Definisi Karies Gigi dan S-ECC Kerangka Teori Kerangka Konsep

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC

Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan keras gigi yang dapat disebabkan oleh asam yang berada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut, sehingga merupakan masalah utama bagi kesehatan gigi dan mulut. 6,7,8,9 ECC merupakan adanya satu atau lebih kerusakan pada gigi baik berupa lesi kavitas maupun non kavitas, kehilangan gigi karena kerusakan atau adanya tambalan pada anak usia dibawah 6 tahun. 4 S-ECC merupakan suatu penyakit karies pada permukaan halus gigi dan dapat menggambarkan tingkat keparahan dari ECC. Menurut American Academy of Paediatric Dentistry AAPD, S-ECC terjadi pada anak berusia 3 tahun dengan tanda-tanda adanya karies pada permukaan halus gigi atau pada anak usia 3 – 5 tahun terdapat lesi karies pada permukaan halus gigi insisivus maksila atau jumlah permukaan halus gigi yang terkena karies adalah 4 untuk anak usia 3 tahun, 5 untuk usia 4 tahun dan 6 untuk usia 5 tahun. 10,11,12

2.2 Etiologi

Etiologi dari karies gigi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu host yang terdiri atas gigi dan saliva, mikroorganisme dan substrat, sedangkan faktor tambahan adalah waktu. Karies gigi juga mempunyai faktor risiko lainnya seperti jenis kelamin, usia dan hubungan sosial ekonomi. 13,14 Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Faktor Host

Faktor host terdiri dari gigi dan saliva. Faktor yang dapat dihubungkan dengan gigi terhadap karies adalah faktor morfologi gigi yaitu ukuran dan bentuk gigi, serta struktur enamel gigi. Pit dan fisur gigi yang dalam pada gigi posterior dapat memudahkan menumpuknya sisa-sisa makanan sehingga karies gigi dapat terjadi, kemudian permukaan gigi yang kasar dapat menyebabkan plak melekat pada gigi dan dapat mempercepat perkembangan karies. 6 Gigi terdiri dari lapisan enamel yang mengandung 97 mineral kalsium, fosfat, karbonat, dan flour, air 1 dan bahan organik 2, kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel, semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat. Gigi desidui sangat mudah terserang karies dibandingkan gigi permanen, ini disebabkan karena enamel gigi desidui lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada mineralnya, berbeda dengan gigi permanen yang lebih banyak mineral, ini yang menjadi salah satu alasan tingginya prevalensi karies pada anak-anak. 6 Saliva memiliki peranan penting dalam proses terjadinya karies yaitu berperan sebagai penghambat pertumbuhan dari bakteri Streptococcus mutan dengan bantuan enzim laktoferin dan lisozim. Laktoferin adalah suatu protein yang mengikat zat besi, laktoferin ini dapat ditemukan didalam cairan saliva, laktoferin memiliki pengaruh bakteriostatik terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans, dalam saliva laktoferin terikat pada sIgA, sedangkan sIgA sendiri dapat mengikat diri pada reseptor spesifik pada permukaan Streptococcus mutans. Efek antimikrobial laktoferin dapat bekerja sama dengan komponen saliva lain seperti enzim lisozim. Laktoferin lebih efektif jika dikombinasi dengan lisozim yang bermuatan positif, lisozim ini dapat berikatan pada asam lipotekon yang bermuatan negatif yang ada pada permukaan bakteri, sehingga bakteri mampu mengambil ion zat besi yang direduksi untuk menghambat pertumbuhan bakteri. 6,15 Saliva juga memiliki beberapa peranan lain yaitu mampu mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat yang tinggi yaitu sekitar 85 dari saliva. Saliva mampu membersihkan sisa – sisa makanan yang ada dalam rongga mulut, dan Universitas Sumatera Utara mampu menurunkan akumulasi plak. Komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion H dan F mampu menurunkan kelarutan enamel dan dapat meningkatkan remineralisasi gigi. 6

2.2.4 Faktor Waktu

Seperti yang telah kita diketahui bahwa salah satu kemampuan saliva adalah untuk mendepositkan kembali mineral selama terjadinya proses karies, dan proses karies tersebut terjadi atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Bila saliva ada dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Jadi pada umumnya lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas adalah cukup bervariasi. 1,6

2.2.3 Faktor Substrat

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi terjadinya karies pada gigi, selain itu dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam. Bila suasana di rongga mulut menjadi asam maka mineral, kalsium dan fosfor akan terlepas dari permukaan gigi sehingga gigi menjadi rapuh dan dapat mengakibatkan timbulnya karies. 2 Diet nutrisi dapat mengganggu keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi gigi. Diet rendah gula dan mempertinggi kalsium kaya akan keju mungkin dapat mendukung remineralisasi pada gigi, sedangkan sukrosa dapat memfasilitasi kolonisasi bakteri Streptococcus mutan. 16 2.2.4 Faktor Mikroorganisme Ada banyak bakteri yang terdapat didalam rongga mulut, salah satunya adalah Streptococcus mutan. Bakteri ini merupakan bakteri paling dominan dalam rongga mulut dan sebagai penyebab utama dari karies gigi. 1,13 Universitas Sumatera Utara

2.2.4.1 Streptococcus mutans

Streptococcus mutan adalah bakteri gram positif dan termasuk dalam bakteri Streptococcus viridian, bakteri ini bersifat aerob fakultatif. Bakteri ini bersifat asidogenik yaitu mampu meenghasilkan asam secara cepat dan memiliki sifat asidodurik yaitu mampu untuk tinggal dalam lingkungan asam dan dapat menghasilkan suatu polisakarida yang disebut dextran. Dextran yang dihasilkan oleh bakteri ini mampu mendukung bakteri – bakteri lain untuk melekat erat pada enamel gigi sehingga dengan berjalannya waktu bakteri ini sangat berpotensi dalam proses terjadinya karies karena mampu melarutkan enamel gigi secara perlahan – lahan. 17 Jenis kelamin dan usia anak perlu diperhatikan karena merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya karies. Biasanya anak yang berjenis kelamin perempuan lebih perduli terhadap kesehatan gigi dan rongga mulutnya dibanding dengan anak laki – laki. Ada teori yang mengatakan bahwa karies gigi lebih banyak terjadi pada perempuan bila dibandingkan dengan laki – laki, hal ini disebabkan oleh erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding dengan anak laki – laki. Penelitian yang dilakukan oleh Anindita menunjukkan bahwa koloni Streptococcus mutan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki – laki. Usia anak juga sangat berperan penting dalam proses terjadinya karies, biasanya proses erupsi gigi yang terjadi pada anak dapat menyebabkan masalah yang serius bagi kebersihan giginya. Erupsi gigi tentu menimbulkan rasa sakit, rasa sakit ini akan terus berlangsung sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya, sehingga anak tersebut rentan terhadap terjadinya karies karena memiliki kesulitan dalam membersihkan giginya, akibatnya peningkatan karies pada anak akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. 1,18

2.2.4.2 Peranan Streptococcus mutan dalam Saliva terhadap Terjadinya

Karies Streptococcus mutans memiliki bentuk kokus yang tunggal berbentuk bulat dan susunannya berantai, bakteri ini tumbuh pada suhu sekitar 18°-40°C. Morfologi bakteri Streptococcus mutans dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. 6,9,13 Universitas Sumatera Utara Gambar 1: Streptococcus mutans. 19 Proses terjadinya S-ECC melibatkan sejumlah faktor dan etiologi yang saling berinteraksi satu sama lain yaitu faktor host gigi dan saliva dan mikroorganisme. Secara teori saliva dapat disebut dengan daya anti karies, saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, salah satunya adalah mengaktifkan komponen- komponen non imunologi sebagai penghambat pertumbuhannya bakteri, sehingga derajat asidogeniknya berkurang. 15 Pada saliva terdapat sejumlah bahan organik dengan anti mikroba termasuk lisozim, laktoferin, peroksidase, histatin, dan imunoglobin. Lisozim dapat menghambat aglutinasi bakteri dan mengikat zat besi dimana zat besi yang tersedia merupakan kofaktor untuk enzim bakteri berperan, termasuk Streptococcus mutans, jika lisozim pada saliva berkurang maka Streptococcus mutans terus berkembang karena konsentrasi zat besi terus bertambah. Lisozim mampu menyerang bakteri dengan cara menyerang dinding selnya sehingga menjadi poreus dan bakteri menjadi kehilangan cairan selnya. 15 Bahan organik pada saliva yang dapat mempengaruhi pH adalah bikarbonat, fosfat, dan protein, salah satu yang paling berperan dari bahan tersebut yaitu bikarbonat. Bikarbonat dapat berperan penting dalam mengkompensasi aktivitas asam didalam rongga mulut. 9 pH pada saliva menentukan Streptococcus mutans untuk tumbuh yaitu pada suasana asam, jika pH turun, maka Streptococcus mutans akan tumbuh dan memperbanyak koloninya. Streptococcus mutans tumbuh dalam suasana asam yaitu sekitar dibawa pH normal rongga mulut, pada pH rongga mulut yang rendah Streptococcus mutans akan terus berkembang dan karies akan terus terjadi. 20 Universitas Sumatera Utara Bakteri Streptococcus mutans juga dapat berikatan dengan molekul saliva yang lainnya seperti protein saliva yaitu aglutinin saliva. Aglutinin ini berperan sebagai media atau jembatan pelekatan bakteri Streptococcus mutans pada permukaan gigi, sehingga gigi berpotensi menjadi karies. 15 Kolonisasi bakteri didalam rongga mulut anak dapat bertransmisi melalui manusia yang paling banyak adalah ibu dan ayah. Bayi yang memiliki jumlah Streptococcus mutans yang banyak, maka dengan meningkatnya usia pada 2 – 3 tahun akan mempunyai resiko karies yang lebih tinggi. 21 Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Teori

Etiologi Severe Early Childhood Caries S-ECC Non S-ECC Host Mikroorganisme Waktu Substrat Jumlah koloni Streptococcus mutans dalam saliva Early Childhood Caries ECC Kondisi Gigi Anak Bebas karies Faktor Resiko  Jenis kelamin  Usia  Sosial ekonomi Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Konsep

Severe Early Childhood Caries S-ECC Non Severe Early Childhood Caries S-ECC Jumlah koloni Streptococcus mutans dalam saliva Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian Cross-sectional.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

a. Tempat penelitian 1. Penelitian ini dilakukan di TK Khansa, TK Namira dan TK Dharma Pancasila di Kecamatan Medan Selayang. 2. Laboratorium Mikrobiologi FK USU. b. Waktu penelitian Proposal dilakukan pada minggu pertama bulan Juli 2013 sampai Februari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 37 – 71 bulan pada TK Namira dan TK Dharma Pancasila di kecamatan Medan Selayang. b. Sampel Jumlah sampel penelitian ini diambil dengan cara menggunakan rumus uji hipotesis dua kelompok data. √ √ n = √ √ Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan perilaku diet anak dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan barat

2 44 111

Hubungan perilaku diet anak dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah

10 111 74

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

2 56 76

Perbedaan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva Pada Anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dengan Non S-ECC Usia 36-71 Bulan di Kecamatan Medan Baru

3 57 67

Perbedaan jumlah koloni Streptococcus mutans dalam plak pada anak severe early childhood caries (S-ECC) dan non S-ECC usia 36-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah

3 57 65

Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Selayang

2 63 94

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

0 0 11

Perbedaan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva Pada Anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dengan Non S-ECC Usia 36-71 Bulan di Kecamatan Medan Baru

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Severe-Early Childhood Caries (S-ECC) - Perbedaan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva Pada Anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dengan Non S-ECC Usia 36-71 Bulan di Kecamatan Medan Baru

0 2 10

Perbedaan jumlah koloni Streptococcus mutans dalam plak pada anak severe early childhood caries (S-ECC) dan non S-ECC usia 36-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah

1 1 17