7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes mellitus 2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
atau defis iensi produksi insulin oleh sel β Langerhans kelenjar pankreas atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin WHO, 1999. Definisi DM lainnya menurut American Diabetes Association ADA
2014, adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dari hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM terdiridari 4 jenis yaitu:
2.1.2.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus IDDM
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang dapat dikarakteristikkan
dengan ketidakmampuan produksi insulin akibat de struksi autoimun dari sel β
pankreas. Pada kelompok penyakit ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin. Ketika massa sel
β berkurang, maka sekresi insulin berkurang sampai suatu saat insulin yang tersedia tidak dapat menormalkan kadar gula
darah. Setelah sel β hancur 80-90 akan terjadi hiperglikemia dan diabetes dapat didiagnosis. Dengan demikian pada saat itu pasien memerlukan insulin eksogen.
Universitas Sumatera Utara
8 Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis. Selain akibat
autoimun, beberapa dari DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada
ras tertentu Afrika dan Asia American Diabetes Association, 2014; Khardori,2015.
2.1.2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 atau Non- Insulin Dependent Diabetes MellitusNIDDM
Diabetes mellitus tipe 2 dikarakteristikkan dengan hiperglikemia dan
dihasilkan dari kombinasi resistensi insulin perifer dan tidak cukupnya sekresi insulin oleh sel β pankreas. Walaupun etiologi spesifiknya tidak diketahui,
de struksi autoimun sel β tidak terjadi. Kelompok penyakit ini banyak terjadi pada
pasien yang mengalami kegemukan, dimana obesitas merupakan salah satu penyebab resistensi insulin. Resistensi insulin dapat diperbaiki dengan
menurunkan berat badan danatau pengobatan hiperglikemia secara farmakologi, tetapi jarang dapat pulih ke keadaaan normal American diabetes association,
2014; Khardori,2015.
2.1.2.3 Diabetes Mellitus Gestasional DM gestasional
Kelompok penyakit ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan. Biasanya terjadi pada
trimester kedua dan ketiga. Penderita DM gestasional memiliki resiko lebih besar untuk menerita DM yang menetap American Diabetes Association, 2016.
2.1.2.4 Diabetes Melitus Tipe Lain
Kelompok penyakit ini terjadi karena etiologi lain, yaitu adanya gangguan genetik fungsi sel β, gangguan genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau bahan kimia, infeksi, sebab imunologi yang
Universitas Sumatera Utara
9 jarang dan sindroma genetik lainnya yang kadang dihubungkan dengan diabetes
mellitus American Diabetes Association, 2014.
2.1.3 Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko terjadinya DM terdiri atas : a.
Obesitas Body Mass Index BMI ≥ 25 kgm
2
b. Kurang aktivitas fisik
c. Ras etnik beresiko tinggi
d. Wanita yang melahirkan bayi dengan berat
≥ 9 pon atau didiagnosis dengan DM gestasional.
e. Hipertensi
≥ 14090 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi f.
Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mgd L danatau kadar trigliserida 250
mgdL g.
HbA1C ≥ 5,7, glukosa puasa terganggu dan gangguan toleransi glukosa
pada pengujian sebelumnya American Diabetes Association, 2015.
2.1.4 Manifestasi klinis
Diabetes mellitus ditandai gejala yaitu poliuria banyak berkemih, polidipsia banyak minum dan polifagia banyak makan. Jika jumlah glukosa
yang masuk tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus meningkat kira-kira di atas 225 mgmenit, glukosa dalam jumlah bermaknamulai dibuang ke dalam urin. Jika
jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa darah meningkat melebihi 180 mg persen. Akibatnya
sering disebut “ambang” darah untuk timbulnya glukosa di dalam urin sekitar 180 mg persen.Saat kadar glukosa darah meningkat dan melebihi ambang batas ginjal
Universitas Sumatera Utara
10 maka glukosa yang berlebihan ini akan dikeluarkan diekskresikan. Untuk
mengeluarkan glukosa melalui ginjal dibutuhkan banyak air H2O. Hal ini yang akan menyebabkan penderita sering kencing dan tubuh kekurangan cairan
dehidrasi sehingga timbul rasa haus yang menyebabkan banyak minum polidipsi. Gejala ini sering disertai dengan kelelahan karena ketidakmampuan
untuk menggunakan glukosa dan penurunan berat badan karena pemecahan protein tubuh dan lemak sebagai alternatif sumber energi glukosa. Pengelihatan
kabur yang disebabkan oleh perubahan lensa refraksi juga dapat terjadi. Pasien juga mengalami tingkat infeksi yang lebih tinggi terutama candida dan infeksi
saluran kemih karena peningkatan glukosa urin Guyton, 1992; Tjay dan Rahardja, 2007; Walker and Whittlesea, 2012.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu GDS
≥ 200 mgd L diagnosis sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa GDP
≥ 126 mgd L juga dapat digunakan untuk pedoman diagnosis diabetes mellitus. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut Ditjen
Bina Farmasi dan Alkes, 2005; Ndraha, 2014.
Universitas Sumatera Utara
11 Menurut ADA 2015 seseorang menderita DM apabila:
1. HbA1C
≥ 6,5 2.
Glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdL 7,0 mmolL. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori sedikitnya 8 jam. 3.
Tes toleransi glukosa oral TTGO dengan kadar gula plasma 2 jam pada TTGO
≥ 200 mgd L 11,1 mmolL. TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air. 4.
Glukosa plasma acak ≥ 200 mgdL 11,1 mmolL.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi DM terdiri dari:
1 Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi DM yang dapat terjadi dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut
adalah: a
Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun dibawah 60 mgdL.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, menurunnya asupan makanan, atau aktifitas fisik yang berat.
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, detak jantung meningkat,
sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Untuk mengatasinya dapat diberikan
Universitas Sumatera Utara
12 glukosa oral atau jika perlu glukosa intravena Rubenstein, dkk., 2003;
Guthrie dan Richard, 2004. b
Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik diawali dengan terjadinya hiperglikemia. Dalam hal ini
hiperglikemia terjadi pada saat tubuh sangat kekurangan insulin, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Ketika hal ini terjadi untuk
memenuhi kebutuhan energi diperlukan sumber energi alternatif, akibatnya dihasilkan keton dari asam lemak bebas. Produksi keton dari pemecahan
asam lemak dapat menyababkan tubuh menjadi lebih asam.Keadaan yang lebih parah dapat terjadi ketika defisiensi insulinberkepanjangan yang
mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Pada ketoasidosis diabetik kadar gula darah tidak perlu terlalu tinggi, biasanya kadarnya 300-
900 mgdL. Onsetnya bertahap selama beberapa jam atau beberapa hari. Gejalanya dapat berupa rasa haus dan mulut kering, poliuria, sesak nafas,
mual dan muntah, nyeri kepala dan nyeri perut, mengantuk yang bisa berlanjut menjadi bingung dan koma. Pengobatannya dapat dilakukan dengan
memberikan cairan untuk melarutkan glukosa dan rehidrasi, insulin dan elektrolit biasanya kalium, natrium dan fosfat Rubenstein, dkk., 2003;
Guthrie dan Richard, 2004. c
Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik HHNK merupakan komplikasi
akut pada DM dengan tanda-tanda dehidrasi tanpa disertai ketosis. Onsetnya lambat dengan poliuria selama 2-3 minggu dan dehidrasi progresif.Dalam hal
ini terjadi peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi 800 mgdL-2000
Universitas Sumatera Utara
13 mgdL dan osmolaritas plasma meningkat sering kali di atas 400 osmoll.
Penggobatannya dapat dilakukan dengan memberikan cairan, kalium dan insulinRubenstein, dkk., 2003; Guthrie dan Richard, 2004.
2 Komplikasi Kronik Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua sistem organ dalam
tubuh. Kategori komplikasi kronik DM adalah:
a
Komplikasi Makrovaskuler Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita DM adalah
penyakit jantung koroner coronary heart disease = CHD, penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer peripheral vascular disease =
PVD. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung sangat penting
dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya,
termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain
sebagainyaDitjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
b
Komplikasi Mikrovaskuler Hiperglikemia
yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasitermasuk HbA1c menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi
makinlemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darahkecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-
komplikasimikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropatiDitjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.7 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengurangi resiko untuk komplikasi penyakit mikrovaskuler dan makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, mengurangi
kematian dan meningkatkan kualitas hidup Dipiro, et al., 2008. 1 Terapi Non Farmakologi
a Diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien DM. Yang terpenting dari terapi nutrisi adalah tercapainya hasil metabolik optimal dan pencegahan
serta pengobatan komplikasi. Pasien DM membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang dan rendah lemak, dengan fokus pada keseimbangan
makanan yang direkomendasikan. Pasien dengan DM tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk penurunan berat badan. Penurunan berat badan telah
dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel- sel β
terhadap stimulus glukosa Dipiro, et al., 2008; Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
b Aktivitas Olahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh
olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
15 aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan
glukosa Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005. 2 Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan terapi non farmakologi.
a Obat Hipoglikemik Oral OHO Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi:
1. Sulfonilurea
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan untuk penderita DM dewasa baru dengan berat badan normal dan dibawah normal
serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya
efektif apabila sel- sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan
kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin di kelenjar pankreas Ditjen Bima
Farmasi dan Alkes, 2005. Sulfonilurea berikatan dengan sulfonilurea reseptor 1SUR1 dan
menghambat kanal kalium yang sensitif adenosin trifosfat k- ATP d i sel β
pankreas sehingga penutupan kanal k-ATP inimenurunkan keluarnya kalium dan menyebabkan depolarisasi membran sel β pankreas, selanjutnya kanal Ca
2+
terbuka dan terjadi influks kalsium. Peningkatan kalsium didalam selmengakibatkan pergeseran granul insulin keluar sel kemudian terjadi
eksositosis. Sekresi insulin yang meningkat ini masuk ke vena porta, seterusnya menekan produksi glukosa. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus
Universitas Sumatera Utara
16 cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral Brunton dan Parker, 2008; Dipiro,
et al., 2008; Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005. Sulfonilurea terdiri dari dua generasi, yakni generasi pertama dan generasi
kedua. Contoh obat sulfonilurea generasi pertama adalah tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan klorpropamida. Sedangkan generasi kedua
antara lain gliburida glibenklamida, glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat- obat generasi kedua lebih kuat dibandingkan generasi pertama Brunton dan
Parker, 2008; Dipiro, et al., 2008. 2.
Meglitinid Meglitinid terdiri dari nateglinide dan repaglinide bekerja seperti
sulfonilurea dengan menstimulasi sekresi insulin dari sel β-pankreas. Namun berbeda dengan sulfonilurea, meglitinid memiliki onset yang cepat dengan durasi
kerja yang pendek. Terapi kombinasi obat-obat ini dengan metformin atau glitazon memberikan efek yang lebih baik dari pada monoterapi. Efek samping
akibat penggunaan obat-obat ini adalah hipoglikemia, namun risiko hipoglikemia yang muncul lebih rendah dari pada akibat penggunaan sulfonilurea. Obat-obat ini
diabsorbsi dengan baik setelah diberikan 1-30 menit sebelum makan. Meglitinid dimetabolisme di hati menjadi produk metabolit tidak aktif dan di ekskresikan
melalui empedu Finkel, dkk., 2009. 3.
Biguanid Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati,
menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia
Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
Universitas Sumatera Utara
17 Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat
hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Obat ini tidak merangsang pelepasan insulin dari pankreas dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia bahkan
dalam dosis besar. Golongan biguanid ini mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada penderita diabetes mellitus. Penurunan kadar
gula darah ini disebabkan oleh peningkatan asupan glukosa ke otot, penurunan glukoneogenesis dan penghambatan absorbsi glukosa disaluran cerna. Metformin
meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan jaringan periferal otot. Namun Mekanisme pasti bagaimana metformin dapat meningkatkan sensitifitas insulin
masih diteliti. Efeknya ialah turunnya kadar gula darah dan penurunan berat badan karena bersifat menekan nafsu makan sehingga layak diberikan pada
penderita yang gemuk. Metformin menurunkan nilai HbA1c sekitar 1,5 sampai 2, gula darah puasa 60 mgdl sampai 80mgdl. Metformin juga dapat
menurunkan kadar trigliserida dan LDL kolesterol sekitar 8 sampai 15 dan juga dapat meningkatkan HDL kolesterol hingga 2, sehingga dalam hal ini
metformin telah terbukti mengurangi terjadinya komplikasi makrovaskuler Brunton dan Parker, 2008; Dipiro, et al., 2008; Tjay dan Rahardja, 2007.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, kadang-kadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat. Metformin dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, riwayat asidosis laktat, gagal jantung yang memerlukan terapi obat atau pasien dengan kecenderungan
hipoksemia Brunton dan Parker, 2008; Dipiro, et al., 2008; Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
Universitas Sumatera Utara
18 4.
Tiazolidindion Tiazolidindion adalah agonis untuk peroxisome proliferator–activated
receptor γ PPAR γ. PPAR γ mengaktifkan gen insulin-responsif yang mengatur
metabolisme karbohidrat dan lemak. Tiazolidindion bekerja dengan mengikat pada PPAR-
γ, yang terutama ada pada sel lemak dan sel vaskular. Tiazolidindion secara tidak langsung meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, hati dan
jaringan lemak. Kerja farmakologisnya luas berupa penurunan kadar glukosa dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan
hati. Akibatnya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Efek lainnya antara lain dapat menurunkan kadartrigliserida,asam lemak bebas
dan mengurangi glukoneogenesis dalam hati.Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah rosiglitazone dan pioglitazone Brunton dan Parker, 2008;
Dipiro, et al., 2008. 5.
Penghambat Alfa Glukosidase Obat ini secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase
maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase yang terdapat pada “brush border” dipermukaan membran usus halus, menunda pemecahan sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah akarbose dan miglitol. Efeknya adalah menurunkan kadar gula darah sesudah makan.
Penghambat alfa glukosidase dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien usia lanjut atau pada pasien dengan didominasi hiperglikemia postprandial. Obat
ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan antidiabetik oral lainnya danatau insulin. Obat ini harus diberikan diawal saat makan. Sebagai monoterapi
obat-obat ini tidak menyebabkan hipoglikemia, tetapi ketika digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
19 bentuk kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin hipoglikemia dapat terjadi.
Efek samping utamanya adalah kembung, diare dan kram abdomen. Pasien yang mengalami penyakit usus inflamasi inflammatory bowel disease , ulserasi kolon
atau obstruksi usus tidak boleh menggunakan obat ini Brunton dan Parker, 2008; Dipiro, et al., 2008; Finkel, dkk., 2009.
6. DPP-IV inhibitors Dipeptidyl Peptidase IV inhibitors
Dipeptidyl peptidase IV DPP-4 merupakan enzim yang terdapat di dalam tubuh yang akan menurunkan aktivitas jenis hormon inkretin utama di dalam
tubuh yaitu glucagon-like peptide-1
GLP-1 dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide GIP. Hormon inkretin berperan dalam meningkatkan
insulin endogen dalam menanggapi beban glukosa yang tinggi, yaitu post- prandial. Selain itu juga dapat mengurangi jumlah glukosa yang diproduksi oleh
hati ketika kadar glukosa cukup tinggi. Dengan memblokir DPP-4, obat golongan ini memperpanjang aktivitas inkretin dan menghambat pelepasan glukagon.
Dengan demikian dapat menyebabkan penurunan glukosa darah dan peningkatan sekresi insulin. Contoh DPP-4 inhibitors adalah sitagliptin dan vildagliptin Tjay
dan Rahardja, 2007; Walker dan Whittlesea, 2012. b
Terapi insulin Insulin merupakan hormon polipeptida dengan berat molekul 5808 untuk
insulin manusia, yang terdiri dari 51 asam amino yang tersusun dalam 2 rantai, yakni rantai A terdiri dari 21 sam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat gugus disulfida antara asam amino
ke-6 dan ke-11 pada rantai A Guyton, 1992; Gunawan, 2009.
Universitas Sumatera Utara
20 Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe I, sel- sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak
lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat
di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30 ternyata memerlukan
terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
Insulin diperlukan pada penderita diabetes mellitus dengan kriteria berikut: 1.
Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-
sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada.
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin
apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke. 4.
DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik.
6. Pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
Universitas Sumatera Utara
21 glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika
terjadi peningkatan kebutuhan insulin. 8.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. 9.
Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
Beberapa sediaan insulin tersedia di pasaran yang berbeda dalam hal awal kerja onset dan lama kerjanya duration.Sebagaimana diuraikan sebagai
berikut: 1.
Insulin yang bekerja-cepat rapid-acting Tiga analog insulin injeksi yang bekerja-cepat: insulin lispro, insulin aspart,
dan insulin glusin, dan satu bentuk inhalasi insulin yang bekerja cepat, yaitu human insulin recombiant, kini tersedia dipasaran. Awal kerja insulin ini 15-
30 menit dengan puncak kerjanya 1-2 jam setelah disuntikkan dan lama kerjanya 5-6 jam.
2. Insulin yang bekerja-singkat short-acting
Contohnya insulin reguler kristal zink insulin efeknya tampak dalam waktu 30 menit dan mencapai puncak kerja 2-3 jam setelah disuntikkan melalui
subkutan dan biasanya berlangsung selama 6-8 jam. 3.
Insulin dengan masa kerja sedang intermediate-acting Awal kerja insulin ini 2-4 jam dan mencapai puncak kerja 4-6 jam setelah
disuntikkan dengan lama kerjanya 14-18 jam. Contohnya NPH Neutral Protamine Hagedorn dan Insulin lente.
Universitas Sumatera Utara
22 4.
Insulin dengan masa kerja lama long-acting Terdapat 2 analog insulin yang bekerja lama, yaitu: insulin glargin dan insulin
detemir. Insulin glargin adalah analog insulin larut dengan masa kerja yang sangat lama ultra-long-acting dan “tidak berpuncak” yaitu, memiliki
plateau konsentrasi plasma yang lebar. Awal kerja insulin ini 4-5 jam setelah disuntik dengan lama kerjanya 24 jam. Insulin detemir memiliki awal kerja 2
jam dan puncak kerjanya 6-9 jam setelah disuntikkan dengan lama kerjanya 24 jam Dipiro, et al., 2008.
2.2 Drug Related Problems