Minat Membaca Karya Sastra pada Siswa Kelas XII SMK Budhi Warman II Pekayon Jakarta Timur

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

SITI ZURAIDAH LUTHFIATI 1111013000032

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. September 2015.

Latar belakang penelitian ini adalah masih rendahnya kemampuan baca pada masyarakat Indonesia saat ini khususnya para siswa di sekolah. Berbeda dengan negara-negara maju seperti Jepang yang menjadikan membaca sebagai suatu budaya atau kebiasaan. Salah satu yang mempengaruhi membaca tersebut adalah minat. Minat baca adalah merupakan hasrat seseorang atau siswa terhadap bacaan, yang mendorong munculnya keinginan dan kemampuan untuk membaca, diikuti oleh kegiatan nyata membaca bacaan yang diminatinya. Minat baca bersifat pribadi dan merupakan produk belajar.

Minat merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang mempengaruhi kemampuan membaca. Menurut Crow dan Crow dalam bukunya

Educational Pshycology minat bisa berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda atau kegiatan, itupun bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.

Subjek dalam penelitian ini adalah kelas XII SMK Budhi Warman II semester ganjil Tahun Ajaran 2015-2016. Penulis menggunakan metode deksriptif kualitatif untuk mengolah data. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dengan wawancara dan teknik analisis data angket dengan menggunakan rumus P= x100%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil angket yang masuk (berjumlah 40) maka dari persentase angket menunjukkan 77,5% menyatakan bahwa siswa tidak pernah meluangkan waktunya untuk membaca, sedangkan hanya ada 22,5% siswa yang sering menghabiskan waktunya untuk membaca. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca sebuah karya sastra masih kurang dan perlu ditingkatkan. Sebaiknya, untuk meningkatkan minat siswa dapat dilakukan dengan membimbing serta mendampingi siswa terutama guru bidang studi pada setiap pertemuan mata pelajaran Bahasa Indonesia.


(6)

Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. September 2015. Background this study was still low ability reading on the current Indonesia community especially students in school. In contrast to developed countries such as Japan which makes the reading as a culture or habit. The one that affects the reading interest. Interest is read is someone's desire or students against reading, which prompted the emergence of desire and the ability to read, followed by the real activities of the reading interest. Reading is personal interest and is a product of learning.

Interest is one of the factors that are important enough that affects reading skills. According to Crow and Crow in his Educational Pshycology interest could be related to a pushing motion styles we tend to be or feel interested in people, things or activities, that can be effective experience stimulated by the activity itself. In other words, the interest can be the cause of events and causes of the participation in the activity.

The subject in this research is the class XII SMK Budhi Warman II semester ganjil academic year 2015-2016. The author uses qualitative deksriptif method to process data. This research data collection technique is interview and question form analysis techniques using the formula P = F/Nx100%.

The results showed that based on the results of the now coming in (numbering 40) now shows the percentage of 77.5% stated that the students never take the time to read, whereas there are only 22.5% of students who often spend time for reading. Thus, it can be concluded that interest students in reading a work of literature is still lacking and needs to be improved. To achieve perfection, should interest students can be done with a guide and accompany the students mainly study teacher at every meeting of the Indonesia language subjects.


(7)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. shalawat dan salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah menyelamatkan manusia dari jalan sesat menuju jalan lurus yang diridai Allah SWT.

Dalam rangka memenuhi kewajiban untuk mencapai gelar sarjana pendidikan penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Minat Membaca Karya Sastra pada Siswa Kelas XII SMK Budhi Warman II Pekayon Jakarta Timur”. Selama penulisan skripsi ini, tentunya tidak luput dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril dan materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelsaikan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Makyun Subuki, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dona Aji Karunia Putra, M.A. selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dra. Hindun, M. Pd. selaku dosen penasehat akademik.

5. Dra. Mahmudah Fitriyah. ZA, M. Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran serta ketulusan meluangkan waktu dan fikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Pardi Supardi, S.S., M.Pd selaku Kepala Sekolah SMK Budhi Warman II

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah.

7. Eva Andriani, S. Pd selaku guru bahasa Indonesia SMK Budhi Warman II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, pengalaman, dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.


(8)

penyusunan skripsi ini.

9. Ayahanda H.M. Lutfi Azhari dan Ibunda Ati Rusmiati tercinta yang senantiasa selalu mendukung dan mendoakan saya dalam hal apapun sehingga saya bisa seperti sekarang ini.

10.Siti Nazilah Luthfiati, M. Fikri Hazami, dan M. Faisal Zamzami, saudara-saudara kandungku yang selalu memotivasi penulis dan memberikan keceriaannya di setiap waktu.

11.Nur Wachidah, Indri P. Yusuf, Banat Jullieat, Isma Rusan Farhani, Mira Rosiana, Nona Yuni Safira, Muthianissa Oktaviani, dan Siti Anisah, sahabat-sahabatku yang tak pernah henti memberikan doa, semangat, motivasi, keceriaan, dan keyakinan untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman PBSI-A angkatan 2011 yang telah banyak membantu dan memberikan semangat serta motivasi kepada penulis.

Terima kasih atas segala bantuan dan dorongan yang telah kalian berikan kepada penulis, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Jakarta, Oktober 2015

Penulis Siti Zuraidah Luthfiati


(9)

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Minat ... 8

1. Pengertian Minat ...8

2. Macam-macam Minat ... 11

B. Hakikat Membaca ... 14

1. Pengertian Membaca ... 14

2. Tujuan membaca ... 16

C. Hakikat Sastra ... 17

1. Macam-macam karya sastra ... 20

a. Cerpen ... 20

b. Puisi ... 22

c. Drama ... 24

d. Novel ... 27

e. Pantun ... 29


(10)

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Instrumen Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK Budhi Warman II ... 37

B. Hasil Penelitian ... 40

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 56


(11)

Lampiran 2 : Data Minat Membaca Karya Sastra Kelas XII SMK Budhi Warman II Pekayon Jakarta Timur

Lampiran 3 : Lembar wawancara dengan guru bahasa Indonesia Lampiran 4 : Daftar nama-nama guru SMK Budhi Warman II Jakarta


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Membaca adalah bagian dari pengajaran bahasa yang mengalami perkembangan dari masa ke masa, terutama di negara yang kondisi sosial ekonominya sudah bagus, seperti negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Pemikiran-pemikiran dalam bidang komunikasi di negara-negara tersebut berpengaruh pula pada belahan bumi lainnya, yaitu di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Selain itu, membaca juga merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting di samping tiga keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini karena membaca merupakan sarana untuk mempelajari dunia lain yang diinginkan sehingga manusia bisa memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan menggali pesan-pesan tertulis dalam bahan bacaan. Walaupun demikian, membaca bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Membaca adalah sebuah proses yang bisa dikembangkan dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tujuan membaca tersebut.1

Pentingnya budaya membaca juga telah ditegaskan Taufik Ismail. Dalam tulisannya yang berjudul “Agar Anak Bangsa Tak Rabun Membaca Tak Pincang Mengarang”. Memang penyakit malas membaca sekarang ini terjadi kepada siapa saja mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Hal ini merupakan suatu keadaan yang sangat memprihatinkan. Banyak orang yang ingin menguasai ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi dan ingin bersaing dengan negara-negara lain tetapi kenyataannya penyakit malas itu sulit dihilangkan. Padahal keadaan suatu bangsa ini lebih ditentukan oleh seberapa besar masyarakat yang mau menjadikan membaca buku itu hal yang utama.

1

Samsu Somadyo, Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) h.1


(13)

Keterampilan membaca pada umumnya diperoleh dengan cara mempelajarinya di sekolah. Keterampilan berbahasa ini merupakan suatu keterampilan yang sangat unik serta berperan penting bagi pengembangan pengetahuan dan sebagai alat komunikasi bagi kehiduan manusia. Dikatakan unik karena tidak semua manusia, walaupun telah memiliki keterampilan membaca, mampu mengembangkannya menjadi alat untuk memberdayakan dirinya atau bahkan menjadikannya budaya bagi dirinya sendiri dikatakan penting bagi pengembangan pengetahuan karena presentase transfer ilmu pengetahuan terbanyak dilakukan melalui membaca.

Sementara itu, masyarakat di negara-negara berkembang ditandai oleh rendahnya kemampuan membaca serta budaya baca yang belum tertanam dengan baik. Fakta menunjukkan bahwa Indonesia, Venezuela, dan Trinidad-Tobago kemampuan baca penduduknya berada pada urutan terakhir dari 27 negara yang diteliti. Apakah kemampuan baca berpengaruh secara signifikan terhadapa kemajuan suatu negara atau sebaliknya, masih harus dibuktikan hanya hipotesis yang menyatakan negar maju masyarakatnya maju pula dalam membacanya, telah terbukti.2

Membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks. Untuk keperluan tersebut, selain perlu menguasai bahasa yang dipergunakan, seorang pembaca perlu juga mengaktifkan berbagai proses mental dalam sistem kognisinya.

Oleh karena itu, kegiatan membaca bukanlah suatu kegiatan yang sederhana seperti apa yang diperkirakan banyak pihak sekarang ini. Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan yang terlihat secara kasat mata, dalam hal ini siswa atau mahasiswa melihat sebuah teks, membacanya dan setelah itu diukur dengan kemampuan menjawab sederet pertanyaan yang disusun mengikuti teks tersebut sebagai alat evaluasi, melainkan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor dari dalam maupun dari luar pembaca. Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan yang melibatkan prediksi, pengecekan skema, atau dekoding, akan tetapi juga

2

Iskandarwassid dan Dadang Sumendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008) h. 245-246


(14)

merupakan interaksi grafofonik, sintaktik, semantik, dan skematik. Di samping itu, keterlibatan pembaca di dalam mencari arti dari teks yang ia baca mempengaruhi pula.3

Salah satu yang mempengaruhi membaca tersebut adalah minat. Minat baca adalah merupakan hasrat seseorang atau siswa terhadap bacaan, yang mendorong munculnya keinginan dan kemampuan untuk membaca, diikuti oleh kegiatan nyata membaca bacaan yang diminatinya. Minat baca bersifat pribadi dan merupakan produk belajar. Apabila seorang siswa tidak mempunya minat dalam membaca, terutama membaca buku pelajaran di sekolah, hal itu akan membuat proses belajar mereka sedikit terhambat. Ini sudah menjadi tugas para guru untuk meningkatkan minat baca mereka.

Salah satu faktor lain yang dapat menurunkan minat baca pada anak dapat ditemukan di kelas bahasa, saat materi pemahaman bahasa (reading comprehension), para guru terlalu sering meminta siswanya berhenti di setiap paragraf untuk menjelaskan dan mendiskusikan pemahaman, bukannya mendapatkan gambaran besar, alur, dan informasinya lebih dulu. Akibatnya, siswa tidak lagi bisa menikmati dan mengikuti proses yang ada dalam materi bacaan dengan baik dan hanya bisa mendiskusikan satu sudut pandang pemahaman.4

Dalam membaca karya sastra pada umumnya mereka lebih menyukai bacaan yang ringan saja seperti halnya komik-komik, cerpen yang suka muncul di dalam majalah-majalah anak, puisi-puisi yang terdapat dalam buku pelajaran bahasa Indonesia, dan novel-novel bertemakan percintaan yang pada saat ini sudah digandrungi para remaja tersebut. Sampai itu saja batasan bacaan meraka pada saat ini.

Tetapi tidak semua dari mereka minat bacanya kurang. Ada beberapa yang mempunyai minat baca yang lebih dibandingkan teman-teman lainnya dikarenakan dia memang hobi membaca. Bahan bacaan yang ia baca bisa dimulai dari surat kabar, ensiklopedia, sampai ke novel sastra yang sebenarnya

3

Ibid, h.247

4


(15)

bahasanya belum ia pahami betul. Dari hobi itulah kita sebagai calon guru bisa meningkatkan minat baca mereka termasuk mengajak teman-teman lainnya untuk lebih sering membaca buku atau bahan bacaan lainnya.

Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan kebiasaan membaca buku yaitu dengan memanfaatkan waktu luang untuk membaca di mana saja dan kapan saja. Baik itu buku pelajaran, koran, majalah, novel, maupun buku ensiklopedia. Namun saat ini banyak orang yang tidak mau membaca meskipun mereka memiliki waktu luang. Mereka lebih banyak berbicara atau membicarakan orang lain dalam kesehariannya.

Pada masa sekarang ini, pentingnya membaca telah semakin sering diperbincangkan oleh berbagai kalangan masyarakat dalam berbagai kesempatan dan forum. Hal ini sudah merupakan tuntutan kehidupan modern yang terasa semakin mendesak. Kehidupan modern yang salah satu ciri pokoknya adalah perkembangan ilmu teknologi yang semakin menuntut sikap orang mempunyai ketepatan dan kecepatan yang tinggi untuk menafsirkan dan menyerap berbagai informasi. Informasi bukan hanya sumber-sumber lisan tetapi yang terutama dari sumber-sumber yang tertulis. Sekarang ini sumber-sumber tertulis semakin membudaya sehingga dapat terlihat pentingnya membaca. Maka dari itu untuk memperoleh kemampuan membaca, maka minat baca tinggi memegang peranan tinggi. Tanpa adanya minat membaca maka kehidupan ini akan diwarnai ketertinggalan. Minat membaca harus dipupuk, dibina, dan dibimbing.

Pada kegiatan belajar mengajar di dalam kelas sudah terlihat jelas bagaimana minat baca yang diperlihatkan oleh para siswa. Ada yang sangat antusias dan sangat mengapresiasi pelajaran membaca karya sastra ada juga yang cuek-cuek saja sambil mengikuti pelajaran. Maka dari itu peneliti ingin mengangkat masalah tentang minat membaca karya sastra upaya meningkatkan minat baca mereka terutama dalam membaca karya sastra.


(16)

Berangkat dari penjelasan dia atas, oleh karena itu penulis memilih judul: “Minat Membaca Karya Sastra pada Siswa Kelas XII SMK Budhi Warman II Pekayon Jakarta Timur”

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diindentifikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan minat membaca karya sastra sebagai berikut: 1. Kurangnya minat siswa dalam membaca karya sastra.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membaca siswa.

3. Peran guru untuk meningkatkan minat siswa dalam membaca karya sastra.

C. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini penulis membatasi masalah agar dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, hal yang diteliti yaitu minat siswa dalam membaca karya sastra. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas XII SMK Tahun Pelajaran 2015/2016. Lembaga pendidikan yang dimaksud adalah SMK.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana minat siswa dalam membaca karya sastra?

2. Bagaimana usaha guru untuk meningkatkan minat baca karya sastra pada anak didik mereka?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mendeskripsikan minat siswa dalam membaca karya sastra.

2. Untuk mengetahui usaha guru dalam meningkatkan minat baca karya sastra pada anak didik mereka


(17)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini menjadi pengalaman, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Untuk lebih jelas mengenai kedua manfaat tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut.

Manfaat teoretis

1. Sebagai bahan pembelajaran bagi guru dalam mengetahui kemampuan minat membaca siswa.

2. Sebagai panduan guru-guru dan pengajar bahasa Indonesia untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap membaca sebuah karya sastra.

Manfaat Praktis

1. Untuk Siswa

Bagi para yang suka membaca karya sastra agar pengetahuannya dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia lebih luas setelah ia membaca sebuah karya sastra dan siswa senang membaca karya sastra ketika pelajaran bahasa Indonesia sedang berlangsung di dalam kelas.

2. Untuk Guru

Sebagai evaluasi diri bagi guru untuk menigkatkan kulaitas dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas dan lebih memotivasi siswa dalam membaca karya sastra termasuk puisi, cerpen, novel, dan lain sebagainya.

3. Untuk Sekolah

Sebagai wacana untuk memberikan motivasi kepada guru Bahasa Indonesia untuk mengembangkan proses belajar mengajar, perihal materi ajar terkait keterampilan membaca guna mengetahui minat membaca siswa di sekolah tersebut.


(18)

4. Untuk Mahasiswa

Sebagai pengetahuan tentang pembelajaran bahasa Indonesia terkait membaca karya sastra, sehingga dapat mengetahui minat membaca siswa dan menambah bekal dalam belajar melalui penelitian ini. Selain itu, dapat mempermudah mahasiswa dalam mencari referensi terkait penelitian serupa sebagai rujukan dan acuan yang dijadikan tinjauan pustaka.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Minat

1. Pengertian Minat

Minat merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang mempengaruhi kemampuan membaca. Tampubolon mengatakan bahwa minat adalah perpaduan antara keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi. Sebagai contoh, seseorang mungkin mempunyai minat untuk membaca sebuah buku bacaan sastra, tetapi harganya mahal maka ia tidak melaksanakannya.

Menurut Crow dan Crow, minat (interest) bisa berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda atau kegiatan, itupun bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.1

Muhibbin Syah mengatakan dalam bukunya bahwa secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1998), minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan, perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.2

Terdapat tiga batasan minat, yakni (1) suatu sikap yang dapat mengikat perhatian seseorang ke arah objek tertentu secara selektif, (2) suatu perasaan bahwa aktivitas dan kegemaran terhadap objek tertentu sangat berharga bagi individu, dan (3) bagian dari motivasi atau kesiapan yang membawa tingkah laku ke suatu arah atau tujuan tertentu.

Menurut Syaiful Bahri, minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang

1

L.D. Crow dan A. Crow, Educational Psychology, (New York: American Book Company, 1958) h. 248

2


(20)

berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan kata lain, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.

Minat tidak hanya diekspresikan melalui pertanyaan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya, tetapi dapat juga diimplementasikan melalui partisipasi aktif dalam suatu kegiatan. Anak didik yang berminat terhadap sesuatu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminati itu dan sama sekali tak menghiraukan sesuatu yang lain.3

Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Anak didik mudah menghapal pelajaran yang menarik minatnya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan minat anak didik agar pelajaran yang diberikan mudah anak didik pahami. Ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut:

a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.

b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.

c. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.

3


(21)

d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.4

Minat dipengaruh oleh faktor yang ada dalam diri dan dari luar diri (lingkungan). Namun, faktor yang paling dominan berpengaruh adalah faktor lingkungan. Menurut Bloom minat seseorang dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut pendapat ini faktor-faktor yang mempengaruhi minat diantaranya adalah pekerjaan sosial ekonomi, jenis kelamin, pengalaman, kepribadian, dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor ini saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Walaupun besar pengaruhnya sudah pasti tidak akan sama.

Minat akan berkembang membentuk suatu kebiasaan. Dengan kata lain, minat akan menjadi syarat terbentuknya kebiasaan. Bila kegiatan membaca dilandasi minat yang tinggi, maka kegiatan itu akan dilakukan secara tetap dan teratur. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama. Bentuk-bentuk minat akan dimanifestasikan dalam pilihan suka atau tidak suka dan senang atau tidak senang terhadap suatu objek, kegiatan, dan gagasan, atau orang yang akan memuaskan kebutuhannya.5

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat merupakan dasar pembentukan suatu kebiasaan. Kebiasaan akan terbentuk manakala pembaca memiliki keinginan yang tinggi terhadap kegiatan membaca. Kegiatan membaca yang tinggi dan terus-menerus akan membentuk kebiasaan.

Jika kita akui secara jujur, rasanya sedikit sekali masyarakat Indonesia yang bisa mengisi waktu senggang mereka untuk membaca. Berbeda sekali dengan masyarakat Jepang misalnya, di mana dan kapan saja selama tidak melakukan pekerjaan lain mereka tidak pernah lepas dari buku. Mereka membaca dan membaca terus. Banyak masyarakat kita

4

Ibid, h.167 5

Iskandarwassid dan Dadang Sumendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008) h. 113-114


(22)

masih terdapat anggapan bahwa membaca adalah pekerjaan guru atau pekerjaan lainnya. Inilah yang menjadi pokok permasalahan sebagai penyebab utama rendahnya minat siswa untuk membaca.

Crow dan Crow berpendapat ada tiga faktor yang menjadi timbulnya minat, yaitu:

a. Dorongan dari dalam diri individu, misalnya dorongan untuk makan, ingin tahu seks. Dorongan untuk makan akan membangkitkan untuk bekerja atau mencari penghasilan, minat terhadap produksi makanan dan lain-lain. Dorongan ingin tahu atau rasa ingin tahu akan membangkitka minat untuk membaca, belajar, menuntut ilmu, dan lain-lain. Dorongan seks membangkitkan minat untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, minat terhadap pakaian dan lain-lain. b. Motif sosial, dapat menjadi faktor yang membangkitkan minat untuk

melakukan suatu aktivitas tertentu. Misalnya minat tethadap pakaian karena ingin mendapat persetujuan atau perhatian orang lain. Minat untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan timbul karena ingin mendapat penghargaan dari masyarakat.

c. Faktor emosional, minat mempunyai hubungan yang erat dengan emosi. Bila seseorang mendapatkan kesuksesan pada aktivitas akan menimbulkan perasan senang dan hal tersebut akan memperkuat minat terhadap aktivitas tersebut, sebaliknya suatu kegagalan akan menghilangkan minat terhadap hal tersebut.6

2. Macam-macam minat

Menurut Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab7 minat dapat digolongkan menjadi beberapa macam, ini tergantung pada sudut pandang dan cara pengolongan misalnya timbulnya minat, berdasarkan arahnya

6

Lestar D. Crow dan Alice Crow, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 2005) h. 321

7

Abdullah Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar (dalam Perspektif Islam), (Jakarta: Prenada Media, 2004) h. 265


(23)

minat, dan berdasarkan cara mendapatkan atau mengungkapkan minat itu sendiri.

a. Witherington di dalam Abdurrahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab mengatakan bahwa berdasarkan timbulnya, minat tidak dapat dibedakan menjadi minat primitif dan minat kultural. Minat primitif adalah minat yang timbul karena kebutuhan biologis atau jaringan-jaringan tubuh, misalnya kebutuhan akan makanan, perasaan enak atua nyaman, kebebasan beraktivitas dan seks. Minat kultural atau minat sosial, adalah minat yang timbulnya karena proses belajar, minat ini tidak secara langsung berhubungan dengan kita.

b. Joner di dalam Abudrrahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab mengatakan bahwa berdasarkan arahnya, minat dapat dibedakan menjadi minat intrinsik dan ekstrinsik. Minat intrinsik adalah minat yang langsung berhubungan dengan aktivitas itu sendiri, ini merupakan minat yang lebih mendasar atau minat aseli. Sebagai contoh: seseorang belajar karena memang pada ilmu pengetahuan atau karena senang membaca, bukan karena ingin mendapatkan pujian. Minat ekstrinsik adalah minat yang berhubungan dengan tujuan akhir dari kegiatan tersebut, apabila tujuannya sudah tercapai ada kemungkinana minat tersebut hilang. Dalam minat ekstrinsik ada uasaha untuk melanjutkan aktivitas sehingga tujuannya akan menurun atau hilang.

c. Super & Ciets di dalam Abudrrahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab mengatakan bahwa berdasarkan cara mengungkapkan minat dapat dibedakan menjadi emapat yaitu: Expressed interest, manifest interset, tested interest, inventioned interest.

1) Expressed interest adalah minat yang diungkapkan dengan cara meminta kepada subjek untuk menyatakan atau menuliskan kegiatan-kegiatan baik yang berupa tugas maupun bukan tugas yang disenangi dan paling tidak disenangi. Dari jawabannya dapatlah diketahui minatnya.


(24)

2) Manifest interest adalah minat yang diungkapkan dengan cara mengobservasi atau melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan subyek atau dengan mengetahui hobinya.

3) Tested interest, adalah minat yanag diungkapkan cara menyimpulkan dari hasil jawaban tes objektif yang diberikan, nilai-nilai yang tinggi pada suatu objek atau masalah biasanya menunjukkan minat yang tinggi pula terhadap hal tersebut.

4) Inventoried interset, adalah minat yang diungkapkan dengan menggunakan alat yang sudah distandardisasikan, di mana biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada subjek apakah ia senang atau tidak senang terhadap sejumlah aktivitas atau seseuatu objek yang ditanyakan.8

Berdasarkan macam-macam minat yang telah penulis uraikan, maka yang sejalan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu minat intrinsik dan inventoried interset. Minat intrinsik merupakan salah satu bagian dari minat berdasarkan arahnya, minat tersebut adalah minat yang berhubungan dengan aktivitas seseorang yang memiliki tujuan mendasar seperti seseorang membaca sebuah karya sastra karena memang ingin mendapat ilmu dan pengalaman baru, bukan hanya sekedar untuk mengisi waktu luang saja, sedangkan inventoried interset merupakan salah satu bagian cara mengungkapkan minat yang berhubungan dengan cara untuk mengetahui minat subjek melalui alat yang memuat pertanyaan untuk mengetahui apakah seseorang berminat atau tidak dalam membaca sebuah karya sastra.

8


(25)

B. Hakikat Membaca

1. Pengertian Membaca

Dalam kehidupan sehari-hari peranan membaca tidak dapat dipungkiri. Ada beberapa peranan yang dapat disumbangkan oleh kegiatan membaca antara lain: kegiatan membaca dapat membantu memecahkan masalah, dapat memperkuat suatu keyakinan/ kepercayaan pembaca, sebagai suatu pelatihan, memberi pengalaman astetis, meningkatkan prestasi, memperluas pengetahuan dan sebagainya.

Henry Guntur Tarigan mengungkapkan membaca yaitu suatu proses yang dilakuan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.9 Definisi lain yang lebih lengkap adalah melihat dan memahami tulisan dengan melisankan atau hanya dalam hati. Definisi itu mencakup tiga unsur dalam kegiatan membaca, yaitu pembaca (yang melihat, memahami, dan melisankan dalam hati), bacaan (yang dilihat), dan pemahaman (oleh pembaca).10

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud membaca adalah suatu proses yang bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu, para pelajar harus dibantu untuk menanggapi atau memberi respon terhadap lambang-lambang visual yang menggambarkan tanda-tanda yang sama yang telah mereka tanggapi sebelum itu.

Tampubolon di dalam bukunya berpendapat bahwa usaha-usaha untuk membentuk kebiasan membaca hendaklah dimulai sedini mungkin dalam kehidupan, yaitu sejak masa anak-anak. Pada masa anak-anak, usaha pembentukan dalam arti peletakan fundasi minat yang baik dapat dimulai sejak kira-kira umur dua tahun. Setelah anak mulai sekolah dan telah dapat membaca permulaan (huruf, kata, dan kalimat), dia perlu semakin dirangsang untuk membuka dan membaca buku-buku sesuai

9

Henry Guntur Tarigan, MEMBACA sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2008) h. 7

10

Rahayu S. Hidayat, Pengetesan Kemampuan Membaca Secara Komunikatif, (Jakarta: Intermasa, 1990) h.27


(26)

dengan yang dipelajarinya di sekolah. Selain itu, mereka juga perlu sesekali dibawa ke perpustakaan. 11

Kurt Franz dan Bernhard Meier mengatakan mengapa remaja membaca atau tidak membaca, hanya dapat diterangkan bila diketahui keperluan komunikasinya. Dalam literatur dalam jangkauan ini terdapat – analog dengan pembagian jenisnya – banyak sekali alasan “dorongan membaca” pada remaja. Berkat jasa ilmu pengetahuan sosial modern maka kebergantungan keadaan, sikap, kecenderungan, kebiasaan, perhatian, dan keperluan tertentu pada faktor-faktor yang ditentukan secara sosial dapat diketahui. Hal itu dalam garis besar dan secara keseluruhannya dapat berlaku pula bagi motivasi membaca. Tak dapat diragukan lagi bahwa instansi-instansi sosial primer dan sekunder mempengaruhi keadaan dan sikap membaca (rumah orang tua, sekolah, kelompok, atau perkumpulan). Perkembangan motivasi membaca juga selalu berhubungan dengan pensosialan anak. Seperti telah dilakukan pada jenis teks, juga di sini dapat dilihat dua alur dasar motif-motifnya, yaitu informasi dan hiburan. Dalam hal itu kedua kompenen tersebut bertumpang tindi dan bekerja sama, tetapi agaknya salah satu dari kedua motif itu dominan. 12

Giehrl masih menunjukkan jenis utama dalam membaca yang dirinci sebagai berikut:

a. Membaca informatif b. Membaca evasoris c. Membaca kognitif d. Membaca literatis

Penyelidikan empiris dapat menunjukkan bahwa di hampir semua jenis sekolah, motif membaca “pertama-tama adalah sebagai hiburan”, dan ini

11

Tampubolon, Kemampuan Membaca (Teknik Membaca Efektif dan Efisien), (Bandung: Angkasa, 2008) h. 228-229

12

Kurt Franz/Bernhard Meier, Membina Minat Baca, (Bandung: Remadja Karya CV, 1986) h. 8


(27)

jauh melebihi membaca untuk kepentingan belajar (informasi, “pembangunan”).13

2. Tujuan membaca

Setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca. Dengan melakukan kegiatan membaca tersebut, tentu dengan tujuan yang berbeda-beda. Dengan demikian, orang membaca dengan berbagai tujuan: a. Kesenangan

b. Menyempurnakan membaca nyaring c. Menggunakan strategi tertentu

d. Memperbaharui pengetahuan tentang suatu topik

e. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui f. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis

g. Mengkonfirmasi atau menolak prediksi

h. Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks14

i. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta.

j. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan, dan kejadian buat dramalisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan organsisasi cerita.

k. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang

13

Ibid, h. 9

14

Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) h.11


(28)

dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuan. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama.15

Dengan membaca, seseorang dapat bersantai, berinteraksi dengan perasaan dan pikiran, memperoleh informasi, dan meningkatkan ilmu pengetahuan. Menurut Bowman, membaca merupakan sarana yang tepat untuk mempromosikan suatu pembelajaran sepanjang hayat. Membaca bukanlah suatu kegiatan pembelajaran yang mudah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam membaca. Secara umum, faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi seperti guru, siswa, kondisi lingkungan, materi pelajaran, serta teknik pengajaran membaca. 16

C. Hakikat Sastra

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa sastra mengandung pengertian sebagai berikut:

1. Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari).

2. Kesusastraan, karya tulis, yang juga dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik.

3. Kitab suci (Hindu), (kitab) ilmu pengetahuan.

4. Pustaka, kitab primbon (berisi) ramalan, hitungan, dan sebagainya. 5. Tulisan dan huruf.17

Bagi banyak orang, misalnya, karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa yang baik dan buruk. Ada pesan yang sangat jelas disampaikan, ada pula yang bersifat tersirat secara halus. Karya sastra juga dapat dipakai untuk menggambarkan apa yang

15

Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1983) h.9

16

Samsu Somadyo, Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011) h.2

17


(29)

ditangkap sang pengarang tentang kehidupan di sekitarnya. Kemampuan sastra dalam menyampaikan pesan menempatkan sastra menjadi sarana kritik sosial. Contohnya dapat dilihat dari kehidupan sekitar kita sehari-hari, seperti penggunaan puisi dalam demonstrasi. Tetapi, kritik sosial dapat juga disampaikan oleh teks dengan cara yang lebih tersirat dan halus melalui piranti-piranti sastra, seperti penggunaan simbol dan nada ironis.18

Pengajaran sastra tidak dapat dipisahkan dari pengajaran bahasa. Namun pengajaran sastra tidak dapat disamakan dengan pengajaran bahasa. Perbedaan Sastra ialah teks-teks yang tidak hanya disusun atau dipakai untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan yang hanya berlangsung untuk sementara. Sebuah karya sastra dapat dibaca menurut tahap arti yang berbeda-beda. Dalam sebuah novel, kita tidak hanya menjadi maklum akan pengalaman dan hidup batin tokoh-tokoh fiktif, tetapi juga lewat peristiwa-peristiwa dapat diperoleh pengertian mengenai tema yang lebih umum sifatnya, misalnya tema sosial, penindasan dalam masyarakat dan sebagainya.19

Karena sifat rekaannya, sastra secara tidak langsung mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan tidak menggugah kita untuk langsung bertindak. Oleh karena itu, sastra memberikan kekuasaan untuk memperhatikan dunia-dunia lain, kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam angan-angan, dan sistem nilai yang mungkin tidak dikenal atau tidak dihargai. Bahasa sastra dan pengolahan bahan lewat sastra dapat membuka batin untuk membuka pengalaman baru atu mengajak kita untuk mengatur pengalaman tersebut dengan suatu cara yang baru.20

Hirarki keduanya terletak pada tujuan akhirnya. Pada pengajaran sastra yang dasarnya mengemban misi afektif (memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya) yang memiliki tujuan akhir menanam, menumbuhkan, dan

18

Melani Budianta. Membaca Sastra. (Magelang: INDONESIATERA, 2006) h. 19-20 19

Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Satra,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, September 2005) h. 28-29

20


(30)

mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai baik dalam konteks individual maupun sosial. Sastra memang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aspek pembelajaran berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis tetapi pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan keterampilan menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara. Sastra memiliki fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu:

1. Fungsi rekreatif, memberikan rasa senang, gembira atau menghibur.

2. Fungsi didaktif, mengarahkan dan mendidik pembaca karena mengandung nilai-nilai moral.

3. Fungsi estetika, memberikan keindahan bagi pembaca karena bahasanya yang indah.

4. Fungsi moralitas, membedakan moral yang baik dan tidak baik bagi pembacanya karena sastra yang baik selalu mengandung nilai-nilai moral yang tinggi.

5. Fungsi religiusitas, mengandung ajaran-ajaran agama yang harus diketahui oleh pembaca.

Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah mengalami proses belajar agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni baca Al-Qur’an dan kaligrafi akan mendalam pula. Dengan demikian, pada dasarnya seorang siswa baru akan akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu apabila sebelumnya ia telah mempelajari materi yang berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah tersebut.21

21

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010) h. 119


(31)

1. Macam-macam karya sastra: a. Cerpen

Pengertian cerita pendek telah banyak dibuat dan dikemukakan oleh pakar sastra, sastrawan. Memang membuat definisi cerita pendek itu tidaklah mudah. Walaupun demikian, akan diterakan beberapa pengertian cerita pendek yang dikemukakan oleh mereka.

Dalam buku Tifa Penyair dan Daerahnya, H.B. Jassin megemukakan bahwa cerita pendek ialah cerita yang pendek. Jassin jauh lebih jauh mengungkapkan bahwa tentang cerita pendek ini orang boleh bertengkar, tetapi cerita yang sertus halaman panjangnya sudah tentu tidak bisa disebut cerita pendek dan memang tidak ada cerita pendek yang demikian panjangnya. Cerita yang panjangnya sepuluh atau dua puluh halaman masih bisa disebut cerita pendek tetapi ada juga cerita pendek yang panjangnya hanya satu halaman.

Pengertian yang sama dikemukakan oleh Sumardjo dan Saini di dalam buku mereka Apresiasi Kesusastraan. Mereka berpengertian bahwa cerita pendek (atau disingkat cerpen) adalah cerita yang pendek. Tetapi dengan hanya melihat fisiknya yang pendek orang belum dapat menetapkan sebuah cerita yang pendek adalah sebuah cerpen.

Sumardjo juga mengemukakan pengertian cerita pendek di dalam bukunya Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Ia berpengertian bahwa cerita pendek adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk”. Cerita pendek hanya memiliki satu arti satu krisis dan satu efek untuk pembacanya. Untuk ukuran Indonesia cerpen terdiri dari 4 sampai 15 halaman.22

22


(32)

Struktur Cerpen

1) Tema

Menurut Stanton tema adalah sebuah arti pusat pengalaman-pengalaman, tema cerita mempunyai nilai khusus atau nilai universal, yaitu memberikan kekuatan dan kesatuan kepada peristiwa-peristiwa yang digambarkan dan menceritakan sesuatu kepada seseorang tentang kehidupan pada umumnya. Tema tidak selalu dinyatakan secara eksplisit oleh pengarang, artinya tema itu tidak dinyatakan secara terang-terangan oleh pengarang. Dia memasukkan tema itu secara bersama-bersama dengan atau kejadian dalam cerita. 23

2) Alur

Dalam pengertian yang luas, plot sebuah cerita adalah keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat di dalamnya. Biasanya plot dibatasi hanya pada peristiwa-peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat, yang kalau salah satu di antaranya dihilangkan akan merusak jalan cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya meliputi yang bersifat fisik seperti percakapan atau perbuatan, tetapi juga termasuk perubaha sikap tokoh yang mengubah jalan nasib.24

3) Latar

Unsur lain yang ada dalam sebuah cerita adalah latar atau setting.

Banyak teori sastra yang menunjukkan pengertian tentang latar ini. Abrams mengatakan bahwa latar cerita atau drama adalah tempat terjadinya peristiwa secara umum atau waktu berlangsungnya suatu tindakan. Sejajar dengan pendapat di atas

23

Siti Sundari, dkk., Memahami Cerpen-cerpen Danarto, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1978) h. 26

24


(33)

ialah apa yang dikatakan oleh Kenney bahwa latar adalah unsur fiksi yang menyatakan di mana dan kapan peristiwa terjadi.25 4) Tokoh/Pelaku

Tugas pokok pelaku dalam cerpen adalah melaksanakan atau membawa tema cerita menuju ke sasaran tertentu. Oleh karen itu, cerita yang tanpa pelaku sulit menggiring masalah ke tujuan yang akan dicapai.26

b. Puisi

Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif. Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak digunakan

makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lainnya, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi juga padat. Keduanya bersenyawa secara padu bagaikan telur dalam adonan roti.27

Selanjutnya “Puisi merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam, Tuhan sang pencipta, melalui media bahasa yang estetik yang secara padu dan utuh, dalam bentuk teks yang dinamakan puisi.”28

Di balik kata-katanya yang ekonomis, padat, dan padu tersebut puisi berisi potret kehidupan manusia. Puisi menyuguhkan persoalan-persoalan kehidupan manusia dan juga manusia dalam hubungannya dengan alam dan Tuhan sang pencipta.29

25

Ibid, h.58

26

Wijaya Heru Santoso dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010) h.6

27

Hermawan J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1995) h. 23 28

Widjojoko & Hidayat Endang, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: Upi Press, 2006) Cet ke-1. h. 51

29


(34)

Dari definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa puisi merupakan karya sastra yang meliputi emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

Hakekat Puisi

1) Tema atau Makna

Jelas bahwa dengan puisinya sang penyair ingin mengemukakan sesuatu bagi para penikmatnya. Sang penyair melihat-melihat atau mengalami beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dia ingin mengememukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan hal-hal itu dengan cara sendirinya. Disamping itu setiap puisi juga harus mengandung makna, sekalipun mungkin dalam beberapa puisi makna tersebut rada saru samar, terlebih pun kalau sang penyair begitu mahir mempergunakan “figurative language” dalam karyanya.

2) Rasa

Menurut Henry Guntur Tarigan, yang dimaksud dengan rasa atau feeling adalah “the poet’s attitude toward his subject matter”,

yaitu sikap dan penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya.

3) Nada

Nada dalam dunia perpuisian adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya, atau dengan perkataan lain: sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya. Nada yang dikemukakan oleh seorang penyair dalam sesuatu sajak, akan ada sangkut-pautnya atau hubungannya yang erat dengan tema dan rasa yang terkandung pada sajak tersebut.


(35)

4) Tujuan atau Amanat

Tujuan dapat mendorong orang melakukan sesuatu. Hanya terkadang tujuan tersebut tidak disadari; namun dia tetap ada: secara eksplisit atau secara implisit. Demikian pula halnya dengan seorang penyair. Sadar atau tidak sadar dia mempunyai tujuan dengan sajak-sajak ciptaannya itu. Apakah tujuan ini pertama sekali untuk memenuhi kebutuhan pribadi sendiri atau yang lainnya, bergantung kepada pandangan hidup sang penyair. Ayip Rosidi mengatakan bahwa pertama kali adalah untuk memuaskan diri sendiri, sesudah itu baru pada yang lain-lainnya.30

c. Drama

Menurut Melani Budianta drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh.31

Suwardi Endraswara mengemukakan dalam bukunya bahwa drama adalah karya yang memiliki daya rangsang cipta, rasa, dan karsa yang amat tinggi. Sesungguhnya, dalam drama juga terkandung aspek negatif, diantaranya drama yang memuat kekerasan dan adegan seksual, kadang memicu penonton untuk meniru. Drama yang menawarkan erotica tersembunyi pun sering memengaruhi romantika hidup berkeluarga. Bahkan romantika dalam drama seringkali juga memperdaya antar-pelaku untuk saling berkasih-kasihan di luar panggung. Begitu pula drama yang sedih, sering memengaruhi

30

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: ANGKASA, 1993) h. 10-20

31


(36)

penonton harus menjiwai kesedihan. Namun, dibalik hal-hal negatif, ada pula muatan aspek positif drama, yakni sebagai berikut.

1) Drama agaknya merupakan sarana yang paling efektif dan langsung untuk melukiskan dan menggarap konflik-konflik sosial, dilema moral, dan problema personal tanpa menanggung konsekuensi-konsekuensi khusus dari aksi-aksi kita.

2) Aktor-aktor drama memaksa kita untuk memusatkan perhatian kita pada protagonist lakon, untuk merasakan emosi-emosinya, dan untuk menghayati konflik-konfliknya, justru untuk ikut sama-sama merasakan penderitaan yang mengurangi pembinaan dan ketidakadilan yang dialami pelaku-pelaku atau tokoh-tokoh drama. 3) Melalui tragedi, misalnya, dengan sedikit terluka di hati, dapat

belajar bagaimana hidup dengan penuh derita, dan mengajarkan dan memberikan wawasan suatu ketabahan dan dengan kemuliaan dapat menandinginya.

4) Melalui komedi, kita dapat menikmati peluapan gelaktawa sebagai suatu pembukaan tabir rahasia mengenai untuk apa manusia menentang/melawan dan untuk apa pula manusia mempertahankan atau membela sesuatu.

5) Melodrama yang ditulis dengan baik, fantasi, atau farce, dapat mengusir keengganan, memperluas imajinasi kita, dan untuk sebentar membawa diri keluar dari diri kita sendiri, sehingga tak mengherankan jika drama telah pula dikenal berfungsi terapis.32

Unsur-unsur Drama

a. Alur

Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, maka suatu lakon haruslah bergerak maju dari suatu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) menuju suatu akhir (ending), dalam

32


(37)

drama, bagian-bagian ini dikenal dengan istilah-istilah eksposisi, komplikasi, dan resolusi.

Eksposisi suatu lakon mendasari serta mengatur gerak atau

action dalam masalah-masalah waktu dan tempat. Eksposisi memperkenalkan para pelaku kepada kita, yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon itu, dan memberikan suatu indikasi mengenai resolusi.

Komplikasi bertugas mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama menemui gangguan, penghalang-penghalang dalam pencapaian tujuannya; dia membuat kekeliruan-kekeliruan dan sebagainya.

Resolusi haruslah berlangsung secara logis dan mempunyai hubungan yang wajar dengan apa-apa yang mendahuluinya, yang terdapat dalam komplikasi. Butir yang memisahkan komplikasi dari resolusi itu biasanya disebut klimaks.33

b. Penokohan

Menurut Tarigan, penokohan dalam drama terbagi atas empat jenis pelaku atau aktor yang biasa dipergunakan dalam teater, diantaranya adalah:

1) The foil, tokoh kontra dengan tokoh lainnya. Tokoh yang membantu menjelaskan tokoh ainnya.

2) The type character, tokoh yang berperan dengan tepat dan tangkas.

3) The static character, tokoh statis yang tetap saja keadaanya, baik pada awal maupun pada akhir suatu lakon. Dengan kata lain tokoh ini tiada mengalami perubahan.

4) The character who develpos in the course of the play, tokoh yang mengalami perkembangan selama pertunjukan. 34

33

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: ANGKASA, 1993) h. 75 34


(38)

c. Dialog

Dalam setiap lakon, dialog itu harus memenuhi dua hal, yaitu:

1) Dialog harus dapat mempertinggi nilai gerak.

Seorang darmawan haruslah dapat berbuat lebih banyak selain dari pada membuat dialognya menarik hati, dia harus pula membuatnya baik dan wajar selalu.

2) Dialog harus baik dan bernilai tinggi.

Yang dimaksud dengan baik dan bernilai tinggi di sini ialah bahwa dialog itu haruslah lebih terarah dan teratur dari pada percakapan sehari-hari. 35

d. Novel

Istilah novel dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella (yang dalam bahasa Jerman

novelle). Novelle diartikan sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

H.B. Jassin berpengertian bahwa novel adalah cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang luar biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis yang memungkinkan terjadinya perubahan nasib pada manusia (1965, dalam Faruk, 1997:265).36

Menurut Tarigan, kata novel berasal dari kata Latin novellus

yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.37

35

Ibid, h.77

36

AntilanPurba, Sastra Indonesia Kontomporer, (Yogyakarta: GrahaIlmu, 2011) h.62-63

37


(39)

Unsur-unsur Novel

1) Tema

Menurut Furqonul dan Abdul, tema adalah gagasan sentral dalam suatu karya sastra. Dalam novel, tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam plot. Hampir semua gagasan yang ada dalam hidup ini bisa dijadikan tema, sekalipun dalam praktiknya tema-tema yang paling sering diambil adalah beberapa aspek atau karkater dalam kehidupan ini, seperti ambisi, kesetiaan, kecemburuan, frustasi, kemunafikan, ketabahan, dan sebagainya.38

2) Manusia (Tokoh)

Manusia yang dimaksud ialah pelaku atau tokoh dalam cerita rekaan. Pelaku atau tokoh diganti dengan istilah manusia karena pada umumnya pelaku atau tokoh adalah manusia dan jarang dengan pelaku binatang atau yang lain. Apabila terdapat pelaku bukan manusia, biasanya pelaku itu merupakan tokoh simbolik.39 3) Plot / Alur

Plot atau alur adalah penceritaan rentetan peristiwa yang penekanannya ditumpukan pada sebab-akibat.40 Alur dibagi menjadi tiga yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran (maju dan mundur).

4) Latar atau Setting

Furqonul dan Aziez mengungkapkan bahwa istilah ini berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh menjalanan perannya.41

38

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim,Menganalisis Fiksi (Sebuah Pengantar), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 75

39

Wijaya Heru Santosa, Pengantar Apresiasi Sastra, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010) h.53-55

40

Ibid, h.56

41


(40)

e. Pantun

Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama. Lazimnya pantun terdiri atau empat larik atau empat baris bila dituliskan, bersajak a-b-a-b ataupun a-a-a-a. Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.42

Ciri-ciri formal pantun:

a. Satu bait terdiri dari empat baris (larik).

b. Tiap larik terdiri dua bagian yang sama. Bagian yang sama pembentuk larik itu disebut periodus. Jadi, tiap lirik terdiri dari dua periodus. Tiap periodus terdiri dari dua kata.

c. Pola sajak (rima) akhir pantun berupa sajak berselang: a-b-a-b. d. Pantun terbagi menjadi dua bagian, yaitu baris kesatu dan baris

kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi. Baris kesatu dan kedua menyediakan irama bagi baris ketiga dan keempat. Dalam pantun yang baik sampiran itu merupakan kiasan kepada isinya.

e. Dalam pantun, satu bait sudah lengkap. Dapat diartikan satu bait sudah utuh dan tidak perlu ditambah lagi meskipun ada juga pantun yang lebih dari satu bait.

f. Pantun bersifat liris, berupa persaan atau pikiran.43

42

Damayanti, Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013) h. 114

43


(41)

D. Penelitian yang Relevan

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurhilaliyah, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan judul skripsi “Minat Siswa dalam Membaca Puisi dengan Menggunakan Buku Teks Kelas VII SMP Islam Al-Khasyi’un”. Dari hasil penelitian Nurhilaliyah diperoleh angka 87,5% dengan jumlah siswa 35 menyatakan minat terhadap materi membaca puisi, sedangkan 75% dengan jumlah siswa 30 menyatakan senang membaca buku teks bahasa Indonesia. Maka dapat disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca puisi dengan menggunakan buku teks kelas VII berkategori baik.

Perbedaan yang peneliti Nurhilaliyah lakukan dengan yang saya teliti adalah objeknya. Nurhilaliyah menggunakan objek puisi dan buku teks sedangkan saya menggunakan objek karya sastra.

Penelitian kedua dilakukan oleh Halima Tusadiah, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan judul skripsi “Minat Membaca Buku Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Islamiyah Ciputat”. Dari hasil penelitian Halima Tusadiah dapat disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca buku pelajaran bahasa Indoensia di MTs Islamiyah masih sangat kurang.

Perbedaan yang peneliti Halima Tusadiah lakukan dengan yang saya teliti sama dengan penelitian Nurhilaliyah yaitu objeknya. Halima Tusadiah menggunakan objek Buku Pelajaran Bahasa Indonesia sedangkan saya menggunakan objek karya sastra.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Titi Widyawati, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Psikologi dengan judul skripsi “Dukungan Orang Tua dan Sikap Terhadap Membaca Kaitannya dengan Minat Membaca pada Siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta”.

Dari hasil penelitian Titi Widyawati dapat disimpulkan bahwa empat dari delapan aspek dari dukungan orang tua, sikap terhadap membaca, dan jenis


(42)

kelamin memberikan sumbangsih secara signifikan yaitu reliable alliance, reassurance of worth, attachment, guidance, social intergation, opportunity for nurturance, sikap terhadap membaca. Koefisien regresi yang dihasilkan dari variabel sikap dan dukungan terhadap minat dengan membaca adalah 0,777. Variabel sikap berpengaruh terhadap minat dengan koefisien regresi sebesar 0,684. Variabel dukungan orang tua berpengaruh terhadap minat dengan koefisien regresinya 0.093.

Perbedaan penelitian Titi Widyawati dengan yang saya teliti adalah selain meneliti tentang minat membaca, Titi Widyawati juga meneliti bagaimana dukungan orang tua dan sikap mereka terhadap minat membaca pada siswa MTs Pembangunan dengan memberikan pernyataan yang ada pada angket.

Jika dilihat dari ketiga judul skripsi di atas, persamaan penelitian mereka dengan yang saya teliti adalah kita sama-sama meneliti tentang bagaimana minat membaca siswa, baik itu membaca puisi dengan buku teks, membaca buku pelajaran bahasa Indonesia, atau membaca sebuah karya sastra.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Budhi Warman II yang beralamat di Jl. Raya Bogor KM.28 Pekayon, Jakarta Timur. Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data ini dimulai dari bulan Agustus-Oktober 2015 .

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang minat baca karya sastra adalah metode deskriptif. Nana Syaodih mengemukakan metode deskriptif adalah suatu bentuk metode yang paling dasar. Ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaannya dengan fenomena lain.1

Menurut Margono, dalam metode deskriptif peneliti segera melakukan analisis data dengan memberi pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif.2 Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.3 Pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sama sekali belum diketahui. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan.4 Oleh karena itu, penelitian yang penulis lakukan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012) h. 72

2

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) h. 39

3

Ibid, h. 36

4

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) h.22-23


(44)

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas XII SMK Budhi Warman II Pekayon. Peneliti akan menyebar angket ke seluruh siswa kelas XII , terdiri dari 4 kelas yang berjumlah 120 siswa. Setiap kelas diambil 10 sampel untuk diolah datanya oleh peneliti.

Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 siswa dari seluruh populasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling

(sampel acak). Pengambilan sampel secara acak berarti setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Individu-individu tersebut punya peluang yang sama, bila mereka memiliki karakteristik yang sama atau diasumsikan sama.5

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Namun, untuk mendukung dan memperkuat data, peneliti menyebarkan angket dan melakukan wawancara.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, instrumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pernyataan-pernyataan berupa angket, yang kemudian diberikan kepada objek penelitian, yaitu siswa yang peneliti pilih untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Selain angket, peneliti juga menggunakan instrumen wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada guru bahasa Indonesia untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang bagaimana ketertarikan para siswa dalam membaca terutama membaca karya sastra.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapaun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan angket.

5


(45)

1. Wawancara

Wawancara atau interview barangkali dapat dikatakan merupakan alat tukar menukar informasi yang tertua dan banyak digunakan umat manusia dari seluruh zaman. Dalam penelitian, terutama penelitian sosiologi dan antropologi, wawancara juga sering digunakan dan bahkan merupakan alat pengumpul data favorit.6 Menurut Basrowi dan Suwandi dalam bukunya mengatakan bahwa wawancara adalah semacam dialog atau tanya jawab antara pewawancara dengan responden dengan tujuan memperoleh jawaban-jawaban yang dikehendaki.7 Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan guru bahasa Indonesia untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran bahasa Indonesia dan bagaimana minat siswa dalam membaca karya sastra.

2. Angket

Hadeli menyatakan angket adalah satu teknik pengumpulan data yang berbentuk kumpulan pertanyaan.8 Menurut Burhan, angket tersebut disebarkan kepada responden untuk diminta jawaban mereka. Setelah angket itu terkumpul, biasanya dilanjutkan dengan proses editing, koding, dan tabulasi. Dari hasil tabulasi tersebut antara lain bisa disajikan bentuk tabel. Di tabel itulah tercermin berbagai gambaran tentang para responden yang telah diteliti. Gambaran yang tertuang dalam tabel tersebut merupakan cerminan dari keadaan nyata yang terbesar di tengah masyarakat. Ia merupakan hasil “meringkas” kenyataan para responden yang terbesar di masyarakat.9

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan daftar pernyataan dan kemudian responden diminta untuk memberikan tanggapan terhadap pernyataan tersebut, apakah ya atau tidak

6

Op, Cit, h.28 7

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) h. 141

8

Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Jakarta: Quantum Teaching, 2006) h.75

9

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) h. 64


(46)

dengan disertai alasan mereka terkait pernyataan di dalam angket yang diberikan kepada seluruh siswa Kelas XII SMK Budhi Warman II Tahun Ajaran 2015/2016.

Teknik pengumpulan data selanjutnya dilakukan dengan random sampling (secara acak). Peneliti membuat daftar inisial nama siswa lalu dikocok. Hasil pengocokan itu yang nantinya akan diolah datanya oleh peneliti.

TABEL

KISI-KISI TENTANG MINAT MEMBACA KARYA SASTRA PADA SISWA KELAS XII SMK BUDHI WARMAN II

No. Indikator Jumlah Butir Item

1 Minat terhadap

membaca

6 1 - 6

2 Minat terhadap

membaca karya sastra

14 7 – 20

F. Teknik Analisis Data

Penulis melakukan teknik analisis data angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu) P = Angka persentase10

10

Anas Sudjino, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) h.43


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum SMK Budhi Warman II 1. Sejarah Singkat

SMK Budhi Warman II Jakarta, sebelumnya bernama Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Budhi Warman mulai berdiri sejak tahun 1990, dengan dipimpin oleh Drs. Pujiyanto bernaung pada Yayasan Budhi Warman yakni sebuah yayasan yang menyelenggarakan pendidikan mulai jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Terletak di kawasan Jakarta Timur, tepatnya di Jl. Raya Bogor KM. 28 Pekayon Pasar Rebo.

Letaknya yang strategis dan mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun umum membuat SMK Budhi Warman II berkembang pesat, sehingga pada tahun 2009, SMK Budhi Warman II membuka program baru yakni Program Keahlian Multimedia, hingga sampai saat ini sangat diminati calon peserta didik baru.

SMK Budhi Warman II saat ini memiliki 13 rombongan belajar dan 4 Kompetensi Keahlian : Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Pemasaran dan Multi Media yang semuanya memperoleh Akreditasi Sekolah predikat “A”

Berikut ini adalah daftar nama Kepala SMK Budhi Warman II Jakarta dari tahun 1990 – sekarang.

1. Drs. Pujiyanto tahun 1990 s.d. 2000 2. Drs. Sularto, M.M. tahun 2000 s.d. 2011

3. Dra. Sriyatun, M.M. (Alm) tahun 2011 s.d. 2013 4. Pardi Supardi, S.S., M.Pd 2014 s.d. sekarang


(48)

2. Visi

Menjadikan sekolah unggul, pelopor pembeharuan pendidikan, mewujudkan lulusan yang mandiri, beriman dan bertaqwa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjadi pekerja dan wirausahawan yang profesional.

3. Misi

a. Meningkatkan sarana dan prasarana belajar yang memadai untuk mendukung terlaksananya proses belajar mengajar pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, menyenangkan, menggembirakan, dan berbobot (Paikem Gembrot).

b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi seluruh warga sekolah agar memiliki etos belajar dan etos kerja yang tinggi, disiplin serta bekerja sama dengan lembaga independen (Perguruan Tinggi), mengadakan pelatihan dan sertifikasi.

c. Mengamalkan syariat agama secara konsisten

d. Meningkatkan kerjasama dengan DU/DI baik negeri maupun swasta dengan prinsip link and match untuk perluasan dan peningkatan pendidikan sistem ganda serta penyaluran tenaga kerja.

e. Meningkatkan pelayanan prima secara profesional kepada seluruh pengguna jasa.

4. Tujuan Sekolah

a. Mempersiapkan siswa agar menjadi manusia yang produktif, mandiri, dan siap bekerja sesuai dengan kompetensi kejuruan yang dimilikinya. b. Mengantarkan tamatan yang berminat melanjutkan pendidikan

kejenjang Perguruan Tinggi Negeri/ Swasta.

c. Membekali siswa dengan nilai-nilai agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, berjiwa enterpreneurship, serta berjiwa seni sehingga mampu mengembangkan diri dalam persaingan global.


(49)

5. Sarana

Sebagai penunjang kegiatan pembelajaran, SMK Budhi Warman II dilengkapi beberapa sarana antara lain:

a. Gedung sekolah berlantai dua b. Lapangan futsal, atletik, dan voli c. Perpustakaan

d. Tempat parkir yang luas

e. Lab. Komputer, Bahasa, dan IPA f. Masjid

g. Kantin

6. Ekstrakulikuler

Wadah penyaluran bakat dan minat siswa SMK Budhi Warman II disediakan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler, antara lain: Klub bahasa, penyiaran radio, jurnalis, modern dance, futsal, voly, basket, paduan suara, silat, paskibra, tenis meja, bulutangkis.

7. Waktu belajar

Pelaksanaan awal dan berakhirnya pembelajaran telah ditentukan sesuai dengan masing-masing hari. Adapaun pembagian waktu belajar sebagai berikut:

a. Senin – Jumat : pukul 06.30 - 14.15 b. Sabtu : pukul 06.30 - 11.30

8. Pengurus dan Tenaga Pendidik

a. Tenaga Pendidik SMK Budhi Warman II

Tenaga pendidik SMK Budhi Warman II memiliki kualifikasi pendidikan sarjana (S1) yang profesional serta berjiwa pendidik. Adapun tenaga pengajar yang berada di SMK Budhi Warman II terdapat di lampiran.


(50)

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan menyebarkan angket. Angket terdiri dari 20 butir pernyataan yang penulis berikan kepada responden yaitu siswa kelas XII SMK Budhi Warman II tahun ajaran 2015-2016. Adapun pertanyaan yang termuat dalam angket tersebut menjadi data yang dapat diolah sehingga dapat diketahui jumlah responden yang yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan penulis di setiap masing-masing butir pertanyaan.

Penulis juga melakukan wawancara dengan guru bahasa Indonesia, yaitu Ibu Eva Andriani yang bertempat di ruang guru SMK Budhi Warman II. Temuan penelitian melalui wawancara dengan tujuan untuk mengetahui proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dapat diketahui informasi yang berkaitan dengan minat siswa dalam membaca karya sastra. Adapun temuan penelitian tersebut yang telah penulis uraikan sebagai berikut:

1. Angket

Angket penelitian ini terdiri dari 20 pernyataan dan disebarkan kepada seluruh siswa kelas XII SMK Budhi Warman II yang berjumlah 120 siswa. Namun penulis hanya mengambil 10 sampel dari masing-masing kelas, jadi totalnya hanya 40 siswa. Alasan penulis mengambil 10 sampel dari 120 populasi siswa yang ada yaitu untuk memudahkan perhitungan persentase dalam pegolahan data. Selanjutnya penulis mengumpulkan dan melakukan proses penghitungan data yang telah terkumpul dengan penyajian data dalam bentuk tabel untuk memudahkan dalam mempersentasikan data angket dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya


(51)

N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu) P = Angka persentase

Data tersebut dapat dilihat dalam bentuk tabel masing-masing pertanyaan berikut ini:

Tabel 1

Siswa senang membaca

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 32 80%

Tidak 7 20%

Jumlah 39 100%

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa siswa senang dengan membaca. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 1, sebanyak 80% siswa senang membaca, hasil persentase tersebut diperoleh dari

x 100% = 80%. Sedangkan yang tidak senang membaca sebanyak 20% yang berarti hanya tujuh siswa yang tidak senang membaca.

Beberapa dari mereka memberikan alasan mengapa suka membaca yaitu karena dengan membaca mereka akan mendapat ilmu pengetahuan yang lebih dan mereka bisa melihat dunia. Dengan membiasakan diri membaca pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau bahkan sudah membacanya di rumah, daya tangkap mereka ketika di kelas akan lebih cepat. Selain itu, membaca juga menjadi sarana untuk menghibur diri sendiri. Contohnya adalah ketika membaca novel atau cerpen yang bertemakan komedi. Dari bacaan itulah para siswa mendapat hiburan secara langsung sekaligus juga untuk menyegarkan otak.

Dilihat dari alasan-alasan mereka, bagi anak yang tidak senang membaca, kegiatan ini bisa dibilang membosankan. Dalam diri mereka sudah ditanamkan sugesti bahwa membaca itu membosankan, jadi ketika mereka baru memulai, rasa bosan itu sudah muncul. Pada akhirnya akan


(52)

membuat mereka jadi malas membaca. Para siswa lebih memilih kegiatan lainnya seperti bermain game atau tidur.

Tabel 2

Siswa selalu membaca sebelum pelajaran Bahasa Indonesia dimulai

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 12 30%

Tidak 28 70%

Jumlah 40 100%

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa tidak semua siswa selalu membaca pelajaran bahasa Indonesia dimulai. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah penulis uraikan hanya sebanyak 30% siswa yang selalu membaca sebelum pelajaran bahasa Indonesia dimulai dengan rincian persentase

x 100% = 30%. Kemudian 70% yang berarti sebagian besar siswa, yaitu 28 siswa tidak membaca sebelum pelajaran bahasa Indonesia dimulai.

Mereka beralasan bahwa bahasa yang digunakan dalam buku tersebut baku dan mereka tidak mengerti. Selain itu, menurut mereka materi membaca terlalu banyak sehingga mereka jadi malas membaca. Ada pula siswa yang beralasan bahwa ia tidak sempat membaca. Hal ini perlu diperhatikan. Seperti apa yang diungkapkan oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia mereka, kurangnya inisiatif siswa untuk membaca sebuah buku kecuali apabila mereka diperintahkan langsung oleh gurunya.1 Hal ini merupakan salah satu bukti kendala yang menjadi faktor kurangnya minat mereka dalam membaca. Para siswa cenderung malas membaca materi sebelum pelajaran dimulai karena selain tidak diminta oleh gurunya, mereka juga pasti akan melakukan kegiatan lainnya yang menurut mereka lebih menyenangkan ketimbang harus membaca buku pelajaran. Misalkan mengobrol dengan teman atau sibuk

1

Wawancara pribadi dengan guru bahasa Indonesia, Eva Andriani pada hari Jumat, 18 September 2015 di ruang guru SMK Budhi Warman II


(53)

dengan smartphonenya. Siswa juga tidak bisa fokus ketika harus membaca buku sebelum pelajaran dimulai dikarenakan jam pelajarannya di siang hari. Otomatis mata mereka akan cepat lelah dan mengantuk. Maka dari itu mereka tidak pernah menantikan materi membaca. Para siswa lebih memilih materi menyimak, berbicara, atau menulis karena mudah dipahami.

Tabel 3

Siswa memperoleh pengetahuan serta hiburan dengan membaca

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 32 80%

Tidak 7 20%

Jumlah 39 100%

Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh hasil 80% responden yang menyatakan memperoleh pengetahuan serta hiburan dengan membaca yang diperoleh dari

x 100% = 80%. Sedangkan yang tidak memperoleh pengetahuan serta hiburan dengan membaca 20% reseponden yang berarti ada 7 siswa yang menyatakan hal tersebut.

Membaca merupakan salah satu kegiatan yang memberikan banyak manfaat, salah satunya yaitu dapat memperoleh pengetahuan serta hiburan. Para siswa setuju dengan pernyataan tersebut karena dengan membaca mereka dapat memperluas wawasan dan menjadi sebuah hiburan ketika mereka sedang jenuh atau bosan. Selain menghibur, kegiatan membaca juga bisa menjadi penyemangat.


(54)

Tabel 4

Siswa selalu menantikan materi membaca, dibandingkan dengan materi menyimak, berbicara, atau menulis

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 12 30%

Tidak 28 70%

Jumlah 40 100%

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa hanya beberapa siswa saja yang selalu menantikan materi membaca dibandingkan dengan materi menyimak, berbicara, atau menulis dengan jumlah responden yang menjawab iya sebanyak 30%. Hal ini berbeda jauh dengan para siswa yang menjawab tidak sebanyak 70% yang diperoleh dari

x 100%= 70% yang berarti sebanyak 28 siswa.

Para siswa menyatakan bahwa mereka selalu menantikan materi membaca dibandingkan dengan materi menyimak, berbicara, atau menulis karena pada materi membaca suasana kelas bisa lebih kondusif dan tidak ada siswa yang mengobrol atau melakukan aktivitas lainnya. Siswa dituntut untuk lebih berkonsentrasi, teliti, fokus dan melalui membaca siswa dapat mengembangkan imajinasinya. Peran guru sangatlah penting dalam hal ini. Guru diminta untuk lebih inovatif dan kreatif dalam menciptakan suatu konsep baru dalam mengajar khususnya pada materi membaca agar minat mereka dalam membaca bisa ditingkatkan. Selain itu, guru juga harus memberikan apresiasi kepada mereka yang gemar membaca agar para siswa merasa dihargai dan juga bisa dilihat sebagai contoh oleh siswa lainnya yang cenderung tidak senang membaca.


(55)

Tabel 5

Siswa sering menghabiskan waktu untuk membaca

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 9 22,5%

Tidak 30 77,5%

Jumlah 39 100%

Berdasarkan tabel lima, dapat diperoleh hasil jawaban responden yang menyatakan tidak sering menghabiskan waktu untuk membaca dalam jumlah persen yang lebih banyak yaitu 77,5% yang berarti 30 siswa. Hal ini berbeda dengan jumlah siswa yang sering menghabiskan waktu untuk membaca dengan persentase dengan jumlah siswa 9 siswa yang diperoleh dari

x 100%= 22,5%.

Pada angket alasan yang mereka berikan yaitu tidak punya waktu atau tidak sempat membaca dan merasa banyak aktivitas lain yang lebih penting ketimbang harus membaca. Mereka cenderung melakukan kegiatan yang disukainya seperti bermain futsal, kumpul bersama teman-teman di Mall, dan hal yang paling sering ditemukan yaitu terlalu asyik bermain dengan smartphone yang membuat mereka tidak punya waktu lagi untuk sekedar membaca buku. Dalam hal ini peran orang tua di rumah sangatlah penting. Seharusnya para siswa dibiasakan membaca sejak usia dini. Selain itu, orang tua juga harus memantau kegiatan anak mereka di luar sekolah. Kalau memang mereka tidak senang membaca, setidaknya para orang tua bisa memberikan kegiatan positif yang bisa dilakukan di rumah seperti les privat, membantu mengerjakan pekerjaan rumah, mengasuh adik, mengerjakan PR, dan sebagainya ketimbang harus bermain diluar bersama teman-teman yang pastinya akan membuang-buang waktu.


(56)

Tabel 6

Siswa sering mengobrol ketika materi membaca

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 15 37,5%

Tidak 24 62,5%

Jumlah 39 100%

Berdasarkan tabel tersebut, terkait saya sering mengobrol jika materi membaca dapat diperoleh jawaban tidak dengan persentase 62,5% yang diperoleh dari

x 100%= 62,5%. Hal ini berbanding jauh dengan jumlah siswa yang menyatakan ya sebanyak 37,5% yang berarti 15 siswa.

Mengobrol ketika pelajaran berlangsung dapat membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif. Berdasarkan tabel di atas sebagian siswa menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengobrol ketika pelajaran berlangsung khususnya saat materi membaca. Mereka memberikan alasan bahwa dengan mengobrol dapat mengganggu konsentrasi dan bisa membuat mereka tertinggal pelajaran. Selain itu, ada juga siswa yang menyatakan bahwa guru bahasa Indonesia mereka cukup tegas sehingga mereka tidak akan berani untuk mengobrol ketika pelajaran sedang berlangsung di kelas.

Tabel 7

Siswa selalu fokus belajar saat materi karya sastra diterangkan (cerpen, novel, puisi, drama, atau pantun)

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 30 75%

Tidak 10 25%

Jumlah 40 100%

Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh hasil 75% siswa yang selalu folus belajar saat materi karya sastra diterangkan (cerpen, novel, puisi,


(57)

drama, atau pantun) yang diperoleh dari persentase

x 100%= 75%. Sedangkan ada 10 siswa yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa fokus belajar saat materi karya sastra diterangkan dengan hasil 25% responden.

Tabel 8

Siswa lebih suka membaca novel teenlit/populer dibanding dengan novel sastra

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 27 67,5%

Tidak 13 32,5%

Jumlah 40 100%

Berdasarkan tabel 8, dapat diperoleh hasil jawaban responden yang menyatakan lebih suka membaca novel teenlit/popoler dibanding dengan novel berbau sastra dalam jumlah persen yang lebih banyak yaitu 67,5% yang berarti 27 siswa. Hal ini berbeda jauh dengan jumlah siswa yang lebih suka membaca novel berbau sastra dengan persentase dari jumlah 13 siswa yang diperoleh dari

x 100%= 32,5%. Tabel 9

Siswa lebih suka membaca novel dibanding cerpen

Alternatif Jawaban Frekuensi %

Ya 28 70%

Tidak 12 30%

Jumlah 40 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa hampir seluruh siswa lebih suka membaca novel dibanding cerpen dengan jumlah persen responden yang menjawab iya sebanyak 70%. Hal ini berbeda dengan para siswa yang menjawab tidak sebanyak 30% yang diperoleh dari


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Siti Zuraidah Luthfiati, lahir di Jakarta 14 April 1993. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Bapak H. M. Lutfi Azhari dan Ibu Ati Rusmiati. Kini rumah yang ditempati beralamatkan di Jalan Kalisari Rt 03/003 No.10 Kelurahan Kalisari Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Penulis mempunyai hobi yaitu membaca novel, bernyanyi, dan sangat tertarik dengan semua hal yang berbau Korea. Sejak kecil penulis memang mempunyai cita-cita ingin menjadi seorang guru seperti Ayah dan Ibunya saat ini.

Pendidikan yang sudah ditempuh yakni di Sekolah SDN 05 Pagi Kalisari sampai kelas 4, selanjutnya penulis pindah ke SD Islam Al-Azhar 16 Cilacap dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke jenjang SMP tepatnya yakni di MTs Negeri 6 Cijantung. Setelah lulus pada tahun 2007 kemudian melanjutkan pendidikannya di MAN 2 Ciracas. Di tahun 2011 penulis masuk dan terdaftar sebagai mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di Fakults Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.