Soedarto, Suatu Dilema dalam Sistem Pidana Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro,Semarang, 21
Desember 1974 S.R.Sianturi, Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya.
Jakarta:Penerbit Alumni AHAEM-PETEHAEM,19986. Samil, Ratna suprapti, Kode Ertik Kedokteran Indonesia, Jakarta: fakultas
kedokteran universitas Indonesia,1980. Tongat,
dasar-dasar Hukum
Pidana Indonesia
Dalam Perspektif
Pembaharuan malang : UMM Press, 2009 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta: PT Rineka Cipta,2008.
Wila chandarawila,supriadi, Hukum kedokteran, Bandung; penerbit Bandar maju 2001
W.J. van der Muelen SJ, Ilmu sejarah dan filsafat, Yogyakarta: kanisius,1987
Wirjono Prodjodikoro, asas-asas Hukum pidana Indonesia, Bandung ;PT Eresco,1989
Yusti probowati Rahayu, dibalik putusan hakim, sidoarjo:CV. Citramedia,2005
Y.A. Triana Ohoiwutun,SH,, Bunga rampai hukum kedokteran, tinjauan dari berbagai
peraturan perundangan dan UU Praktik Kedokteran, malang :
bayumedia publishing, 2007 Zubir Haini, kejahatan terhadap jiwa manusia,tulisan pada pidana islam di
Indonesia peluang, prospek dan tantangan,pustaka firdaus,cetakan
pertama,Jakarta 2001
B. SKRIPSI JURNAL MAKALAH :
Erwan Adi Priono. 2012, Perbandingan Pengaturan Euthanasia Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP Dengan Rancangan Undang-undang
Kitab Undang-undang Hukum Pidana RUU KUHP Indonsia, Surakarta : Unuversitas Sebelas Maret.
Haryadi, S.H ., “masalah euthanasia dalam hubungannya dengan HAM”, hal
122.
Universitas Sumatera Utara
Lilik Purwastuti Yudhaningsih, Tinjauan Yuurudis Euthanasia Dilihat dari Aspek Hukum Pidana,2015.
Mokh. Khoirul Huda. Transaksi Terapeutik sebagai dasar hubungan hukum dokter dan pasien. Dalamperspektif hukum, Vol.3,November 2003, Hal 1
Ni Made Puspasutari Ujianti et.al, “Perlindungan Hak Cipta dalam Perspektif
Hak Asasi manusia” Jurnal Ker-tha Wicaksana,Vol. 19 No. 1 Januari 2013, Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Warmadewa 2013, hlm. 4
Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan
Kaitannya Dengan Hukum Pidana Lex Jurnalica Ilmu Hukum Vol 1, No 2 2004 Publisher: Lex Jurnalica Ilmu Hukum
Suwarto ,”euthanasia dan perkembangannya dalam KUHP” Vol 27 No2,
oktober 2009. Hal 169.
C. PERUNDANG-UNDANGAN :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
RUU KUHP beserta penjelasannya. Lampiran II Naskah Rancangan KUHP Buku II TAHUN 1992.
Lampiran II Naskah Rancangan KUHP Buku II TAHUN 2000 Lampiran II Naskah Rancangan KUHP Buku II TAHUN 2005
Lampiran II Naskah Rancangan KUHP Buku II TAHUN 2012 Kode Etik Kedokteran Indonesia-Lampiran III Declaration of Genewa Oleh
panitia redaksi musyawarah kerja susila kedokteran nasional, Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta,1969.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 749aMENKESPERPERIX1989 Tentang rekam medis.
Tercantum dalam Lampiran SK PB IDI No.23 1PBA.40790.
D. WEBSITE :
Wikipedia Indonesia“Euthanasia”,diakses dari situs https:id.wikipedia.orgwikiEutanasia, diakses pada tanggal 5 juli 2006, jam
23:31
http:www.hukumonline.compusatdatadownloadfileparent21310 diakses
pada tanggal 30 agustus 2016, jam 19:25
Nina Surteritna dan Rachmat Taufiq Hidayat, Euthanasia untuk Penderita HIVAIDS, diakses dari situs : httpwww.pikiran-rakyat.com
Universitas Sumatera Utara
65
BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA EUTHANASIA DALAM HUKUM
POSITIF DAN RANCANGAN KUHP INDONESIA.
A. Euthanasia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Membahas Euthanasia dalam KUHP Indonesia, maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah apa yang terdapat dalam KUHP
Indonesia, khususnya pasal-pasal yang khusus membicarakan masalah kejahatan yang menyangkut jiwa manusia. Yang paling mendekati dengan masalah tersebut
adalah peraturan hukum yang terdapat dalam buku ke-2, Bab XIX pasal 344 KUHP.
Didalam pasal 344 KUHP, disebutkan bahwa: “barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Unsur-unsur Pasal 344 KUHP sebagaimana tersebut diatas adalah:
108
1. Barang Siapa
Unsur ini menunjuk pada subjek. Dan dalam hal ini, pelaku tindak pidana adalah manusia sebagai individu yang memenuhi syarat sebagai
subjek hukum. 2.
Merampas Nyawa Orang Lain
108
Nur Hayati ,Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana Lex Jurnalica Ilmu Hukum Vol 1, No 2 2004 Publisher: Lex Jurnalica Ilmu
Hukum
Universitas Sumatera Utara
Unsur ini menunjuk pada perbuatan pidana yang dilakukan, yaitu menghilangkan jiwa orang lain. Untuk terpenuhinya unsur ini harus
terdapat jiwa sesorang yang hilang. Dalam hal ini, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku harus mengakibatkan kematian seseorang.
3. Atas permintaan orang itu sendiri
Unsur ini menunjukkan adanya syarat tambahan untuk terjadinya delik. Dalam hal ini, harus terdapat keinginan mati dari korban.
Keinginan tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah permintaan kepada pelaku menghilangkan nyawa korban. Jadi untuk memenuhi
unsur ini, korban harus meminta kepada pelaku untuk menghilangkan nyawa.
4. Yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati.
Permintaan korban untuk mati harus disebutkan dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh. Untuk memenuhi unsur ini. Korban harus
mengungkapkan dengan jelas dan sungguh-sunguh keinginannya untuk mati. Pengungkapan tersebut tidak dapat dilakukan dengan isyarat
apapun melalui orang lain. Dari bunyi pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak
diperbolehkan melakukan pembunuhan terhadap orang lain, walaupun pembunuhan itu dilakukan dengan alasan atas permintaan si korban sendiri.
Tindakan memperpendek kehidupan yang dilakukan atas permintaan yang bersangkutan sendiri atau atas permintaan, dapat dihukum dengan hukuman
penjara sekalipun bahwa dapat diajukan dasar-dasar penghapusan hukuman.
Universitas Sumatera Utara
Apa yang sangat dikhawatirkan disni terlihat dengan jelas, bahwa orang-orang dapat nyata-nyata saling membunuh dengan berbagai macam-macam kedok, oleh
karena itu walaupun dengan secara sadar melakukan permintaan pengakhiran kehidupan orang atas permintan orang tersebut tetap dihukum.
109
Dalam pasal diatas, kalimat “permintaan sendiri yang dinyatakan dengan
kesungguhan hati” haruslah mendapatkan suatu perhatian , karena unsur inilah yang akan menentukan apakah orang yang melakukan dapat dipidana berdasarkan
pasal 344 KUHP atau tidak. Agar unsur ini tidak disalahgunakan, maka dalam menentukan benar atau tidaknya seseorang telah melakukan pembunuhan. Unsur
permintaan yang tegas unitdrukkelijk, dan unsur sungguh ernstig, harus dapat dibuktikan baik dengan adanya saksi ataupun oleh alat-alat bukti yang lainnya,
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 295 HIR sebagai berikut ;
110
Sebagai upaya bukti menurut undang-undang,hanya diakui ; 1.
Kesaksian-kesaksian 2.
Surat-surat 3.
Pengakuan 4.
Isyarat-isyarat. Dalam Euthanasia, dimana hukum positif Indonesia belum mengaturnya
secara eksplisit maka diperlukan penemuan hukum, yang akan memandu penyelesaian masalah pelanggaran hukumnya.
109
Tengker,Kematian Yang Digandrungi,Op.Cit, Hal 152.
110
Karjadi M, Reglement Indonesia Yang Dibaharui, s-1941 no.44, Plitea Bogor 1975, Hal 84.
Universitas Sumatera Utara
Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa terdiri dari kejahatan terhadap tubuh atau penganiyayaan yaitu mulai dari pasal 351 sampai dengan pasal 361, dan
kejahatan terhadap nyawa atau pembunuhan, mulai pasal 338 sampai dengan pasal 350. Dalam hal Euthanasia, dapat terjadi pelakunya diancam dengan pasal
338 tentang pembunuhan, pasal 340 tentang pembunuhan berencana, pasal 344 tentang pembunuhan yang dilakukan karena permintaan sikorban dan pasal 345
tentang bantuan bunuh diri. KUHP tidak menyebut sama sekali tentang istilah Euthanasia.
111
Ditinjau dari sisi hukum, kasus Euthanasia dapat dianggap suatu pembunuhan. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; seseorang dapat
dipidana atau dihukum apabila ia menghilangakan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kekurang hati-hatiannya. Ketentuan pelanggaran pidana
yang berkaitan langsung dengan Euthanasia Aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.
112
Jadi apabila kita perhatikan pasal 344 KUHP tersebut diatas, agar seseorang dapat dikatakan telah memenuhi pasal tersebut, maka public
prosecutor penuntut umunjaksa harus dapat membuktikan adanya unsur “permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati”.
113
Bagaimana jika yang bersangkutan tidak mampu lagi berkomunikasi dalam bentuk dan cara apapun, sehingga tidak dapat menyatakan dengan
kesungguhan hati? Karena kita tahu dalam masalah Euthanasia ini biasanya pasien dalam keadaan mati tidak, hidup pun tidak In a persistent vegetative
111
Sutarno,Op.cit.Hal 73.
112
Ibid.
113
Djoko Prakoso,Op.Cit,Hal 72.
Universitas Sumatera Utara
state. Sebagai contoh yang popular, adalah yang terjadi di Amerika Serikat, yaitu kasus Kaaren ann Quinlan, yang telah berada dalam suatu
“persistent vegetative state”. Dalam hal demikian ini apakah seorang dokter dapat dituntut
berdasarkan pasal 344 KUHP ? Kalau dilihat dari perumusan pasal itu, baik dalam konteks penafsiran yang dikenal dalam dunia ilmu hukum, maupun dalam bentuk
penafsiran baru, maka pasal 344 ini sulit untuk diterapkan. Apabila akan diterapkan pasal 344 KUHP merasa kesulitan, dapatkah penuntut umum jaksa
menuntut seorang dokter berdasarkan pasal 340 KUHP dengan pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa :
114
“barang siapa sengaja dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana moord dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Ataukah dapat menuntutnya pula berdasarkan pasal 338 KUHP, yakni pembunuhan biasa doodslag, yang dinyatakan sebagai berikut :
115
“barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Apabila kita perhatikan lebih lanjut, dari ketiga pasal tersebut, yaitu pasal 338, 340 dan 344 KUHP, ketiga-tiganya adalah mengandung makna larangan
untuk membunuh. Selanjutnya pasal 338 KUHP merupakan aturan umum daripada perampasan nyawa orang lain. Pasal 340 KUHP ini bisa dikatakan
sebagai pasal pembunuhan yang direncanakan atau pembunuhan berencana.
114
Ibid.Hal. 75.
115
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula bila diperhatikan dengan lebih lanjut, bahwa pasal 344 KUHP, mengandung makna perampasan nyawa atau pembunuhan sebagaimana diatur
dalam pasal 338 KUHP, pada pasal 344 KUHP ditambahkan pula unsur “atas
permintaan sendiri yang j elas dinyatakan dengan kesungguhan hati.” Jadi
masalah Euthanasia ini dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338 dan pasal 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut sebagai concursus
idealis, yang merupakan sistem pemberian pidana jugaa terjadi satu perbuatan pidana yang masuk dalam beberapa pengaturan hukum. Concursus idealis ini
diatur dalaam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa :
116
1 Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka
yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda- beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling
berat. 2
Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus
itulah yang dikenakan. Pasal 63 ayat 2 KUHP ini mengandung asas Lex specialis de rogat legi
generali, yaitu bahwa peraturan-peraturan yang khusus akan mendesak atau mengalahkan peraturan-peraturan yang sifatnya umum. Yang dimaksudkan
sebagai peraturan khusus disini adalah ;
117
116
Ibid.Hal 76.
117
Ibid.Hal 77.
Universitas Sumatera Utara
“peraturan pidana yang mempunyai atau memuat unsur-unsur yang termuat dalam peraturan pidana yang umum, akan tetapi juga memuat peraturan-
peraturan pidana yang tak termuat dalaam peraturan pidana umum.” Bedasarkan hal tersebut bahwa masalah Euthanasia yang menyangkut dua
aturan hukum, yaitu pasal 338 dan 344 KUHP, maka yang dapat diterapkan adalah pasal 344 KUHP. Apabil tidak terdapat asas Lex specialis derogate legi
generali yang disebutkan dalam pasal 63 2 KUHP itu, maka peraturan pemidanaan yang dipakai adalah pasal 338 KUHP. Hal ini disebabkan karena
ancaman pidana penjara pada pasal 338 yaitu 15 tahun, lebih berat dari pada ancaman pidana yang terdapat pada pasal 344 KUHP yang hanya 12 tahun. Hal
ini dapat dimengerti karena dalam concursus idealis akan diterapkan sistem absorbs, yang sebagaimana yang disebutkan pada pasal 63 1 KUHP, yang
memilih ancaman pidananya yang terberat. Oleh sebab itu, di dalam KUHP kita, hanya ada satu pasal saja yang mengatur tentang masalah Euthanasia, yaitu pasal
344 KUHP.
118
Ketentuan ini harus diingat oleh kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat banyak alasan yang kuat untuk membantu pasien, namun ancaman pidana
ini harus tetap dihadapinya. Namun dalam hal berat ringannya pidana yang diputuskan oleh hakim akan terdapat disparitas yang cukup beragam, jika ini
ditetapkan pada kasus Euthanasia. Hal ini dapat dimengerti, bahwa menurut Diamond, terjadinya disparitas pidana karena:
119
118
Ibid.Hal.78.
119
Yusti probowati Rahayu, dibalik putusan hakim, Sidoarjo:CV. Citramedia,2005, Hal 45.
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak konsistennya barang bukti persidangan yang disebabkan
rendahnya kredibilitas saksi dan perbedaan persepsi hakim terhadap bukti persidangan.
b. Tidak ada standar proses pembuatan putusan.
Akan lain halnya bila pembunuhan itu dilaksanakan dengan sengaja, seperti yang dirumuskan pada pasal 338 KUHP atau bahkan direncanakan terlebih
dahulu seperti yang tercantum dalam pasal 340 KUHP. Dalam hal Euthanasia Aktif langsung dimana permintaanya oleh karena
suatu hal misalnya karena pasien sudah tidak sadar dalam jangka waktu yang lama, dilakukan oleh keluarga pasien, maka pasal 338 atau bahkan pasal 340
dapat diancamkan kepada dokter yang melakukannya.
120
Dalam naskah rancangan KUHP 1992 pasal 445 mengenai Merampas Nyawa, pembunuhan atas permintaan sendiri:
“Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati atau atas
permintaan keluarga dalam hal orang itu sendiri tidak sadar, dipidana dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun”.
Dalam penjelasannya pasal ini menunjuk pada bentuk Euthanasia aktif. Tidak dirumuskan bentuk Euthanasia pasif, oleh karena dunia kedokteran dan
masyarakat tidak menganggap hal itu sebagai suatu perbuatan anti social. Meskipun ada kata-kata
“atas permintaan orang itu sendiri dengan jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati
” namun perbuatan itu tetap diancam dengan
120
Sutarno.Op.cit.hal.74.
Universitas Sumatera Utara
pidana. Hal ini untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki, misalnya si pembuat justru diciptakan suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga timbul
suatu permintaan untuk merampas nyawa dari yang bersangkutan.
121
Ancaman pidana di sini paling lama sembilan tahun. Ancaman pidana ini tidak ditujukan terhadap hilangnya kehidupan seseorang, melainkan ditujukan
terhadap penghormatan kehidupan manusia pada umumnya, meskipun orang tersebut sudah sangat menderita, baik secara fisik maupun rohani. Ternyata motif
dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatan itu, tidak ada hubungannya untuk dipertimbangkan di sini. Maka
“tidak sadar” dalam redaksi pasal ini haruslah diartikan sesuai perkembangan dalam dunia kedokteran.
122
Hukum pidana mengatur tentang pelanggaran-pelangaran dan kejahatan- kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.
Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan hukum ialah:
123
1. Badan dan peraturan perundangan, seperti Negara, lembaga-lembaga
Negara, pejabat Negara dan lainnya. Misalanya perbuatan pidana: pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak, melawan pegawai
negeri yang sedang menjalankan tugas. 2.
Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu jiwa, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, milik dan sebagainya.
121
Lampiran II Naskah Rancangan KUHP Buku II TAHUN 1992.
122
Ibid.
123
Zubir Haini, Kejahatan Terhadap Jiwa Manusia,Tulisan Pada Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek dan Tantangan,pustaka firdaus,cetakan pertama,Jakarta 2001, Hal
143.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan yang dapat dihubungan dengan Euthanasia dalam KUHP dapat ditemukan dalam Bab XIX pasal 388 sampai dengan pasal 350 tentang kejahatan
terhadap jiwa orang, menurut sistematika KUHP, jenis kejahatan terhadap jiwa disandarkan kepada subjektif element-nya terbagi atas 2 golongan yaitu:
124
1. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia yang dilakukan
dengan sengaja dolense misdrijven, pada pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP.
2. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia yang terjadi karena
kealpan culponce misdrijen pada salah 359 KUHP. Dilihat dara sasaran kejahatan yang terkait dengan kepentingan hukum
yang dilanggar, kejahatan terhadap jiwa manusia terdiri dari 3 kelompok yaitu:
125
1. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia pada umumnya.
2. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa seseorang anak yang sedang
atau belum lama dilahirkan. 3.
Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa sesorang anak yang masih di dalam kandungan ibunya.
Kejahatan terhadap jiwa manusia terdiri atas 5 jenis yaitu:
126
1. Pembunuhan dengan sengaja doodslag, pasal 338 KUHP.
2. Pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu moord, pasal 340
KUHP.
124
Ibid.
125
Lilik Purwastuti Yudhaningsih, Tinjauan Yuurudis Euthanasia Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana,2015.
126
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembunuhan dalam bentuk yang dapat memperberat hukuman
gequalificeerde doodslag, pasal 399 KUHP. 4.
Pembunuhan yang dilakukan dengan permintaan yang sangat dan tegas oleh korban, pasal 344 KUHP.
5. Tindakan seseorang yang dengan sengaja menganjurkan atau
membantu atau memberi daya upaya kepada orang lain untuk melakukan bunuh diri, pasal 345 KUHP.
Pada rumusan pasal ini di isyaratkan bahwa permintaan untuk membunuh harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh ernstig, jika syarat ini
tidak terpenuhi maka pelaku akan dikenakan pasal 338 KUHP yaitu pembunuhan biasa, pasal-pasal lain yang bisa dihubungkan dengan Euthanasia adalah pasal-
pasal 304, 306, 340, 345, 356, 359, dan 531 KUHP.
Pasal 304 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan
seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
127
Pasal 306 ayat 2 KUHP :Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut pada
pasal 304 KUHP Dikenakan pidana penjara maksimal 9 tahun.
128
127
Pasal 304 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
128
Pasal 306 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Universitas Sumatera Utara
Dari pasal 2 tersebut diatas, memberikan penegasan bahwa dalam konteks hukum positif Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga dikualifikasikan
sebagai tindak pidana. Juga bermakna melarang terjadi Euthanasia pasif yang sering terjadi di Indonesia.
Pasal 340 KUHP: Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih
dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.
129
Pasal 345 KUHP: Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi
bunuh diri.
130
Pasal 359 KUHP: Barang siapa karena kesalahannya kealpaannya
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
131
Pasal 531 KUHP: Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang
sedang menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain,
diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
132
129
Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
130
Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
131
Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
132
Pasal 531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan pasal-pasal tersebut diatas mengingatkan kepada setiap orang untuk berhati-hati menghadapi kasus Euthanasia. Berdasarkan pasal 345 KUHP
memberi harapan atau menolong untuk melakukan Euthanasia dapat dikenakan ancaman pidana, apalagi jika melakukan perbuatan Euthanasia.
133
Dalam tinjauan hukum pidana, dengan alasan apapun dan siapapun yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak, kecuali oleh pihak-pihak lain yang
dibenarkan oleh undang-undang harus dianggap sebagai kejahatan. pasal 48, 49, 50 dan 51 KUHP. Sementara itu, semua pihak yang mempunyai andil langsung,
baik yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut melakukan, yang menggerakkan dan yang membantu harus dianggap sebagai pihak yang
bertanggungjawab pasal 55 dan 56 KUHP.
134
Secara umum hukum tidak memberikan rumusan atau defenisi yang tegas mengenai matinya seseorang, sehingga belum ada batasan yang tegas tentang
Euthanasia. Rumusan pasal dalam KUHP hanya menyebutkan bahwa kematian adalah hilangnya nyawa seseorang, jadi, secara formal hukum berdasarkan hukum
pidana yang berlaku di Indonesia tindakan Euthanasia adalah perbuatan yang dilarang dilakukan oleh siapapun termasuk oleh para dokter atau tenaga medis.
135
Dari apa telah diuraikan di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa Euthanasia di Indonesia ini tetap dilarang. Larangan ini terdapat dalam pasal 344
KUHP, yang sampai sekarang masih berlaku. Oleh karena itulah, maka sebaiknya bunyi pasal 344 KUHP tersebut dapatlah kiranya untuk dirumuskan kembali,
133
Lilik Purwastuti Yudhaningsih,Op.cit.
134
Ibid.
135
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan kenyataan-kenyataan yang terjadi sekarang, yang telah disesuaikan dengan perkembangan di bidang medis. Rumusan baru ini diharapkan dapat
memungkinkan atau memudahkan untuk mengadakan penuntutan terhadap kasus yang bersangkutan dengan masalah pengakhiran kehidupan atau Euthanasia.
B. Euthanasia dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.