Pendapat Para Ahli Mengenai Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi

diuji secara obyektif oleh DPR sebagaimana ketentuan pasal 22 ayat 2 UUD 1945. Namun mengenai persyaratan, seleksi serta penjaringan masih bisa dilakukan dengan Undang-Undang Mahkamah Konsitutsi yang ada. Bilapun ingin dilakukan revisi dapat ditempuh jalur reguler sebagaimana diatur dalam UU no 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 32

C. ETIKA PROFESI HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Pengertian Hakim Mahkamah Konstitusi

Menurut ketentuan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, hakim konstitusi berjumlah sembilan orang. Kesembilan hakim konstitusi tersebut terdiri atas tiga orang yang dipilih atau ditentukan oleh Presiden, tiga orang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan tiga orang dipilih atau ditentukan oleh Mahkamah Agung. Jika di antara mereka ada yang berhalangan tetap atau diberhentikan di tengah masa jabatannya karena sebab-sebab tertentu, maka kekosongan jabatan hakim konstitusi itu diisi oleh lembaga dari mana hakim yang berhenti itu berasal. Ketentuan demikian ini diatur dalam Pasal 18 ayat 1 sebagaimana nanti akan diuraikan tersendiri. 33 Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut : 32 http:www.tribunnews.comnasional20131020pembentukan-majelis-kehormatan- hakim-konstitusi-tidak-tepat. html 27022017 23:40 33 Jimly Asshiddiqie, HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2010, h. 233 a. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela b. Adil c. Negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat : a. Warga negara Indonesia b. Berpendidikan sarjana hukum c. Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan d. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih e. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan 34

2. Pengertian Etika Hakim Mahkamah Konstitusi

Untuk menjaga dan menegakan intergritas dan kepribadian yang tercela, keadilan, dan kenegarawan. Hakim konstitusi wajib untuk : a. Menaati peraturan perundang-undangan b. Menghadiri persidangan c. Menjalankan hukum acara sebagaimana mestinya d. Menaati Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim Konstitusi 34 Lihat Pasal 15, 16 Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi e. Memperlakukan para pihak yang berpekara dengan adil tidak diskriminatif, dan tidak memihak f. Menjatuhkan putusan secara objektif didasarkan pada fakta dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan Hakim konstitusi dilarang untuk : a. Melanggar sumpah jabatanjanji b. Menerima suatu pemberian atau janji dari pihak yang berpekara, baik langsung maupun tidak langsung c. Mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atau suatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan. 35

3. Pengertian Hakim Dalam Hukum Islam

Hakim secara etimologi merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu “hakim”, yang berarti orang yang memberikan putusan atau diistilahkan juga dengan “qadha”. Hakim juga berarti orang yang melaksanakan hukum, karena hakim itu memang bertugas mencegah seseorang dari kedzaliman. Kata hakim dalam pemakaiannya disamakan dengan qadhi yang berarti orang yang memutus perkara dan menetapkannya. 36 Sedangkan menurut undang-undang peradilan agama, hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur 35 Khairuddin, Iskandar Muda, Op.cit, h. 34-35 36 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997. Dikutip dalam Mushlihin Al-Hafizh, Pengertian Hakim, http:www. Referensimakalah.com201307pengertian-hakim.html,Diakses 06 Maret 2017.

Dokumen yang terkait

Status Badan Hukum Yayasan Pendidikan Pasca Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009)

0 45 193

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 47 117

Analisis politik hukum Islam mengenai putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

0 14 104

Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam Dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/Puu-Vi/2008)

0 27 119

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

2 20 71

Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Peradilan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Studi Kasus Setya Novanto Ketua DPR RI Periode 2014-2019)

2 12 88

ANALISIS HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENOLAK PENGUJIAN MATERIL TErHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN.

0 0 6

PERBANDINGAN HUKUM TENTANG AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

0 0 12

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 1 39

KONSEP PEMBATALAN PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1947 dan KOMPILASI HUKUM ISLAM

0 0 20