Identifikasi Drug Related Problems

42 Pada penelitian ini diperoleh pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa komplikasi yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3Kategori pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa komplikasi yang diperoleh dalam penelitian ini yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 No DM Tipe 2 Jumlah Pasien Jumlah yang Teridentifikasi DRPs Dengan Komplikasi Tanpa Komplikasi 1 DM Tipe 2 7 18 4 10 2 Ulkus Diabetikum 6 15 2 5 3 CKD Diabetes Nefropati 6 15 1 3 4 Ulkus Diabetikum + Hipertensi 5 13 5 Hipertensi 5 13 2 5 6 Congestive Heart Failure CHF 5 13 2 5 7 Diabetes Neuropati 2 5 1 3 8 Hipertensi + Diabetes Nefropati+ CHF 2 5 1 3 9 Diabetes Retinopati 1 3 Total 39 100 13 33

4.2 Identifikasi Drug Related Problems

Hasil identifikasi masing-masing DRPs dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 DRPs pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik pada bulan Agustus sampai Desember 2014 No Kategori DRPs DRP + DRP - Total Jumlah Jumlah Jumlah 1 Indikasi tanpa obat 5 13 34 87 39 100 2 Obat tanpa indikasi 3 8 36 92 39 100 3 Interaksi obat 7 18 32 82 39 100 Keterangan:DRPs +: terjadiDRPs DRPs - : tidak terjadi DRPs Pada Tabel 4.4 dapat diketahui kategori DRPs yang terjadi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik adalah indikasi tanpa obat terjadi pada 5 pasien 13, obat tanpa indikasi terjadi pada 3 pasien 8 dan interaksi obat yang terjadi pada 7 pasien 18. Dalam hal ini terdapat 2 Universitas Sumatera Utara 43 pasien yang mengalami 2 kategori DRPs, sehingga jumlah seluruh pasien yang mengalami DRPs adalah 13 pasien 33 dari 39 pasien. Gambaran DRPs yang terjadi pada pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa komplikasi yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Gambaran Kejadian DRPs pada pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa komplikasi di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 DM tipe 2 dengan atau tanpa komplikasi Jumlah pasien Kategori DRPs Mekanisme Solusi Indikasi tanpa obat Obat tanpa indikasi Interaksi obat DM tipe 2 tanpa komplikasi 1 Antidiabetik KGD 358 mgdLtetapi tidak mendapatkan terapi. Apabila KGD pasien di atas normal, pasien harus mendapatkan terapi. DM tipe 2 + Congestive Heart Failure CHF 1 Antidiabetik Kondisi: KGD pasien di atas normal, yaitu: KGDs: 280.50 mgdL, dan KGDs: 353 mgdL tetapi tidak mendapatkan terapi. Apabila KGD pasien di atas normal, pasien harus mendapatkan terapi. DM tipe 2 + Diabetes Neuropati 1 Antidiabetik Kondisi: KGD pasien di atas normal, yaitu: KGD 230 mgdL tetapi tidak mendapatkan terapi. Apabila KGD pasien di atas normal, pasien harus mendapatkan terapi. DM tipe 2 tanpa komplikasi 1 Antidiabetik Kondisi: KGD pasien di atas normal, yaitu: 1 KGDs: 281.90 mgdL dan KGDp2jpp: 209 420 mgdL Metronidazol dan Paracetamol Efek: metronidasol meningkatkan efek paracetamol. Farmakok inetika 1. Apabila KGD pasien di atas normal, pasien harus mendapatkan terapi. 2. Penyesuaian dosis atau mengatur waktu pemberian. Universitas Sumatera Utara 44 DM tipe 2 + Hipertensi 1 Antidiabetik Kondisi: KGD pasien di atas normal, yaitu: KGDp 2jpp: 175 mgdL 297 mgdL, HbA1c: 10,1 dan KGDp: 275 mgdL tetapi tidak mendapatkan terapi. Kaptopril dan Insulin Menyebabkan hipoglikemi. Kondisi: KGD 138 mgdL menjadi 30 mgdL. Farmako dinamika 1. Apabila KGD pasien di atas normal, pasien harus mendapatkan terapi. 2. Monitoring KGD pasien serta memperhatikan gejala - gejala hipoglikemia dan pengaturan dosis obat serta mengatur waktu pemberian obat agar tidak terjadi interaksi. DM tipe 2 tanpa komplikasi 1 Paracetamol Kondisi: pasien tidak mengalami demam maupun nyeri tetapi diberi paracetamol. Paracetamol diberikan seperlunya. DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum 1 Antidiabetik insulin kondisi: pasien memiliki KGD 69 mgdL tetapi diberi insulin sehingga KGD menjadi 55 mgdL. Apabila KGD pasien di bawah normal, tidak perlu diberikan antidiabetik. DM tipe 2 + CKD Diabetes Nefropati 1 Paracetamol Kondisi: pasien tidak mengalami demam maupun nyeri tetapi diberi paracetamol. Paracetamol diberikan seperlunya. DM tipe 2 tanpa komplikasi 1 Furosemida dan Insulin Menyebabkan efektifitas insulin menurun. Kondisi: KGDp2jpp: 122 221 mgdL menjadi 135 271 mgdL. Tidak diketahui Monitoring KGD secara rutin dan bila KGD meningkat dengan dosis penggunaan insulin yang biasanya maka dosis insulin ditingkatkan. Universitas Sumatera Utara 45 DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum 1 Siprofloksasin dan Sukralfat Efek: mengganggu penyerapan siprofloksasin dan mengurangi efektivitasnya. Farmakok inetika Siprofloksasin harus diberikan 2 jam sebelum atau 6 jam setelah pemberian sukralfat. DM tipe 2 + Hipertensi 1 Metilprednisol on dan amlodipin. Efek: metilpredniso lon menurunkan efektivitas amlodipin. Farmakok inetika Penyesuaian dosis atau mengatur waktu pemeberian obat agar tidak terjadi interaksi. DM tipe 2 + Diabetes Neuropati + Congestive Heart Failure CHF 1 Furosemida dan Insulin Menyebabkan efektifitas insulin menurun. Kondisi: KGDp2jpp: 136 267 mgdL menjadi 191 274 mgdL. Tidak diketahui Monitoring KGD secara rutin dan bila KGD meningkat dengan dosis penggunaan insulin yang biasanya maka dosis insulin ditingkatkan. DM tipe 2 + Congestive Heart Failure CHF 1 Furosemida dan Bisoprolol Menyebabkan hipotensi dan penurunan detak jantung. kondisi: TD:14080 mmHg menjadi 8060 mmHg dan HR: 80xi menjadi 60xi. Farmako dinamika Mengatur dosis obat yang diberikan, mengatur waktu pemberian obat atau butuh pemeriksaan tekanan darah lebih sering. Keterangan = KGD: Kadar gula darah TD: tekanan darah KGDs: kadar gula darah sewaktu HR: Heart rate KGD2jpp: kadar gula darah 2 jam post prandial KGDp: kadar gula darah puasa

4.2.1 Indikasi tanpa obat

Kejadian tidak mendapatkan terapi obat sesuai indikasi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 terjadi pada 5 pasien yaitu pada keadaan pasien yang menderita DM tetapi tidak mendapatkan terapi. Universitas Sumatera Utara 46 Menurut American Diabetes Association ADA kriteria diagnosis DM adalah HbA1C: ≥6,5 mgdL, KGDp ≥126 mgdL, dan KGD 2jpp ≥200 mgdL sementara target KGD adalah KGDp80-130 mgdL dan KGD 2jpp ≤ 180 mgdL. Menurut Soegondo 1995 kriteria pengendalian DM adalah KGDp baik: 80-109 mgdL, sedang: 110-125 mgdL, buruk: 126 mgdL; KGD 2jpp baik: 110-114 mgdL, sedang:145-175 mgdL, buruk: ≥ 180 mgdL, dan berdasarkanclinical pathway RSUP H. Adam Malik KGDp yang diharapkan adalah 80-120 mgdL dan KGD 2jpp adalah 200 mgdL. Berdasarkan hasil pemeriksaan KGD, pasien memiliki KGDp dan KGD 2jpp diatas normal tetapi tidak mendapatkan terapi. Dengan demikian apabila KGD pasien di atas normal pasien harus mendapatkan terapi.

4.2.2 Obat tanpa indikasi

Drug related problems kategori obat tanpa indikasi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Obat tanpa indikasi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 No Peneyebab Obat Jumlah Pasien Persentase 1 Penggunaan obat tidak sesuai dengan kondisi pasien 1. Paracetamol Kondisi: pasien tidak mengalami demam dan nyeri tetapi diberi paracetamol. 2. Insulin Kondisi: pasien memiliki KGD 69 mgdL tetapi diberi insulin sehingga KGD menjadi 55 mgdL. 2 1 67 33 Total 3 100 Berdasarkan Tabel 4.6dapat diketahui mendapatkan terapi obat yang tidak perlu terjadi pada 3 pasien dari penelitian yang dilakukan periode bulan Agustus Universitas Sumatera Utara 47 sampai Desember 2014, yakni mendapatkan terapi paracetamol terjadi pada 2 pasien 67dan insulinterjadi pada 1 pasien 33. Pada penelitian ini ditemukan pasien mendapatkan terapi paracetamol tetapi pasien tidak mengalami demam maupun nyeri. Paracetamol merupakan obat bebas yang banyak digunakan sebagai analgesik-antipiretik, walaupun demikian pengguanaan paracetamol dapat memberikan efek hepatotoksisitas, sehingga sebaiknya paracetamol diberikan seperlunya sajaGunawan, 2007. Pada penelitian ini ditemukan jugapasien yang memiliki KGD dibawah normal yakni 69 mgdl tetapi mendapatkan terapi insulin sehingga terjadi hipoglikemia KGD: 55 mgdl, sementara menurut ADA target KGD adalah KGDp 80-130 mgdL dan KGD 2jpp ≤ 180 mgdL dan berdasarkan clinical pathway RSUP H. Adam Malik target KGDp: 70–120 mgdL dan KGD 2jpp ≤ 200 mgdL. Dengan demikian ketika KGDdi bawah normal pasien tidak perludiberi insulin.

4.2.3 Interaksi Obat

Drug related problems kategori interaksi obat yang terjadi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.7. Universitas Sumatera Utara 48 Tabel 4.7 Interaksi obat pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik periode bulan Agustus sampai Desember 2014 No Penyebab Obat Jumlah Pasien interaksi obat 1 Interaksi obat 1 Insulin dan Furosemida 2 Insulin dan Kaptopril 3 Furosemida dan Bisoprolol 4 Siprofloksasin dan Sukralfat 5 Metilprednisolon dan Amlodipin 6 Metronidazol dan Paracetamol 2 1 1 1 1 1 29 14 14 14 14 14 Total 7 100 Pada Tabel 4.7 dapat diketahui interaksi obat terjadi pada 7 pasien dari penelitian yang dilakukan periode bulan Agustus sampai Desember 2014 dan dapat diketahui interaksi obat yang terjadi adalah interaksi antara insulin dan furosemida yakni pada 2 pasien 29, interaksi antara insulin dan kaptopril terjadi pada 1 pasien 14, interaksi antara furosemidadan bisoprolol terjadi pada 1 pasien 14, interaksi antara siprofloksasin dan sukralfat pada 1 pasien 14, interaksi antara metilprednisolon dan amlodipin pada 1 pasien 14 dan interaksi antara metronidazol dan paracetamol pada 1 pasien 14. Mekanisme interaksi obat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu interaksi farmasetik, interaksi farmakokinetik, dan interaksi farmakodinamik. Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh sebelum obat diberikan antara obat yang tidak dapat dicampur inkompatibel. Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi ADME dari obat lainnya. Sedangkan interaksi farmakodinamik terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir samaBaxter, 2008; Gitawati, 2008. Universitas Sumatera Utara 49 Tingkat keparahan interaksi sangat penting dalam menilai risiko vs manfaat terapi alternatif. Dengan penyesuaian dosis yang tepat atau modifikasi jadwal penggunaan obat, efek negatif dari kebanyakan interaksi dapat dihindari. Tiga tingkat keparahan didefinisikan sebagai: a. Minor, efek yang terjadi tidak signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan. Meminimalkan resiko: menilai risiko dan mempertimbangkan obat alternatif, mengambil langkah-langkah untuk mengindari risiko interaksi danatau membentuk rencana pemantauan. b. Moderate, efek yang terjadi cukup signifikan secara klinis, dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan, rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah sakit mungkin diperlukan. Biasanya menghindari kombinasi atau menggunakan hanya dalam keadaan khusus. c. Mayor, efek yang terjadi sangat signifikan secara klinis, terdapat probabilitas yang tinggi, berpotensi mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Risiko interaksi melebihi manfaat. Hindari kombinasi. Drug.com, 2015. 1. Insulindan Furosemida No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat Keparahan 1 Insulin dan Furosemida Tidak diketahui Moderate Pada penelitian ini, dapat diketahui interaksi obat antara insulin dan furosemida terjadi pada 2 pasien 29. Interaksi antara insulin dan furosemida dapat menurunkan efektivitas insulin. Hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan KGD pasien pada saat penggunaan furosemida bersamaan dengan insulin tidak terjadi penurunan kadar gula darah pasien. Universitas Sumatera Utara 50 Furosemida merupakan salah satu obat golongan diuretik loop yang biasa digunakan untuk gangguan kardiovaskular, seperti hipertensi dan udem. Diuretik digunakan sebagai terapi lini kedua pada hipertensi dengan penyakit DM yang dikombinasikan dengan Angiotensin Converting Enziminhibitor ACE inhibitor atau Angiotensin II Reseptor Blocker ARB. Selain itu, furosemida sering digunakan untuk udem yang sering terjadi pada pasien ginjal ataupun hipertensi. Hal ini dikarenakan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan didalam tubuh melalui urin. Pengeluaran cairan meningkat disebabkan karena penghambatan reabropsi Na dan air di ginjal Dipiro, et al., 2008. Mekanisme interaksi antara insulin dan furosemida belum diketahui secara pasti, namun literatur menyatakan efek samping dari diuretik loop adalah hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi karena diuretik dapat menyebabkan toleransi glukosa. Hal inilah yang mungkin menyebabkan interaksi antara furosemida dengan insulin sehingga perlu dilakukan monitoring kadar glukosa dalam darah secara rutin dan bila kadar glukosa darah meningkat dengan dosis penggunaan insulin yang biasanya, maka peningkatan dosis insulin diperlukan Baxter, 2008; Hansten, 1973; Drug.com, 2015. 2. Insulin dan Kaptopril No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat Keparahan 1 Insulin dan Kaptopril Farmakodinamika Moderate Kaptopril adalah obat golongan angiotensin converting enziminhibitorACE inhibitoryang merupakan obat pilihan pertama dalam pengobatan hipertensi pada pasien DM dikarenakan efektivitas ACE inhibitor yang dapat melindungi ginjal dengan dilatasi arteriol eferen sehingga akan mengurangi resiko terjadinya nefropati diabetik. ACE inhibitormenghambat Universitas Sumatera Utara 51 perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin II merupakan vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron. ACE inhibitor juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, selain itu ACE inhibitor juga memiliki efek terhadap penurunan kadar gula darah dengan meningkatkan sensitivitas insulin Dipiro, et al., 2008. Penggunaan kaptopril bersama dengan insulin dapat terjadi interaksi yang bersifat sinergis sehingga berpotensi menyababkan hipoglikemia. Pada penelitian ini interaksi antara insulin dan kaptopril terjadi pada 1 pasien 14, hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan KGD pasien yang menunjukkkan terjadinya hipoglikemia, yakni KGDp awal 138 mgdLmenjadi 30 mgdL. Dengan demikian, dalam hal ini perlu monitoring kadar gula darah pasien serta memperhatikan gejala2 hipoglikemia seperti: pusing, mengantuk, mual, lapar, tremor, gelisah, lemah, detak jantung cepat dan pengaturan dosis obat yang diberikan serta mengatur waktu pemberian obat agar tidak terjadi interaksi obat Baxter, 2008; Dipiro, et al., 2008; Drug.com, 2015. 3. Furosemidadan Bisoprolol No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat Keparahan 1 Furosemida dan Bisoprolol Farmakodinamika Moderate Bisoprol ol merupakan obat golongan β-bloker kardioselektif yang menghambat reseptor β-1 pada jantung dan ginjal. Perangsangan reseptor β-1 menaikkan denyut jantung, kontraktilitas, dan pelepasan renin. Bisoprolol dapat menurunkan denyut jantung, kontraksi dan menurunkan pelepasan renin.Renin merupakan enzim yang diproduksi oleh sel juxtalomedular ginjal yang berperan Universitas Sumatera Utara 52 dalam lintasan metabolisme sistem RAA Renin-Angiotensin-Aldosteron yang mengendalikan tekanan darah dan kadar air dalam tubuh. Dipiro, et al., 2008. Furosemidamerupakan obat golongan diuretik loop yang diindikasikan untuk mengobati udem dan hipertensi. Hal ini dikarenakan furosemida bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan didalam tubuh melalui urin.Interaksi yang terjadi antara furosemida dan bisoprolol adalah bisoprolol meningkatkan kadar serum kalium dan furosemida menurunkan kadar serum kalium yang dapat menyebabkan hipotensi dan memperlambat detak jantung. Pada penenitian ini ditemukan interaksi antara furosemida dan bisoprolol terjadi pada 1 pasien 14, hal ini dapat dilihat dari hasil pemerikasaan tekanan darah TD dan Heart rate HR yang menunjukkan terjadinya hipotensi yakni TD dari 14080 mmHg menjadi 8060 mmHg dan penurunan HR dari 80xi menjadi 60xi. Dengan demikian, dalam hal ini perlu pengaturan dosis obat yang diberikan, mengatur waktu pemberian obat atau butuh pemeriksaan tekanan darah lebih sering Drug.com, 2015; Dipiro, et al., 2008. 4. Siprofloksasin dan Sukralfat No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat Keparahan 1 Siprofloksasin dan Sukralfat Farmakokinetika pada fase absorbsi Moderate Siprofloksasin adalah antibiotik golongan fluorokuinolon yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat dua tipe enzim II topoisomerase yaitu DNA Gyrase dan topoisomerase IV. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling pilinan positif yang berlebihan pada waktu transkripsi dalam proses Universitas Sumatera Utara 53 replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA bakteri selesai. Antibakteri ini digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih ISK, saluran cerna, saluran nafas, tulang dan sendi, kulit dan jaringan lunak, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual uretritis dan servisitis gonorea Gunawan, 2009. Sukralfat merupakan salah satu obat gastrointestinal. Dalam hal ini sukralfat dapat membentuk kompleks protein pada permukaan tukak yang melindunginya terhadap HCl, pepsin dan empedu. Kompleks ini dapat bertahan kurang lebih 6 jam di sekitar tukak, selain itu juga dapat menetralkan asam, menahan kerja pepsin dan mengadsorpsi asam empedu. Penggunaan sukralfat bersamaan dengan siprofloksasin dapat mengurangi penyerapan siprofloksasin di saluran cerna sehingga akan mengurangi efektivitasnya. Pada penelitian ini interaksi antara sukralfat dan siprofloksasin terjadi pada 1 pasien 14. Dengan demikian untuk menghindari terjadinya interaksi, siprofloksasin harus diberikan 2 jam sebelum atau 6 jam setelah pemberian sukralfat Dipiro, et al., 2008; Drug.com, 2015; Medscape, 2015; Tatro, 2003. 5. Metilprednisolon dan Amlodipin No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat Keparahan 1 Metilprednisolon dan Amlodipin Farmakokinetika fase metabolisme Moderate Pada penelitian ini interaksi antara metilprenisolon dan amlodipin terjadi pada 1 pasien 14. Metilprednisolon adalah kortikosteroid yang berkerja dengan menekan pembentukan, pelepasan dan aktivitas mediator peradangan termasuk prostaglandin, kinins, histamin, enzim liposomal dan sistem komplemen, juga memodifikasi respon kekebalan tubuh. Amlodipin merupakan Universitas Sumatera Utara 54 antihipertensi golongan penghambat kanal kalsium. Kalsium merupakan elemen bagi pembentukan tulang dan fungsi otot kerangka dan otot polos jantungdinding ateriole, untuk kontraksi semua otot diperlukan ion kalsium intrasel bebas. Kadar ion kalsium diluar sel beberapa ribu kali lebih besar daripada di dalam sel. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat rangsangan akan terjadi depolarisasi membran sel, yang menjadi permeabel bagi ion kalsium sehingga banyak ion kalsium yang melintasi membran dan masuk kedalam sel. Dalam hal ini, pada kadar kalsium intrasel tertentu sel mulai berkontraksi, otot jantung dan arteriole menciut konstriksi. Amlodipin akan menghambat pemasukan ion kalsium ekstrasel ke dalam sel dan dengan demikian dapat mengurangi penyaluran impuls dan kontraksi myocard serta dinding pembuluh darah.Obat ini dimetabolisme di hati oleh CYP3A4. Penggunaan metilprednisolon bersamaan dengan amlodipin akan menurunkan efek amlodipin dengan mempengaruhi metabolisme CYP3A4.Dalam hal ini metilprednisolon menginduksi isoenzim ini sehingga menurunkan efek amlodipin. Dengan demikan perlu penyesuaian dosis, pemantauan atau mengatur waktu pemberian sehingga tidak terjadi interaksi Dipiro, et al., 2008; Drug.com, 2015; Medscape, 2015; Tjay, 2007. 6. Metronidazol dan Paracetamol No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat Keparahan 1 Metronidazol dan Paracetamol Farmakokinetika fase metabolisme Minor Pada penelitian ini interaksi antara metronidazol dan paracetamol terjadi pada 1 pasien 14. Metronidazol adalah antibiotika yang bekerja dengan memasuki sel bakteri atau protozoa dan mengganggu sintesis DNA dan mengakibatkan kematian sel. Indikasi obat ini adalah pengobatan infeksi serius Universitas Sumatera Utara 55 yang disebabkan oleh bakteri anaerob, profilaksis infeksi pasca operasi pada pasien yang menjalani operasi kolorektal, pengobatan amebiasis, pengobatan trikomoniasis, vaginosis bakteri. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitivitas terhadap derivati Nitroimidazole, trimester pertama kehamilan pada pasien dengan trikomoniasis Medscape, 2015; Tatro, 2003. Paracetamol merupakan obat golongan analgesik-antipiretik, bekerja dengan menghambat prostaglandin di Central nervous system CNS, menurunkan demam melalui tindakan langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus. Parasetamol dimetabolisme dihati oleh CYP2E1.Penggunaan paracetamol bersamaan metronidazole akan meningkatkan efek paracetamol dengan mempengaruhi metabolisme CYP2E1, dalam hal ini metronidazol menghambat isoenzim ini sehingga metronidazol meningkatkan efek paracetamol. Dengan demikan perlu penyesuaian dosis atau mengatur waktu pemberian sehingga tidak terjadi interaksi Medscape, 2015.

4.3 Data Kualitas Hidup

Dokumen yang terkait

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Langsa Tahun 2011

4 87 60

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

1 9 19

Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

0 0 2

Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

0 2 6

Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

0 2 20

Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

1 4 4

Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

0 14 38

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Hipertensi dan Diabetes Retinopati di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

0 0 8

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Hipertensi dan Diabetes Retinopati di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

0 0 15