BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN
DALAM MELAKSANAKAN PERAN DAN TUGAS HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT TERHADAP
PEMBINAAN NARAPIDANA
A. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat
1. Faktor Hukum
Menempatkan faktor hukum sebagai faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat adalah sangat realistis.
Barangkali inilah yang digambarkan Satjipto Rahardjo sebagai penyakit-penyakit yang melekat pada hukum. Keadaan ini juga telah mampu menarik perhatian
beberapa pengkaji hukum, di antaranya Lon L. Fuller yang meminta perhatian akan perlunya memahami gejala patologis pada hukum; bahwa orang akan dapat
melakukan pemahaman terhadap hukum secara lebih baik, manakala ia juga secara sengaja mempelajari penyakit-penyakit hukum.
Memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas Hakim pengawas dan pengamat dalam mendukung pola pembinaan
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, maka dapat dikatakan bahwa belum ada sinkronisasi di antara perundang-undangan yang ada. Dalam Bab XX KUHAP,
Pasal 277 - 283 telah ditentukan mengenai prosedur acara pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan perampasan kemerdekaan,
demikian pula dalam S.E. MA No. 7 Tahun 1985 yang mengatur lebih lanjut
Universitas Sumatera Utara
mengenai ruang lingkup pengawasan dan pengamatan serta petunjuk teknis pelaksanaannya, namun ironisnya ketentuan mengenai hal tersebut tidak
ditemukan dalam Undang-undang Pemasyarakatan sebagai UU yang menjadi dasar pernbinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Akibat tidak diaturnya Hakim pengawas dan pengamat dalam UU Pemasyarakatan, maka tidak mengherankan lembaga Hakim pengawas dan
pengamat tersebut kurang bahkan tidak populer dikalangan Lapas. Apa yang diharapkan oleh Boy Mardjono Reksodiputro, bahwa mudah-mudahan UU
Pemasyarakatan yang akan datang yang dimaksud adalah UU Pemasyarakatan saat ini yakni UU No. 12 tahun 1995 berani untuk mengembangkan lebih lanjut
pemikiran tentang Hakim WASMAT
35
1 Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat
Pemasyarakatan. tidak menjadi kenyataan. Lembaga baru
yang dimunculkan dalam UU Pemasyarakatan adalah Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan sebagaimana dimuat dalam
Bab IV, Pasal 45, yang menentukan :
2 Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran atau pertimbangan
kepada Menteri. 3
Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 terdiri dari para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil
instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya.
35
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, hal .76.
Universitas Sumatera Utara
4 Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat LAPAS,
BAPAS, atau pejabat terkait lainnya bertugas : a.
memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan;
b. membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan;
dan c.
Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan. 5
Pembentukan, susunan, dan tata kerja Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengarnat Pemasyarakatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
36
Apabila dicermati ketentuan pembentukan lembaga baru tersebut ternyata tidak mengakomodasi keberadaan Hakim pengawas dan pengamat.
Dalam ketentuan Pasal 45 ayat 3 dan ayat 4 disebutkan keanggotaan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang terdiri dari para ahli bidang pemasyarakatan
sebagai wakil instansi terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya; dan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan terdiri dan pejabat-pejabat
Lapas, Bapas atau pejabat terkait lainnya, serta menyebutkan dengan jelas keikutsertaan Hakim pengawas dan pengamat. Lembaga tersebut padahal
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mencegah pelanggaran hak-hak narapidana dan merekomendasikan kepada narapidana hak-hak tertentu,
seperti hak atas asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.
36
Undang-undang tentang Permasyarakatan No. 12 Tahun 1995
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena ketentuan Pasal 45 ayat 3 dan 4 UU Pemasyarakatan tidak dengan jelas menyebutkan keikutsertaan Hakim pengawas dan pengamat dalam
sidang Tim Pengamat Permasyarakatan TPP, namun dalam pelaksanaan tugasnya Hakim pengawas dan pengamat di Pengadilan Negeri Sibolga tetap
dilibatkan secara aktif, sebagai anggota. Hal seperti ini juga dikatakan oleh Hakim pengawas dan pengamat Pengadilan Negeri Sibolga, bahwa pelaksanaan
sidang TPP di Lapas tidak harus dikonsultasikan kepadanya namun apabila ada pemberitahuan atapun undangan dari pihak Lapas hal tersebut sebagai
bentuk kerjasama antara instansi dalam melakasanakan Keputusan Menteri. Dengan demikian ketentuan Pasal 45 ayat 3 dan 4 memang tidak menyebutkan
dengan jelas keberadaan Hakim pengawas dan pengamat dalam TPP di Lapas kecuali sebatas dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI
No. M.02.PR.08 03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Badan Pengamat Pemasyarakatan TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II-A. Hal ini diduga kuat
sebagai salah satu hal yang menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan tugas Hakim pengawas dan pengamat khususnya menyangkut hak narapidana atas
asimilasi, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas serta cuti bersyarat. Di sisi lain Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor :
E.PK.04.01-168 tanggal 31 Agustus 1999, tentang Pemberdayaan Seluruh Elemen Dalam Rangka Meningkatkan Program Pembinaan, menekankan pada butir 1
Agar memberdayakan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP baik di Unit Pelaksana Teknis maupun Kantor Wilayah dengan meningkatkan frekuensi sidang
terutama menyangkut program pembinaan asimilasi dan integrasi bagi narapidana.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas Hakim pengawas dan pengamat, tidak pula ditentukan
suatu sanksi bagi Hakim pengawas dan pengamat apabila tidak melaksanakan tugasnya. Ketiadaan ketentuan mengenai kelalaian Hakim pengawas dan
pengamat dalam pelaksanaan tugasnya untuk mendukung pola pembinaan narapidana juga diduga kuat sebagai faktor lainnya pelaksanaan tugas Hakim
pengawas dan pengamat sebagaimana terjadi di Lembaga permasyarakatan Sibolga.
2. Faktor Kelembagaan