Kesimpulan Saran Pola Penyapihan

54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan : 1. Pola penyapihan anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan usia penyapihan, sebesar 55,3 ibu menyapih anak sebelum usia 24 bulan. b. Berdasarkan alasan penyapihan, sebesar 68,1 penyapihan dilakukan karena alasan yang berasal dari anak yaitu anak sudah cukup usia untuk disapih, anak tidak mau lagi menyusui, dan anak sudah diberi makan oleh ibu. c. Berdasarkan cara penyapihan, sebesar 76,6 anak usia 0-59 bulan disapih dengan cara tidak baik, antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan, mengoleskan betadinobat merah ataupun jamu di puting ibu, dan menitipkan anaknya ke rumah kakek- nenek agar anak lupa pada ASI. 2. Status gizi anak usia 0-59 bulan berdasarkan indeks BBU sebagian besar berada pada kategori gizi kurang 51,1, TBU berada pada kategori normal 83,0 dan BBTB sebagian besar berada pada kategori kurus 53,2 yang dijumpai pada keluarga yang memiliki penghasilan rendah Rp 1.650.000 dan jumlah anggotanya kurang ataupun sama dengan 4 orang. Universitas Sumatera Utara 55

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan beberapa hal berikut : 2. Diharapkan kepada para ibu agar menyapih anak setelah anak berusia 24 bulan dan dengan cara penyapihan yang baik, karena pada usia 24 bulan anak sudah memiliki pondasi yang kuat untuk perkembangan selanjutnya. 3. Diharapkan kepada petugas kesehatan di Kelurahan Tanjung Marulak perlu memberikan penyuluhan bagi ibu tentang cara penyapihan yang tepat, waktu yang tepat untuk menyapih dan makanan sapihan yang baik. Universitas Sumatera Utara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Penyapihan

Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Masa menyapih merupakan pengalaman emosional bagi sang ibu, anak juga sang ayah, dimana dari tiga pihak tadi Ibu-Ayah-Anak merupakan ikatan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang ayah juga berperan dan memberikan pengaruh tersendiri dalam proses menyusui. Sebetulnya tidak ada ketentuan khusus atau batasan khusus kapan dan waktu yang tepat untuk menyapih seorang anak, artinya tidak ada aturan bahwa pada usia sekian anak harus disapih dari ibunya Manalu, 2008. Menyapih, secara harfiah berarti membiasakan. Maksudnya, bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapuhan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan Arisma, 2006. Sedangkan menurut Allan 2006 penyapihan adalah istilah yang digunakan untuk menyambut periode transisi dimana bayi masih diberi makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan pada makanan padat. Menurut WHO 1991, pola menyusui terdiri dari menyusui secara eksklusif, menyusui secara per dominan, menyusui komplimentari, menyusui melalui botol. Universitas Sumatera Utara 7 Menyusui secara eksklusif berarti bayi hanya mendapatkan makanan berupa ASI dari ibunya, tidak ada penambahan cairan lain, tidak tetesan ataupun sirup yang berisi vitamin, tidak ada makanan tambahan atau jamu. Sasarannya adalah bayi berusia kurang sampai empat bulan atau sampai enam bulan. Definisi menyusui secara pre dominan adalah bayi mendapat makanan berupa ASI dengan penambahan cairan lain, seperti air putih, teh, infuse, air buah, oralit, tetesan atau sirup vitamin, tidak ada makanan cair. Sasarannya adalah sama dengan sasaran menyusui secara eksklusif. Sedangkan menyusui secara komplementari adalah bayi dapat ASI dan makanan padat atau semi padat, sasarannya adalah bayi dengan usia enam bulan sampai dengan 10 bulan Rahmani, 1997. Novita 2012 melakukan penelitian di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang Bekasi, dengan hasil menunjukkan sebagian besar anak sudah tidak diberikan ASI lagi sebanyak 39 anak 67.2. Penyapihan pada balita rata-rata dilakukan saat anak berada pada rentang usia 13-24 tahun dengan persentase sebesar 65.8. Alasan ibu melakukan penyapihan kepada anaknya adalah karena anak sudah besar 55 Novita, 2012. Hasil Penelitian Nurvina di Dusun Jambeyan Desa Banyurejo Tempel Sleman Yogyakarta pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu menyapih bayinya pada usia tidak dini 24 bulan ke atas dan bayinya mempunyai status gizi baik yaitu 21 orang 55,2 sedangkan ibu yang paling sedikit menyapih anaknya pada usia tidak dini dan anaknya mempunyai status gizi kurang yaitu 1 orang 2,6 Nurvina, 2010. Penelitian yang dilakukan Arum di Posyandu Nusa Indah Desa Bantul tahun 2012 memperlihatkan bahwa balita yang terbanyak mempunyai status gizi baik Universitas Sumatera Utara 8 dengan usia penyapihan yang baik yaitu 22 orang 55 sedangkan yang mempunyai status gizi kurang dengan usia penyapihan baik yaitu 1 orang 2,5 Arum, 2012. Hasil penelitian yang dilakukan Fatimatuzzahra di Dukuh Pundong Srihardono Bantul, Yogayakarta, menunjukkan bahwa mayoritas ibu menyapih balitanya pada usia 13-18 bulan yaitu sebanyak 25 orang 49 dengan status gizi baik sebanyak 12 orang Fatimatuzzahra, 2009. Pola penyapihan mencakup tiga hal, antara lain usia anak disapih pertama kali, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

2.1.1. Usia Anak Disapih

Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, makanan tambahan dapat diberikan pada usia enam bulan, tetapi bila bayi mengonsumsi susu formula sebagai pengganti ASI, makan makanan tambahan ini dapat diberikan pada saat usia empat bulan Rinto, 2005. Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa kelompok masyarakat budaya tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia enam bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia dua tahun. Sebaliknya, pada masyarakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberikan makanan tambahan Jelliffe, 1994. Dampak Penyapihan ASI usia kurang dari enam bulan : 1. Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses bounding etatman terganggu. 2. Insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat. Universitas Sumatera Utara 9 3. Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak. 4. Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam, dan gatal- gatal karena reaksi dari sistem imun Hegar, Badriul, 2006.

2.1.2 Cara Penyapihan

Hingga kini masih banyak ibu-ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester putting. Padahal, sudah seharusnya cara ini ditinggalkan. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari ASI dapat digunakan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya. Jika menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya akan berada dalam porsi yang tepat. a. Penyapihan yang tidak baik dan akibatnya 1. Mengoleskan obat merah pada putting Cara ini bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit. 2. Memberi perbanplester pada putting Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh putting ibunya. Tetapi kalau sudah diperbanplester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tidak bisa dijangkau. 3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit Anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. “Bunda masih memberikan ASI, tapi kok tidak sepe rti biasanya, jadi pahit.” 4. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya Universitas Sumatera Utara 10 Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figur ibu. Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan. 5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI Kondisi ini membuat anak belajar berambivalensi. Misalnya, ibu selalu mengajak anak bermain setiap kali meminta ASI. Selalu bersikap cuek setiap anak menginginkan ASI. Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, mereka ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri. b. Cara Penyapihan Yang Baik Penyapihan alaminatural Child Led Weaning adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara penyapihan secara alaminatural Child Led Weaning adalah : a. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI. Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu, infeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus diganti dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat memberikan penjelasan kepadanya. b. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti putting ibu. Empeng atau dot bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigi- geligi anak. Jadi bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak digunakan. Universitas Sumatera Utara 11 c. Menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI. Pemberian ASI dilakukan tiga kali sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi dua kali sehari, dan satu kali sehari hingga berhenti sama sekali. Contoh, si anak usia 0-24 bulan disapih waktu malam saja atau siang saja. d. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan ASI lagi. Cara menyapih seperti ini dilakukan jika usia anak sudah mencapai 24 bulan. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak abrupt weaning. Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima ; anak merasa ditolak oleh ibunya Ester, 2006.

2.2. Pola Makan