Uji pencemaran udara oleh partikulat debu di sekitar terminal Lebak Bulus berdasarkan Bioindikator stomata pada tanaman Glodogan (polyalthia logifolia)

(1)

vii

UJI PENCEMARAN UDARA OLEH PARTIKULAT

DEBU

Di SEKITAR TERMINAL LEBAK BULUS

BERDASARKAN BIOINDIKATOR STOMATA PADA

TANAMAN GLODOGAN (

Polyalthia longifolia

)

Rachmawati

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN MIPA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2006 M / 1427 H


(2)

UJI PENCEMARAN UDARA OLEH PARTIKULAT

DEBU

Di SEKITAR TERMINAL LEBAK BULUS

BERDASARKAN BIOINDIKATOR STOMATA PADA

TANAMAN GLODOGAN (

Polyalthia longifolia

)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: RACHMAWATI

102095026513

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN MIPA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2006 M / 1427 H


(3)

ix

UJI PENCEMARAN UDARA OLEH PARTIKULAT DEBU

DI SEKITAR TERMINAL LEBAK BULUS BERDASARKAN

BIOINDIKATOR STOMATA PADA TANAMAN

GLODOGAN (

Polyalthia longifolia

)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: RACHMAWATI

102095026513

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Irawan Sugoro, M.Si Fahma Wijayanti,

M.Si NIP. 330 005 176 NIP. 150

326 910

Mengetahui, Ketua Jurusan MIPA

Dr Agus Salim, M.Si NIP. 150 294 451


(4)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Uji Pencemaran Udara oleh Partikulat Debu di Sekitar Terminal Lebak Bulus Berdasarkan Bioindikator Stomata pada Tanaman Glodogan (Polyalthia longifolia)” telah di uji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa 14 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan MIPA Program Studi Biologi.

Jakarta, 14 November 2006

Tim Penguji,

Penguji I Penguji II

DR. Lily Surayya EP, M.Env Priyanti, M.Si

NIP. 150 375 182 NIP. 132 283 153

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Jurusan MIPA

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Dr. Agus Salim, M.Si


(5)

xi

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, November 2006

Rachmawati 102095026513


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrochim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Sembah sujud tiada terkatakan atas segala limpahan rahmat, karunia dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi) ini sesuai dengan waktunya. Lantunan shalawat dan salam tak lupa penulis ucapkan semoga senantiasa terlimpah kepada pembela kebenaran sejati Muhammad SAW. Adapun tugas akhir ini berjudul Uji Pencemaran Udara oleh Partikulat Debu di Sekitar Terminal Lebak Bulus Berdasarkan Bioindikator Stomata pada

Tanaman Glodogan (Polyalthia longifolia) disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata Satu, Jurusan MIPA-Biologi, Fakultas Sains & Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan penuh rasa kesadaran, penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa uluran tangan bijak berbagai pihak yang tidak dapat penulis membalas pengorbanannya. Pada kesempatan inilah penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dan tak terhingga:

1. Kepada Bapak Irawan Sugoro M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Fahma Wijayanti M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan selalu memberikan arahan dan nasehat

2. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Dr. Agus Salim, M.Si selaku Ketua Jurusan MIPA. Dan Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si selaku Sekertaris Jurusan MIPA


(7)

xiii

3. Kepada Dosen Penguji Ibu Dr Lily Surayya Eka P, M. Env dan Ibu Priyanti, M.Si terimakasih atas saran dan kritiknya.

4. Para pengajar UIN tercinta ibu Dasumiati, bapak Pascal, bu Mega dll khususnya MIPA-Biologi, dan seluruh staf administrasi UIN. Terimakasih atas bekal ilmu yang sudah diberikan, semoga dapat bermanfaat.

5. Khusus kedua orang tua tercinta (Abdurrahman & Marwati), yang selalu memberikan bantuan moril dan materiil tiada henti.

6. Rudi Nurcahyo, terimakasih atas dukungan, doa tulus dan telah membantu penulis secara penuh, serta kaya akan saran dan ide cemerlang.

7. Kak Fikri, Mba Wanti, Cia, Yuni, Tomi, Ridho, dan Najwa. 8. Waryanti, Heni Fajriah, teman selama melaksanakan penelitian

9. Wawan dan Ujo terimakasih atas bantuannya dalam pengambilan sampel 10. Saudaraku di Safira House Annisa, Iiz, Izzie, k Li2s, Nit-not, Zizah, Ilul, Ina

dkk. Terimakasih atas Pengalaman berharga yang tidak akan pernah terlupakan.

11. Sahabatku Dede, Heni, Ali, Ana, Ida Syafiah, Lala, Odi, Neneng, Eskawati, Irfan, Novi, Ela, Nida dan teman-teman MIPA/Biologi angkatan 2002, yang banyak memberikan inspirasi baik secara langsung atau tidak langsung, namun belum dicantumkan namanya penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, Saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita bersama dalam menyelami ilmu-ilmunya.

Ciputat, November 2006


(8)

ABSTRAK

Uji Pencemaran Udara oleh Partikulat Debu di Sekitar Terminal Lebak Bulus Berdasarkan Bioindikator Stomata pada Tanaman Glodogan

(Polyalthia longifolia) Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui

pengaruh partikulat debu terhadap karakteristik stomata tanaman Glodogan di sekitar terminal Lebak Bulus. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari 10 lokasi dengan metode Wagner modifikasi dan kontrol (gunung Bunder). Parameter yang di ukur adalah: berat debu, kondisi daun, jumlah stomata, luas stomata dan jumlah kendaraan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa korelasi antara partikulat debu dan jumlah stomata adalah –0.50 korelasi ini berbanding terbalik. Debu paling berat berkorelasi dengan jumlah stomata terendah..Berat debu tertinggi terdapat pada lokasi Trakindo 0,076 g/cm2, dan berat debu paling rendah adalah Prapanca 0,01 g/cm2. Stomata yang mempunyai ukuran paling kecil adalah terminal Lebak Bulus, Puji Film PI, dan Trakindo. Perbedaan ini diduga disebabkan tidak hanya partikulat debu tapi juga oleh bahan-bahan pencemar lainnya


(9)

xv ABSTRACT

Air Pollution Test By Particulate Matter at Lebak Bulus Station Base

On Stomata Bioindicator of Glodogans Plants (Polyalthia longifolia) The

object of experiment was to know the effect of particulate matter in the characteristic of stomata Glodogan (Polyalthia longifolia) around Lebak Bulus station. The samples were taken from 10 location and control from Gunung Bunder. The parameters were: the weight of particulate matter, condition of leaf, the number of stomata, the square of stomata and the number of vehicles. The result showed that the correlation between particulate matter and the number of stomata was –0,50 this correlation in inversely. The heavy particulate matter was correlate with the lowest number of stomata. The weight particulate at Trakindo there was 0,076 g/cm2 and the lowest particulate at Prapanca there was 0,01 g/cm2. The smallest of stomata square there was at Lebak Bulus Station, Fuji Film PI and Trakindo. It caused not only particulate matter but also other pollution.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara di DKI Jakarta ... 4

2.2. Bahan Pencemar Udara dan Sumbernya ... 5

2.3. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Tumbuhan ... 7

2.4. Stomata... 9

2.5. Botani Tanaman Glodogan (Polialthia longifolia) ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3. Cara Kerja ... 14


(11)

xvii

3.3.2. Pengambilan Data di Lapangan ... 16

A. Pengambilan Sampel Daun ... 16

B. Pengamatan Kerapatan Kendaraan ... 16

3.3.3. Pengukuran Parameter di Laboratorium ... 17

A. Pengamatan Karakteristik Stomata ... 17

B. Pengamatan terhadap Partikulat Debu ... 18

3.4. Analisis Data ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Berat Partikulat debu... 19

4.2. Kondisi Fisik Daun dan Partikulat Debu ... 21

4.3. Karaktseristik Stomata ... 23

4.4. Luas dan Struktur Stomata ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Stomata Tanaman Dikotil ... 10

Gambar 2.2. Stomata yang sedang Terbuka dan Tertutup ... 11

Gambar 3.1.Denah Lokasi Penelitian... 15

Gambar 4.1. Berat Partikulat Debu Pada Permukaan Daun ... 19

Gambar 4.2. Rata-Rata Kendaraan Per Jam ... 20

Gambar 4.3. Jumlah Stomata di Setiap Lokasi Penelitian ... 24

Gambar 4.4.Berat Debu dan Jumlah Stomata pada Setiap Lokasi Penelitian.. 25


(13)

xix DAFTAR TABEL


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Baku Mutu Udara Peraturan Pemerintah pp no:41,1999 ... 39

Lampiran 2. Foto Daun Pada Setiap Lokasi ... 40

Lampiran 3. Uji Korelasi ... 43

Lampiran 4. Uji Beda Nyata Chi-Square... 44

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Parameter di Setiap Lokasi Penelitian... 46


(15)

21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Saat ini pencemaran udara merupakan masalah paling serius di daerah perkotaan. Pembangunan berkembang pesat dewasa ini, khususnya bidang industri dan teknologi. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup menjadi tercemar oleh gas-gas hasil pembuangan dan pembakaran (Pohan, 2002).

Kegiatan transportasi dan industri akan menghasilkan limbah berupa asap, gas-gas beracun, ataupun partikulat debu yang dapat mencemari udara dan lingkungan di sekitarnya. Bahan-bahan pencemar yang dihasilkan antara lain terdiri dari SO2, NO2,

CO2, O3, hidrokarbon, dan logam-logam berat seperti timbal (Pb), seng (Zn) dan

cadmium (Cd). Partikel debu dalam emisi gas buang selain berbentuk padatan juga berbentuk cairan yang mengendap dalam partikel debu. Debu di dalamnya terkandung debu sendiri dan beberapa kandungan metal oksida, tetapi yang paling berbahaya adalah butiran-butiran halus sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru dan dapat membahayakan kesehatan manusia, selain itu bahan-bahan pencemar tersebut juga dapat membahayakan kehidupan mahluk hidup lainnya seperti hewan dan tumbuhan.

Untuk mengatasi timbulnya gangguan akibat pencemaran udara di kota-kota besar, maka perlu dilakukan upaya penanggulangannya. Salah satunya dengan membangun hutan kota di kawasan-kawasan yang tercemar dan dengan cara penanaman pohon-pohon pinggir jalan secara merata dan terencana di seluruh kota.


(16)

Salah satu tempat yang bepotensi sebagai sumber pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor adalah terminal. Terminal Lebak Bulus adalah salah satu terminal yang ada di wilayah Jakarta Selatan. Letaknya cukup strategis dan perlintasan kendaraan cukup padat menuju selatan atau sebaliknya. Karena banyaknya kendaraan bermotor yang mengeluarkan gas (asap) diduga dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui pencemaran udara yang terjadi di wilayah Lebak Bulus dan sekitarnya.

Stomata daun dipengaruhi oleh keadaan udara di sekitar tumbuhan. Karena stomata berfungsi sebagai pintu gerbang pertukaran gas dan uap air antara tumbuhan dengan lingkungan sekitar (Tjitrosoepomo, 1981). Sehingga diduga pencemaran udara di sekitar Terminal Lebak Bulus akan mempengaruhi kerapatan, bentuk ataupun luas stomatanya.

Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai tanaman penghijauan tepi jalan salah satunya adalah Glodogan (Polyalthia longifolia) (Zoeraini dan Arwindrasti, 1988). Tanaman Glodogan ini banyak ditanam di tepi jalan. Menurut penelitian Saputra, (2005) tanaman glodogan ini berpotensi sebagai penyerap atau pereduksi pencemar di udara.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu diketahui apakah pencemaran udara di sekitar Terminal Lebak Bulus mempengaruhi stomata daun Glodogan yang di tanam di sekitar Terminal Lebak Bulus.


(17)

23

Terminal Lebak Bulus diduga merupakan salah satu tempat dengan pencemaran udara yang cukup tinggi. Pada tempat tersebut banyak di tanam tanaman glodogan sebagai tanaman penghijauan. Fungsi tanaman ini salah satunya adalah sebagai penyerap dan pereduksi pencemaran udara. Oleh sebab itu perlu diketahui apakah terdapat perbedaan karakteristik stomata di Terminal Lebak Bulus dan daerah lainnya.

1.3. Hipotesis

1. Terdapat hubungan yang nyata antara partikulat debu dengan karakteristik stomata.

2. Adanya perbedaan yang nyata antara partikulat debu dan karakteristik stomata di setiap lokasi.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan antara partikulat debu dengan karakteristik stomata.

2. Untuk mengatahui jumlah partikulat debu dan karakteristik stomata di setiap lokasi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai indikator alternatif yang murah untuk mengetahui tingkat pencemaran di suatu tempat.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara di DKI Jakarta

Pencemaran udara adalah adanya satu atau lebih kontaminan dalam atmosfer seperti debu, gas, busa, bau, asap dan uap lainnya yang dalam kuantitas, sifat dan lama keberadaannya dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia, tumbuhan dan hewan atau gangguan pada kualitas benda, sehingga kenyamanan hidup manusia dan biota terganggu (Perkins, 1974 dalam Ryadi 1982).

Meningkatnya suhu udara di atas normal akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga akan menurunkan produksi beberapa jenis tanaman. Pengaruh gas nitrogen oksida pada tanaman seperti timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Bila kondisi jaringan daun rusak, maka jaringan daun tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai tempat terbentuknya karbohidrat melalui proses fotosintesis.

Berdasarkan peraturan pemerintah pp no 41 tahun 1999, ditetapkan baku mutu udara. Yaitu ukuran batas atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara (Lampiran 1).

Jumlah kendaraan di Jakarta sampai tahun 2003 mencapai 6.506.244 unit. Pertambahan paling cepat terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor. Pertumbuhannya mencapai ratusan ribu kendaraan pada tahun-tahun terakhir. (Pusat data Tempo, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Sirnamala, (2005) bahwa Kota Jakarta khususnya di jalur hijau sudah mengalami penurunan kualitas udara. Kandungan Pb yang banyak terakumulasi yaitu pada daun Mahoni (Swietania mahogani), Glodogan (Polyaltia


(19)

25

longifolia), dan Angsana (Pterocarpus indicus). Sedangkan untuk tumbuhan jalur hijau yang paling banyak terakumulasi Pb pada kulit batangnya adalah Angsana Kemudian Mahoni dan Glodogan.

2.2. Bahan Pencemar Udara dan Sumbernya

Bahan pencemar udara berdasarkan asal mula dan kelanjutan perkembangannya di udara dapat di bedakan menjadi:

a. Pencemar primer, yaitu semua pencemar yang berada di udara dalam bentuk yang hampir tidak berubah seperti saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari proses tertentu. Contohnya SO2, CO, NOx, CH4, partikel debu dan lain-lain.

b. Pencemar sekunder, yaitu semua pencemar di udara yang sudah berubah sebagai hasil reaksi tertentu antara dua atau lebih bahan-bahan pencemar. Umumnya merupakan hasil reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis antara pencemar primer dengan bahan pencemar lain di udara. Contohnya berupa pembentukan ozon, hujan asam dan oksida-oksida gas.

Sedangkan Stern, (1986) menyatakan bahwa berdasarkan sifat penyebaran bahan pencemarnya, sumber pencemar udara dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

a. Sumber titik b. Sumber area c. Sumber bergerak

Sumber titik dan sumber area dapat dijadikan satu kelompok, sehingga sumber pencemar udara dapat dikelompokkan lagi menjadi:

a. Sumber stasioner, berasal dari industri, rumah tangga, pembakaran sampah, dan letusan gunung berapi.

b. Sumber bergerak, berasal dari kendaraan bermotor.

Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara terpenting (menghasilkan bahan pencemar 100 juta ton pada tahun 1970), diikuti oleh kegiatan


(20)

industri (26 juta ton), pembangkit tenaga listrik dan uap (22 juta ton), pemanas ruang (9 juta ton). Di Amerika 60,6% pencemaran udara berasal dari transportasi (Kozlowski dan Mudd, 1975). Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, maka jumlah zat pencemar berupa gas maupun partikel akan meningkat pula.

Emisi kendaraan bermotor merupakan zat pencemar yang dikeluarkan langsung melalui pipa pembuangan (knalpot) sebagai sisa perubahan bahan bakar dalam bensin.Penggunaan jenis bahan bakar mempengaruhi komposisi bahan buangannya. Kadar CO tertinggi dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar bensin, sedangkan kadar SO2, NOx dan asap dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar. Pencemar yang

paling berbahaya adalah CO, terutama berbahaya bagi pengendara kendaraan bermotor dan pejalan kaki (Suharsono, 1985).

Partikel adalah setiap benda padat/cair yang dari suatu masa mengalami proses dispersal dalam media gas/udara dengan hampir tidak memiliki kecepatan jatuh. Partikel atau debu berdasarkan susunan kimianya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partikel atau debu mineral dan organis (Ryadi, 1982).

Sumber pencemaran partikel berasal dari aktifitas industri, pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, badai pasir, pembakaran hutan serta gunung berapi (alami). Ukuran diameter yang ada di udara berkisar antara 0,0005-500 dm dimana partikel kecil akan hilang karena perpaduan gerak brown dan partikel yang besar akan jatuh akibat pengaruh gravitasi (Smith, 1981).

Pencemaran oleh partikel akan menimbulkan beberapa permasalahan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan.

2. Mempunyai daya pencemar udara yang luas penyebarannya dan tinggi seperti Be, Pb, Cr, Hg, Ni, dan Mn.

3. Partikel dapat menyerap gas sehingga dapat mempertinggi efek bahaya dari komponen tersebut.


(21)

27

Konsentrasi bahan pencemar yang terkandung dalam udara bebas dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya konsentrasi dan volume bahan pencemar yang dihasilkan oleh suatu sumber, sifat khas bahan pencemar, kondisi meteorologi, klimatologi, topografi dan geografi. Oleh karena itu tingkat pencemaran udara sangat bervariasi baik terhadap tempat maupun waktu (Sutamihardja, 1986 dalam Yulizal, 1995).

Komposisi bahan pencemar di udara pada umumnya terdiri dari 50,7% karbon monoksida, 18,3% sulfur dioksida, 13,4% hidrokarbon 9,2% nitrogen oksida, dan 8,4% partikel (Weight, 1956 dalam Kozlowski dan Mudd, 1975).

2.3. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Tumbuhan

Bahan pencemar di udara berpengaruh merugikan terhadap fungsi-fungsi pertumbuhan tanaman baik secara fisik, kimia maupun fisiologis. Bahan-bahan pencemar yang berpengaruh terhadap hutan kota adalah SO2, NOx, ozon, flourida,

klorin, partikel, dan herbisida (Grey dan Deneke, 1978). Tipe dan besar pengaruh pencemaran udara terhadap tumbuhan tergantung pada jumlah dan jenis bahan pencemar yang ada dan daya tahan tumbuhan tersebut terhadap lingkungannya (Guderian, 1977 dalam Yulizal,1995).

Pada umumnya bahan-bahan pencemar udara merusak pohon melalui daun. Gejala umum yang sering terlihat berupa perubahan warna daun (discoloration), menggugurkan daun dan sebagian pohon akan mati (Suratmo, 1982). Pengaruh pencemaran udara terhadap tumbuhan dibagi menjadi kerusakan (injury) dan kehancuran (demage). Istilah kerusakan meliputi seluruh respon tumbuhan yang terjadi karena pencemaran udara seperti perubahan metabolisme sebagai akibat menurunnya


(22)

fotosintesis, kematian daun, gugur daun atau menurunnya pertumbuhan tanaman. Kehancuran meliputi seluruh pengaruh yang menurunkan nilai guna tumbuhan (Guderian, 1977 dalam Yulizal, 1995).

Pengaruh pencemaran udara menurut Mudd, (1975) dikelompokkan secara umum menjadi: akut, kronis atau tersembunyi. Pada kerusakan akut tercatat adanya kerusakan pada bagian tepi daun. Perubahan yang terjadi, pertama-tama daun tampak basah, kemudian mengering dan mencuat sampai berwarna gading. Pada beberapa jenis akan berubah menjadi coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan ini disebabkan oleh penyerapan gas yang cukup untuk membunuh jaringan. Kerusakan kronis menyebabkan daun menjadi kuning dan perlahan memutih sampai sebagian besar klorofil dan karoten rusak. Kerusakan kronis disebabkan oleh penyerapan gas yang tidak cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan akut. Atau dapat disebabkan oleh penyerapan sejumlah gas dalam konsentrasi subletal dalam periode waktu yang lama Pada kerusakan ini terjadi pertumbuhan yang tidak normal sehingga dapat memperlambat laju fotosintesis dan selanjutnya mengurangi produksi suatu tanaman tanpa memperlihatkan gejala yang tampak. Hal-hal tersebut di atas diakibatkan oleh perubahan proses fisiologi dan biokimia

Kriteria dan kerusakan yang tidak tampak itu adalah sebagai berikut:

a. Menyebabkan gangguan pada kehidupan tumbuhan yang akhirnya berakibat pada pertumbuhannya.

b. Gangguan tersebut tidak tampak jelas dengan mata telanjang.

c. Terjadinya kerusakan dimana tumbuhan mengalami perubahan tanpa adanya tanda yang terlihat.


(23)

29

Sedangkan Kozlowski dan mudd, (1975) menyatakan bahwa kerusakan tidak tampak bukanlah istilah yang tepat karena perubahan anatomi dari respon tumbuhan terhadap pencemaran dapat dilihat dengan mikroskop. Disamping itu, kerusakan klorosis atau nekrosis mempengaruhi jaringan fotosintesis dan gejala yang tampak serta menurunnya pertumbuhan adalah karena gangguan aktifitas dan struktur sel.

Kerusakan yang tidak tampak atau tersembuyi akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan yang tidak normal sehingga dapat memperlambat laju fotosintesis dan selanjutnya akan mengurangi produksi suatu tanaman tertentu dengan tanpa memperlihatkan gejala-gejala yang tampak. Perubahan histologis yang paling umum akibat pencemaran udara adalah terjadinya plasmolisis, kerusakan kandungan sel (granulasi), sel-sel yang mengalami kolaps, dan pigmentasi atau perubahan warna sel menjadi gelap.

Pencemar debu di udara dapat menutupi mulut daun dan hal ini akan membatasi proses transpirasi (Fakuara, 1987 dalam Zubayr 1994). Sedangkan bahan kimia yang berupa gas, sebagai contoh SO2 akan masuk melalui mulut daun kemudian

mempengaruhi komposisi cairan sel, dan sel menjadi rusak dan mati.

2.4. Stomata

Stomata merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis khusus, yakni sel penjaga (Hidayat, 1995) (gambar 2.1). Stomata terdapat pada lapisan epidermis daun. Selain itu juga dijumpai pada epidermis ranting-ranting yang muda dan batang-batang herba, yang sebenarnya merupakan suatu ruang antar sel yang terbentuk dengan terpisahnya dinding sel antar dua sel epidermis khusus, yang dikenal dengan sel penjaga. Sel-sel ini berbeda dengan sel epidermis lainnya karena memiliki kloroplas.


(24)

Gambar 2.1. Struktur Stomata Tanaman Dikotil

Membuka dan menutupnya stomata disebabkan oleh masuk atau keluarnya air ke dalam atau ke luar sel penjaga. Masuknya air ke dalam vakuola sel penjaga akan meningkatkan turgor sel penjaga. Peningkatan turgor ini menyebabkan terjadinya perubahan volume dan bentuk sel penjaga juga meningkatkan pembukaan stomata. Proses sebaliknya akan terjadi bila air keluar dari vakuola sel penjaga.

Menurut Prawiranata, (1989) membuka dan menutupnya stomata dipengaruhi oleh beberapa faktor biologi dan lingkungan. Dalam kondisi alami faktor yang terpenting adalah penyediaan air ke daun, konsentrasi CO2 di dalam daun, pengaruh

cahaya dan faktor suhu.

Gambar 2.2. Stomata yang sedang terbuka dan tertutup

Menurut Agustini (1994), Kerapatan stomata dalam satu unit area permukaan daun sangat bevariasi. Hal ini ditimbulkan oleh perbedaan lingkungan tempat tumbuh dan faktor genetik yang sangat mempengaruhi morfogenesis stomata. Ketersediaan air,


(25)

31

intensitas cahaya, suhu dan konsentrasi CO2 merupakan faktor- faktor yang

mempengaruhi kerapatan stomata.

Banyaknya pencemar yang masuk ke dalam jaringan daun tanaman sesuai dengan jenis, konsentrasi pencemar di udara dan lamanya selang waktu pembukaan stomata akan menentukan tingkat kerusakan tanaman

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Woodwart, (1987) dalam Salisburi, (1995), kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi karbondioksida (transpirasi) yaitu jika karbondioksida naik atau tinggi, maka jumlah stomata persatuan luas akan lebih sedikit. Selain itu semakin banyak karbondioksida semakin banyak stomata yang terbuka, jika stomata banyak yang terbuka menandakan banyak pencemaran.

2.5. Botani Tanaman Glodogan (Polyalthia longifolia)

Bentuk daun Glodogan memanjang dengan ujung yang menyempit, tepinya berombak, permukaan daun licin dan mengkilat. Tulang daun menyirip, ukuran daun berkisar antara 15–20 cm dan berwarna hijau, apabila tua warnanya kuning dan termasuk dalam famili Annonaceae. Bentuk tanaman ini menyerupai kerucut, menjulang tinggi berkisar antara 10 – 25 m, diameter batang berkisar antara 10 – 80 cm, batang sedikit bercabang, kulit batang agak kasar dan dari ketiak daun atau ranting muncul bunga majemuk yang menghasilkan buah berwarna kuning kehijauan.


(26)

Bentuknya bulat, besarnya kira-kira 2 cm. Biji yang sudah tua dapat dipakai untuk memperbanyak tanaman, bisa juga dengan mencangkok dari cabang yang cukup tua. Tanaman ini biasanya ditanam sebagai pohon penghias jalan (W. S, Don, 2000) (lampiran 5).

Menurut Suharsono, (1985) dalam memilih jenis tanaman untuk penghijauan kota perlu memperhatikan aspek-aspek ekologi, khususnya mengenai kemampuan tumbuh-tumbuhan tersebut memperbaiki lingkungan hidup. Fakuara, (1986) menyatakan bahwa untuk menyerap pencemar, maka jenis tanaman yang dapat dipakai adalah tanaman yang mempunyai sifat: (1) mempunyai stomata yang banyak, (2) mempunyai ketahanan tertentu terhadap polutan tertentu, dan (3) mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat.


(27)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Berat Partikulat Debu

Berat partikulat debu pada permukaan daun setiap lokasi berbeda-beda (Gambar 4.1). Berat partikulat debu tertinggi terjadi pada lokasi 7 Trakindo yaitu 0,076 g/cm2. Berdasarkan perhitungan kerapatan kendaraan (gambar 4.2) memiliki jumlah kendaraan tertinggi 648 per jam.

0.026 0.015 0.041 0.026 0.014 0.011 0.076

0.024 0.023 0.025 0.015 0.009 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0.080 0.090

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lokasi

Rerata Berat Debu

Gambar 4.1. Berat Partikulat Debu di Permukaan Daun ((1)Lebak Bulus;

(2) Puji Film Pondok Indah; (3) Cirendeu; (4) Pom Bensin PI; (5) Kertamukti; (6) Prapanca; (7) Trakindo; (8) Jl Bendi; (9) Tegal Rotan; (10) Pom Bensin Ciputat; (11) Pondok Cabe; (12)Gunung Bunder (kontrol)).

Lokasi 7 merupakan perempatan lampu merah yang cukup padat dan sering terjadi kemacetan. Diperkirakan banyak terdapat debu di lokasi Trakindo dengan kerapatan kendaraan yang tinggi diduga memberi kontribusi menerbangkan debu karena adanya kecepatan angin yang membantu penyebaran partikulat debu dan gas pencemar. Sumber pencemaran partikel menurut Ryadi, 1982 berasal dari aktifitas industri, pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, badai pasir, pembakaran hutan, serta gunung merapi (alami). Sisa bahan pembakaran seperti asap (gas) pencemar yang berasal dari kendaraan bermotor diduga ikut menyumbangkan pencemaran udara di lokasi Trakindo yang padat kendaraannya


(28)

250 504 311 486 141 196 648

153 163 207

243 10 0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lokasi

Jml Kendaraan

Gambar 4.2. Rata-Rata Kendaraan Per Jam ((1) Lebak Bulus; (2) Puji Film

Pondok Indah; (3) Cirendeu; (4) Pom Bensin PI; (5) Kertamukti; (6) Prapanca; (7) Trakindo; (8) Jl Bendi; (9) Tegal Rotan; (10) Pom Bensin Ciputat; (11) Pondok Cabe; (12) Gunung Bunder (kontrol)).

Kerapatan tanaman di sekitar lokasi 7 Trakindo rendah dibanding kerapatan tanaman yang ada di lokasi 1 terminal Lebak Bulus, jumlah kendaraan yang melewati lokasi Lebak Bulus juga lebih rendah karena hanya terdapat satu jalur kendaraan saja, Daerah sekitar lokasi Trakindo merupakan perniagaan, pemukiman, dan terdapat gedung tinggi. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kendaraan dan berat partikulat debu di lokasi 1 Terminal Lebak Bulus lebih rendah dibanding Trakindo yaitu 250 kendaraan per jam dan partikulat debu 0,026 g/cm2.

Terminal Lebak Bulus mempunyai kerapatan tanaman yang cukup tinggi. Di samping itu, tanaman glodogan ini mempunyai tipe permukaan daun yang halus (licin) sehingga mempengaruhi debu yang menempel, yaitu debu mudah terlepas karena faktor angin yang berasal dari kendaraan yang melintas, diperkirakan debu terserap oleh kerapatan tanaman yang ada, dimana tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menyerap debu dan bahan pencemar lain (Fahn, 1991). Kecepatan angin mencapai 105 m/dtk. Makin kuat kecepatan angin maka penyebaran bahan pencemar makin besar sehingga konsentrasi bahan pencemar di udara mengecil (Suharsono, 1985).


(29)

35

Lokasi 6 Prapanca berat debunya paling rendah di banding semua lokasi, yaitu 0.011 g/cm2 (gambar 4.1), dengan jumlah kendaraan 196 per jam, lebih tinggi di banding lokasi 5 Kertamukti, 8 jl Bendi dan 9 Tegal Rotan (Gambar 4.2). Pada lokasi pengambilan sampel ini, terdapat variasi tanaman lain yang mempunyai kerapatan cukup tinggi. Jarak tanaman dari sumber pencemaran (jalan raya) lebih jauh dengan kecepatan angin mencapai 72 m/dtk. Diduga banyaknya tanaman di lokasi 6 Prapanca dapat mengurangi kandungan debu di sekitarnya, karena tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menyerap debu (Fahn, 1991). Menurut Fitter dan Hay, (1994), konsentrasi pencemar pada suatu tempat tertentu, akan tergantung atas sejumlah faktor-faktor lingkungan, salah satunya termasuk jarak dari sumber polusi.

4.2. Kondisi Fisik Daun dan Partikulat Debu

Kondisi fisik daun berbeda-beda untuk setiap lokasi (lampiran 2). Jika dibandingkan dengan tanaman kontrol, daun di lokasi perlakuan tampak berwarna lebih hijau gelap, jumlah stomata sedikit lebih rendah rendah dan berat debu tinggi. Hal itu merupakan salah satu respon tanaman terhadap adanya pencemaran.

Terdapat perbedaan warna daun pada 11 lokasi penelitian. Warna daun lebih kusam di lokasi 7 Trakindo (Lampiran 2), diduga tertutup oleh debu karena berat debu pada permukaan daunnya tinggi dibanding lokasi lain (Gambar 4.1). Kerapatan kendaraan juga tinggi dibanding lokasi lain (Gambar 4.2). Debu yang menempel pada permukaan daun diduga mempengaruhi penyerapan cahaya dan O2 yang merupakan

faktor penting dalam sintesa klorofil (Agrios, 1957 dalam Karmelya, 1998). Data fisik di sekitar lokasi menunjukkan kecepatan angin pada lokasi ini 30 m/dtk. Makin rendah kecepatan angin, penyebaran bahan pencemar semakin rendah, sehingga konsentrasi pencemar semakin besar.

Gambar daun pada lokasi 6 Prapanca menunjukkan perbedaan, daun terlihat lebih cerah di banding lokasi Trakindo (Lampiran 2). Berat debu di permukaan daun


(30)

juga rendah dibanding lokasi lain (Gambar 4.1), tetapi kerapatan kendaraan pada lokasi ini lebih tinggi dibanding lokasi 5 Kertamukti, 8 Jl. Bendi dan 9 Tegal Rotan (Gambar 4.2). Lokasi ini mempunyai kerapatan tanaman cukup tinggi yang menyebabkan bahan pencemar seperti debu dan asap (gas) yang berasal dari kendaraan bermotor langsung terserap oleh kerimbunan tanaman yang terdapat di sekitar lokasi. Karena tumbuhan mempunyai kemampuan menyerap debu.

Pada lokasi 1 Terminal Lebak Bulus kondisi fisik daun juga tertutup debu dan berwarna lebih gelap di banding tanaman kontrol (lampiran 2). Hal ini terjadi akibat banyaknya kendaraan yang melintasi lokasi. Hasil perhitungan kerapatan kendaraan di lokasi tersebut menunjukkan jumlah kendaraan lebih rendah dibanding lokasi 2 Fuji Film Pondok Indah, 3 Cirendeu, 4 Pom Bensin PI dan 7 Trakindo (Gambar 4.1). Belum termasuk jumlah kendaraan di dalam terminal bis. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan angka yang telah didapat, dapat berubah jauh lebih tinggi, dikarenakan data tersebut hanya mencerminkan keadaan sesaat. Nilai korelasi jumlah stomata-debu menunjukkan r = -0,50 dapat diartikan cukup mempunyai hubungan (lampiran 3).

Menurut Kozlowski dan Mudd, (1975) kerusakan tidak tampak bukanlah istilah yang tepat karena perubahan anatomi dari respon tumbuhan terhadap pencemaran dapat dilihat melalui mikroskop. Beberapa daun dari 11 lokasi perlakuan seperti lokasi 7 Trakindo mengalami keadaan dimana zat hijau daun berkurang, diperkirakan karena tertutup debu sehingga kemampuan dalam fotosisntesis menjadi berkurang di sebut klorosis daun. Keadaan ini disebabkan karena pemaparan sejumlah kecil pencemar dalam jangka panjang (Steubing, 1978 dalam Karmelya, 1998). Dimana bahan-bahan pencemar akan mempengaruhi jaringan daun yang menyebabkan kloroplas pecah dan klorofil akan menyebar dalam sitoplasma.


(31)

37

Jumlah stomata pada setiap lokasi berbeda-beda dan cenderung lebih rendah dibanding kontrol (gambar 4.3). Perbedaan jumlah stomata tersebut Diduga terjadi karena adanya perbedaan ketahanan stomata terhadap pencemaran udara, dan merupakan salah satu respon tanaman untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tercemar.

Jumlah stomata tertinggi terdapat di lokasi 5 Kertamukti (gambar 4.3). Lokasi ini memiliki jumlah kendaraan terendah dibanding lokasi lain yaitu 141 per jam. Berat debu di permukaan daun juga rendah 0,014 g/cm2 (Gambar 4.2). Daerah sekitar lokasi merupakan daerah pemukiman yang diperkirakan masih bersih dari pencemaran. Jumlah stomata di 11 lokasi lebih rendah dibanding kontrol. Hal ini juga merupakan salah satu respon tanaman untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tercemar debu.

43 41 49 46 56 49 38 44 45 52 42 64 0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lokasi Rer a ta J u m lah S to m at a / cm 2

Gambar 4.3. Jumlah Stomatadi Setiap Lokasi Penelitian ((1) Lebak Bulus; (2) Puji Film Pondok Indah; (3) Cirendeu; (4) Pom Bensin PI; (5) Kertamukti; (6) Prapanca; (7) Trakindo; (8) Jl Bendi; (9) Tegal Rotan; (10) Pom Bensin Ciputat; (11) Pondok Cabe; (12)Gunung Bunder (kontrol)).

Jumlah stomata terendah terdapat di lokasi 7 Trakindo (gambar 4.3) dengan jumlah kendaraan paling tinggi dibanding lokasi lain yaitu 648 per jam. Hubungan stomata dengan berat debu negatif, yaitu pada lokasi ini mempunyai berat debu lebih


(32)

tinggi dibanding lokasi lain dan sebaliknya jumlah stomata lebih rendah dibanding lokasi lain. Lokasi 7 Trakindo terdapat lampu merah dan terdapat 4 jalur utama. Masing-masing jalurnya mempunyai arah berseberangan, juga terdapat jalan tol Lingkar Luar Selatan (TB Simatupang). Diperkirakan pencemar debu banyak terdapat di sekitar lokasi dan ikut terbawa oleh angin yang berasal dari kendaraan bermotor.

25. 689 14. 96 5 41. 403 2 6. 232 14. 437 11. 297 76. 438 23. 944 23. 415 22. 79 9 14. 87 7 8. 62 7 43 41 49 46 56 49 38 44 45 52 42 64 0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Lokasi Rerata Berat Debu Rerata jumlah stomata r Gam

bar 4.4. Berat Debu dan Jumlah stomata pada Setiap Lokasi Penelitian (1)

Lebak Bulus; (2) Puji Film Pondok Indah; (3) Cirendeu; (4) Pom Bensin PI; (5) Kertamukti; (6) Prapanca; (7) Trakindo; (8) Jl Bendi; (9) Tegal Rotan; (10) Pom Bensin Ciputat; (11) Pondok Cabe; (12) Gunung Bunder (kontrol).

Pencemaran debu dari lokasi sekitar dan asap (gas) dari kendaraan semuanya masuk ke dalam jaringan daun melalui stomata. Pada kondisi kekurangan air stomata akan tertutup, namun dengan adanya pencemaran stomata tetap terbuka. Begitu juga pada saat malam hari stomata pun tetap terbuka akibat pengaruh bahan pencemar tersebut. Oleh karena stomata tetap terbuka, maka akan memberikan peluang yang lebih besar bagi pencemar lain untuk masuk ke dalam jaringan daun melalui stomata (Yulizal, 1995). Sebagai akibatnya terjadi perubahan jaringan daun. Salah satunya jumlah


(33)

39

stomata per cm2 menjadi bervariasi dan terjadi abnormalitas jaringan stomata di sekitarnya.

Jumlah stomata yang dihubungkan dengan berat debu hasil menunjukkan korelasi bersifat negatif dengan r = - 0,50. Korelasi ini walaupun rendah namun cukup berhubungan. Nilai negatif didefinisikan jika jumlah stomata tinggi, maka berat debu rendah sebaliknya bila jumlah stomata rendah, berat debu diperkirakan tinggi (lampiran 3).

Jenis daun ini mempunyai tekstur yang cukup tebal, dengan permukaan daun yang halus (licin), sehingga diperkirakan akumulasi pencemar seperti debu menjadi minimum (sedikit yang menempel), tergantung kelembaban di sekitar lokasi. Dan akumulasi jenis pencemar lain berupa pencemar asap (gas) diperkirakan ikut berperan menentukan variasi jumlah (kerapatan) stomata. Selain itu, perubahan yang terjadi pada stomata kemungkinan menunjukkan tingkat pencemaran udara dengan partikulat debu tinggi dan konsentrasi bahan pencemar juga tinggi.

Hubungan berat debu dengan jumlah stomata daun Glodogan (gambar 4.4) memiliki perbedaan jumlah stomata dengan tanaman kontrol. Hal ini karena (1) di sekitar tempat tumbuh daun Glodogan di 11 lokasi perlakuan, tingkat pencemaran oleh debu dan bahan pencemar lain lebih tinggi di banding kontrol; (2) perbedaan jumlah stomata kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh pencemar debu saja, akan tetapi kombinasi antara debu dengan pencemar lainnya, seperti SO2, NO2, CO2, dan O3,

dimana penyerapan terhadap kombinasi beberapa pencemar oleh tumbuhan melalui stomata berakibat kerusakan lebih berat dibanding penyerapan terhadap satu pencemar saja (Wilmer, 1983 dalam Karmelya 1998).


(34)

Ukuran luas stomata di setiap lokasi berbeda-beda (Gambar 4.5). Masing-masing lokasi menunjukkan luas yang berbeda-beda ditunjukkan dengan foto stomata (Tabel 1). Pada beberapa lokasi cenderung mempunyai luas yang sama dengan kontrol. Namun beberapa lokasi lebih kecil dari kontrol.

0.102 0.208 0.933 0.880 0.709 0.870 0.597 0.807 0.862 0.640 0.732 0.801 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lokasi

Luas Stomata

Gambar 4.5 Ukuran Luas Stomata di 11 Lokasi Penelitian ((1) Lebak Bulus;

(2) Puji Film Pondok Indah; (3) Cirendeu; (4) Pom Bensin PI; (5) Kertamukti; (6) Prapanca; (7) Trakindo; (8) Jl Bendi; (9) Tegal Rotan; (10) Pom Bensin Ciputat; (11) Pondok Cabe; (12)Gunung Bunder (kontrol)).

Ukuran stomata terluas terdapat pada lima lokasi yaitu 3 Cirendeu, 4 Pom Bensin PI, 6 Prapanca, 8 Jl Bendi , dan 9 Tegal Rotan (Gambar 4.5). Berat debu di permukaan daun pada lokasi ini cukup rendah dibanding lokasi lain (Gambar 4.1). Begitu juga dengan kerapatan kendaraan. Dapat dikatakan bahwa diantara kumpulan luas stomata tersebut yang ukurannya paling luas adalah yang pencemaran debunya rendah. Stomata diperkirakan aktif merespon bahan-bahan pencemar. Sebaliknya stomata yang sedikit luasnya (mengalami penyusutan/ sel-sel mengalami kollaps), menunjukkan pada lokasi tersebut banyak terdapat pencemaran.

Foto stomata pada masing-masing lokasi (Tabel 1) dapat dilihat perbedaannya. Sedangkan ukuran stomata yang mengalami penyusutan atau yang mempunyai ukuran


(35)

41

luas paling kecil terdapat pada lokasi 1 Terminal Lebak Bulus, 2 Puji Film PI, dan 7 Trakindo. Tanda-tanda adanya pencemaran adalah terjadi penyusutan ukuran stomata dan jaringan epidermis di sekitar stomata mengalami kerusakan/disintegrasi dan diperkirakan juga terjadi kerusakan pada kandungan sel. Menurut Mudd, (1975) perubahan histologis yang paling umum dalam kerusakan daun oleh pencemar udara adalah plasmolisis, granulasi atau disorganisasi penyusun sel, rusaknya sel atau disintegrasi dan pigmentasi jaringan.

Pada lokasi 1 Terminal Lebak Bulus diperkirakan di sekitar tempat tumbuh tanaman Glodogan tingkat pencemaran udaranya lebih tinggi. Bahkan mungkin lebih tinggi dari pencemaran yang terjadi di lokasi 7 Trakindo. Sel-sel yang bertambah ukuran panjang dan lebarnya (luas), menurut Zubayr, (1994) diduga disebabkan oleh reaksi sel untuk menambah cairan dan berguna untuk menetralisir bahan pencemar udara yang masuk. Sehingga sel lebih besar dari ukuran normalnya. Hal ini juga menandakan bahwa sel stomata tersebut masih aktif untuk merespon adanya pencemaran.

Sebagian besar stomata yang diduga pencemarannya tinggi, mengalami penyusutan stomata (sel-sel mengalami kollaps) dan jaringan epidermisnya mengalami disintegrasi dan terjadi kerusakan kandungan sel. (Tabel 1), besar kecilnya perubahan yang terjadi pada ukuran stomata daun menunjukkan tingkat kepekaan sel terhadap bahan-bahan pencemar yang terjadi (Zubayr, 1994). Menurut Kovacs, (1992) menyebutkan bahwa tanaman indikator dapat dievaluasi berdasarkan abnormalitas sitologi (gejala mikroskopis), dalam hal ini menggunakan stomata sebagai bioindikator.


(36)

Tabel 1. Foto Stomata pada Masing-Masing Lokasi

FOTO STOMATA Lokasi

100 X 400 X

KETERANGAN

Lebak Bulus

Jaringan epidermis tidak terlihat jelas, warna biru pada foto stomata karena

menggunakan film yang berbeda

Fuji Film PI

Jaringan epidermis yang mengelilingi stomata rusak,

Cirendeu

Jaringan epidermis teratur,

Pom Bensin

PI

Kerusakan pada jaringan epidermis di sekitar stomata (disintegrasi sel),


(37)

43 Kerta

mukti

Jaringan sel epidermis tersusun teratur,

Prapanca

Jaringan epidermis di sekitar stomata tersusun teratur,

Trakindo

Jaringanepidermis mengalami kerusakan (disintegrasi sel)

Jl Bendi

Jaringan epidermis di sekitar stomata sedikit mengalami

kerusakan, ukuran stomata cukup besar sehingga masih dapat merespon bahan pencemar


(38)

Tegal Rotan

Sebagian jaringan epidermis di sekitar stomata mengalami kerusakan.

Pom Bensin Ciputat

Sebagian jaringan epidermis mengalami kerusakan

(Disintegrasi)

Pondok Cabe

Jaringan epidermis yang mengelilingi stomata rusak sel stomata mengalami pengkerutan.

Kontrol Gunung Bunder


(39)

45

Selain zat-zat pencemar udara yang mempengaruhi kerusakan (abnormalitas) ukuran stomata, juga berkaitan dengan faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara dan angin (faktor iklim) (lampiran 6). Hal ini sesuai dengan pernyataan Black, (1982) dalam Yulizal, (1995) yang mengemukakan bahwa bahaya keracunan pencemar pada tanaman sangat dipengaruhi oleh konsentrasi, lama pencemaran atau pemaparan, dan keadaan cuaca. Beberapa faktor cuaca yang berpengaruh terhadap bahaya pencemaran adalah kelembaban udara, suhu, cahaya, dan konsentrasi CO2.

Bervariasinya luas stomata dan jumlah stomata pada setiap lokasi lebih disebabkan adanya perbedaan konsentrasi bahan-bahan pencemar. Digambarkan dengan kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor yang melewati tanaman sampel. Lokasi kontrol 12 yaitu Gunung Bunder mempunyai kepadatan lalu lintas yang rendah. Diperkirakan mempunyai tingkat pencemaran udara yang rendah pula. Sedangkan di 11 lokasi perlakuan, mempunyai arus lalu lintas cukup padat diperkirakan konsentrasi bahan-bahan pencemar udara yang berasal dari kendaraan bermotor cukup tinggi, sehingga tingkat pencemaran udaranya juga tinggi.

Bahan-bahan pencemar udara dari kendaraan bermotor seperti SO2, NO2, CO2,

O3, hidrokarbon, dan partikel baik secara fisik, kimia dan fisiologi diduga dapat

menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap fungsi-fungsi pertumbuhan tanaman. Disamping itu, interaksi antara bahan-bahan pencemar dengan lingkungan tempat tumbuh juga mempengaruhi ketahanan tanaman sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah.


(40)

Untuk menghasilkan data indikator yang lebih baik, tanaman yang sangat sensitif terhadap pencemaran merupakan pilihan yang terbaik, karena dapat menunjukkan efek pada konsentrasi bahan pencemar yang sangat rendah.


(41)

(1)

Tabel 1. Foto Stomata pada Masing-Masing Lokasi FOTO STOMATA Lokasi

100 X 400 X

KETERANGAN

Lebak Bulus

Jaringan epidermis tidak terlihat jelas, warna biru pada foto stomata karena menggunakan film yang berbeda Fuji Film PI Jaringan epidermis yang mengelilingi stomata rusak, Cirendeu Jaringan epidermis teratur, Pom Bensin PI Kerusakan pada jaringan epidermis di sekitar stomata (disintegrasi sel),


(2)

43 Kerta

mukti

Jaringan sel epidermis tersusun teratur,

Prapanca

Jaringan epidermis di sekitar stomata tersusun teratur,

Trakindo

Jaringanepidermis mengalami kerusakan (disintegrasi sel)

Jl Bendi

Jaringan epidermis di sekitar stomata sedikit mengalami

kerusakan, ukuran stomata cukup besar sehingga masih dapat merespon bahan pencemar


(3)

Tegal Rotan

Sebagian jaringan epidermis di sekitar stomata mengalami kerusakan.

Pom Bensin Ciputat

Sebagian jaringan epidermis mengalami kerusakan

(Disintegrasi)

Pondok Cabe

Jaringan epidermis yang mengelilingi stomata rusak sel stomata mengalami pengkerutan.

Kontrol Gunung Bunder


(4)

45

Selain zat-zat pencemar udara yang mempengaruhi kerusakan (abnormalitas) ukuran stomata, juga berkaitan dengan faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara dan angin (faktor iklim) (lampiran 6). Hal ini sesuai dengan pernyataan Black, (1982) dalam Yulizal, (1995) yang mengemukakan bahwa bahaya keracunan pencemar pada tanaman sangat dipengaruhi oleh konsentrasi, lama pencemaran atau pemaparan, dan keadaan cuaca. Beberapa faktor cuaca yang berpengaruh terhadap bahaya pencemaran adalah kelembaban udara, suhu, cahaya, dan konsentrasi CO2.

Bervariasinya luas stomata dan jumlah stomata pada setiap lokasi lebih disebabkan adanya perbedaan konsentrasi bahan-bahan pencemar. Digambarkan dengan kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor yang melewati tanaman sampel. Lokasi kontrol 12 yaitu Gunung Bunder mempunyai kepadatan lalu lintas yang rendah. Diperkirakan mempunyai tingkat pencemaran udara yang rendah pula. Sedangkan di 11 lokasi perlakuan, mempunyai arus lalu lintas cukup padat diperkirakan konsentrasi bahan-bahan pencemar udara yang berasal dari kendaraan bermotor cukup tinggi, sehingga tingkat pencemaran udaranya juga tinggi.

Bahan-bahan pencemar udara dari kendaraan bermotor seperti SO2, NO2, CO2, O3, hidrokarbon, dan partikel baik secara fisik, kimia dan fisiologi diduga dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap fungsi-fungsi pertumbuhan tanaman. Disamping itu, interaksi antara bahan-bahan pencemar dengan lingkungan tempat tumbuh juga mempengaruhi ketahanan tanaman sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah.


(5)

Untuk menghasilkan data indikator yang lebih baik, tanaman yang sangat sensitif terhadap pencemaran merupakan pilihan yang terbaik, karena dapat menunjukkan efek pada konsentrasi bahan pencemar yang sangat rendah.


(6)