i. pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban.
j. pemaafan dari korban danatau keluarganya; danatau.
k. pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan. ”
Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 55 tersebut di atas mengatakan bahwa pedoman pemidanaan akan sangat membantu hakim dalam mempertimbangkan berat
ringannya pidana yang akan dijatuhkan. Ini akan memudahkan dalam menetapkan
takaran pemidanaan. Jadi merupakan semacam Cheek List sebelum hakim
menjatuhkan pidana. Dengan memperhatikan butir – butir yang tercantum dalam daftar tersebut, maka diharapkan pidana yang dijatuhkan dapat lebih profesional dan
dapat dipahami baik oleh masyarakat maupun oleh terpidana itu sendiri. Pencantuman butir-butir diatas tidak bersifat limitative. Hakim bisa saja
“menambahkan” pertimbangan pada hal-hal lain selain apa yang tercantum dalam pasal ini. Namun apa yang disebutkan dalam pasal 55, juga mengatur hal-hal yang
memberatkan dan yang meringankan dalam penjatuhan pidana oleh hakim. Hal ini tertuang dalam Pasal 132 dan Pasal 134 Rancangan K.U.H.Pidana Baru.
C. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Dikaitkan Dengan Tujuan Pemidanaan
Dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memuat ketentuan pidana yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan Undang-Undang yang mengatur masalah korupsi sebelumnya UU Nomor 3 Tahun 1971 yaitu :
1. menentukan ancaman pidana minimum khusus; 2. pidana denda yang lebih tinggi; dan
3. ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana.
111
Perumusan ancaman pidana dalam ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi menganut sistem pidana maksimal dan minimal khusus sistem campuran.
112
Selain dibekali dengan ancaman pidana pokok penjara dan denda dengan minimal khusus dan maksimal, UU No. 31 Tahun 1999 juga dibekali dengan pidana
tambahan, hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 17 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa selain dapat dijatuhi pidana pokok terdakwa dalam
perkara korupsi dapat dijatuhi pidana tambahan, salah satu bentuknya adalah pembayaran uang pengganti.
113
111
Penjelasan Umum UU No. 31 Tahun 1999.
112
Guse Prayudi, Pidana Pembayaran Uang Pengganti suatu tinjauan terhadap ketentuan pasal 18 angka 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
113
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 17 UU No. 31 Tahun 1999 menyebutkan : “Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14,
terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Selanjutnya dalam pasal Pasal 18 :
1 Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana
korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang- barang tersebut;
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama
dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi; c.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 satu tahun;
d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan
seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
2 Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b paling lama dalam waktu 1 satu bulan sesudah putusan
Universitas Sumatera Utara
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
3 Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, maka
dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Mengenai penentuan pidana pembayaran uang pengganti berpedoman pada surat jaksa agung No.B-28AFt.1052009 tanggal 11 Mei 2009 , mengenai petunjuk
kepada jaksa penuntut umum dalam membuat surat tuntutan yang salah satu diantara petunjuk adalah mengenai pidana pembayaran uang pengganti yaitu :
1. Kewajiban membayar uang pengganti sedapat mungkin langsung ditujukan
kepada instansi yang dirugikan sebagai akibat dari tindak pidana korupsi. Amar surat tuntutan : “ Membayar uang pengganti kepada negara institusi
yang dirugikan sebesar ....dst. 2.
Untuk memberikan rasa keadilan kepada terpidana yang membayar uang pengganti tetapi hanya sebagian dari pidana dalam putusan, maka didalam
amar tuntutan supaya ditambahkan klausul : “ apabila terdakwaterpidana membayar uang pengganti,maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti.
3. Terhadap kewajiban pembayaran uang pengganti yang terdakwanya lebih
dari satu orang supaya dalam amar tuntutan disebutkan secara jelas dan pasti jumlah kepada masing masing terdakwa dan tidak boleh disebutkan secara
tanggung renteng karena tidak akan memberikan kepastian hukum dan menimbulkan kesulitan dalam eksekusi . Kesulitan eksekusi yang terjadi baik
menyangkut jumlah uang pengganti yang harus dibayar oleh masing-masing terdakwaterpidana maupun terhadap terpidana yang tidak membayar atau
membayar sebagian uang pengganti sehingga harus menjalani hukuman badan sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti tersebut.
4. Apabila tidak diketahui secara pasti jumlah yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi oleh masing masing terdakwaterpidana, maka salah satu cara yang dapat dipedomani untuk menentukan besarnya uang pengganti yang akan
digunakan kepada masing masing terpidanatedakwa adalah menggunakan kualifikasi turut serta dalam pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.
5. Untuk pelaksanaan petunjuk penentuan besaran uang pengganti supaya
dilaksanakan secara tertib dengan administrasi yang dapat dipertanggung jawabkan disertai bukti-bukti yang akurat yang dapat dipergunakan sebagai
bahan pelaporan hasil penyelamatan kerugian keuangan negara oleh Kejaksaan Agung.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan uang sebagai pidana tambahan dalam beberapa kasus korupsi telah dapat mengembalikan kerugian negara. Data Indonesia Corruption Watch ICW
berikut ini dapat menjadi gambaran mengenai penerapan pidana tambahan uang pengganti:
114
UANG PENGGANTI KASUS KORUPSI
putusan inkracht maupun in absentia
No Terpidana
perkara korupsi
Hukuman Penjara
Denda Uang
Pengganti keterangan
1. Hendra Raharja Korupsi BLBI
Bank BHS PN Jakarta
Pusat hukuman
seumur hidup Rp 30
juta Rp 1,9
trilyun. Divonis in
absentia. Melarikan diri
dan meninggal di Australia
2. Bob Hasan Korupsi
Kasasi 6 tahun
Rp 15 juta
Rp 1,9 triliun
Telah menjalani hukuman di LP
114
Saldi Isra, Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama Internasional, Makalah disampaikan dalam Lokakarya tentang Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan
Korupsi, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum Universias Diponegoro dan Kanwil Depkumham Prov. Jawa Tengah, tanggal 22 Mei 2008, di Semarang.
Universitas Sumatera Utara
Pemotretan dan Pemetaan Hutan
lindung Nusakambangan
selama 4 tahun bebas bersyarat
sejak 20 Feb 04 3. Samadikun
Hartono Korupsi BLBI
Bank Modern Kasasi
4 tahun Rp 10
juta Rp169
miliar. Melarikan diri
4. Sudjiono Timan Korupsi BPUI
Kasasi 15 tahun
Rp 50 juta
Rp 369 miliar.
Melarikan diri
5. David Nusa Widjaja Korupsi
BLBI Bank Servitia
Kasasi 8 tahun
Rp 30 juta
Rp 1,29 triliun.
Melarikan diri
6. Huzrin Hood Korupsi APBD
Kepulauan Riau Kepri Tahun
Kasasi 2 tahun
Rp200 juta
Rp3,4 miliar
Tidak jelas
Universitas Sumatera Utara
2001 dan 2002 7. Bambang
Sutrisno dan Adrian Kiki
Aryawan Korupsi BLBI
Bank Surya. PN Jaklarta
Pusat Seumur hidup
in absentia dan kabur
Rp 30 juta
Rp 1,515 triliun
membayar kerugian
negara Divonis in
absentia. Melarikan diri
8. Eddy Tansil Korupsi
BAPINDO PN Jakarta
Pusat 20 tahun
Rp 30 juta
Uang pengganti
Rp 500 miliar
dan membayar
kerugian negara Rp
1,3 triliun. Total 1, 8
Triliun Sempat mendekan
di LP Cipinang namun melarikan
diri pada 4 Mei 1996
9. Asriadi, PN Makassar
Rp 100 Rp 13
Saat ini menghuni
Universitas Sumatera Utara
Korupsi di bidang pajak
sebesar Rp 40 miliar
10 tahun juta
miliar LP khusus
Koruptor di Nusakambangan
10. Iwan Zulkarnaen
Korupsi di bidang pajak
sebesar Rp 40 miliar
PN Makassar 16 tahun
penjara Rp 100
juta Rp 27
miliar Saat ini menghuni
LP khusus Koruptor di
Nusakambangan
TOTAL Rp. 595
Juta Rp 8, 896
Triliun
Hendra Rahardja adalah pemilik Bank Harapan Sentosa BHS. Oleh pengadilan, dia terbukti melakukan penyelewengan dana BLBI dan mengakibatkan
kerugian negara sebesar Rp 1,95 triliun. Dia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun, dengan alibi sakit stroke, Hendra melarikan diri ke Hongkong hingga
akhirnya diketahui menetap di Australia dan meminta perlindungan dengan membawa kabur dana BLBI. Pemerintah Indonesia telah berupaya memulangkan
Universitas Sumatera Utara
Hendra ke Tanah Air, namun tidak berhasil hingga akhirnya Hendra meninggal tahun 2002.
115
Samadikun Hartono adalah Presiden Komisaris Bank Modern yang menerima kucuran dana BLBI sebesar Rp 2,5 triliun. Samadikun dinyatakan bersalah
melakukan penyelewenga dana BLBI yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 169 miliar. Dia dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, namun tidak dapat dieksekusi
karena melarikan diri. Informasi terakhir yang diperoleh Kejaksaan, Samadikun menetap di Apartemen Beverly Hills Singapura dan memiliki pabrik film di China
dan Vietnam.
116
David Nusa Widjaja adalah mantan Direktur utama Bank Umum Servitia. David Nusa Wijaya divonis 8 tahun penjara oleh MA pada 23 Juli 2003. Dia sempat
melarikan diri ke Amerika Serikat. Namun berhasil ditangkap dan di ekstradisi ke Tanah Air untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Oleh pengadilan, dia
terbukti melakukan korupsi dana BLBI sebesar Rp 1,2 triliun dan harus mengganti kerugian negara tersebut.
117
Andrian Kiki dan Bambang Sutrisno keduanya merupakan Direktur dan Direktur utama Bank Surya yang dihukum seumur hidup. Keduanya terbukti
melakukan penyelewengan dana BLBI dan merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Bambang melarikan diri ke Singapura, sementara Adrian kabur ke Australia. Pada
115
www.merdeka.comuangapa-kabar-koruptor-dana-blbi.html
116
Ibid.
117
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
November 2008, Adrian Kiki tertangkap oleh otoritas setempat di Perth, Australia Barat. Sedangkan rekannya, Bambang hingga kini masih buron. Keduanya telah
melunasi uang pengganti secara tunai. Bob Hasan korupsi proyek pemotretan udara dan pemetaan areal penguasaan
hutan PT Mappindo Parama melunasi uang pengganti senilai Rp 14,126 miliar.
118
Mahkmah Agung di tingkat kasasi pada 3 Desember 2004 menghukum Sudjiono Timan karena terbukti korupsi bersama rekan-rekannya yang sesuai surat
dakwaan jaksa tercantum nama Agus Anwar, Hadi Rusli, Hario Suprobo, Witjaksono Abadiman dan Roberto V Ongpin. Majelis hakim kasasi diketuai Bagir Manan juga
memerintahkan Sudjiono Timan yang masih buron untuk bayar uang pengganti atau mengembalikan kerugian negara yang dikorupsinya itu kepada negara sebesar 98 juta
dolar AS atau Rp 369 miliar.
119
Kejaksaan Agung menyita aset eks Eddy Tansil yang nilainya Rp 1,3 triliun, hampir 2,5 kali lipat dari hukuman pidana uang pengganti Rp 500 miliar berupa
tanah, bangunan, dan uang tunai Rp 6,818 miliar. Penyitaan dilakukan 8 Mei 1996 sampai 3 November 1999. Semua aset hasil sitaan diserahkan ke bank sindikasi
pemerintah, yakni Bapindo, Bank Dagang Negara BDN, Bank Bumi Daya BBD, dan Bank Negara Indonesia BNI pada 7 Agustus 1996 sampai 15 Januari 2001.
120
118
http:www.rakyatmerdeka.co.idnews200602178280Aset-Koruptor-Dieksekusi,- Ramai-Ramai-Angsur-Uang-Pengganti diakses 30 Agustus 2012
119
http:www.pelita.or.idbaca.php?id=66927 diakses 30 Agustus 2012
120
http:kesehatan.kompas.comread2009120707280127hanya.12 .aset.eddy. tansil.yang .terjual
Universitas Sumatera Utara
Uang Pengganti yang di bebankan kepada terpidana kasus-kasus korupsi diatas merupakan pengembalian atas kerugian negara akibat tindak pidana korupsi
yang dilakukannya. Uang pengganti tersebut dalam kenyataannya dieksekusi dengan melakukan penyitaan dan pembekuan rekening dari terpidana. Namun tidak semua
uang pengganti tersebut dibayarkan oleh terpidana.
Kasus korupsi dengan terdakwa Drs. Abdillah , mantan Walikota Medan , dalam Putusan Mahkamah Agung No. 91 KPid.Sus2009 Mahkamah Agung
mengurangi hukuman uang pengganti korupsi dalam perkara korupsi terdakwa Abdillah. Tapi Mahkamah Agung tetap menyatakan terdakwa kasus korupsi
pengadaan mobil pemadam kebakaran serta Anggaran Pendapatan dan Belanja APBD Kota Medan itu divonis empat tahun penjara. Majelis kasasi yang dipimpin
Hakim Agung Djoko Sarwoko mengurangi uang pengganti kerugian korupsi yang harus dibayar oleh Abdillah. Mahkamah Agung menghukum Abdillah membayar
uang pengganti sebesar Rp 12,197 miliar. Di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi, Abdillah divonis membayar uang pengganti Rp 23 miliar.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi peradilan tingkat pertama pada 22 September 2008 memvonis Abdillah lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Dia
juga diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 17,83 miliar. Atau, jika tidak membayar sejumlah itu, hukumannya diganti dengan empat tahun
penjara. Pengadilan menyatakan Abdillah terbukti korupsi dalam penyalahgunaan
Universitas Sumatera Utara
APBD Kota Medan secara bersama-sama dengan Wakil Wali Kota Medan Ramli. Atas putusan tersebut, Abdillah mengajukan banding. Oleh Pengadilan Tinggi,
hukuman Abdillah dikurangi setahun. Tapi uang pengganti ditambah hingga Rp 23 miliar. Abdillah dan jaksa sama-sama mengajukan kasasi. Hukum Pidana Pengganti
tersebut telah di bayarkan oleh Abdilllah. Uang pengganti sebagai pidana tambahan dalam perkara korupsi harus
dipahami sebagai bagian dari upaya pemidanaan terhadap mereka yang melanggar hukum. Dalam hal ini hukum yang dilanggar adalah tindak pidana korupsi.
Sudarto mengungkapkan bahwa “perbuatan yang diusahakan untuk dicegah dan ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang
dikehendaki yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian materiel dan spritual atas warga masyarakat. Hal ini dilakukan untuk kesejahteraan dan pengayoman
masyarakat yang harus sejalan pula dengan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur”.
121
Terlihat bahwa korupsi telah mengakibatkan pelaku memperoleh keuntungan finansial dan sebaliknya negara sebagai korban menderita kerugian finasial. Pada
pokoknya korupsi telah mengakibatkan kemiskinan, sehingga pelaku korupsi harus dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
Pidana pembayaran uang pengganti, termasuk pidana tambahan yang tercantum dalam pasal 18 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
121
Eti Laila Kholis, Pembayaran uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Jakarta : Solusi Publicing 2010, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
Tindak Pidana Korupsi PTPK. Pidana tambahan memiliki beberapa perbedaan dengan pidana pokok , yaitu penjatuhan salah satu jenis pidana pokok adalah suatu
keharusan atau imperatif. Sedangkan penjatuhan pidana tambahan bersifat fakultatif. Apabila dalam suatu persidangan terbukti bahwa terdakwa bersalah secara
sah dan meyakinkan maka hakim harus menjatuhkan salah satu pidana pokok sesuai jenis dan batas maksimum dari rumusan tindak pidana yang dilanggar tersebut. Sifat
imperatif dapat dilihat pada rumusan tindak pidana, dimana terdapat dua kemungkinan yaitu diancamkan salah satu pidana pokok sehingga hakim mau
tidakmau harus menjatuhkan pidana sesuai rumusan tersebut atau dapat juga tindak pidana yang dincam oleh dua atau lebih jenis pidana pokok sehingga hakim dapat
memilih salah satu saja. Misalnya pada pasal 2 ayat 2 UU PTPK memilih jenis pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu antara empat tahun hingga 20 tahun.
Pada pidana tambahan hakim boleh menjatuhkan satu tindak pidana tambahan yang diancamkan terhadap si pelanggar. Misalnya , hakim dapat
menjatuhkan salah satu pidana tambahan pada pasal 18 ayat 1 UU PTPK dalam hal terbukti melanggar pasal 3 UU PTPK. Walaupun prinsipnya penjatuhan pidana
tambahan adalah fakultatif tetapi terdapat beberapa pegecualian misalnya pasal 250 bis KUHP.
Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus bersamaan dengan pidana tambahan berdiri sendiri sedangkan penjatuhan pidana tambahan harus bersamaan
dengan pidana pokok. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan bila telah mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kekuatan hukum tetap diperlukan pelaksanaan executie sedangkan pidana tambahan tidak. Pada pidana pokok diperlukan eksekusi terhadap pencapaian pidana
kecuali pidana pokok dengan bersyarat pasal 14a dan syarat yang ditentukan itu tidak dilanggar.Pada pidana tambahan misalnya pidana putusan hakim. Pidana
pokok tidak dapat dijatuhkan kumulatif sedangkan pidana tambahan dapat. Akan tetapi dapat disimpangi pada beberapa UU termasuk UU PTPK.
122
Definisi pidana pembayaran uang pengganti dapat ditarik dari pasal 18 U ayat 1 huruf b UU 31 Tahun 1999 yaitu : “ pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak banyak sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.” Untuk dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah
harta benda yang diperoleh terpidana dari tindak pidana korupsi jangan ditafsirkan harta benda yang masih dikuasai oleh terpidana pada saat jatuhnya putusan
pengadilan tetapi juga harta benda hasil korupsi yang pada waktu pembacaan putusan sudah dialihkan terdakwa kepada orang lain.
Pada prakteknya, putusan pidana pembayaran uang pengganti bervariasi besarannya yang dapat disebabkan beberapa faktor antara lain seperti hakim
memiliki perhitungan sendiri, sebagian hasil korupsi sudah dikembalikan atau tindak pidana korupsi dilakukan oleh lebih dari satu orang sehingga pidana pembayaran
uang pengganti dibebankan bersama sama.
123
122
Michael Barama, Uang Pengganti Sebagai Pidana Tambahan Dalam Perkara Korupsi, Manado, Universitas Sam ratulangi:2011, hal.18
123
Michael Barama, Uang pengganti sebagai pidana tambahan dalam perkara korupsi Mando : Univ. Sam Ratulangi, 2011, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
Kendala dalam penjatuhan pembayaran uang pengganti dalam rangka penyelesaian kerugian keuangan negara pernah diungkapkan oleh ramelan yaitu :
“ Kasus korupsi dapat diungkapkan setelah berjalan dalam kurun waktu yang lama sehingga sulit untuk menelusuri uang atau hasil kekayaan yang diperoleh
dari korupsi. Dengan berbagai upaya pelaku korupsi telah menghabiskan uang hasil korupsi atau memepergunakanmengalihkan dalam bentuk lain termasuk
mengatasnamakan nama orang lain yang sulit terjangkau hukum. Dalam pembayaran pidana uang pengganti, si terpidana banyak yang tidak
sanggup membayar. Dasarnya pihak ketiga yang mengugat pemerintah atas barang bukti yang disita dalam rangka pemenuhan pembayaran uang
pengganti.
124
”
Tujuan adanya pidana uang pengganti sebagai alat untuk memidana seberat mungkin para koruptor agar mereka jera dan untuk menakuti orang lain agar tidak
melakukan korupsi. Tujuan lainnya adalah untuk mengembalikan uang negara yang hilang akibat suatu perbuatan korupsi. Pemikiran ini sejalan dengan definisi tindak
pidana korupsi. Menurut UU, salah satu unsur tindak pidana korupsi adalah adanya tindakan yang merugikan negara. Dengan adanya unsur ini, maka setiap terjadi suatu
tindak pidana korupsi pasti akan menimbulkan kerugian pada keuangan negara. Merupakan suatu hal yang wajar apabila pemerintah kemudian menerapkan suatu
124
Harahap Risna, Pemberantasan Korupsi Jalan Tiada Ujung, Cet. I. PT Grafiti Bandung, 2006, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
kebijakan yang tertuang dalam UU dalam mengupayakan kembalinya uang negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi tipikor.
125
Penyelamatan keuangan negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi merupakan salah satu langkah penting untuk merestorasi memulihkan keadaan
keuangan negara dan atau perekonomian negara, di samping menjatuhkan hukuman badan kepada pelaku korupsi.
126
Dalam RUU Tindak Pidana versi Pemerintah yang diajukan kepada DPR mengenai ancaman hukuman, secara umum ancaman hukuman yang diatur dalam
RUU ini lebih rendah dari yang diatur dalam UU PTPK misalnya hilangnya ancaman pidana seumur hidup kecuali untuk penggelapan yang dilakukan oleh pejabat yang
diatas Rp 5 milyar, dan berkurangnya ancaman pidana minimum untuk beberapa tindak pidana yang sejenis dengan yang ada di UU PTPK.
Selain itu sistematika ancaman hukuman juga sepertinya masih mengandung permasalahan. Sebagai contoh RUU ini mengatur sanksi yang lebih berat bagi suap
terhadap pejabat asing dibanding pejabat publik dalam negeri. Suap terhadap pejabat asing diancam dengan hukuman penjara 1-7 tahun dan atau denda 50 sd 350
juta rupiah, sementara suap terhadap pejabat publik dalam negeri diancam dengan hukuman 1-5 tahun dan atau denda 50 sd 150 jt.
125
Eti Laila Kholis Op.Cit hal. 20
126
Sri Hastuti, SH, Tumbur Sinaga, SH., Abdul Gofar, SH., Hening Hadi Condrowati, SH, dan Muhamad Iqbal, SH, Tim Pengkajian Pusat Litbang Laporan hasil pengkajian : Penyelamatan
Kerugian Keuangan Negara Dengan Penanganan Sistem Terpadu VI 1-83 2010
Universitas Sumatera Utara
Masalah lain adalah efektifitas perumusan ancaman hukuman yang bersifat kumulatif atau alternatif kumulatif antara pidana penjara dan pidana denda. Pidana
penjara dan pidana denda pada dasarnya merupakan dua jenis pidana pokok. Dimungkinkannya kedua jenis pidana pokok untuk dijatuhkan secara bersamaan
untuk satu perbuatan memang terkesan progresif. Namun perlu juga dievaluasi sejauh mana efektifitasnya, khususnya efektivitas pembayaran denda. Jika memang
dengan dirumuskannya kedua jenis hukuman tersebut secara kumulatif atau alternatif kumulatif ternyata terpidana lebih memilih untuk tidak membayar denda dan
digantikan dengan kurungan pengganti karena terpidana telah menjalani pidana penjaranya, maka perlu ditinjau kembali apakah denda tetap perlu diatur atau
dihapuskan saja. Penghapusan itu bukan berarti menghilangkan maksud pengembalian
kerugian negara, karena kerugian negara akan lebih efektif dicegah melalui mekanisme perampasan aset. Perampasan aset akan sangat efektif untuk
mengembalikan kerugian negara karena dalam UNCAC hal itu telah diatur dengan mekanisme Non Conviction Based ataupun melalui Civil Forfeiture.
Pada dasarnya RUU versi Pemerintah ini terlihat mencoba mengakomodir ketentuan-ketentuan dalam United Nations Convention on Against Corruption
UNCAC, khususnya pada bagian Krimininalisasi Bab III UNCAC. Bahkan terkesan Pasal-Pasal yang ada secara umum merupakan terjemahan langsung dengan
beberapa bagian merubah makna- dari UNCAC khususnya sebagian Bab III
Universitas Sumatera Utara
UNCAC, padahal UNCAC pada dasarnya hanya mengatur prinsip-prinsip yang harus disesuaikan dalam ‘bahasa hukum’ masing-masing negara.
Jika dikaji secara lebih dalam sebenarnya sebagian besar delik yang diatur dalam UNCAC telah diatur juga sebagai tindak pidana dalam hukum Indonesia,
khususnya UU PTPK, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Tindak Pidana Suap UU No. 111980, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Tindak
pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sebenarnya hanyalah trading in influence Pasal 18 UNCAC dan illicit enrichment
Pasal 20 UNCAC. Dengan demikian seharusnya rumusan yang telah ada khususnya dalam UU PTPK yang ada saat ini tetap dipertahankan dengan beberapa perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN PENERAPAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK