Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan sebesar 66,5.
Manajemen keperawatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengendalian dimana kelima fungsi ini saling
berkaitan. Pada tabel di bawah akan diuraikan persentase peran kepala ruangan berdasarkan masing-masing fungsi manajemen.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi- fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang
Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155
Fungsi Manajemen Keperawatan
Dilakukan Tidak Dilakukan
Frekuensi F
Persentase Frekuensi
F Persentase
Fungsi Perencanaan 118
76,1 37
23,9 Fungsi Pengorganisasian
134 86,5
21 13,5
Fungsi Ketenagaan 80
51,6 75
48,4 Fungsi Pengarahan
119 76,8
36 23,2
Fungsi Pengendalian 92
59,4 63
40,6
Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan, dimana persentase fungsi manajemen tertinggi
dilakukan kepala ruangan adalah fungsi pengorganisasian sebesar 86,5 sedangkan persentase fungsi manajemen yang terkecil adalah fungsi ketenagaan
sebesar 51,6.
5.2. Pembahasan
Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan
merupakan bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan dan pelayanan keperawatan Huber, 2000. Manajemen keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi-fungsi
keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian Marquis dan Huston, 2010.
Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanan fungsi manajemen keperawatan menurut perawat
pelaksana dilakukan sebesar 66,5. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Panjaitan 2011 bahwa 65,7 kepala ruangan melakukan fungsi
manajemen. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Parmin 2009 bahwa 50,3 kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan.
Penelitian Hidayat 2009 didapatkan bahwa 69,1 kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan. Hasil ini didukung oleh peran kepala ruangan
pada masing-masing fungsi manajemen keperawatan didapatkan bahwa dilakukan kepala ruangan.
Kepala ruangan melaksanakan fungsi manajemen dikarenakan pendidikan kepala ruangan berstrata S1+Ners. Notoadmojo 2007 menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Hasibuan 2005 juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan indikator yang
mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan latar belakang dapat menentukan kedudukan suatu jabatan tertentu.
Hal lain yang mendukung fungsi manajemen dilakukan oleh kepala ruangan, rata-rata lama bekerja perawat pelaksana adalah sebesar 45,1 dengan
rentang 5-10 tahun. Hal tersebut mencerminkan kemampuan perawat dalam mepersepsikan kepala ruangan untuk melaksanakan fungsi manajemen
keperawatan. Robbins 2003 menyatakan bahwa semakin lama staf bekerja pada suatu organisasi semakin memberi peluang untuk menerima tugas-tugas yang
lebih menantang, otonomi yang lebih besar, dan keleluasaan bekerja. Status pekerjaan responden mayoritas pegawai tetap PNS sebesar 69,7 dimana
perawat akan dibebankan tugas dan tanggung jawab, karena pegawai honor lebih sering meninggalkan pekerjaan sehingga kurang diberi tanggung jawab.
Jika dihubungkan dengan umur responden berada pada rentang 21-40 tahun sebesar 73,6. Usia ini menurut Hurlock 1980 disebut sebagai usia produktif
sebagai masa berkarir. Hal ini sejalan dengan teori Levinson 1978 dalam Potter dan Perry, 2005 dimana usia ini berada pada tahap menyiapkan karir, mencoba
karir dan usia stabilitas.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan Huber,
2000. Marquis dan Huston 2010 menyatakan bahwa tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal.
Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan menurut perawat pelaksana dilakukan 76,1. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Warsito 2006 bahwa 59,6 kepala ruangan melaksanakan fungsi perencanaan. Hasil penelitin ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian Parlin 2010 bahwa 53,7 kepala ruangan tidak melakukan fungsi perencanaan. Rumah sakit yang diteliti oleh Parlin sama tipe dengan rumah sakit
dalam penelitian ini yang berstatus milik pemerintah dan karakteristik responden yang sama. Bisa dikatakan bahwa pada penelitian Parlin 2009 kepala ruangan
yang tidak melakukan perannya. Peran kepala ruangan pada fungsi perencaanaan dilakukan oleh kepala
ruangan. Hasil ini didukung item pernyataan bahwa hampir keseluruhan perawat pelaksana mempersepsikan bahwa kepala ruangan melibatkan perawat untuk
berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan sebesar 99,4, kepala ruangan menginformasikan perencanaan pelatihan bagi perawat sebesar 91,0,
kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian mutu seperti pencegahan infeksi nosocomial sebesar 94,8.
Perencanaan yang baik akan memudahkan pelaksanaan dalam mencapai tujuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Swanburg 2000 bahwa
perencanaan akan meningkatkan pekerjaan keperawatan dan harapan dalam pelayan keperawatan. Marquis dan Huston 2010 menyatakan bahwa
perencanaan merupakan fungsi yang harus dilakukan kepala ruangan sehingga tercapai tujuan dan kebutuhan individu dan organisasi serta perncanaan yang baik
mendorong mengelola sumber yang ada.
Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan yaitu partisipasi, dan perencanaan pengendalian
mutu. Berdasarkan hasil penelitian pada fungsi perencanaan dilihat dari item
pernyataan tentang kepala ruangan melibatkan perawat untuk berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Hidayat 2009 bahwa 88,3 kepala ruangan melibatkan perawat dalam pengambilan keputusan tentang pasien. Marquis dan Huston 2010
menyatakan bahwa kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi terkait perencanaan. Jika dihubungkan dengan lama bekerja perawat
mayoritas berada pada rentang 5-10 tahun dimana sudah dapat diberi kepercayaan untuk melibatkan perawat dalam perencanaan asuhan keperawatan dan
mengerjakan asuhan keperawatan. Selain melibatkan perawat dalam perencanaan, kepala ruangan
merencanakan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan pengendalian mutu seperti
pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8. Hasil penelitian ini sesuai dengan Swanburg 2000 bahwa dalam perencanaan kepala ruangan
melakukan program kendali mutu. Pengendalian mutu yang dikerjakan terkait pengendalian infeksi nisokomial
2. Pengorganisasian
Setelah perencanaan, diperlukan pengorganisasian dalam manajemen keperawatan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok
dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan Muninjaya, 2004. Marquis dan Huston 2010
menyatakan bahwa dalam pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur
diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian sebesar 86,5. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Hidayat 2009 bahwa 63,2 kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Hasil penelitian Parmin 2010 didaptkan bahwa 52,3 kepala
ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Kesamaan hasil ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit yang sama-sama milik pemerintah. Fungsi
pengorganisasian pada penelitian ini akan membahas tentang pendelegasian dan rincian tugas perawat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan mendelegasikan tugas kepada perawat apabila berhalangan hadir
sebesar 93,5. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito 2006 bahwa 63,5 kepala ruangan melakukan pendelegasian tugas keperawatan. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hidayat 2009 bahwa 86,8 ada pendelegasian tugas kepala ruangan jika tidak berada di tempat. Namun, hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Nursalam 2007 bahwa sering ditemukan dalam pendelegasian tugas tidak dapat diselesaikan disebabkan adanya
rasa kurang percaya kepada sesorang yang diberi delegasi. Berdasarkan karakteristik responden didapatkan kepala ruangan kurang percaya kepada
perawat dengan lama bekerja dibawah 5 tahun. Delegasi yang baik tergantung pada keseimbangan antara tanggung jawab,
kemampuan dan wewenang Nursalam, 2007. Analisa peneliti jika dihubungkan dengan tangggung jawab, 69,7 responden adalah pegawai tetap dimana sudah
diberi beban dan tanggung jawab penuh atas pekerjaannya. Jika dihubungkan dengan kemampuan, 10,3 pendidikan responden S-1 keperawatan sebagai
perawat profesional, dan 73,6 responden pada usia produktif. Organisasi yang baik menguraikan rincian tugas masing-masing individu.
Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas sebesar 21,3 . Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito 2006 bahwa 48,1 kepala ruangan tidak membuat rincian tugas anggota perawat pelaksana. Namun hasil
penelitian Hidayat 2009 bahwa 92,6 ada rincian tugas yang jelas dan tertulis yang berguna untuk pelayanan keperawatan di ruangan. Swanburg 2000
menyatakan bahwa setiap organsisasi memiliki serangkaian tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tugas sehingga dilakukan pengelompokan tugas
untuk memudahkan pembagian tugas sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh perawat. Pengelompokan tugas ini disebut juga
dengan metode penugasan. Metode penugasan yang dilakukan oleh kepala ruangan yaitu metode tim keperawatan. Analisa peneliti jika dilihat dari jawaban
responden, ada 1 ruangan sebesar 100 kepala ruangan tidak membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas.
3. Ketenagaan
Kepala ruangan harus mengatur dan menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keperawatan. Kegiatan ini dikerjakan dalam
fungsi manajemen ketenagaan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan
perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi Marquis dan Huston, 2010.
Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 51,6. Hasil
penelitian Panjaitan 2011 bahwa 40,3 fungsi ketenagaan dilakukan kepala ruangan terkait pelaksanaan pengendalian mutu. Marquis dan Huston 2010
menyatakan bahwa fungsi ketenagaan merupakan proses penting dalam ketenagaan karena membutuhkan banyak pekerja untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebesar 48,4 kepala ruangan tidak melakukan perannya dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan. Hal ini bisa
dilihat dari item pernyataan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan pegawai baru sebesar 43,2 dilakukan kepala ruangan, dan kepala ruangan
mengadakan pelatihan bagi perawat sebesar 51,6 dilakukan oleh kepala ruangan.
Fungsi ketenagaan dalam penelitian ini akan membahas tentang orientasi perawat baru, penjadwalan, perekrutan dan pengembangan staf.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan mengadakan orientasi perawat baru sebesar 76,8 dilakukan
kepala ruangan. Marquis dan Huston 2010 bahwa program orientasi yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai
perilaku yang sesuai dengan organisasi. Hasil penelitian ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan memastikan setiap pegawai baru memahami
kebijakan organisasi sebesar 76,8. Swanburg 2000 menyatakan bahwa kepala ruangan harus menjelaskan peraturan yang ada, dan perawat harus memahami
peraturan tersebut sesuai dengan keperluan perawat. Setelah melakukan orientasi perawat baru, kepala ruangan harus
melakukan penjadwalan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan penjadwalan sebesar 85,8. Hasil penelitian
ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan membuat jadwal libur, jam kerja, waktu putaran dan waktu istirahat secara merata sebesar 83,2. Hal ini
sejalan dengan teori Marquis dan Huston 2010 bahwa kepala ruangan yang bertanggung jawab dalam penjadwalan. Gillies 2000 juga menyatakan bahwa
kepala ruangan harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal liburan, dan lembur. Penelitian Taufik 2009 bahwa 98,6 ada aturan tenaga
keperawatan di ruang rawat inap seperti membuat jadwal dinas untuk memperjelas tugas pokok dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Setelah penjadwalan, kepala ruangan melakukan perekrutan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak
terlibat dalam perekrutan sebesar 56,8. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Marquis dan Huston 2010 bahwa dalam perekrutan kepala ruangan terlibat
dalam perekrutan, wawancara dan pemilihan pegawai. Hal ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit milik pemerintah,
dimana penerimaan pegawai baru lewat penerimaan calon pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan kepala ruangan dalam hal
perekrutan ini adalah memberi laporan kepada manajer atas untuk jumlah staf yang dibutuhkan dan laporan tentang kriteria staf yang dibutuhkan di ruangan
dalam hal keahlian khusus dari staf yang akan direkrut. Marquis dan Huston 2010 menyatakan bahwa keterlibatan kepala ruangan perekrutan tergantung
pada besar institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, dan adanya perekrut perawat dalam organisasi. Jika dilihat pada RSU Dr. Pirngadi
penerimaan pegawai oleh pemerintah dan karakteristik responden yang didapatkan mayoritas pegawai negeri sipil.
Marquis dan Huston 2010 menyatakan bahwa jika sumber daya manusia tidak terpenuhi, kepala ruangan harus melakukan perencanaan strategis yaitu
dengan menempatkan orang-orang baru dengan keterampilan khusus atau melatih keterampilan orang-orang yang senior.
Namun, jika dihubungkan dengan pendapat Marquis dan Huston 2010 tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dari item
pernyataan tentang kepala ruangan tidak melakukan pelatihan bagi perawat sebesar 48,4. Informasi yang didapatkan dari perawat bahwa pelatihan tidak
dilakukan oleh kepala ruangan tetapi oleh kepala bidang keperawatan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian pada item pernyataan tentang perencanaan
pengembangan staff yang dikerjakan kepala ruangan pada fungsi perencanaan bahwa 91,0 kepala ruangan menginformasikan pelatihan bagi perawat. Kepala
ruangan hanya menginformasikan adanya pelatihan tetapi tidak terlibat dalam pengerjaan atau memanajemen pelatihan tersebut.
4. Pengarahan
Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi
Marquis dan Huston, 2010. Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah,
melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi Swanburg, 2000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan dilakukan sebesar 76,8. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Parmin 2010 bahwa 50,3 kepala ruangan melakukan fungsi pengarahan. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil fungsi
perencanaan dilakukan sebesar 76,1 dan hasil fungsi pengorganisasian dilakukan sebesar 86,5. Swanburg 2000 menyatakan bahwa untuk memahami
pengarahan, kepala ruangan harus memahami tentang perencanaan dan
pengorganisasian. Fungsi pengarahan dalam penelitian ini membahas tentang motivasi yang dilakukan kepala ruangan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala ruangan membimbing perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan
keperawatan sebesar 94,2. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito 2006 bahwa sebesar 67,3 kepala ruangan membimbing perawat dalam
asuhan keperawatan dengan benar. Hasil penelitian Hidayat 2009 juga sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa sebesar 52,9 perawat mendapat bimbingan
dari kepala ruangan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mayasari 2009 bahwa sebesar 54,1 kepala ruangan tidak melakukan
bimbingan kepada perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini didukung item penyataan tentang kepala ruangan
memotivasi perawat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebesar 89,7, kepala ruangan mengarahkan perawat untuk memberi umpan balik
dalam pelayanan keperawatan sebesar 85,8. Soeroso 2003 menyatakan bahwa memotivasi akan menunjukkan arah kepada perawat untuk mengambil langkah
dalam memastikan sampai pada tujuan. Penelitian Mayasari 2009 bahwa 54,0 motivasi yang diberikan kepala ruangan mendorong perawat meningkatkan
kinerja. Hasil penelitian lain dari Hidayat 2009 bahwa 80,9 sentuhan motivasi dari kepala ruangan membuat suasana kerja lebih menyenangkan. Kepala ruangan
harus memahami bahwa perawat secara individu memiliki kebutuhan dasar dan tujuan yang berbeda Swanburg, 2000. Kepala ruangan sudah memahami perawat
sebagai individu yang memiliki kebutuhan dasar, dan dalam pelaksanaan
perannya sebagai kepala ruangan dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan yang dapat memberi motivasi bagi perawat.
Selain melakukan motivasi, kepala ruangan harus mampu dalam melakukan pemecahan konflik yang terjadi di ruangan. Berdasarkan hasil
penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan bersikap objektif dalam menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan sebesara 91,6. Penelitian
ini didukung item pernyataan bahwa kepala ruangan tidak acuh dengan konflik yang terjadi di ruangan sebesar 74,8. Swanburg 2000 menyatakan bahwa
masalah dapat diatasi dengan komunikasi, mendengarkan secara aktif. Nursalam 2007 juga menyatakan bahwa kepala ruangan harus secara aktif melakukan
intervensi terhadap masalah supaya tidak menghambat produktifitas dan motivasi. Kepala ruangan dapat melakukan pemecahan konflik dengan memberi perhatian
terhadap masalah yang ada dan memberikan peranan yang aktif. Keterlibatan kepala ruangan dalam pemecahan konflik meningkatkan motivasi bagi perawat.
5. Pengendalian
Pengarahan yang sudah dikerjakan oleh kepala ruangan harus di evaluasi. Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan
yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan Swanburg, 2000. Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana,
proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan Huber, 2006.
Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 59,4. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Parmin 2010 bahwa 55,7 kepala ruangan melakukan fungsi pengendalian. Marquis dan Huston 2010 menyatakan
bahwa pengendalian yang efektif akan meningkatkan motivasi kerja dan hasil yang berkualitas.
Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian yaitu survei kepuasan perawat, survei kepuasan
klien, dan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan
melakukan survei kepuasan perawat sebesar 90,0. Huber 2000 menyatakan bahwa salah satu indikator ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan
adalah tingkat kepuasan perawat. Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Warsito 2006 bahwa 78,8 kepala ruangan tidak melakukan survei
kepuasan perawat. Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan
tidak mengabaikan kebutuhan psikis perawat sebesar 65,2. Pendapat Marquis dan Huston 2010 bahwa kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya
kebutuhan psikis yang dilihat dari bagaimana peran manajer dalam melakukan stafnya.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan sebesar 76,8 dilakukan. Hasil penelitian Sigit
2012 bahwa fungsi pengarahan bila dilaksanakan secara konsisten oleh kepala ruangan akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40.
Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan penilaian kerja perawat di ruang rawat inap sebesar 81,3. Demikian
pernyataan Nursalam 2007 bahwa penilaian pelaksanaan kerja perawat dapat memperbaiki pelaksanaan kerja perawat yang memberitahukan bahwa pelayanan
yang dilakukan memuaskan atau tidak. Selain kepala ruangan melakukan survei kepuasan perawat, kepala
ruangan juga melakukan survei kepuasan klien. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan survei kepuasan klien sebesar
34,8 tidak dilakukan kepala ruangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Warsito 2006 bahwa 32,7 kepala ruangan melakukan survei
kepuasan klien. Namun, pernyataan Swanburg 2000 bahwa jaminan kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dilihat dari audit perawatan salah satunya
adalah audit hasil yaitu mengevaluasi akhir kerja yaitu pasien. Setelah melakukan survei kepuasan klien, dalam fungsi pengendalian,
kepala ruangan juga melakukan pengendalian mutu yaitu supervisi angka kejadian infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian tentang kepala ruangan
mengadakan survei kejadian infeksi nosokomial sebesar 82,6 dilakukan dengan baik. Hasil ini didukung kegiatan kepala ruangan pada fungsi perencanaan dengan
item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian
mutu seperti infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8. Perencanaan yang baik akan menentukan kualitas yang akan dicapai.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan pengendalian dengan melibatkan perawat pelaksana sebesar
60,6. Swanburg 2000 menyatakan kepala ruangan harus melibatkan perawat dalam melaksanakan pengendalian mutu. Pernyataan Marquis dan Huston 2010
bahwa kepala ruangan harus melibatkan perawat dalm menentukan kriteria, menilai kriteria, mengumpulkan data atau melaporkannya yang dilakukan
sepanjang proses pengendalian mutu.
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2012 sampai tanggal 20 November 2012 di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan,
dengan judul Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Tehnik pengambilan sampel dengan accidental sampling.
Pada RSU Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 155 responden didapati bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen dilakukan
oleh kepala ruangan. Peran kepala ruangan yang paling tinggi adalah pada fungsi pengorganisasian sedangkan peran kepala ruangan yang yang paling rendah
adalah fungsi ketenagaan. Peran kepala ruangan untuk masing-masing fungsi manajemen sudah dilakukan kepala ruangan, namun ada beberapa hal yang perlu
ditingkatkan dalam mengerjakan manajemen keperawatan yaitu pada fungsi pengorganisasian tentang membuat rincian tugas perawat dengan jelas supaya
dilaksanakan secara merata pada semua ruangan, fungsi ketenagaan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan, dan pelatihan perawat, dan pada
fungsi pengendalian tentang survei kepuasan klien.
6.2. Saran
6.2.1. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang baik bagi mahasiswa keperawatan agar dapat saling berbagi pengetahuan dan
pengalaman dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang profesional di rumah sakit dan meningkatkan kognitif tentang peran kepala ruangan dalam
pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan.
6.2.2. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Rekomendasi untuk pihak manajer keperawatan agar tetap meningkatkan fungsi manajemen keperawatan melalui kebijakan dan fasilitas yang mendukung.
Peran kepala ruangan dalam perekrutan, pengembangan tenaga membuat rincian tugas perawat, dan survei kepuasan klien perlu ditingkatkan.
6.2.3. Penelitian selanjutnya
Pada penelitian ini semua variabel didapatkan dengan hasil yang baik. Penelitian dengan menggunakan kuesioner kemungkinan tidak menunjukkan
keadaan yang sebenarnya karena bisa saja responden mengisi dengan tidak jujur. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan wawancara mendalam
dengan kepala ruangan dan responden.
DAFTAR PUSTAKA
Bidang Keperawatan, 2012. Data Tenaga Bidang Keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan Berdasarkan Pendidikan Tahun 2012. Medan: RSU Dr.
Pirngadi. Gillies, D.A. 2000. Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi
kedua. Philadelphia: W. B. Saunders. Hasibuan, M.S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Bumi
Aksara, Jakarta. Hidayat, A.A.A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, T. 2009. Aspek-Aspek Manajemen Keperawatan yang Berpengaruh
terhadap Kompetensi Interpersonal Perawat di Rawat Inap RSUD Brigjend H. Hassan Basri Kandangan Kalimantan Timur.
http:eprints.undip.ac.id178801Taufik_Hidayat.pdf . Di akses pada tanggal 10 April 2012.
Huber, D. 2000. Leadership and Nursing Care Management. Second edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
. 2006. Leadership and nursing care Management. Third edition. Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Kelly Heidental, 2004. Essential of Nursing leadership and Management. New York: Thomson Delmar Learning.
Maramis, W. 2006. Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.
Marquis, B.L. Huston, C.J. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Edisi keempat. Jakarta: EGC.
Mayasari, A. 2009. Analisis Pengaruh Persepsi Faktor Manajemen Keperawatan terhadap Tingkat Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat
Inap RSUD Kota Semarang. http:eprints.undip.ac.id162821Agustina_Mayasari.pdf. Diakses pada
12 April 2012.
Muninjaya. A.A.G. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi dua. Jakarta: EGC.