1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian dari aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Kualitas pendidikan sangat berpengaruh
terhadap kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dikatakan berkualitas atau bermutu bila proses pembelajaran berlangsung secara efektif, peserta didik menunjukkan
penguasaan materi yang tinggi, memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya, dan produk
pendidikan merupakan individu-individu yang bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan bangsa.
Banyak yang beranggapan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari
berbagai temuan penelitian dan survei lembaga Independen. Hasil survei Trends in Internasional Mathematics and Science Study TIMSS 2003 yang
menempatkan Indonesia berada pada urutan 36 dari 48 negara peserta untuk kemampuan siswa berumur 13 tahun di bidang sains Depdiknas, 2003.
Dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia, Indonesia masih jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat pertama dan Malaysia
berada pada peringkat 20. Di negara-negara ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke 4 dari 5 negara peserta dalam pencapaian prestasi belajar siswa umur 13
tahun, baik dalam bidang IPA maupun matematika Puspendik, 2003. Temuan 1
2 penelitian Program for International Student Assesment PISA, 2003
menunjukkan, dalam hal literasi membaca, matematika, dan sains, siswa yang berusia 15 tahun sangat rendah.
Dalam literasi sains, kemampuan siswa Indonesia berada pada peringkat paling bawah di antara negara-negara yang diteliti. Siswa Indonesia hanya
mampu mengingat fakta, terminologi, dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum dalam mengambil kesimpulan. Padahal
pendidikan merupakan wahana yang strategis dalam rangka mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas secara utuh dan menyeluruh dalam
penguasaan konsep-konsep sains. Untuk itu perlu adanya upaya peningkatan literasi sains di kalangan peserta didik sehingga dapat meningkatkan kualitas
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi dewasa ini. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah berupaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan secara terus menerus dengan cara memperbaiki kurikulum dari waktu ke waktu agar tidak semakin tertinggal dengan negara-negara maju.
Penyempurnaan kurikulum tersebut tidak lepas dari adanya pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan, yaitu dari teori behaviorisme, menuju teori
konstruktivisme, artinya pembelajaran dari yang berpusat pada guru teacher- centered kepada pembelajaran yang berpusat pada siswa student-centered.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan BSNP, 2006:24.
3 Kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah pada saat ini adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Penetapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan. KTSP mengandung makna bahwa kurikulum dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan tujuan agar satuan
pendidikan yang bersangkutan dapat mengembangkan kekhasan potensi sumber daya manusia dan daerah di sekitarnya. Hal ini merupakan implikasi dari
perubahan kebijakan dari sentralisasi ke desentralisasi di bidang pendidikan. ”KTSP merupakan suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan
pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan” Mulyasa, 2008:21. Salah satu dari satuan pendidikan tersebut
adalah SMP MTs. Dalam struktur kurikulum SMPMTs substansi mata pelajaran IPA
merupakan IPA terpadu. Pemberlakuan IPA tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran terpadu
merupakan paket pembelajaran yang menghubungkan konsep dari beberapa disiplin ilmu. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran bermakna, yaitu
berkaitan dengan pengalaman hidupnya sehingga diharapkan dengan keterpaduan itu peserta didik dapat memandang suatu objek yang ada di lingkungannya secara
utuh. Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam IPA di SMPMTs, meliputi
bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam
4 membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan
Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis,
bahasannya adalah alam dan segala isinya. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta didik
hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang berorientasi pada tesujian.
Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.
Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pembelajaran
lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. Peserta didik hanya mempelajari
IPA pada domain kognitif terendah. Peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
banyak peserta didik yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh
domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik
per kelas yang terlalu banyak. Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam
berbagai bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan
5 komunikasi. Oleh karena itu, diperlukan cara pembelajaran yang dapat
menyiapkan peserta didik untuk melek IPA Literasi sains dan teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam
kenyataan, memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena
mereka tak berminat menjadi ilmuawan atau ahli teknologi. Namun, mereka tetap berharap agar pembelajaran IPA di sekolah dapat disajikan secara menarik,
efisien, dan efektif. Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta didik dapat
membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
Pengajaran IPA terpadu atau integrated Science teaching menurut Baez adalah: ”Consists so as those approaches in which the concepts and principles of
science are presented so as to express the fundamental unity of scientifi thought and to avoid premature or undue stress on the distinctions between
the various scientific fields.”
Penataan materi pelajaran atau materi subyek tidak dibedakan apakah materi itu merupakan bidang kajian fisika, kimia, atau biologi, akan tetapi bidang
ilmu kealaman saja, di mana dasar falsafahnya adalah alam dengan berbagai fenomenanya merupakan satu kesatuan yang memiliki kesatuan konsep, dan
proses yang dapat dipelajari dengan berbagai model dan pendekatan, yang salah satunya adalah model pembelajaran terpadu. Model pembelajaran terpadu sebagai
suatu konsep yang menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan konsep-konsep secara terkoneksi baik secara inter maupun antar mata pelajaran.
6 Terjalinnya hubungan antar setiap konsep secara terpadu, akan memfasilitasi
siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mendorong siswa untuk memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung
dan menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman nyata. Dengan demikian sangat dimungkinkan hasil belajar yang diperoleh siswa akan lebih
bermakna dibandingkan jika hanya dengan cara drill merespon tanda-tanda atau signal dari guru yang diberikan secara terpisah-pisah. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan oleh Zais, Robert 1976:56 bahwa pembelajaran terpadu memberikan gambaran bagaimana pengalaman belajar secara terintegrasi memberi dampak
yang penuh makna dan bagaimana pengintegrasian itu dilakukan. “Just as is necessary for each subject to be treated as an integrated whole
in a gestalt based curriculum. So all the subject of the curriculum need to be related in order that the learner’s educational experiences result in coherent
and meaningfull gestall”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan
beberapa materi pembelajaran dari berbagai standar kompetensi dan kompetensi dasar dari satu atau beberapa mata pelajaran. “Pembelajaran terpadu pada
hakekatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik” puskur, 2006:1.
Menurut Fogarty 1991: xiv “Pembelajaran terpadu terdiri atas beberapa model di antaranya: Fragmented model, Connected model, Nested model,
7 Sequenced model, Shared model, Webbed model, Threaded model, Integrated
model, Immersed model dan Networked Model”, di mana setiap model memilki karakteristik yang berbeda-beda. Lebih lanjut Pengelompokkan model itu
berdasarkan pola pengintegrasian materi atau tema yaitu: 1 Integrated within single disciplines yang terdiri dari Fragmented, connected dan nested. 2
Integrated several disciplines, yang terdiri dari: Sequenced, shared, webbed, Threaded, Integrated; dan 3 Integrated within and across leaners, yang terdiri
dari Immersed dan networked. Beberapa hasil penelitian yang mendukung pembelajaran terpadu, seperti
pada Winarni 1995 dalam penelitian yang berjudul “ pembelajaran IPA secara Terpadu di Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa pembelajaran secara terpadu
lebih berhasil dibandingkan dengan pembelajaran biasa, baik dari segi kognitif, sifat ilmiah, maupun pengembangan persepsi dan keterampilan proses. Shinta
2006 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu untuk meningkatkan Kompetensi Siswa dalam mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam pada madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Serang Provinsi Banten”, menyimpulkan bahwa dengan model pembelajaran terpadu hasilnya
lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini digunakan. Selanjutnya Hidayat 2008 dengan penelitian yang berjudul
“Pengembangan Pembelajaran terpadu Model Connected untuk meningkatkan Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA” menyimpulkan bahwa
Pembelajaran IPA terpadu model connected dapat meningkatkan hasil belajar serta pembelajaran menjadi lebih efektif. Walaupun demikian dia
8 merekomendasikan untuk dilakukan penelitian serupa dengan mengutamakan
kompetensi siswa secara menyeluruh tidak hanya hasil belajar saja. Hal ini dikatakannya supaya dihasilkan hasil yang lebih konkrit, yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan
latar belakang
tersebut penulis
akan mencoba
mengembangkan pembelajaran IPA terpadu model Connected dengan melihat aspek kompetensi yang lebih menyeluruh terutama dalam peningkatan
kemampuan literasi sains. Pencapaian kompetensi ini dilakukan menggunakan suatu metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karekteristik pembelajaran
IPA yaitu Inquiry. Metode ini menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang dan
peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembang keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian
sehingga memungkinkan mereka menjadi pebelajar sepanjang hayat. Dengan pembelajaran model connected ini diharapkan peserta didik tidak
hanya mampu mengingat fakta atau hukum sains dan rumus-rumus yang ada, Tetapi lebih luas peserta didik diharapkan dapat mengembangkan keterampilan
berpikir dalam memahami konsep dan menghubungkan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya pada mata pelajaran IPA, sehingga akan memudahkan
mereka dalam memecahkan permasalahan–permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan nyata.
9 Atas dasar permasalahan tersebut rumusan judul yang akan dikembangkan
dalam penelitian ini adalah “Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Connected untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa pada Mata Pelajaran IPA
SMP”. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan pemasalahan dalam penelitian ini adalah “Model Pembelajaran IPA terpadu yang bagaimana
yang dapat meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP”. Rumusan masalah tersebut dapat diuraikan melalui beberapa Pertanyaan Penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA serta faktor–faktor yang
mempengaruhi pada SMP di Kabupaten Lebak saat ini? 2.
Bagaimana model desain pembelajaran IPA terpadu yang dapat meningkatkan Literasi Sains Siswa?
3. Bagaimana implementasi model pembelajaran terpadu connected dalam mata
pelajaran IPA? 4.
Bagaimana hasil literasi sains siswa yang diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran IPA terpadu connected ?
C. Tujuan Penelitian