Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kurs Rupiyah Sebelum Dan Setelah Diterapkannya Free Floating Exchange Rate System

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS

RUPIAH SEBELUM DAN SETELAH DITERAPKANNYA

FREE FLOATING EXCHANGE RATE SYSTEM

Oleh :

Dede Misbahudin 104081002568

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

CURRICULUM VITAE

Dede Misbahudin

Tlp/Hp : (0251)682602 / 08567890535 dede12_1223@yahoo.com

Nama : Dede Misbahudin

Tempat, tgl lahir : Bogor, 14 Desember 1985 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Motto Hidup : Mencari dan memberikan yang terbaik

Alamat : Kalong Dagul RT. 02/04, Desa. Kalong Sawah, Kec. Jasinga, Kab. Bogor 16670

ƒ 1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri 03 Kalong Sawah Jasinga, Bogor

ƒ 1998-2001 : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Cigudeg,

Bogor

ƒ 2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Jasinga, Bogor

ƒ 2004-2008 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ƒ Ketua 1 OSIS SMAN 1 Jasinga

ƒ Humas DKI Jaya Alumni ROHIS SMAN 1 Jasinga (Al Roja)

ƒ Ketua Dewan Pimpinan Fakultas Partai Intelektual Muslim (PIM)

ƒ Staff. Kemahasiswaan BEM FEIS

Pendidikan Formal

Pengalaman Organisasi

Identitas


(3)

ƒ Staff. Kerohanian BEM FEIS

ƒ Kord. Bidang HUMAS BEM FEIS

ƒ Staff. Pengembangan Ekonomi KAMMI UIN Jakarta

ƒ Staff. Sosial masyarakat KAMMI UIN Jakarta

ƒ Dewan Kesejahteraan Sekretariat KAMMI UIN Jakarta

ƒ Forum Silaturahim Anbim-Alumni ORBIT (FSAA ORBIT)


(4)

ABSTRACT

The research analyzed factors that effect the fluctuation of Rupiah exchange rate against US dollar before and after the implementation of free floating exchange rate system which include export, import, inflation, interest rate (SBI), GDP and money supply (M1) using ARCH GARCH methode. the data which used in the research a three months data started at the first three months in 1990 until the second three months in 1997 then started again at the fourth three months in 1997 until the first three months in 2005.

Result of this research shows that before the implementation of free floating exchange rate system export, import, interest rate (SBI), GDP and money supply (M1) significant simultaneously for fluctuation of rupiah. Result of this research convenient was the theory from Hamdy Hady (2006). Partly only export, import, and money supply (M1) that effect significant for the fluctuation of rupiah. Result of this research difference was the theory from Adwin Surya. A (2002) that say only money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. After the implementation free floating exchange rate system export, import, inflation, interest rate (SBI), GDP and money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. Result of this research convenient was the theory Hamdy Hady (2006). Partly only export, import, GDP and money supply (M1) that significant for the fluctuation of rupiah. Result of this research difference was the theory from Adwin Surya. A (2002) that say only money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah.

Key word: Exchange rate, export, import, inflation, SBI, GDP, M1.


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sebelum dan setelah diterapkannya free

floating exchange rate system yaitu ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP

dan Jumlah uang Beredar (M1) dengan menggunakan metode ARCH GARCH. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triwulanan yang dimulai pada triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan dimulai kembali pada triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan pertama tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum di terapkannya free floating

exchange rate system ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan jumlah

uang beredar (M1) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamdy Hady (2006). Secara parsial hanya ekspor, impor, dan jumlah uang beredar (M1) yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan jumlah uang beredar (M1) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamdy Hady (2006). Secara parsial hanya ekspor, impor, GDP dan jumlah uang Beredar (M1) yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah dan kepada-Nyalah tempat memohon pertolongan serta ampunan. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwaku dan keburukan amal perbuatanku. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah, maka tak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang di sesatkan-Nya maka tak seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Illah kecuali Allah yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulnya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah padanya dan keluarganya, sahabatnya juga kepada para pengikutnya yang baik hingga akhir kelak.

Skripsi ini ibarat sebuah gedung yang dirangkai dari berbagai bahan bangunan, yang dibangun oleh seseorang yang memiliki kepedulian tentang betapa penting dan berharganya sebuah ilmu. Oleh karena itu, dipenghujung sapa ini, dilembar yang terbatas ini dengan segala kerendahan hati dan kebesaran jiwa, izinkan saya selaku penulis mengugapkan terima kasih kepada orang-orang yang Allah anugerahkan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terwujud.

1. Kedua orang tua yang tak kenal lelah, mendidik dan mambesarkan. Yang selalu menyisipkan do'anya dalam setiap sujudnya, yang tak pernah bosan menadahkan tangannya kelangit memohon dan meminta, tetesan keringat dan cucuran air mata adalah saksi betapa tulus dan ikhlasnya mereka menjalankan amanah. Semoga apa yang mereka goreskan menjadi sebab turunnya rahmat-Mu, menjadi sebab gugurnya dosa-dosa mereka dihadapan-Mu, juga untuk keluarga tersayang ( kang eman, teh santi, AA miftah/abe, dan adikku yang manis Pipin) yang selalu memberikan warna dikala malam yang sunyi.

2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, Ketua Jurusan Manajemen sekaligus Dosen Pembimbing I dan Ibu Titi Dewi, SE, Msi, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun tepat waktu. Dan semoga menjadi amal ibadah bagi ke dua-nya.


(7)

3. Keluarga besar Bpk Purn. Jend. TNI Feisal Tanjung khususnya Bunda Ida Feisal Tanjung yang telah memberikan bantuan dananya sehingga penulis bisa terus belajar di UIN Jakarta.

4. Pimpinan dan pengurus Yayasan Abadi Orang Tua Bimbingan terpadu (YAAB ORBIT) yang selalu memberikan nasihat dan bimbingan kepada penulis.

5. Keluarga Besar DPF FEIS, DPP PIM, dan KAMMI UIN Jakarta yang selalu memberikan warna dalam dunia pergerakan mahasiswa.

6. Keluarga besar BEM FEIS 2005 s/d 2007 dan LDK KOMDA FEIS.

7. Kawan-kawan kelas Manajemen e 2004 yang selalu berada dalam

kebersamaan di kelas yang penuh dengan kenangan.

8. My SoulmatchVanny Chelsea Widnanto” 061291-161107-311207 (Alm),

yang selalu mengajarkan tentang ketabahan dan yang akan selalu ada dalam hati penulis meski sudah berada di dunia yang berbeda.

9. Adik-adiku di Fakultas Ekonomi , Oktaviani (Opi), Sari (Ai), Romi dan Deasy yang selalu menemani penulis saat-saat belajar di perpustakaan. Tak ada gading yang tak retak, bila ada langkah mambekas lara, ada kata merangkai dusta, ada tingkah menoreh luka, mohon di maafkan segala kekhilafan. Bila cinta karena Allah berpisah tiada gelisah, bila rindu karena yang satu bertemu selalu di tunggu, ukhuwah itu indah bila bertemu dan berpisah karena Allah semata.

Terakhir penulis mohon maaf bila skripsi ini jauh dari rasa memuaskan. Namun, penulis dengan segala keterbatasan hanya bisa berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia yang lain.

Bogor, April 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….. i

ABSTRACT………………... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI………. ……….. vi

DAFTAR GAMBAR……….. viii

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GRAFIK……….. x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………..……….. 1

B. Identifikasi Masalah……….. 6

C. Batasan Masalah……….. ..………. 7

D. Perumusan Masalah ………..………. 7

E.Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ………. 10

1. Valuta Asing ………. 10

2. Sistem Nilai Tukar ……….……… 11

3. Ekspor ……… 16

4. Impor ……….………. ……... 17

5. Inflasi………. 19

6. Suku Bunga ……….. 23

7. Tingkat Pendapatan Nasional (GDP)……….... 24

8. Jumlah Uang Beredar……… 24

9. Nilai Tukar (Kurs)………. 25

10. Teori Kurs atau Nilai Tukar………... 36

B. Penelitian Sebelumnya ………. 28


(9)

A. Hipotesis………….………. 33

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN B. Ruang Lingkup Penelitian ………. 33

C. Metode Penentuan Sampel ………. 34

D. Metode Pengumpulan Data……….. 35

E. Metode Analisis……… ……….. 35

1. Metode ARCHGARCH……… . 35

2. Uji Asumsi Klasik………. . 39

3. Uji F (Uji Secara Simultan)……….……… 41

4. Uji t (Uji Secara Parsial)……….. 42

5. Uji Koefisien Determinasi (R²)……… 42

F. Operasional Variabel………. 43

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Perkembangan Kurs Rupiah……… 47

B. Penemuan Dan Pembahasan……… 53

1. Deskripsi Data……… 53

2. Uji Asumsi Klasik………. 61

3. Uji F (Uji Secara Simultan)………... 65

4. Uji t (Uji Secara Parsial)……… 68

5. Uji Koefisien Determinasi………. 74

C. Interpretasi……… 74

BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan………. 77

B. Implikasi………. 79

DAFTAR PUSTAKA………. 80


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Pergeseran Kurs Valas ……….……… 19

2.2 Inflasi dan Kurs Valas ………... 22

2.3 Kerangka Berfikir ………... 32


(11)

Nomor Keterangan Halaman

4.1 Data variable 1 ……… 53

4.2 Deskripsi Data 1…….. …… ……… 54

4.3 Data Variabel 2 ……… 57

4.4 Deskripsi Data 2 ……….. ……..……… 58

4.5 Tabel Multikolinearitas 1……… 62

4.6 Hasil Output Pengujian Korelogram 1……… 62

4.7 Tabel Multikolinearitas 2……… 64

4.8 Hasil Output Pengujian Korelogram 2... 65

4.9 Hasil Output Metode ARCH GARCH 1 …….…….. 66


(12)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Keterangan Halaman

4.1 Fluktuasi Kurs Rupiah terhadap Dolar AS ……… 50

4.2 Tingkat Inflasi ……….. ………... 51

4.3 Tingkat Suku Bunga ……….. 53

4.4 Uji Jarque-Bera 1 ...………... 61


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Data Variabel

2 Data Variabel

3 Hasil Output Metode ARCH GARCH 1


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan berkembangnya ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan atas perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara.

Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free

floating exchange rate system) yang dimulai sejak 14 Agustus 1997, posisi nilai

tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika ditentukan oleh kekuatan pasar.

Sejak diterapkanya sistem nilai tukar mengambang bebas atau floating

exchange rate system di Indonesia yang di mulai sejak 14 Agustus 1997 nilai

tukar rupiah terhadap dolar Amerika secara akumulatif telah terdepresiasi sebesar 48,7% sampai dengan Desember 2001. Kenyataan ini telah mengakibatkan perdebatan banyak ahli tentang sumber ketidakstabilan nilai tukar tersebut, apakah disebabkan oleh faktor ekonomi atau disebabkan oleh faktor non ekonomi.

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika pasca diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar Rp. 3.035/US$, terus mengalami tekanan sehingga pada Desember 1997


(15)

nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tercatat sebesar Rp. 4.650/US$. Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika menjadi sebesar Rp. 10.375/US$, bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah sempat menembus level Rp. 14.900/US$ yang merupakan nilai terlemah sepanjang sejarah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerka pada tahun 1999 melakukan recovery menjadi sebesar Rp. 7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah menjadi sebesar Rp. 8.530/US$, pada tahun 2001 melemah lagi menjadi Rp. 10.265/US$, tahun 2002 kembali menguat menjadi Rp. 9.260/US$, tahun 2003 menguat menjadi Rp. 8.570/US$ dan pada tahun 2004 sebesar Rp. 8.985/US$.

Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia sangat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika dan berada pada kisaran Rp. 9.200 sampai Rp.10.200 per US$.

Pada tahun 2004, asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN ditetapkan sebesar Rp. 8.600/US$. Dalam realisasinya, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika selama tahun 2004 adalah sebesar Rp. 8.930, atau mengalami penyimpangan sebesar 3,5 persen. Demikian pula pada tahun 2005, dalam APBN asumsi nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp. 9.300/US$. Namun kenyataannya bisa menembus Rp.9.590/US$, atau menyimpang sebesar 3 persen.

Pasar valuta asing yang sistem nilai tukarnya menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas hanya dipengaruhi oleh tingkat pembelian dan


(16)

penjualan untuk mendukung perdagangan yang sebenarnya dalam barang dan jasa, akan mudah untuk memperkirakan kurs mata uang asing. Sayangnya, terdapat banyak kekuatan dan motif lain yang mempengaruhi pembelian dan penjualan mata uang. Arus modal jangka pendek dan jangka panjang serta pembelian dan penjualan. Spekulasi merupakan sumber yang besar dari penawaran dan permintaan akan mata uang asing.

Nilai sebuah mata uang, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tergantung pada daya tarik mata uang tersebut di pasar. Jika permintaan akan sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian akibat laju inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan, dapat juga mengakibatkan nilai sebuah mata uang yang stabil jatuh, karena para investor lebih memilih menukarkan uangnnya ke mata uang lain yang dianggap lebih stabil.

Selama beberapa tahun ini Indonesia belum dapat menyelesaikan masalah perekonominya. Berbagai upaya telah dilakukan agar indonesia keluar dari krisis yang melanda sejak 1997, akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal tersebut sangat mempengaruhi semua aktivitas perekonomian seperti terjadinya kesenjangan antara sektor moneter dengan sektor riil yang semakin melebar, dari segi permintaan terjadi peningkatan untuk pembelian dolar dimana cadangan devisa yang digunakan untuk memasok permintaan tersebut sangat terbatas, adanya proyek-proyek yang sifatnya konsumtif, waktu jatuh


(17)

tempo utang swasta yang membengkak. Kondisi semacam ini semakin memuncak hingga rupiah terperosok pada titik yang terendah.

Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Pada tahun 1997 laju inflasi sebesar 11,1%, diikuti pula tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 77,36%. Inflasi terjadi akibat peningkatan para spekulasi terhadap nilai tukar serta melonjaknya permintaan pasar karena adanya ketidakpastian harga. Tahun 1999 tingkat inflasi relatif terkendali sebesar 2,01%, sedangkan pada tahun 2000 tingkat inflasi melonjak kembali melebihi angka yang telah ditargetkan sebesar 9,35%. Sementara itu tahun 2001 diperkirakan laju inflasi berada di level 4-6%, juga di tahun 2002 dan 2003 laju inflasi diperkirakan di level 7-9%. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi tingkat inflasi di indonesia, pemerintah harus mempunyai suatu kebijakan yang dapat menekan tingkat inflasi dan menciptakan stabilitas moneter yang merupakan persoalan struktural dalam perekonomian indonesia. Kesemuanya itu tidak mudah dan memerlukan kehati-hatian yang mendalam. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan. Peranan nilai tukar dalam perdagangan internasional sangat mempengaruhi apakah seorang investor, importir, pengusaha, maupun lembaga bisnis lainnya akan melakukan kegiatannya. Sebagai upaya untuk mengetahui bagaimana suatu nilai tukar valuta asing terbentuk, seseorang perlu memperhatikan aspek perubahan kurs, dengan demikian dapat mengestimasi arah dari perubahan kurs yang akan datang.


(18)

Menurut Hamdy Hady (2006:103), salah satu ciri era globalisasi yang menonjol saat ini yaitu adanya arus uang dan modal dalam bentuk valas atau

foreign currency antara berbagai pusat keuangan di berbagai negara yang semakin

besar dan cepat, seakan-akan mengalir tanpa mengenal kewarganegaraan pemiliknya dan tanpa batas wilayah (borderless). Aliran valas yang besar dan cepat untuk memenuhi tuntutan perdagangan, investasi, dan spekulasi dari suatu tempat yang surplus ke tempat yang defisit atau kondisi yang berbeda sehingga berpengaruh dan menimbulkan perbedaan kurs valas atau forex rate di masing-masing tempat.

Di Indonesia, ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak periode 1971 hingga sekarang. Pada periode 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat ( USD). Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali ( managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance

atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi


(19)

oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating

serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif, dan pada timing yang tepat.

Menururt Indra Suhendra (2003), Dalam periode nilai tukar tetap (sampai tahun 1978) dan periode managed floating sampai dengan Agustus 1997 saat dimana kurs pasar dipatok dengan spread/pita intervensi (intervention band) antara batas atas dan batas bawah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, fluktuasi nilai tukar sangat tidak berarti, karena adanya unsur intervensi dari pemerintah. Namun setelah tanggal 14 Agustus 1997 yaitu periode saat free floating

ditetapkan bersamaan dengan periode krisis nilai tukar, fluktuasi nilai tukar menjadi semakin tak menentu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka skripsi ini akan mencoba mengkaji pengaruh faktor-faktor yang di anggap mempengaruhi kurs rupiah yaitu ekspor dan impor, posisi Balance Of Payment (BOP), inflasi, tingkat bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah disebutkan di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:


(20)

1. Faktor makro ekonomi ( ekspor, impor, inflasi, SBI, Gross Domestic

Product (GDP), jumlah uang beredar) dapat berpengaruh atas pergerakan

nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

2. Faktor penentuan fluktuasi nilai tukar merupakan suatu hal yang kompleks.

3. Krisis ekonomi dan perubahan sistem nilai tukar di Indonesia membawa dampak terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian hanya dalam hal menganalisis seberapa besar pengaruh dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

D. Perumusan Masalah

Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang bersifat pengujian teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia. Berdasrkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(21)

1. Apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing?

2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial dari ekspor dan impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

a. Menganalisis pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

b. Menganalisis Pengaruh secara parsial dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berpikir dan dapat di jadikan sebagai wadah untuk mengaplikasikan teori-teori


(22)

ekonomi dan manajemen keuangan. Khususnya tentang teori nilai tukar valuta asing yang telah dipelajari dalam perkuliahan.

b. Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat, sehingga dapat memberikan tingkat return yang maksimal dan tingkat risiko yang minimal.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pustaka bagi pengetahuan khususnya dalam bidang nilai tukar valuta asing dan keuangan, serta mudah-mudahan dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

d. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pengambilan kebijakan ekonomi yang tepat guna mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Valuta Asing

Menurut Hamdy Hady (2006:61) valuta asing (valas) atau foreign

exchange(forex) atau foreign currency diartikan sebagai mata uang asing dan alat

pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan Internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.

Menurut Hamdy Hady (2006:62) ada tiga prinsip pokok dalam pasar valuta asing, yaitu sebagai berikut :

a. Pengertian kurs jual dan beli selalu dilihat dari kepentingan/keuntungan pihak Bank atau money changer atau pedagang valas.

b. Kurs jual selalu lebih tinggi daripada kurs beli atau sebaliknya kurs beli selalu lebih rendah daripada kurs jual.

c. Kurs jual/beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/jual mata uang (valas) lawannya. Dengan kata lain kurs jual/beli dolar Amerika sama dengan kurs beli/jual rupiah.

Perdagangan barang dan jasa, aliran modal dan dana antar negara akan menimbulkan pertukaran mata uang antar negara yang akhirnya akan timbul permintaan atau penawaran terhadap suatu mata uang tertentu. Importir dari Indonesia dalam transaksinya akan menggunakan mata uang asing dalam


(24)

pembayaran pada saat jatuh tempo, begitupula dengan aliran modal (capital

inflow) yang masuk akan dikonversi menjadi mata uang domestik yang

bersangkutan.

Bursa atau pasar valuta asing menurut Hamdy Hady (2006:67) dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem di mana perusahaan, perorangan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan Internasional dangan melakukan pembelian (permintaan) dan penjualan (penawaran) atas forex (valas).

2. Sistem Nilai Tukar

Meurut Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (2000) perkembangan nilai tukar rupiah secara garis besar sejak tahun 1970 dapat dibagi menjadi 3 periode sesuai dengan pemberlakuan berbagai sistem nilai tukar pada masing-masing periode. Dalam setiap periode tersebut pada dasarnya nilai tukar yang tercipta diharapkan akan selaras dengan arah kebijakan ekonomi yang diterapkan pada saat tersebut baik dalam aspek makro maupun mikro. Adapun sistem nilai tukar tersebut adalah sebagai berikut :

a. Fixed Exchange Rate System (Sistem Nilai Tukar Tetap)

Sistem ini dilatarbelakangi oleh kekacauan kondisi ekonomi dunia

pasca perang dunia ke dua. Tahun 1944 terdapat empat puluh empat

negara bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat yang kemudian menyepakati beberapa hal, diantaranya adalah : mensyaratkan suatu kurs yang baku antara berbagai mata uang terhadap dolar Amerika


(25)

Serikat, dan antara dolar dengan emas pada tingkat $ 35 per ons. Semua negara peserta akan menggunakan emas atau dolar sebagai bagian terbesar cadangan Internasional mereka, dan mereka berhak menjual dolar tersebut untuk mendapatkan emas dengan harga resmi di Federal Reserve. Bank sentral bisa melakukan intervensi demi menjaga keseimbangan cadangan valuta asing yang dimilikinya.

b. Managed floating exchange rate system

Pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valas. Intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut.

Menurut Miranda S.Goeltom dan Doddy Zuverdi (1998), Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang

(basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia.

Kebijakan ini di implementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread.

Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode managed floating


(26)

dengan karakteristik perekonomian pada saat tersebut. Karakteristik tersebut berhubungan erat dengan seberapa besar Bank Indonesia mengendalikan nilai tukar tersebut dengan melakukan penekanan pada unsur managemen atau floating-nya.

c. Free floating exchange rate system

Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Bank sentral tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya.

Menurut Adwin Surya A (2001) sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) adalah sistem nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing yang nilai tukarnya ditentukan melalui mekanisme pasar, yaitu melalui kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran terhadap valuta asing di pasar valuta asing pada waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui sistem ini kecendrungan suatu mata uang mengalami apresiasi ataupun depresiasi relatif terhadap mata uang lainnya akan sangat bergantung pada minat pasar untuk memegang mata uang yang bersangkutan, tanpa adanya pembatasan maupun intervensi secara langsung dari pihak-pihak tertentu, termasuk intervensi langsung dari pemegang otoritas moneter suatu negara.

Sama seperti nilai tukar yang lain, sistem nilai tukar mengambang bebas ini memiliki berbagai konsekuensi yang khas, baik yang positif


(27)

maupun negatif (Sloman dan Suteliffe dalam Adwin Surya A, 2001). Adapun konsekuensi positif (kelebihan) yang akan didapat oleh perekonomian suatu negara akibat menerapkannya adalah sebagai berikut : 1. Terjadi koreksi otomatis terhadap ketimpangan neraca pembayaran

nasional, sehingga seringkali disebut stabilisator otomatis (automatic

stabilizier). Otoritas moneter suatu negara membiarkan kurs mata uangnya

berfluktuasi secara bebas menuju tingkat keseimbangan di pasar valuta asing.

2. Cadangan valuta asing suatu negara relatif utuh, dalam arti tidak digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing demi stabilisasi kurs. Karena nilai tukar mata uang naional secara otomatis akan segera disesuaikan dengan tingkat nilai tukar di pasar valuta asing.

3. Relatif lebih memiliki daya lindung terhadap fluktuasi perekonomian dunia. Negara yang menerapkan sistem ini tidak akan terikat secara langsung terhadap suatu kemungkinan munculnya gejolak inflasi dunia yang tinggi.

4. Pemerintah memiliki kebebasan (otonomi) yang lebih besar dalam menentukan kebijaksanaan ekonomi di dalam negerinya. Artinya, pemerintah dapat secara bebas memilih berapapun tingkat permintaan domestik yang dikehendaki, dan dengan mudah membiarkan pergerakan nilai tukar menyelesaikan berbagai permasalahan yang terdapat pada neraca pembayarannya.


(28)

Sedangkan beberapa konsekuensi negatif (kekurangan) yang mungkin muncul dari penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas adalah sebagai berikut (Krugman dan Obstfeld, 2000) :

1. Para pembuat keputusan, dalam hal ini bank sentral dan pemerintah tidak lagi dibebani oleh kekhawatiran terhadap berkurangnya cadangan devisa untuk mempertahankan nilai tukar. Dengan demikian dapat menyebabkan diterapkannya kebijaksanaan fiskal dan moneter yang terlalu ekspansif yang bisa berakibat jatuhnya negara tersebut ke dalam perangkap inflasi. Atau dengan kata lain, dapat menyebabkan timbulnya kekurangdisiplinan pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan ekonominya.

2. Munculnya destabilizing speculation (spekulasi perusak stabilitas) dan gangguan terhadap pasar uang. Spekulasi perusak stabilitas ini cenderung memperbesar gejolak nilai tukar mata uang dalam jangka panjang daripada yang seharusnya terjadi sebagai akibat dari gangguan ekonomi yang tidak terduga. Hal ini akan membawa ketidakpastian pada bidang perdagangan dan investasi. Khususnya dalam segala hal yang berkaitan dengan pembayaran luar negeri.

3. Timbulnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak terkoordinasi dengan baik. Masing-masing negara akan lebih berpeluang untuk menerapkan kebijaksanaan ekonomi sepihak yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa menghiraukan dampak negatif kebijakan tersebut terhadap negara lain.


(29)

4. Timbulnya ilusi tentang otonomi yang lebih besar. Para pembuat kebijakan ekonomi tidak dapat mengabaikan pengaruh pelaksanaan kebijakan ekonomi terhadap kondisi nilai tukar valuta asing. Sebaliknya, suatu depresiasi yang yang meningkatkan harga barang-barang impor akan mendorong kenaikan upah tenaga kerja. Hal ini akan meningkatkan harga jual komoditi yang kemudian merangsang inflasi, yang selanjutnya meningkatkan tuntutan kenaikan upah yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, pada akhirnya sistem nilai tukar mengambang bebas dapat mempercepat reaksi harga terhadap kenaikan penawaran uang (sistem nilai tukar mengambang bebas tidak benar-benar memperkuat pengendalian terhadap tingkat penawaran riil uang).

3. Ekspor

Ekspor dalam suatu negara sering dianggap sebagai variabel eksogen. Eksogenitas ekspor dalam hal ini diartikan bahwa volume ekspor satu negara bukan dipengaruhi oleh variabel-variabel domestik perekonomian negara tersebut, melainkan dipengaruhi oleh variabel ekonomi negara pengimpor.

Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor mengakibatkan aliran masuknya valuta asing dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan demikian penawaran dolar di masyarakat akan meningkat yang mengakibatkan kurs rupiah menguat. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat berbagai komoditas ekspor menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sehingga barang


(30)

ekspor dapat lebih kompetitif di pasaran internasional karena harga-harga dapat bersaing. Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah adalah positif

4. Impor

Menurut Mankiw (2000:67), impor adalah berbagai barang yang di produksi di luar negeri dan di jual ke dalam negeri. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat harga barang impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya permintaan barang impor akan turun. Hubungan antara impor dan nilai tukar adalah negatif dimana apabila tejadi peningkatan impor maka akan meningkatkan permintaan tehadap dolar yang pada akhirnya akan membuat nilai tukar melemah.

Impor suatu negara merupakan variabel endogen, karena volume impor tersebut merupakan fungsi dari pendapatan nasional negara yang bersangkutan. Selain dipengaruhi oleh pendapatan nasional, impor suatu negara juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Bila suatu negara mengalami defisit transaksi berjalan, biasanya ditutup dengan pinjaman luar negeri jika pendapatan ekspornya telah habis terpakai. Alternatif lainnya dengan jalan menggunakan kekayaan luar negerinya atau menggunakan cadangan devisanya. Dengan berkurangnya cadangan internasional suatu negara akan mengakibatkan mata uang negara tersebut mengalami depresiasi.

Secara sederhana meningkatnya permintaan ekspor barang dapat meningkatkan permintaan terhadap mata uang suatu negara sehingga nilai tukar


(31)

mata uang negara tersebut mengalami apresiasi. Disisi lain, meningkatnya permintaan valuta asing melalui peningkatan permintaan impor barang ditambah defisit neraca jasa. Dapat mengakibatkan nilai tukar mata uang negara mengalami depresiasi.

Menurut Hamdy Hady (2006:104), valas atau forex sebagai benda ekonomi mempunyai penawaran dan permintaan pada bursa valas atau forex

market yang di sebabkan oleh ekspor dan impor. Sumber-sumber penawaran atau

supply valas tersebut terdiri atas :

1. Ekspor barang dan jasa yang menghasilkan valas atau forex.

2. Impor modal atau capital import dan transfer valas lainnya dari luar negeri ke dalam negeri.

Sumber-sumber permintaan atau demand valas tersebut terdiri atas : 1. Impor barang dan jasa yang menggunakan valas atau forex.

2. Ekspor modal atau capital export dan transfer valas lainnya dari dalam negeri ke luar negeri.

Sesuai dengan teori mekanisme pasar, setiap perubahan penawaran dan permintaan valas yang terjadi di bursa valas akan mengubah harga atau nilai valas tersebut yang di tujukan oleh kurs valas atau forex rate-nya seperti tergambar dalam grafik berikut :


(32)

Gambar 2.1 : Pergeseran Kurs Valas

Sumber: Sadono Sukirno, 2000:362

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa :

- Bila ekspor barang/jasa dan capitalimport naik, penawaran valas akan bertambah. Bila permintaan valas tetap tidak berubah maka akan terjadi perubahan atau penurunan valas. Dalam hal ini valas akan depresiasi (penurunan nilai), sedangkan rupiah akan apresiasi (kenaikan nilai) atau pada titik potong E1.

- Bila impor barang/jasa dan capital export naik maka permintaan valas akan bertambah. Bila penawaran tetap tidak berubah maka akan terjadi perubahan atau kenaikan kurs valas. Dalam hal ini valas akan apresiasi atau pada titik potong E2.

5. Inflasi

Pengertian Inflasi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang di tawarkan atau karena hilangnya kepercayaan

S Fx S Fx

D Fx E1

E2

$ $ Eo

D Fx 9.5000/$

9.3000/$ 9.1000/$


(33)

terhadap mata uang nasional dan terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang ( Winardi dalam Setiawan, 2006 ).

Menurut Sadono Sukirno (1994:15) inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi (presentasi kenaikan harga) berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari suatu negara ke negara lainnya. Inflasi adalah suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.

Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis inflasi (Boediono, dalam Setiawan : 2006).

1. Demand Pull Inflation yaitu inflasi yang di sebabkan oleh terlalu

kuatnya peningkatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang.

2. Cost Push Inflation yaitu inflasi yang di sebabkan karena

meningkatnya harga-harga faktor produksi di pasar faktor produksi sehingga menaikan harga komoditi di pasar komoditi.

Dalam prakteknya, inflasi dapat kita amati dengan melihat gerak dari indeks harga. Tetapi disini harus diperhitungkan ada tidaknya “suppressed

inflation” atau inflasi yang ditutupi, yang pada suatu waktu dapat timbul karena

harga-harga resmi makin tidak relevan bagi kenyataan.

Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rejeki antara golongan-golongan masyrakat yang dapat menimbulkan permintaan


(34)

agregat yang lebih dari pada jumlah barang yang tersedia (yaitu apabila timbul

“infaliton gap”). Selama inflanatiory gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi

akan berkelanjutan. Teori ini menarik karena menyoroti peranan system distribusi pendapatan dalam proses inflasi, dan menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non ekonomis.

Teori Strukturalis atau lebih dikanal dengan teori “jangka panjang” karena menyoroti inflasi dari sebab-sebab yang berasal dari struktur ekonomi khususnya mengenai suplly bahan makanan dan barang ekspor mengatakan bahwa inflasi terjadi karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang yang terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga hal ini mengakibatkan kenaikan harga bahan makanan dan menyebabkan negara kekurangan devisa. Akibat selanjutnya yang menjadi penyebab inflasi menurut teori strukturalis adalah kenaikan harga-harga lain yang menyebabkan inflasi. Inflasi ini tidak bisa di obati dengan penggunaan sektor bahan makanan dan ekspor.

Bagaimana tingkat inflasi dapat mempengaruhi kurs valas dapat digambarkan pada grafik di bawah ini.


(35)

Gambar 2.2 : Inflasi dan Kurs Valas Sumber: Hamdy Hady, 2006:108

Pada keadaan semula kurs valas Rp 9.100/$, diasumsikan inflasi di Amerika meningkat cukup tinggi (misalnya mencapai 5%), sedangkan inflasi di Indonesia relatif stabil ( hanya1%) dan barang-barang yang dijual di Indonesia dan Amerika relatif sama dan dapat saling mensubsidi.

Dalam keadaan demikian tentu harga barang-barang di Amerika akan lebih mahal sehingga impor Amerika dari Indonesia akan meningkat. Impor yang meningkat ini akan menyebabkan permintaan terhadap Rupiah meningkat pula. Di lain pihak, kenaikan barang di Amerika akan mengurangi impor Indonesia dari Amerika sehingga permintaan akan dolar Amerika justru turun. Permintaan dan penawaran valas, baik Rupiah maupun dolar Amerika sehingga kurs valas bergeser dari Rp 9.100/$ menjadi Rp 9.500/$ kemudian menjadi Rp 9.300/$.

Rp 9.100/$ Rp 9.500/$ Rp 9.300/$

Kurs Valas Rp/$

Q $ S Fx1

D Fx1

$ $

D Fx S Fx


(36)

6. Suku Bunga

Menurut Adwin Surja. A (2002) perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing. Khususnya pada jenis-jenis investasi portofolio yang umumya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar domestik. Dan apabila suatu negara menganut rezim devisa bebas maka hal tersebut akan memungkinkan terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital

inflation) dari luar negeri. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai

tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang aisng di pasar valuta asing. Tingkat suku bunga rill pada umumnya lebih sering dibandingkan antar negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasi yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua negara dengan nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lain. Dalam hal ini tingkat suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat karena masih mengandung unsur inflasi di dalamnya.

Berdasarkan pada prinsip International Fisher’s Effect, maka dapat di rumuskan bahwa :

R = [( 1 + i ): (1 + it )] - 1

Dengan R adalah kurs, i adalah tingkat suku bunga domestik, dan it adalah

tingkat suku bunga yang terjadi di luar negeri (negara kedua). Apabila kedua sisi persamaan tersebut menghasilkan nilai sama, maka mengindikasikan bahwa investasi antar kedua negara akan menghasilkan return yang sama pula.


(37)

Menurut Hamdy Hady (2006:108) hampir sama dengan pengaruh tingkat inflasi, maka perkembangan atau perubahan tingkat bunga pun dapat berpengaruh terhadap kurs valas.

Jika tingkat bunga yang ada di USA sangat tinggi maka akan banyak aliran modal yang masuk (rupiah) ke USA dan menyebabkan peningkatan permintaan USD dan penawaran rupiah sehingga kurs valas berubah dari Rp 9.100/$ menjadi Rp 9.300/$.

7. Tingkat Pendapatan Nasional (GDP)

Menurut Hamdy Hady (2006:109) tingkat pendapatan suatu negara atau

Gross domestik Product (GDP) adalah pertumbuhan tingkat pendapatan di suatu

negara. Seandainya kenaikan pendapatan masyarakat di Indonesia tingggi sedangkan kenaikan jumlah barang relatif kecil maka impor barang akan meningkat. Peningkatan impor ini akan membawa efek kepada peningkatan

demand valas yang pada gilirannya akan mempengaruhi kurs valas.

8. Jumlah Uang Beredar (M1)

Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) merupakan uang dalam bentuk uang giral dan uang kartal yang dipegang dan digunakan masyarakat sebagai alat transaksi pembayaran sehari-hari (Boediono, 2000)

Perubahan reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan dan penawaran (Sadono Sukirno, 2000:370). Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan


(38)

sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan

surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat

membelanjakan kelebihan tersebut, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun (Nophirin, 1997:222)

Jika pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang untuk investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada gilirannya kurs valuta asing akan naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan (term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan mata uang domestik (Herlambang, dkk, 2001)

9. Kurs atau Nilai Tukar

Menurut Salvatore Dominick (1997 : 140) nilai tukar atau sering disebut

kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Nilai tukar atau kurs dipertahankan sama di semua pasar melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjualnya bila harganya tingggi. Suatu penurunan dalam nilai mata uang asing di sebut depresiai, sedangkan kenaikan dalam nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing di sebut apresiasi. Karena mata uang suatu negara dapat depresiasi terhadap mata uang dan apresiasi terhadap yang lain maka biasanya dapat di hitung suatu kurs efektif. Kurs efektif merupakan rata-rata


(39)

tertimbang dari nilai tukar mata uang suatu negara. Umumnya nilai tukar di tentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut.

Menurut Hamdy Hady (2006) nilai tukar atau kurs adalah suatu rasio atau perbandingan antara mata uang domestik (dalam negeri) dengan mata uang asing. Nilai tukar atau kurs mempunyai fungsi cukup penting dalam perekonomian suatu negara karena nilai tukar merupakan salah satu faktor yang mendukung kelancaran perdagangan internasional yang dilakukan oleh berbagai negara. Nilai tukar harga suatu mata uang jika di pertukarkan dengan mata uang lain akan dapat di artikan sebagai pembanding nilai tukar mata uang.

10. Teori Kurs atau Nilai Tukar

a. Teori keseimbangan suku bunga (Theory of Interest Rate Parity)

Teori IRP (Interest Rate Parity) adalah salah satu teori yang paling di kenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan bursa valas atau forex market dengan pasar uang internasional (international

money market) atau dengan kata lain teori ini menganalisis hubungan antara

perubahan kurs valas dengan perubahan tingkat bunga.

Teori IRP (Interest Rate Theory) menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (sekuritas) pada pasar uang internasional akan cenderung sama dengan forward rate atau discount.

Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP akan dapat ditentukan/diperkirakan berapa perbahan kurs forward atau forward rate (FR atau


(40)

SI) dibandingkan dengan spot rate (SR atau SO) bila terdapat perbedaan tingkat bunga, misalnya antara home country dan foreign country. Menurut IRP, besarnya perubahan FR terhadap SR akan ditentukan oleh besarnya forward rate premium

atau discount yang timbul sebagai akibat dari perbedaan tingkat bunga antara

home country dan foreign country. Dengan demikian, seorang pemilik dana akan

dapat menentukan dalam mata uang atau valas apa dananya akan dapat diinvestasikan. Caranya adalah dengan membandingkan besarnya tingkat bunga antara dua negara (home country dan foreign country) dengan perbedaan antara FR dan SR yang ditentukan oleh forward rate premium atau discount.

b. Teori keseimbangan daya beli (Theory of Purchasing Power Parity)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun 1817 dan kemudian dikembangkan oleh Gustav cassel pada tahun 1916. teori ini mendasarkan logika mata uang dalam standar kertas tidak mempunyai nilai intrinsik atau tidak didukung dan dikaitkan nilainya dengan suatu komoditi tertentu yang dijadikan standar. Sehingga nilai tersebut didalam negeri ditentukan oleh kemampuan daya belinya

Penjelasan teori ini didasarkan pada Law of One Price (LOP), yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang berbeda akan sama pula bila di nilai dalam Law of One Price (LOP), yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang berbeda akan sama pula bila di nilai dalam currency atau mata uang yang sama.


(41)

B. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surja Atmaja (2002) yang bertujuan menganalisis tentang berbagai variabel ekonomi yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar, pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika serta posisi neraca pembayaran Internasional Indonesia dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Penelitian ini menggunakan model regresi yang mendapatkan hasil bahwa hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Sedangkan variabel-variabel yang lainnya tidak. Dengan determinasi sebesar 32,5% mengindikasikan bahwa 67,5% dari variabel terikatnya dipengaruhi oleh faktor-faktor selain faktor ekonomi yang dalam penelitian ini menjadi variabel bebas. Faktor-faktor lainnya tersebut bisa dikategorikan dalam faktor ekonomi lainnya maupun faktor-faktor non ekonomi.

Dalam penelitian yang lain, Adwin Surja Atmaja (2001), mengemukakan bahwa sistem nilai tukar mengambang bebas akan mengakibatkan dampak yang tidak sama antara negara yang berperekonomian besar atau negara maju dengan negara yang berperekonomian kecil. Bagi negara yang berperekonomian kecil dan terbuka, kebijakan moneter yang dilakukan dalam sistem nilai tukar mengambang bebas dapat menyebabkan berubahnya tingkat pendapatan nasional sebagai akibat dari berubahnya kurs mata uang nasionalnya dan bukan akibat perubahan tingkat bunga. Selanjutnya, penerapan kebijakan fiskal di negara yang berperekonomian kecil dan terbuka tidak akan dapat mengubah tingkat pendapatan nasional negara yang bersangkutan, tetapi hanya akan menyebabkan berubahnya nilai tukar mata


(42)

uang domestik terhadap mata uang asing. Hal tersebut sebagai akibat dari tingkat suku bunga domestik yang cenderung akan tetap sama dengan tingkat suku buku bunga di pasar uang internasional dan berubahnya nilai ekspor bersih negara yang berangkutan serta mobilitas modal yang sempurna.

Anggyatika Mahda Kurnia (2006) dengan menggunakan Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dengan periode 1997-2004 (data kuartalan) menemukan bahwa kurs Rupiah terhadap dolar AS dapat dijelaskan oleh jumlah uang yang beredar, inflasi, tingkat suku bunga SBI dan nilai impor secara bersama-sama mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar AS.

Ni Made Sukartini dan Mienati Somnya Laksana (2000) dengan menggunakan analisis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan periode awal triwulan ketiga tahun 1997 sampai tahun 1999, dengan menggunakan data triwulanan dan menggunakan analisis regresi yang terdiri dari beberapa variabel bebas yaitu transaksi berjalan, cadangan devisa, pinjaman jangka pendek, pertumbuhan M1 dan tingkat suku bunga memperoleh hasil bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, bahwa perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pengaruhi oleh pertumbuhan M1, pinjaman jangka pendek, transaksi berjalan, cadangan devisa dan tingkat suku bunga. Variabel-variabel bebas pertumbuhan M1, pinjaman jangka pendek, den tingkat suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.

Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2000) yang mengidentifikasi variabel yang terkait dengan nilai tukar rupiah dan menyusun model nilai tukar rupiah yang terbaik, serta memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun berikutnya yaitu


(43)

2006. Menemukan bahwa variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika satu bulan sebelumnya

(lag-1). Selisih jumlah uang beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum

menunujukan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Elastisitas masing-masing variabel bebas terhadap nilai tukar adalah : (i) selisih logaritma PDB Indonesia dan Amerika sebesar -0,814, (ii) selisih logaritma WPI Indonesia dan Amerika sebesar 0,463, (iii) selisih logaritma suku bunga Indonesia dan Amerika sebesar -0,009 dan (iv) nilai tukar sebelumnya sebesar 0,675.

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia (free flaoting

exchange rate system) dan menganalisis perbedaan faktor yang mempengaruhi

nilai tukar rupiah pada saat diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas

(free floating exchange rate system) dan pada saat sistem nilai tukar mengambang

terkendali (managed floating exchange rate system) di Indonesia. faktor-faktor tersebut adalah ekspor, impor, inflasi, SBI, pemdapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) yang datanya diambil dari berbagai sumber data antara lain Bank Indonesia, International Financial Statistic (IFS), dan Badan Pusat Statistik (BPS).


(44)

Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut tersebut digunakan metode (teknis analisis) ARCH (Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity)

dan GARCH (generalized Auto Regessive Conditional Heteroscedasticity).

Setelah melakukan langkah-langkah tersebut dilakukan uji signifikansi model. Yaitu dengan melakukan Uji F, Uji t, dan Uji Koefisien determinasi (R²). Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara simultan (bersama-sama). Sedangkan Uji t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Sedangkan Uji koefisien determinasi (R²) ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennnya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua. Secara skematis alur pikir penelitian ini dapat terlihat pada gambar berikut ini :


(45)

Gambar 2.3 : Kerangka Berpikir Metode ARCH dan

GARCH Variabel Independen

( Ekspor, Impor, Inflasi,SBI, GDP, M1)

Variabel Dependen ( Rupiah Per Dolar Amerika Serikat)

Interpretasi Uji Signifikansi Uji Persyaratan analisis

(Uji Asumsi Klasik) Input Data


(46)

E. Hipotesis

H0: β = 0 : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan Ekspor, Impor, inflasi, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika.

H1: β≠ 0 : Terdapat pengaruh secara signifikan ekspor, impor, inflasi, tingkat

suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun variabel dependen (Y) adalah nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sedangkan variabel independennya (X) adalah ekspor, Impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar (M1) sebelum dan setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free flaoting exchange rate

system) di Indonesia. Nilai tukar yang di analisis dalam penelitian ini adalah nilai

tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, hal ini dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut :

1. Amerika Serikat adalah mitra dagang utama Indonesia.

2. Mata uang dolar Amerika termasuk hard currnecy. Yaitu mata uang yang perubahannya relatif stabil, kemungkinan gejolak yang terjadi dalam nilai tukarnya kecil.

3. Acuan nilai tukar rupiah disandarkan pada mata uang dolar Amerika. Selain itu, mata uang tersebut memegang peranan penting dalam transaksi perdagangan internasional.

4. Fluktuasi rupiah bergejolak sangat tajam terhadap dolar Amerika bila dibandingkan dengan mata uang lain yang ada.


(48)

Adapun periode yang di ambil dalam penelitian ini adalah mulai triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan ke pertama tahun 2005. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triwulanan.

Alasan pemilihan tahun pada penelitian ini adalah karena pada tahun 1990 Indonesia masih menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali

(managed floating exchange rate system) dan pada triwulan ke tiga tahun 1997

Indonesia mulai memberlakukan sistem nilai tukar mengambang bebas. Periode dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua periode, yaitu triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua 1997 dan periode triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan ke pertama tahun 2005. Perhitungan dan pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software statistik dan ekonometrik dalam komputer yang sesuai, yaitu Eviews.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas dan kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing mulai tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan periode triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan pertama tahun 2005 yang merupakan suatu wadah atau sistem dimana perusahaan, perorangan dan Bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan

(demand) dan penjualan atau penawaran (supply) atas valas. Sedangkan untuk


(49)

Indonesia, Tingkat suku bunga Indonesia, Pendapatan nasional (GDP) serta Jumlah Uang Beredar yang ada di Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Data Sekunder

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dengan skala triwulanan yang diambil dari sumber data antara lain Bank Indonesia (BI), International Financial Statistic (IFS)

yang dipublikasikan International Monetary Fund (IMF), buku statistik Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik.

2. Kepustakaan

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku, artikel dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Metode Analisis

1. Metode ARCH dan GARCH

Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen maka menggunakan model Regresi majemuk dengan persamaan sebagai berikut :

Kurs = b0 + b1 Ekspor + b2 Impor + b3 Inflasi+ b4 SBI + b5 GDP +


(50)

Persamaan tersebut diteliti dan dianalisis dengan menggunakan metode ARCH (Auto Regressive Conditional heteroscedasticity) dan GARCH (Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity). Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006) alasan yang mendasari untuk menggunakan metode tersebut adalah :

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan yang bersifat time series yaitu Ekspor, Impor, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1).

2. Data dalam penelitian ini mempunyai varian error (et) yang tidak

konstan.

3. Dalam metode ARCH dan GARCH varian error (et) yang tidak

konstan dapat dimanfaatkan untuk membuat model.

4. Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan teknik ananlisis lain.

Berdasarkan alasan-alasan di atas maka sangatlah tepat untuk menggunakan metode ARCH dan GARCH sebagai metode analisis dalam penelitian ini.

Dalam metode ARCH dan GARCH tidak memandang heteroskedastisitas sebagai permasalahan, tetapi justru dapat dimanfaatkan untuk membuat model. Bahkan dengan memanfaatkan heteroskedastisitas


(51)

dalam error dengan tepat, maka akan diperoleh estimator yang lebih efisien. Biasanya dalam sebuah model varian dari error tidak tergantung pada variabel bebas melainkan berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu. Pada model seperti ini, ada suatu periode dimana volatilitas sangat tinggi dan ada periode lain yang volatilitasnya sangat rendah. Pola volatilitas yang seperti ini menunjukan adanya heteroskedastisitas karena terdapat varian error yang besarnya tergantung pada volatilitas error di masa lalu. Data yang mempunyai sifat heteroskedastisitas seperti ini dapat

di modelkan dengan ARCH (Auto Regressive Conditional

heteroscedasticity) dan GARCH (Generalized Auto Regressive

Conditional Heteroscedasticity) yang dikenalkan oleh Robert Engle. Pada

intinya model ARCH dapat dijelaskan sebagai berikut : Dengan menggunakan model penelitian yaitu :

Y =b0 + b1 X1t + b2X2t + et

σ

t² atau et varian heteroskedastisitas dan mengikuti persamaan berikut :

σt² = αo + α1 e²t-1 ; σt² = var (et)

Dapat dilihat bahwa var (et) dijelaskan oleh dua komponen :

αo : Komponen konstanta : αo

α1 e²t-1 : Komponen variabel, disebut komponen ARCH

Pada model ini, et heteroskedastisitas, conditional pada e²t-1.

dengan menambahkan informasi “conditional” ini estimator dari b0, b1, b2,


(52)

Model ARCH di atas, dimana var (et) tergantung hanya pada

volalitas satu periode lalu, seperti pada σt² = αo + α1 e²t-1, disebut model

ARCH (1). Sedangkan secara umum, bila var (et) tergantung pada volalitas

beberapa periode lalu seperti σt² = αo + α1 e²t-1 + α2e²t-2 + …… αp e²t–p

disebut model ARCH (p). atau dituliskan dengan :

σt² = αo + ∑α1 e²t-i i=1

Pada model ini, agar varian menjadi positif (var (e²) > 0), maka harus dapat dibuat pembatasan, yaitu : αo > 0 dan 0 < α1 < 1. Untuk

mengestimasi b0, b1, b2, b3, b4, b5 dan b6 serta αo dan α1 teknik yang

digunakan biasanya teknik maximum likelihood, dalam penelitian ini proses estimasi model tersebut dilakukan dengan menggunakan program EViews.

Pada model ARCH (p) tersebut, dengan jumlah p yang relatif besar akan mengakibatkan banyaknya parameter yang harus diestimasi, agar parameter yang diestimasi tidak terlalu banyak, var (et) dapat dijadikan

model berikut :

σt² = αo + α1 e²t-1 + λ1σ²t-1

Model ini disebut model GARCH (1) karena σt² tergantung pada


(53)

halnya dengan model ARCH, agar varian menjadi positif (var (e²) > 0), maka pada model ini juga dibuat pembatasan, yaitu: αo > 0 dan λ1 ≥ 0; dan

α1 + λ1 < 1.

2. Pengujian Persyaratan Analisisis (Uji Asumsi Klasik) a. Normalitas

Menurut Singgih Santoso (2000: 213), normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variable dependen, variable independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.

Untuk mengetahui kenormalan suatu model, maka dapat dibuktikan dengan melekukan Uji Jarque-Bera. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006: 438), Uji Jarque-Bera digunakan untuk mengetahui apakah residual dalam model estimasi berdistribusi normal atau tidak seperti yang diisyaratkan dalam model maximum Likelihood.

Residual terdistribusi normal jika kurva mengikuti bentuk lonceng dan nilai statistik Jarque-Bera memiliki probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,05.

b. Multikoliniearitas

Istilah kolinearitas ganda (multicolinearity) diciptakan oleh Ranger frish didalam bukunya “Statistical confluense Analysis by Means of


(54)

complete regression system” istilah tersebut berarti adaya hubungan linier yang sempurna atau eksak (perfect of exact) di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi.

Uji multikolinieritas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan antara beberapa variabel independen atau semua variabel independen dalam model regresi. Multikolinieritas merupakan keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai kondisi linier dengan variabel lainnya. Artinya bahwa jika di antara peubah-peubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain maka bisa dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

Untuk menguji asumsi multikolinearitas dapat dideteksi dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel independen. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:247), korelasi tergolong kuat jika besarnya koefisien korelasi mencapai 0,8 atau lebih.

c. Autokorelasi

Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G. Kendal dan William R. Buckland, A Dictionari Of Statistical Term : “Correlation between member’s of series of observations ordered in time (as in

time-series) or space (as cross-sectional data)”. Jadi autokorelasi merupakan


(55)

(seperti data time series) atau menurut urutan tempat (seperti data cross

section) atau korelasi pada dirinya sendiri.

Autokorelasi dapat didefinisikan pula sebagai terjadinya korelasi diantara data pengamatan sebelumnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:433), uji korelasi dengan menggunakan Durbin-Watson sudah tidak relevan lagi dalam model ARCH GARCH. Maka untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan Uji autokorelasi data yang dilakukan dengan Correlogram

statistic. Korelasi antar data dapat diketahui dengan melihat nilai

probabilitas dari Correlogram statistic yang secara statistik memiliki signifikansi, jika nilai probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,05 maka data dapat dikatakan tidak mengandung masalah autokorelasi.

3. Uji F (Uji Secara Simultan)

Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi tersebut. Bila nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel atau tingkat signifikannya

lebih kecil dari 5% (α: 5% = 0.05) maka hal ini menunjukan bahwa H0

ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel independen secara simultan

(ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) ) berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika Serikat sebelum dan setelah diterapkannya free ploating exchange rate system di Indonesia.


(56)

4. Uji t (Uji Secara Parsial)

Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Bila Zhitung lebih besar atau

lebih kecil dari Ztabel atau nilai signifikan t (α: 5% = 0.05) maka H0 ditolak

dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial (ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) ) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika sebelum dan setelah diterapkannya free ploating

exchange rate system di Indonesia.

5. Uji Koefisien Determinasi (R²)

Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua.

E. Operasional Variabel

• Kurs atau Nilai Tukar (Y)

Kurs atau nilai tukar mata uang (exchange rate) merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang yang lain. Data kurs yang dipakai adalah data persentase pertumbuhan kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat


(57)

secara triwulanan. Adapun data kurs yang digunakan adalah nilai tengah antara mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebelum dan setelah di terapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free ploating

exchange rate system) di Indonesia. Data kurs Rupiah per dolar AS

diperoleh dari data IFS.

• Ekspor

Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor mengakibatkan aliran masuknya valuta asing dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan demikian penawaran dolar di masyarakat akan meningkat yang mengakibatkan kurs rupiah menguat. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat berbagai komoditas ekspor menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sehingga barang ekspor dapat lebih kompetitif di pasaran internasional karena harga-harga dapat bersaing. Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah adalah positif. Adapun data ekspor yang di gunakan dalam penelitian ini adalah ekspor non migas yang menurut Siti Astiyah dan M. Setyawan Santoso (2005:383), mempunyai peranan penting dalam ekspor Indonesia karena mencakup 28 kelompok barang.


(58)

• Impor

Menurut Mankiw (2000:67), impor adalah berbagai barang yang di produksi di luar negeri dan di jual ke dalam negeri. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat harga barang impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya permintaan barang impor akan turun. Hubungan antara impor dan nilai tukar adalah negatif dimana apabila tejadi peningkatan impor maka akan meningkatkan permintaan tehadap dolar yang pada akhirnya akan membuat nilai tukar melemah. Adapun data Impor yang di gunakan dalam penelitian ini adalah impor non migas karena hampir semua impor telah dapat dicakup dalam impor non migas baik impor barang konsumsi, bahan baku, maupun barang modal (Siti Astiyah dan M. Setyawan Santoso, 2005:384)

• Tingkat Inflasi (I)

Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang kebutuhan umum yang terjadi secara terus-menerus. Inflasi merupakan perubahan dari titik yang diukur dalam satuan persen. Parameter dari inflasi disini adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia. Variabel ini mengukur tingkat persentase pertumbuhan inflasi di Indonesia dalam jangka waktu triwulanan. Data inflasi ini diperoleh dari data IFS.


(59)

• Tingkat Suku Bunga (R)

Tingkat Suku Bunga adalah angka rata-rata persentase pertumbuhan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Central. Suku bunga Indonesia yang dipergunakan adalah suku bunga nominal dalam satuan persen. Data suku bunga Indonesia menggunakan suku bunga bank Indonesia (SBI). Data suku bunga yang digunakan diukur dalam satuan persen. Variabel ini mengukur suku bunga Bank Indonesia secara triwulanan. Suku bunga Indonesia diperoleh dari data IFS.

• Tingkat Pendapatan Nasional (GDP)

Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu. GDP yang dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga tetap. Variabel ini mengukur pertumbuhan PDB Indonesia. Data GDP Indonesia diperoleh dari data IFS.

GDP =

• Jumlah Uang Beredar (M1)

Jumlah uang beredar adalah uang dalam arti sempit (M1) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral yang dipegang oleh masyarakat. Data jumlah uang beredar yang digunakan diukur berdasarkan pertumbuhan jumlah uang yang beredar di Indonesia secara triwulanan. Data jumlah uang beredar Indonesia diperoleh dari International Financial Statistic (IFS).

GDPt - GDPt-1


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kurs Rupiah per Dolar Amerika serikat

Kondisi perekonomian suatu negara bisa tercermin dari nilai mata uang negara tersebut terhadap mata uang Negara lain (hard currency). Fluktuasi kurs mata uang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yang terjadi dalam suatu negara. Stabilitas pergerakan kurs mata uang menunjukkan fundamental ekonomi berada pada kondisi stabil. Trend pergerakan nilai tukar terkadang menguat secara tajam atau bahkan sebaliknya melemah secara tajam, ini biasanya dipengaruhi oleh faktor instabilitas ekonomi atau akibat adanya permainan para spekulan mata uang asing.

Nilai tukar mata uang merupakan sinyal sangat penting dalam perekonomian, karena mempengaruhi tingkah laku semua sektor ekonomi baik dalam kegiatan produksi, konsumsi, investasi maupun berjaga-jaga. Fluktuasi berlebihan dari nilai mata uang tidak hanya mempersulit perhitungan biaya produksi tapi juga menimbulkan motif berjaga-jaga yang berlebihan. Sampai suatu tingkatan tertentu, fluktuasi akan sangat mengganggu, sehingga bagi suatu unit usaha nilai mata uang yang lebih lemah (terdepresiasi) namun relatif stabil lebih disukai ketimbang nilai lebih kuat tetapi berfluktuatif. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.


(61)

Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran barang, jasa dan modal antara Indonesia dengan luar negeri adalah nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang asing. Oleh karena itu, nilai kurs perlu dijaga agar dapat berperan secara optimal dalam mendukung perekonomian nasional. Namun perlu diingat bahwa dalam perekonomian yang terbuka dengan dunia luar, pengendalian kurs rupiah menjadi semakin sulit. Apalagi mata uang rupiah semakin mendunia karena rupiah diperjual belikan di pasar uang Internasional, seperti Singapura, Hongkong, dan New York. Diperjualbelikannya rupiah di beberapa pasar uang internasional merupakan pertanda bahwa Indonesia semakin penting dalam perekonomian internasional. Namun dipihak lain, mendunianya rupiah juga membawa konsekuensi rupiah makin dipengaruhi oleh perkembangan mata uang internasional khususnya terhadap dolar Amerika Serikat.

Secara garis besar, sejak periode 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed rate system) mulai periode 1970 sampai 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating

system) sejak periode 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free

floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.

Dalam Managed floating system nilai kurs rupiah terhadap valuta asing ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran) valuta asing disertai oleh pengendalian oleh otoritas moneter. Maksud pengendalian ini adalah agar rupiah tidak terlalu fluktuatif dan tetap wajar, sebab nilai tukar yang terlalu fluktuatif akan berdampak negatif terhadap aliran barang, jasa dan modal, yang pada gilirannya mempengaruhi perekonomian nasional. Managed floating system


(62)

dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentan waktu yang lama dan pada pihak lain memberikan ruang gerak berupa fleksibilitas guna merespon keadaan pasar dengan adanya band intervensi yang merupakan kewenangan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Selain itu, diluar devaluasi rupiah yang telah dilakukan Indonesia berkali-kali, setiap tahun rata-rata nilai rupiah mengalami depresiasi sekitar 4-5% terhadap nilai dolar AS. Sejak tahun 1990 sampai dengan minggu ke dua Juli 1997 nilai tukar Rupiah cukup stabil dan wajar. Pada akhir Desember 1990 kurs antara Rupiah dengan dolar Amerika Serikat (kurs tengah) adalah Rp 1.901,00 dan kurs ini mengalami penyesuaian menjadi Rp 2.383,00 pada akhir tahun 1996. kestabilan nilai kurs Rupiah berlanjut sampai dengan 11 Juli 1997 dimana nilai kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp. 2.440,00. Hal ini dapat kita lihat dalam grafik 4.1 yang menunjukan bahwa nilai tukar rupiah pada tahun 1990 sampai triwulah ke dua tahun 1997 relatif stabil. Kestabilan nilai tukar rupiah tersebut diperkirakan disebabkan oleh kondisi ekonomi, politik, dan keamanan Indonesia yang relatif stabil pada tahun 1990 samapai tahun 1997 sehingga berpengaruh juga terhadap kestbilan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

Namun dalam minggu kedua Juli 1997 gonjangan terhadap nilai tukar rupiah mulai dirasakan, yang bermula dari jatuhnya mata uang Bath Thailand. Pemerintah pada tanggal 14 Agustus 1997 melepas bata-batas kurs intervensi. Dengan pelepasan batas-batas kurs intervensi, pemerintah meninggalkan sistem nilai tukar rupiah yang mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate system) murni sehingga nilai tukar kurs


(63)

KURS 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 T ahun 1991Q 1 1992Q 1 1993Q 1 1994Q 1 1995Q 1 1996Q 1 1997Q 1 1998Q 1 1999Q 1 2000Q 1 2001Q 1 2002Q 1 2003Q 1 2004Q 1 2005Q 1 KURS

rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Walaupun demikian, pemerintah dapat mempengaruhi nilai kurs Rupiah baik secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu melalui kebijaksaan fiskal dan moneter.

Grafik 4.1 : Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS

Sumber : data diolah

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada Juli 1997 yang dipicu oleh terdepresiasinya mata uang Thailand (Bath) kemudian berimplikasi pula terhadap penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dalam rentan waktu 3 tahun nilai tukar rupiah berfluktuasi dari Rp 2.000 samapi Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 2002 diperkirakan karena pada tahun-tahun tersebut bangsa Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup parah yang menyebabkan kondisi ekonomi, politik, keamanan Indonesia tidak stabil. Sehingga menyebabkan perekonomian dalam negeri secara keseluruhan terganggu.


(1)

DATA VARIABEL

Tahun KURS

(Rp/$)

Ekspor (Ribu $)

Impor (Ribu $)

Inflasi SBI GDP

(Miliar Rp)

M1 (Miliar Rp)

1990Q1 1.823 3471515 4069740 0,002375 0,03285 28004,1 22155

1990Q2 1.844 3511595 4424544 0,005 0,036075 28604,2 23204

1990Q3 1.864 3687798 5135533 0,008625 0,04405 28804,3 22982

1990Q4 1.901 4015023 5676371 0,00875 0,0462 29804,3 23819

1991Q1 1.932 3915193 5754334 0,009875 0,0517 30532,8 23571

1991Q2 1.954 4308177 5845536 0,00595 0,042075 30573,9 24610

1991Q3 1.968 4806353 5817825 0,005125 0,046425 30806,3 25805

1991Q4 1.992 4838643 5845127 0,004875 0,046225 31520,2 26341

1992Q1 2.017 5150300 5940893 0,0035 0,044975 32691,1 27318

1992Q2 2.033 5338757 6144145 0,00425 0,041675 32206,3 26880

1992Q3 2.038 5956324 6512572 0,0015 0,038225 32706,2 27650

1992Q4 2.062 5763068 6038835 0,0161 0,034975 33501,2 28779

1993Q1 2.071 5898019 5813091 0,0161 0,032475 33901,7 30593

1993Q2 2.088 6155711 6482474 0,017425 0,029225 34553,1 31342

1993Q3 2.108 5905449 6007946 0,0206 0,021125 35921 34812

1993Q4 2.110 6569126 7409426 0,024425 0,02335 35331,3 36805

1994Q1 2.144 6386643 6189602 0,009275 0,021225 36092,9 37908

1994Q2 2.180 6912536 7597023 0,011475 0,0236 36955,1 39888

1994Q3 2.181 7404940 8101306 0,01845 0,0276 44639,6 42195

1994Q4 2.200 8011396 7682909 0,0231 0,0305 52234,1 45374

1995Q1 2.219 7638675 7608288 0,0076 0,03405 67693,8 44908

1995Q2 2.246 8943845 8883385 0,00585 0,036525 67693,2 47045

1995Q3 2.276 8197125 8463630 0,003525 0,03565 75377,7 48981

1995Q4 2.308 8221378 7859063 0,004625 0,034975 83062,3 52677

1996Q1 2.336 7909855 7748519 0,00815 0,034925 98431,3 53162

1996Q2 2.342 9479212 8581226 0,001925 0,034975 100922,2 56448

1996Q3 2.340 9670200 8155121 0,002275 0,034875 107102,8 59684

1996Q4 2.383 9748670 7627986 0,003825 0,03345 107962,8 64089

1997Q1 2.419 8531736 8952638 0,0049 0,029075 140761,1 63565

1997Q2 2.450 11842686 8966223 0,00635 0,02655 149380,3 69950,04


(2)

DATA VARIABEL

Tahun KURS (Rp/$)

Ekspor (Ribu $)

Impor (Ribu $)

Inflasi SBI GDP

(Miliar Rp)

M1 (Miliar Rp)

1997Q4 4.650 11162282 11089445 0,027625 0,050575 173169,7 78342,86

1998Q1 8.325 10618650 8080755 0,062825 0,058125 202194,6 9827,29

1998Q2 14.900 8336645 5727586 0,113975 0,13535 228982,9 109479,8

1998Q3 10.700 11155735 9289399 0,188675 0,175025 240082,6 102563

1998Q4 8.025 8850579 7400088 0,194075 0,1245 260017,4 101197,3

1999Q1 8.685 8555807 6596962 0,0102 0,093175 281051,6 105705,1

1999Q2 6.726 9940445 7819617 0,006825 0,07165 279711,9 105964

1999Q3 8.388 11001600 7229544 0,00005 0,03435 277583,2 118124

1999Q4 7.100 9339582 7320170 0,005025 0,032275 281095,3 124633

2000Q1 7.590 10852170 8087849 0,0025 0,028025 302421 124663

2000Q2 8.735 12072159 9478782 0,00525 0,028175 316584 133832

2000Q3 8.780 13600965 9355711 0,017 0,0339 333739 135430

2000Q4 9.595 11842278 10740090 0,0235 0,03535 337940,3 162186

2001Q1 10.400 11193006 8390074 0,0265 0,0376 354497,9 148375

2001Q2 11.440 11182675 8602235 0,030275 0,0409 370560,6 160142

2001Q3 9.675 11694227 7375809 0,03255 0,043675 379177 164237

2001Q4 10.400 6949013 5494039 0,031375 0,044 386738,7 177731

2002Q1 9.855 9715603 6677928 0,0352 0,0421 394031,7 166173

2002Q2 8.730 11637858 7790231 0,0287 0,03935 402435,5 174017

2002Q3 9.015 12548391 8990447 0,02525 0,035425 409594,7 181791

2002Q4 8.940 11019311 7750773 0,025 0,032575 403589,7 191939

2003Q1 8.908 11666276 9276588 0,01775 0,030275 516820,1 181239

2003Q2 8.285 11772777 8022926 0,0165 0,02585 515704,5 194878

2003Q3 8.389 11941333 8028710 0,0155 0,022225 530011,3 207587

2003Q4 8.465 11178043 8411849 0,01275 0,02105 524221,8 223799

2004Q1 8.587 11048752 7956050 0,01275 0,01915 540031,9 219086

2004Q2 9.415 13528189 8484116 0,017 0,018325 568253 233726

2004Q3 9.170 14819046 8955605 0,0155 0,018425 594736,5 240911

2004Q4 9.290 14907613 9440791 0,016 0,01855 600010,1 253818

2005Q1 9.480 15425863 9603413 0,022 0,018575 628183,8 250492


(3)

Dependent Variable: KURS Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 05/27/08 Time: 10:05 Sample(adjusted): 1990:2 1997:2

Included observations: 29 after adjusting endpoints Convergence achieved after 12 iterations

Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

SQR(GARCH) 2.803053 5.650144 0.496103 0.6198

C 1503.351 341.5918 4.401017 0.0000

EKSPOR -4.35E-05 2.09E-06 -20.78430 0.0000

IMPOR 4.00E-05 7.27E-07 55.07703 0.0000

INFLASI 488.8287 3803.994 0.128504 0.8978

SBI -1460.304 3170.423 -0.460602 0.6451

GDP 0.001171 0.000615 1.903509 0.0570

M1 0.001839 0.000379 4.856185 0.0000

Variance Equation

C 707.5768 2220.473 0.318660 0.7500

ARCH(1) 0.304307 0.771136 0.394622 0.6931

(RESID<0)*ARCH(1) 0.478971 1.446121 0.331211 0.7405

GARCH(1) 0.296428 0.557027 0.532162 0.5946

INFLASI -0.000525 79611.83 -6.60E-09 1.0000

R-squared 0.946707 Mean dependent var 2138.138 Adjusted R-squared 0.900519 S.D. dependent var 171.7473 S.E. of regression 54.17013 Akaike info criterion 11.17322 Sum squared resid 44016.04 Schwarz criterion 11.83329

Log likelihood -148.0116 F-statistic 20.49699

Durbin-Watson stat 1.720860 Prob(F-statistic) 0.000000 Inverted AR Roots -.01

Estimation Command: =====================

ARCH(T,M,H,DERIV=AN) KURS C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1 @ INFLASI

Estimation Equation: =====================

KURS = C(1)*SQR(GARCH) + C(2) + C(3)*EKSPOR + C(4)*IMPOR + C(5)*INFLASI + C(6)*SBI + C(7)*GDP + C(8)*M1

Substituted Coefficients: =====================

KURS = 2.803052529*SQR(GARCH) + 1503.351109 - 4.348114717e-05*EKSPOR + 4.003390261e-05*IMPOR + 488.8287198*INFLASI - 1460.303986*SBI + 0.001171428888*GDP + 0.001838630849*M1 GARCH = 707.5768+0.304307ARCH(1)+0.478971(RESID<0)*ARCH(1)+ 0.296428*GARCH(1) -0.000525*INFLASI


(4)

Estimation Command: =====================

ARCH(T,M,H,DERIV=AN) KURS C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1 @ INFLASI

Estimation Equation: =====================

KURS = C(1)*SQR(GARCH) + C(2) + C(3)*EKSPOR + C(4)*IMPOR + C(5)*INFLASI + C(6)*SBI + C(7)*GDP + C(8)*M1

Substituted Coefficients: =====================

KURS = 0.7537031455*SQR(GARCH) + 8802.878504 -

0.0002520202369*EKSPOR + 0.000771682801*IMPOR + 3357.963877*INFLASI - 20798.0827*SBI + 0.004322208136*GDP + 0.02007677254*M1

GARCH = 1613626 + 0.144989* ARCH(1) 0.422469*(RESID<0)*ARCH(1) -0.034229* GARCH(1)+ 0.000000* INFLASI

Dependent Variable: KURS Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 05/27/08 Time: 08:31 Sample: 1997:4 2005:1 Included observations: 30

Failure to improve Likelihood after 40 iterations

WARNING: Singular covariance - coefficients are not unique Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

SQR(GARCH) 0.753703 0.295445 2.551081 0.0107

C 8802.879 1220.351 7.213397 0.0000

EKSPOR -0.000252 9.58E-07 -263.1474 0.0000

IMPOR 0.000772 1.11E-06 697.0505 0.0000

INFLASI 3357.964 9839.797 0.341264 0.7329

SBI -20798.08 17238.18 -1.206513 0.2276

GDP 0.004322 0.000729 5.929058 0.0000

M1 0.020077 0.003763 5.334634 0.0000

Variance Equation

C 1613626. 715259.0 2.256002 0.0241

ARCH(1) 0.144989 0.331241 0.437714 0.6616

(RESID<0)*ARCH(1) -0.422469 0.469233 -0.900340 0.3679

GARCH(1) -0.034229 0.075842 -0.451320 0.6518

INFLASI 0.000000 17950167 0.000000 1.0000

R-squared 0.620277 Mean dependent var 9021.433

Adjusted R-squared 0.611060 S.D. dependent var 1689.041 S.E. of regression 1679.675 Akaike info criterion 17.81868 Sum squared resid 47962226 Schwarz criterion 18.42586

Log likelihood -254.2802 F-statistic 7.027028


(5)

(6)