Pola Penyapihan Gambaran Pola Penyapihan dan Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

47

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pola Penyapihan

WHO World Health Organization merekomendasikan penyapihan dilakukan setelah bayi berusia 24 bulan. Pada usia tersebut, anak sudah punya pondasi yang kuat bagi perkembangan selanjutnya. Secara umum, gambaran penyapihan di daerah Kelurahan Tanjung Marulak tergolong tidak baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu sudah menyapih si anak pada saat anak belum berusia 24 bulan, yaitu sebesar 46,4. Usia penyapihan terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok SMA yaitu 20 orang 35,7 dengan usia penyapihan anak diatas 24 bulan sebesar 30,0, usia penyapihan dibawah 24 bulan sebesar 55. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu semakin rendah maka usia penyapihan akan semakin dini, tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi akan memudahkan ibu atau keluarga untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Namun pendidikan ibu didukung oleh pengetahuhan gizi ibu yang kurang. Disamping itu, ada beberapa hasil yang menarik perhatian, yaitu diantara 26 anak yang usia penyapihannya tidak baik atau dibawah usia 24 bulan, ada 12 anak 46,2 yang memiliki status gizi baik. Hal ini bisa saja terjadi jika ibu tetap memperhatikan kualitas makanan anak. Jadi walaupun anak disapih sedini mungkin, belum tentu status gizinya tidak baik. Hasil penelitian ini didukung pendapat Notoatmodjo bahwa pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, Universitas Sumatera Utara 48 kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan untuk pelaku pendidikan 2003. Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu karena ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima dan memahami informasi dibanding ibu yang berpendidikan lebih rendah, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin mudah untuk menerima berbagai informasi dimana salah satunya adalah pentingnya ASI untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak, sehingga ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung untuk melakukan penyapihan tidak tepat waktu. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Herman 1990, yang menyatakan bahwa pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan. Ibu yang baik pengetahuan gizinya akan dapat memperhitungkan kebutuhan gizi anak balitanya agar dapat tumbuh kembang secara optimal, selain itu pengetahuan yang dimiliki ibu akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anaknya. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang sesuatu hal, maka akan lebih cenderung mengambil keputusan yang tepat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan usia penyapihan anak. Pengetahuan gizi terkait dengan keputusan ibu dalam menentukan waktu memberhentikan anak menyusui. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jus’at di Jakarta yang mengemukakan bahwa pemberian MP-ASI yang terlalu dini akan mempercepat ketidakbergantungan anak pada anak Jus’at, 1994. Penyapihan merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya Universitas Sumatera Utara 49 sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Namun sebaiknya penyapihan itu terjadi dengan alasan karena anak siap untuk disapih atau sudah berusia 24 bulan Manalu, 2008. Dari hasil penelitian didapat alasan penyapihan terbanyak adalah yang berasal dari anak yaitu sebesar 57,1. Alasan-alasan tersebut antara lain anak sudah cukup usia untuk disapih, anak tidak mau lagi menyusui, dan anak sudah diberi makan oleh ibu. Jika dilihat dari hasil penelitian berdasarkan pendidikan ibu, ada sebanyak 78,6 alasan berasal dari anak berada pada tingkat pendidikan SD. Hal ini berarti kurangnya pengetahuan sang ibu juga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan penyapihan kepada anak. Senada dengan hasil penelitian Ade Manalu di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi, mengemukakan bahwa alasan penyapihan terbanyak di desa tersebut adalah alasan karena anak, yaitu sebesar 54,16 Manalu, 2008. Hasil penelitian Jus’at di Jakarta menunjukkan bahwa alasan ibu menyapih anak adalah karena ibu menganggap anak telah sanggup menerima makanan padat. Keadaan ini menyebabkan kurang gizi pada anak Jus’at, 1994. Penyapihan alaminatural Child Led Weaning adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara penyapihan alami antara lain memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI, menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI, dan memberikan penjelasan kepada anak Ester, 2006. Universitas Sumatera Utara 50 Cara penyapihan yang banyak ditemui di daerah penelitian ini adalah cara penyapihan yang tidak baik yaitu sebesar 64,3. Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ibu, cara penyapihan yang tidak baik paling banyak dijumpai pada kelompok SMP yaitu sebesar 87,5. Cara penyapihan tidak baik yang dimaksud antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan, mengoleskan betadinobat merah ataupun jamu di puting ibu, bahkan ada ibu yang menitipkan anaknya ke rumah kakek-nenek agar anak lupa pada ASI. Pengetahuan ibu tentang cara penyapihan yang baik sangat kurang sehingga berpengaruh kepada sikaptindakan yang diambil. Dari penjelasan yang didapat bahwa cara penyapihan yang mereka tahu dan terapkan adalah mulai memberikan makanan padat sedini mungkin agar anak tidak kelaparan, karena ibu menganggap anaknya sudah besar dan sudah tidak memerlukan ASI lagi, walaupun ternyata anaknya masih kurang dari 24 bulan. Hasil penelitian ini sependapat dengan Nanny yang mengemukakan bahwa sikap ibu berpengaruh terhadap pola penyapihan dimana hasil hubungan multi variabel dengan uji Regresi Logistik menunjukkan bahwa variabel sikap yang paling berpengaruh terhadap pola menyusui Nanny, 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menyapih secara mendadak menjadikan anak kurang menanggapi respon ibumenyukai ibu dan anak merasa bahwa kasih sayang ibu kepada anak sudah berubahtidak menyayangi anak lagi. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan anak, disamping itu juga anak akan mengalami dehidrasi, demam, dan kurang gizi. Menurut Ade Manalu, menyapih secara mendadak juga akan memberikan dampak yang buruk kepada ibu Manalu, 2008. Cara penyapihan yang baik belum tentu menghasilkan status gizi anak yang baik juga. Sebaliknya, cara penyapihan yang salah belum tentu menghasilkan status gizi yang tidak baik. Dalam penelitian ini, dari 36 anak yang cara penyapihannya Universitas Sumatera Utara 51 tidak baik, terdapat 18 anak 50 yang memiliki status gizi baik. Hal ini dikarenakan ibu tetap memberikan makanan yang bergizi baik sebagai pengganti ASI. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, ada 27 orang 84,4 dari 32 keluarga yang jumlah anggotanya ≤ 4 orang, disapih dengan cara tidak baik. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan jumlah anggota keluarga dengan cara penyapihan yang baik. Dari hasil wawancara diketahui bahwa cara menyapih yang tidak baik ini lebih banyak disebabkan karena kesibukan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu, bukan karena faktor produksi ASI. Mayoritas ibu mengemukakan bahwa mereka menyapih anaknya dengan cepat karena mereka merasa anak sudah besar walaupun usianya belum 24 bulan, oleh sebab itu mereka memberikan makanan padat lebih dini kepada anak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Soetjiningsih 1997 bahwa perbedaan produksi ASI berdasarkan usia dan jumlah anak tidaklah cukup bermakna.

5.2 Status Gizi