereka tidak melihat kondisi pasien, orangtua hanya memperpanjang masa perawatan pasien dan obat-obatan pasien. orangtua hanya menanyakan kondisi pasien kepada perawat saja, sebenarnya bukan itu yang dibutuhkan oleh pasien. Pasien hanya membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya.


(64)

Pasien yang tidak pernah dikunjungi oleh orang tua adalah orang-orang yang dilupakan oleh masyarakat dan oleh keluarganya sendiri, sehingga rumah sakit itulah yang menjadi rumahnya dan dokter, perawat yang menjadi sanak saudara dan orang tua mereka. Sungguh sangat mengharukan hati apabila pembaca melihat sendiri kondisi mereka lebih dekat.

Sering terjadi pasien-pasien yang di bawa ke rumah sakit oleh orangtuaanya, setelah beberapa hari atau beberapa minggu sudah pulang untuk meneruskan perawatan di rumah. Akan tetapi banyak keluarga yang tidak mau menerimanya kembali takut akan kambuh penyakitnya di rumah. Dan biasanya orangtua pasien takut untuk menerimanya kembali, bahkan ada orangtua yang merasa malu untuk mengakui pasien itu sebagai salah satu anggota keluarganya. Bahkan ada orangtua yang sengaja menitipkan pasien di rumah sakit karena ingin mengadakan acara dirumahnya karena takut menganggu para undangan maka pasien di titipkan di rumah sakit.9

Peran orangtua memang sangat dibutuhkan, karena orangtua yang mengetahui semua hal tentang pasien mulai dari penyebabnya dan semua hal yang pasien lakukan selama berada dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Pasien yang berada dalam lingkungan keluarga juga akan cepat proses penyembuhannya di bantu dengan obat yang di berikan oleh dokter atau psikiater atau dengan pantaun

9


(1)

agar pasien bergabung atau berkumpul dengan orang lain dari pada pasien berdiam diri dikamar atau melamun. Pasien juga merasa lebih mandiri karena dapat melakukan kegiatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit seperti membuat kue, pertukangan, memasak dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan sendiri dan diperhatikan oleh petugas rumah sakit apakah pasien dapat melakukan atau tidak, karena kegiatan tersebut akan menjadi bekal atau kepandaian apabila pasien keluar dari rumah sakit.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang peran orang tua dalam proses penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta yang merupakan suatu kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Orang tua memberikan perhatian, kasih sayang dan mengorbankan waktu dan hartanya untuk menyembuhkan pasien karena orangtua sangat sayang kepada pasien sehingga mereka rela melakukan peran tersebut dengan baik dan ikhlas. Banyak orang tua yang berusaha menyembuhkan pasien dengan cara alternatif (dukun, kyai, paranormal), tetapi tidak ada perubahan yang terjadi merekapun membawa kerumah sakit jiwa ini. Ada beberapa jenis atau cara pengobatan yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, yaitu pemeriksaan rawat inap, rawat jalan yang dilakukan selama 2 minggu satu kali. Dan day care yaitu aktifitas yang mengandung terapi yang di berikan kepada pasien paska sakit.

2. Orang tua diberikan waktu berkomunikasi, bercengkrama dengan pasien agar dapat mencerahkan rasa kangennya, ada juga orang tua yang mengantar pasien untuk berobat karena pasien sudah berada di rumah berada di rumah dan menjalani berobat jalan dan day care. Keluarga juga menunggu pasien dengan sabar dan mengajak


(3)

berbicara dengan pasien sehingga pasien tidak bengong ketika sedang menunggu di panggil oleh dokter dan ketika sedang menunggu di bagian tunggu tunggu mengambil obat, walaupun menunggu lama mereka tetap sabar menunggunya. Peran orang tua sangat di butuhkan karena apabila pasien menjalani pengobatan ini hanya dari obat dan dari sisi psikologisnya dilakukan oleh pihak keluarga dan di bantu oleh pihak rumah sakit.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis Peran Orang Tua dalam Proses Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, maka penulis dengan ini menyarankan beberapa hal antara lain, kepada:

1. Orang Tua

a. Agar orang tua lebih memperhatikan pasien, karena pengaruhnya sangat besar untuk proses penyembuhannya.

b. Jenguklah pasien ketika mereka menjalani pengobatan rawat inap, agar pasien merasa diri mereka tidak di buang oleh keluarga.

c. Tetaplah dengan sabar dan ikhlas dalam merawat pasien, karena mereka membutuhkan perhatian, kasih sayang dan do’a untuk pasien agar cepat sembuh.


(4)

64

2. Pasien

a. Berkomunikasilah dengan semua pasien dan para dokter, perawat dan semua petugas rumah sakit agar tidak banyak melamun dan menyendiri.

b. Selalu shalat, berdo’a untuk mempercepat proses penyembuhan.

c. Minum obat yang eratur agar pengobatannya tidak percuma atau sia-sia.

3. Rumah Sakit

a. Agar lebih bekerja sama dengan pihak keluarga guna mempercepat proses penyembuhan.

b. Agar lebih memperhatikan kebersihan lingkungan agar tidak kotor dan bau, terutama kebersihan diri para pasien.

c. Lebih seringlah mengadakan acara konseling keluarga agar para keluarga mengetahui lebih lanjut bagaimana keadaan kesehatan pasien dan mengetahui bagaimana cara mengatasi pasien ketika berada di rumah agar pasien tidak bolak-balik untuk kerumah sakit untuk di rawat.

d. Agar dapat lebih bermasyarakat lagi kepada agar mereka mengetahui tentang gejala-gejala gangguan jiwa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Imam Setiadi. Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: PT. Refika Aditama. 2006.

Ansarian, Husain. Membangun Keluarga yang Dicintai Allah. Jakarta: Pustaka Zahra. 2002.

Akbar, Ali. Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera membina Keluarga Bahagia. Jakarta: Pustaka Antara,1996, Cet. ke-54.

Al-Jauziah, Ibnu Qayyim. Metode Pengobatan Nabi SAW. Jakarta: Griya Ilmu, 2007, Cet. ke-9.

Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. 1991. Arifin. A. Kamus Ilmiah Populer. Bandung: Rajawali Press. 2004.

Al-Tirmidzi dan Sutarmadi. A. Peranan dalam Pengembangan Hadist dan Fiqh. Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 1998.

Daradjat, Zakiah. Peranan Keluarga dalam Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996, Cet. ke-15.

---. Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang. 1993.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2001.

Barry, David. Pokok-pokok pikiran pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1995.

Djam’an. K.H.S.S. Islam dan Psikosomatik. Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Cet. ke-1.

Hawari, Dadang. Pelatihan Relawan Bimbingan Rohani Pasien. Sawangan, 9 Juli 2003. Jakarta: Dompet Dhu’afa Republika. 2003.

---. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesejahteraan Jiwa. Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1996.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007.


(6)

66

Jaelani. Penyusian Jiwa.: Tazkiyat al Nafs dan Kesehatan Mental. Jakarta: Amzah. 2000, Cet. ke-1.

Kartono, Kartini dan Andari Jenny. Hygiene Mental dan kesehatan mental dalam islam. Bandung: Mandar Maju. 1989.

Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Al-Husna Zikri. 1995. Mubarok, Achmad. Jiwa dalam Al-Qur’an (solusi krisis keruhanian manusia

modern). Jakarta: Paramadina. 2000.

---. Psikologi Keluarga: dari keluarga sakinah hingga keluarga bangsa. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005.

Moleong, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. ke-33.

Nafis, Cholil. Fikih keluarga: Menuju keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, keluarga sehat, sejahtera dan berkualitas. Jakarta: Mitra Abadi Press. Cet. ke-1.

Qaimi, Ali. Buaian ibu di antara surga dan neraka. Bogor: Cahaya, 2002, Cet. ke-1.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Setia, 1997, Cet. ke- 1. Warjowarsito, S. dan Poerwadarminta. Kamus lengkap inggris-indonesia,

Indonesia-inggris. Jakarta: Hasta. 1982.

Wahjoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren Alternatif Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet. ke- 1.

Wahid, Mustafa Abdul. Manajemen Keluarga sakinah. Jogyakarta: Diva Press, 2004 Cet. ke-1.

Zuhdi, Masfuk. Islam dan Keluarga berencana di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1920938-peran-keluarga-thdp-halusioner/.