Sistem pemasyarakatan, bertujuan untuk melakukan pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisiorientasi, pembinaan dan
asimilasi. Pada tahap pembinaan, narapidana dibina, dibimbing agar dikemudian hari tidak melakukan tindak pidana lagi, sedang pada tahap
asimilasi, narapidana diasimilasikan ke tengah-tengah masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. Hal ini sebagai upaya memberikan bekal
kepada narapidana agar ia tidak lagi canggung bila keluar dari lembaga pemasyarakatan.
3. Narkotika dan Perkembangan Hukumnya
Dari literatur lama, dapat kita ketahui bahwa pada saat itu tidak dibedakan secara jelas antara narkotika dan psikotropika. Setidak-tidaknya
pada saat itu kedua masalah tersebut dikelompokkan menjadi satu.
8
Menurut Smith kline dan french Clinical Staff membuat defenisi “Narkotika adalah zat-zat obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran
atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi saraf sentral. Dalam defenisi narkotika inisudah termasuk jenis candu dan
turun-turunan candu morphine, codein, heroine dan candu sintesis meperidine dan methadone.”
9
Sedangkan defenisi lainnya dari Biro Bea dan Cukai Amerika Serikat dalam buku “Narcotic Identifiction Manual” antara lain menerangkan
tentang :
8
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, Bandung, 2003, hal. 33
9
Ibid, hal. 33
Universitas Sumatera Utara
“bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah candu, ganja, cocaien. Zat-zat bahn mentahnya diambil dari benda-benda tersebut yakni
morphine, heroine. Codeine, dan hashish, cocaine, dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghilangkan zat-zat. Obat-obat yang tergolong
dalam hallucinogen, depressant dan stimulant”.
10
a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika
sintesis. Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein, cocaine. Narkotika alam ini
termasuk dalam narkotika sempit. Sedangkan narkotika sintesis adalah termasuk di dalamnya zat-zat obat yang tergolong dalam tiga jenis
obat, yaitu : hallucinogen, depressant dan stimulant. Dari kedua defenisi tersebut, M. Ridha Ma’roef menyimpulkan :
b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral
yang akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya apabila disalahgunakan.
c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obat-obat
bius atau obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs.
11
Di Indonesia pada waktu itu narkotika golongan alam digolongkan dalam obat-obatan daftar O, dan narkotika sintesis digolongkan dalam
obat-obatan daftar G. Karena kebanyakan orang tidak tahu suatu obat dikategorikan dalam daftar O atau daftar G. Maka mereka menggunakan
istilah baru : Obat yang disalahgunakan drugs abuse.
10
Ibid, hal. 34
11
Ibid, hal. 34
Universitas Sumatera Utara
Obat yang dilahgunakan secara klinik dapat dibagi dalam 4 kelompok : 1.
Obat narkotik : candu, morphine, heroine dan sebagainya
2. Obat halusinogen : ganja, LSD, Mescaline dan sebagainya
3. Obat depresan
: obat tidur, obat pereda dan obat penenang 4.
Obat stimulan : amfetamin, phenmetrazine dan sebagainya.
12
Menurut Sudarto pengertian narkotika berasal dari kata Yunani “narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa,
namun menurut B. Simanjuntak mengatakan bahwa narkotika berasal dari kata Narcissus, sejenis tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat
membuat orang menjadi tidak sadar.
13
Secara umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang
yang menggunakannya, yaiut dengan cara memasukkan ke dalam tubuh.
14
a. Mempengaruhi kesadaran
Istilah narkotika disini bukanlah “narcotics” pada Farmacologie farmasi, melainkan sama artinya dengan “drugs”, yaitu sejenis zat yang
apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :
b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku
manusia
12
Ibid, hal. 35
13
Ibid, hal. 35
14
Moh. Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta, 2003, hal. 16
Universitas Sumatera Utara
c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa :
1. Penenang
2. Perangsang bukan ransangan sex
3. Menimbulkan halusinasi pemakainya tidak mampu membedakan
antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat.
15
Dalam bagian pembahasan pada tulisan ini, penulis mencoba membandingkan Undang-undang Narkotika yang pernah berlaku di
Indonesia dimulai dari Undang-undang Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika sampai dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika. Dalam perbandingan kali ini, yang digunakan acuan atau parameter pembanding adalah mengenai permasalahan penyidikan dan
ketentuan pidana. Pada dasarnya kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan
narkoba di Indonesia sudah sejak lama dilakukan. Diawali dengan berlakunya Ordonansi Obat Bius Verdoovende Middelen Ordonnantie,
Stbl. 1927 No. 278 jo. No. 536. Ordonansi ini kemudian diganti dengan UU No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika. Selanjutnya undang-undang ini
diganti menjadi UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika sampai dengan munculnya UU No. 35 tahun 2009 sebagai pembaharuan terbaru dari
undang-undang tentang Narkotika.
15
Ibid, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
Pada UU Nomor 9 tahun 1976, masalah penyidikan diatur pada Bab V tentang Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di depan Pengadilan,
sebagaimana disebutkan pada pasal 25 ayat 2 bahwa Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan Pengadilan terhadap tindak pidana
yang menyangkut narkotika dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, sekedar tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini. Satu hal
yang perlu kita cermati bahwa Undang-undang Nomor 9 tahun 1976 ini berlaku sebelum UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP disahkan,
artinya ketentuan mengenai beracara dalam pidana belum berlaku sebagaimana KUHAP yang ada saat ini. Selanjutnya, ketentuan mengenai
penyidik yang berwenang melakukan penyidikan kaitannya dengan tindak kejahatan Narkotika mengacu pada undang-undang nomor 13 Tahun 1961
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289.
Di lain pihak pada UU No. 22 tahun 1997 peranan Badan Narkotika Nasional tidak diatur dalam perundang-undangan tentang narkotika.
Pada UU No. 35 tahun 2009, secara jelas peranan dan kewenangan dari BNN sebagai Badan Nasional diatur sedemikian rupa terutama mengenai
kewenangan penyidikan. Pada UU No. 22 tahun 1997, penyidikan hanya dilakukan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan PPNS
sesuai pasal 65, sedangkan pada undang-undang terbaru dikatakan pada pasal 81 bahwa Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
undang-undang ini, ditambah dengan PPNS tertentu. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih. Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan
penyadapan wiretapping, teknik pembelian terselubung under cover buy, dan teknik penyerahan yang diawasi controlled delevery, serta teknik
penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Selanjutnya,
teknik penyidikan ini juga membuka peluang terhadap perluasan alat bukti elektronik sebagaimana yang tercantum dalam pasal 86 ayat 2
yang menyatakan bahwa : Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa :
a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan b.
data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada : 1.
tulisan, suara, danatau gambar; 2.
peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau 3.
huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya.
Universitas Sumatera Utara
Perluasan terhadap alat bukti khususnya yang menyangkut alat bukti elektronik ini memang sangat dibutuhkan, hal ini mengingat sebagai salah
satu tindak kejahatan, peredaran narkotika merupakan jenis kejahatan dalam bentuk jaringan dimana antara para pelaku sering tidak bertemu
secara face to face bahkan nyaris tidak saling mengenal satu dengan yang lain, dan komunikasi diantara para pelaku menggunakan media alat
komunikasi elektronik seperti handphone maupun media chatting. Ketentuan mengenai penyidikan dalam Undang-undang Nomor 22 tahun
1997 dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 jika dicermati maka akan terlihat mengenai peranan Badan Narkotika Nasional yang semakin
memiliki kewenangan dalam hal melakukan penyidikan walaupun tidak menghapus kewenangan penyidik Polri sebagaimana yang telah
dipaparkan pada bagian diatas. Jika kita melihat dan membandingkannya dengan UU No. 9 tahun 1976 maka hal itu sangat terlihat perbedaan
signifikan, dimana pada UU No. 9 tahun 1976 kewenangan penyidikan sangat bertumpu pada penyidik Kepolisian terlebih lagi saat itu kejahatan
Narkotika masih tergabung dalam kejahatan konvensional lainnya, dimana Polri belum memiliki fungsi teknis Narkoba sebagaimana yang dimiliki
Polri saat ini Direktorat Narkoba. Pada UU No. 9 tahun 1976 dikatakan pada Pasal 30 bahwa Selain kepada penyidik umum yang mempunyai
wewenang dalam penyidikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, kepada pejabat kesehatan tertentu dapat diberi wewenang penyidikan
Universitas Sumatera Utara
terbatas. Pasal tersebut kemudian dijelaskan ialah memberikan wewenang penyidikan terbatas, karena keahliannya dapat membantu dalam
memperlancar pemeriksaan. Wewenang penyidikan yang diberikan kepada pejabat kesehatan meliputi :
a Menyita atau memerintahkan penyerahan semua barang-barang yang
bersangkutan dengan penyalahgunaan narkotika. b
Minta memperlihatkan semua dokumen-dokumen yang menurut pandangan mereka diperlukan untuk menjalankan tugas dengan baik.
c Memasuki semua tempat yang diperlukan untuk menjalankan tugas
dengan baik. Mereka yang menjalankan tugas ini dapat minta bantuan pejabat-pejabat lain yang mempunyai wewenang.
Ketentuan pidana pada undang-undang nomor 9 tahun 1976 mengacu pada pelanggaran sebagaimana dimaksud pada pasal 23, yaitu :
1 Dilarang secara tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai
dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai tanaman Papaver, tanaman Koka atau tanaman Ganja. Dalam hal perbuatan
tersebut menyangkut tanaman Koka atau tanaman Ganja maka dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 enam tahun dan
denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah dan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 sepuluh tahun
dan denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000.- lima belas juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut tanaman Papaver.
Universitas Sumatera Utara
2 Dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi,
mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika. Dimana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 dua belas tahun dan
denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman
Ganja serta dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 30.000.000,-
tiga puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya.
3 Dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan untuk memiliki
atau untuk persediaan atau menguasai narkotika. Dimana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 enam tahun dan denda
setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja dan
dipidana dengan pidana penjara selama-selamanya 10 sepuluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,- lima belas juta rupiah
apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. 4
Dilarang secara tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika. Dimana dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah
apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja dan dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
Universitas Sumatera Utara
hidup atau pidara penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah
apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. 5
Dilarang secara tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika. Dimana dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah apabila
perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman, Ganja dan dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah apabila
perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. 6
Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain.
Dimana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah
apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja dan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
10 sepuluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,- lima belas juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut
narkotika lainnya.
Universitas Sumatera Utara
7 Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika bagi dirinya
sendiri. Dimana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 dua tahun apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau
tanaman Ganja dan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tiga tahun apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika
lainnya. Kondisi ini mengalami perubahan seiring dengan semakin meningkat dan
berkembangnya kejahatan Narkotika di Indonesia. Pada bagian ketentuan pidana ini telah terjadi beberapa perubahan yang cukup prinsipal dan
mendasar dari UU No 22 tahun 1997 ke UU No 35 tahun 2009 ini, dimana pada undang-undang terdahulu jumlah pasal dalam ketentuan
pidana ini hanya berjumlah 23 pasal dan berkembang menjadi 35 pasal pada undang-undang terbaru.Secara umum UU No 35 tahun 2009 ini
memiliki ancaman hukuman pidana penjara yang lebih berat daripada UU No 22 tahun 1997 demikian pula dengan ancaman hukuman denda
yang diberikan juga lebih berat. Beberapa pokok perubahan tersebut diantaranya adalah :
a. Penggunaan sistem pidana minimal
Pada undang-undang terbaru dikenal sistem pidana minimal dimana pada undang-undang sebelumnya hal tersebut tidak ada.
Hal ini terutama pada para pelaku penyalahgunaan narkotika Golongan I.
Universitas Sumatera Utara
b. Semakin beratnya hukuman bagi pelaku yang melanggar penggunaan
narkotika baik jenis Golongan I , II, maupun III dibandingkan UU No. 22 tahun 1997,misalnya untuk Golongan I baik itu menyimpan,
membawa maupun memiliki dan menggunakan menjadi minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, kemudian di ikuti dengan semakin
beratnya pidana denda dari Rp.500.000.000 lima ratus juta rupiah menjadi minimal Rp 800.000.000 delapan ratus juta rupiah dan
maksimal Rp. 8.000.000.000 delapan milyard rupiah. c.
Semakin beratnya hukuman bagi para pelaku dengan jumlah barang bukti yang banyakjumlah besar, misalnya untuk pelanggaran terhadap
narkotika Golongan I yang melebihi berat 1 kg atau 5 batang pohon jenis tanaman atau barang bukti melebihi 5 gram untuk jenis bukan
tanaman maka pelaku di pidana dengan pidana seumur hidup atau minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun dan pidana dendanya
ditambah 13. d.
Selanjutnya bagi penyalahguna narkotika yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial Pasal 127 ayat 3 UU No 35 tahun 2009. e.
Yang cukup menarik adalah apa yang tertera dalam pasal 128 UU No. 35 tahun 2009 dimana orang tua atau wali pecandu yang belum
cukup umur yang tidak melaporkan maka dapat dipidana dengan pidana kurungan 6 bulan atau denda 1 juta rupiah ayat 1, sedangkan
untuk pecandu narkotika dibawah umur dan telah dilaporkan
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana pasal 55 ayat 1 maka dia tidak dapat dipidana, kemudian untuk pecandu narkotika yang telah cukup umur dan sedang
menjalani rehabilitasi medis juga tidak dituntut pidana ayat 3.
16
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian