Tingkat Pengetahuan Responden Tindakan Pencegahan Responden

36 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 20132014 Ho gagal ditolak.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Tingkat Pengetahuan Responden

Hasil penelitian mendapati bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa Program Studi Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara mengenai Computer Vision Syndrome sangat buruk. Lebih dari setengah total responden 99 orang menjawab pertanyaan benar kurang dari 4 pengetahuan buruk. Responden yang merupakan mahasiswa yang setiap harinya menggunakan komputer sebagai alat kerja, seharusnya memiliki pengetahuan mengenai Computer Vision Syndrome. Hasil yang berbeda didapat pada penelitian di Malaysia yang dilakukan oleh Reddy et al. 2013 pada mahasiswa yang setiap harinya menggunakan komputer. Reddy mendapati bahwa mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan yang baik bagaimana cara mengenai Computer Vision Syndrome dikarenakan tepatnya informasi didapat mahasiswa tersebut. Pengetahuan dipengaruhi oleb berbagai faktor, antara lain Pendidikan, Pekerjaan, Umur, Minat, Pengalaman, Kebudayaan, dan Informasi Mubarak, 2007. Dari hasil pengamatan dan wawancara kepada responden, pengetahuan responden yang buruk diduga peneliti dipengaruhi oleh minat dan informasi. Kurangnya minat responden mengetahui dan mencari tahu informasi mengenai kesehatan kerja dan kesehatan mata khususnya mengenai Computer Vision Syndrome menyebabkan pengetahuan yang buruk. Seharusnya mahasiswa yang telah mudah mengakses informasi tersebut karena adanya internet dan Wi-Fi yang disediakan fakultas. Hal ini juga diperburuk dengan tidak adanya mata kuliah yang menjelaskan mengenai kesehatan kerja dan kesehatan mata. Universitas Sumatera Utara 37

5.2.2. Tindakan Pencegahan Responden

Tindakan pencegahan yang dilakukan responden masih buruk. Hanya 77 responden yang melakukan tindakan pencegahan dengan kriteria baik, selebihnya 88 responden memiliki tindakan dengan kriteria buruk. Tindakan pencegahan sangat penting dilakukan oleh responden untuk mencegah terjadinya Computer Vision Syndrome. Dari hasil kuesioner didapati responden masih belum melakukan pencegahan yang baik, seperti mengistirahatkan mata, mengatur posisi, mengatur pencahayaan, menggunakan layar anti silau. Dalam hal pengistirahatan mata, menurut Stella et.al 2007 dan Wimalasundra 2006, penggunaan komputer yang berlebihan tanpa disertai dengan istirahat dapat menyebabkan gejala Computer Vision Syndrome. Dari hasil wawancara dan asumsi peneliti, buruknya pencegahan hal ini terjadi karena responden terlalu fokus pada pekerjaannya. Pengaturan posisi, baik itu pengaturan tempat duduk, monitor komputer atau pun material yang dikerjakan, menurut Reddy et.al 2013 dan Logaraj 2013, sangat mempengaruhi terjadi gejala Computer Vision Syndrome. Dari hasil pengamatan peneliti terhadap keadaan di kelas responden, asumsi peneliti, buruknya pencegahan dikarenakan kondisi dari kelas tidak mendukung. Dimana kursi yang digunakan oleh responden tidak sesuai dengan prinsip ergonomik penggunaan komputer sehingga menyebabkan pengaturan posisi saat menggunakan komputer menjadi buruk. Menurut Mujaddidi 2012 dan Rahman dan Sanip 2011. pengaturan pencahayaan dan penggunaan layar anti silau sedikit mengambil peran penting terhadap gejala Computer Vision Syndrome. Dari pengamatan dan wawancara, asumsi peneliti, kondisi kelas yang tidak mendukung, serta adanya tambahan biaya untuk membeli alat mencegah layar agar tidak silau, sehingga responden tidak melakukannya. Selain itu dari hasil kuesioner didapati bahwa, responden tidak rutin melakukan pemeriksaan mata dan pencarian informasi. Asumsi peneliti, responden memiliki minat yang kurang dalam hal mencari tahu dan skrinning mata dan terkesan acuh terhadap kesehatan dirinya. Universitas Sumatera Utara 38

5.3.3. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan