Prosedur Perizinan Usaha Asuransi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Ditinjai Dari Persepektif Hukum Administrasi Negara

(1)

DAFTAR PUSTAKA I.BUKU

Atmosudirdjo, S.Prajudi , Hukum Administrasi Negara , Ghalia Indonesia,Jakarta, 1983

Brata, Atep Adya , Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia,Jakarta,2003 Cribbin dalam James J. Leadership, Strategies for Organizational Effectiviness,

New York : Amacom, ama Inc, 1981

Effendhy, Ilmu,teori dan Filsafat Komunikasi, PT.Citra Aditya Bakti, 2003 Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika

Jakarta, 1992

Ibrahim, H.Amin, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta implementasinya, MandarMaju, Bandung, 2008

Kelsen,Hans, General Theory of Norms, Terjemahanoleh Michael Hartney, Oxford University Press, New York, 1991

Moenir,H.A,S, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Cetakan Keenam Bumi Aksara, Jakarta, 2002

N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge disunting Hadjon, PhilipusPengantar Hukum Perizinan, Yuridika,Surabaya, 1993

Pudayatmoko,Sri Y, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Kompas Gramedia, Jakarta, 2009

Rangkuti Siti Sudari, Hukum lingkungan dan Kebijakan Publik, Airlangga University Press, Surabaya


(2)

Srimamudji,dan,Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Ind-hillco, 2001 Sutedi, Adrian Hukum Perizinan Dalam Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011

Syafruddin Ateng, dalam .M.M. Van Praag, Algemen Nederlands Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Johngbloed & Zoon,S-Gavenhagem, 1992

Yusuf,Asep Warlan, dalam Utama, Arya, Hukum Lingkungan, Sistem HukumPerizinan Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Sutra, Bandung, 2007

II.PERATURAN-PERUNDANNG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Perizinan Usaha Asuransi Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit

Pelayanan Perijinan


(3)

Birokrasi No. 7 Tahun 2010 tentang Pendayagunaan Aparatur Negara Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Paket Kebijaksanaan

Deregulasi 20 Desember 1988

III.JURNAL,MAKALAH

Basah ,Sjachran.Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi ,

Makalah pada peraturan Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Unair ,Surabaya 1995

Majalah Legal Review No. 40 Tahun 2006

IV.WEBSITE

dalam-mengendalikan-masyarakat diakses tanggal 9 maret 2016

diakses tanggal 9 maret 2016

diakses tanggal 9 maret 2016

tanggal 9 maret 2016


(4)

BAB III

PROSEDUR PERIZINAN USAHA ASURANSI BERDASRAKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 A. Penyelenggaraan Perizinan

Pola otonomi daerah yang digunakan di Indonesia saat ini membawa dampak terhadap kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Dalam pola desentralisasi memberi kewenangan pada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya. Dengan kewenangan ini, bupati memiliki kewenangan melalui peraturan daerah (perda) meregulasikan peraturan yang berdampak pada bertambahnya Pendapatan Daerah. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan.

Izin merupakan instrumen pemerintah dalam melakukan pengendalian untuk mencapai tujuannya36

36

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, pasal 5 ayat 1, tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah

. Menurut Ahmad Sobana; mekanisme perizinan & izin yang diterbitkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk berubah.


(5)

Berkembangnya ragam pelayanan publik dan semakin tingginya tuntutan pelayanan publik yang lebih efisien, cepat, fleksibel, berbiaya rendah serta memuaskan, akan menjadikan negara pada posisi “kewalahan” manakala masih tetap memaksakan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang “paling sah” dalam memberikan pelayanan. Bahkan jika ia tetap menempatkan diri sebagai agen tunggal dalam memberikan pelayanan, pastilah akan berada pada posisi “payah”. Karena itu, mengurus sesuatu yang semestinya tidak perlu diurus, haruslah ditinggalkan oleh negara; agar lebih berkonsentrasi pada urusan-urusan yang lebih strategis dan krusial.

Karena itu, konsep desentralisasi sebenarnya bermaksud untuk mengurangi beban negara yang berlebihan dan tidak semestinya. Ia merekomendasikan berbagai hak, wewenang, tugas dan tanggung-jawab dengan masyarakat (baik terorganisir maupun tidak) dalam mengurusi dan memberikan pelayanan publik agar tidak semakin “kepayahan”. Bahkan ia memberikan rekomendasi agar rakyat diperbolehkan mengurusi dirinya sendiri, dan tidak serba menyerahkan segala urusannya kepada negara.

Kebijakan pemerintah dalam memperluas kompetensi pelayanan sudah sejak diterbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kemudian kebijakan pelayanan publik dituangkan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan No. PER/26/M.PAN/05/2006 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Pelayanan Publik, yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010


(6)

tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. Dalam Rangka Pelaksanaan Kompetisi antar Kabupaten atau Kota, yang mengatur antara lain: komponen dan indikator penilaian sebagai berikut:

1. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi pelayanan publik; 2. Kebijakan peningkatan partisipasi masyarakat;

3. Kebijakan pemberian penghargaan dan penerapan sanksi; 4. Pembinaan teknis terhadap unit pelayanan publik;

5. Kebijakan korportisasi unit pelayanan publik; 6. Pengembangan manajemen pela-yanan;

7.Kebijakan peningkatan profesi-onalisme pejabat atau pegawai di bidang pelayanan publik;

8. Penghargaan di bidang pening-katan kualitas pelayanan publik; 9. Kebijakan pembangunan kemasyarakatan dan kesejahteraan; 10.Kebijakan dalam men-dorong pembangunan ekonomi daerah;

11.Kebijakan pengembangan dan pemanfaatan e-government; Keduabelas, Penerapan standar ISO 9001-2000. 37

Pendayagunaan aparatur negara pada dasarnya adalah pembinaan, penertiban dan penyempurnaan aparatur negara baik dari aspek kelembagaan, sumberdaya manusia aparatur, tata laksana, dan pengawasan. Percepatan pendayagunaan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi dengan sasaran mengubah pola pikir (mindset), budaya kerja (culture-set), dan sistem manajemen pemerintahan, sehingga peningkatan kualitas pelayanan publik lebih

37

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010, tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik


(7)

cepat tercapai. Upaya tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan yang berujung pada pelayanan publik yang prima.

Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terutama dalam melaksanakan evaluasi kinerja pelayanan publik sertadalam upaya mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, maka diperlukan pemberian apresiasi terhadap unit pelayanan publik yang telah melaksanakan pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel, berupa pemberian penghargaan sebagai bagian dari pembinaan aparatur negara. Pemberi-an penghargaan tersebut merupakan langkah strategis dalam rangka mendorong upaya perbaikan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik ialah dengan memberikan stimulus atau motivasi, semangat perbaikan dan inovasi pelayanan serta melakukan penilaian untuk mengetahui gambaran kinerja yang obyektif dari unit pelayanan. 38

Kebijakan reformasi birokrasi bagi penyelenggaraan pelayanan perijinan dituangkan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu Di Daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang perijinan dibentuk unit pelayanan perijinan terpadu dengan sebutan badan atau kantor. Sedangkan besaran organisasi Badan dan/atau Kantor ditetapkan berdasarkan klasifikasi besaran organisasi perangkat daerah. Kalau unit pelayanan perijinan terpadu menggunakan bentuk Badan apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah mencapai nilai lebih dari 70 (tujuh puluh). Sedangkan kalau unit pelayanan

38


(8)

terpadu meng-gunakan bentuk Kantor apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah mencapai nilai kurang atau sama dengan 70 (tujuh puluh). 39

5. Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perijinan.

Untuk menghitung variabel besaran organisasi menggunakan pedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Simplifikasi, keamanan dan kepastian. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut Badan Perijinan Terpadu dan/atau Kantor Perijinan Terpadu menyelenggarakan fungsi:

1. Pelaksanaan penyusunan program Badan dan/ atau Kantor; 2. Penyelenggaraan pelayanan administrasi perijinan;

3. Pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perijinan; 4. Pelaksanaan administrasi pelayanan perijinan;

40

Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pelayanan Publik dilakukan oleh pimpinan unit pelayanan perijinan. Pimpinan penyelenggara pelayanan perijinan wajib secara berkala mengadakan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan perijinan. Kegiatan evaluasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan hasilnya secara berkala dilaporkan kepada Bupati atau Walikota. Dalam melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang jelas dan terukur sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan dimaksud dapat mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan

39

Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan

40


(9)

Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.

Badan Perijinan Terpadu dan/atau Kantor Perijinan Terpadu mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, Pengawasan penyelenggaraan pelayanan perijinan, dilakukan melalui:

1. Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan.

Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan


(10)

suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanyaStandard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:

a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;


(11)

b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;

d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;

e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan; f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan

diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas; 3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan

masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;

4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggaran pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.


(12)

Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.

Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan 41

41


(13)

B. Prosedur Perizinan Usaha Asuransi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992

Izin Merupakan sebuah keputusan pemerintah, atau menurut undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebut keputusan tata usaha negara. Sebagai sebuah keputusan pemerintah, izin lahir tidak dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu mesti ada permohonan dari seseorang atau suatu pihak tertentu. Sebagai sebuah keputusan dari badan / pejabat yang berwenang, izin lahir melalui serangkaian proses, yang dimulai dari permohonan yang kemudian diproses melalui serangkaian tahapan yang kadang kala begitu panjang. Pengajuan permohonan izin pada umumnya harus dilakukan secara tertulis, sering kali dengan mengisi formulir tertentu yang sudah disediakan oleh instansi yang berwenang mengeluarkan izin. Formulir yang tersedia pada umumnya berisi kolom-kolom yang mesti diisi oleh pemohon. Adanya formulir permohonan izin karena memudahkan pihak pemohon dalam pengajuan permohonan izin karena yang bersangkutan tidak harus merangkai kalimat sendiri yang berisi permohonan izin. Demikian pula bagi pihak aparatur yang menangani permohonan, akan memudahkan dalam membaca dan mengelak permohonan tersebut. Tata cara pengajuan permohonan dan pengisian formulir yang harus dilakukan oleh pemohon pada banyak bidang sudah dijelaskan melalui media, antara lain berupa papan petunjuk (bagan) yang disediakan didepan penerima berkas, di tempat permohonan itu diajukan berupa leaflet (selebaran) yang disediakan oleh instansi yang menangani izin, melalui spanduk atau yang dewasa ini melalui website. Kadang kala pengisian formulir dapat dilakukan di rumah pemohon, artinya


(14)

formulir yang disediakan tidak langsung diisi di tempat pelayanan perizinan yang di dapat di download (diunduh) oleh pemohon izin sehingga ketika pemohon datang ke instansi yang menangani perizinan itu, blangko tersebut sudah diisi dan dilengkapi dengan persyaratan yang dibutuhkan. Pengajuan permohonan dalam hal tertentu dapat dilakukan oleh orang atau pihak yang mewakili pihak pemohon. Bahkan tidak jarang ada biro jasa yang menawarkan pengurusan permohonan izin. Permohonan mesti dialamatkan kepada instansi pemerintah yang berwenang menangani dan mengeluarkan izin yang dimohonkan itu. Untuk itu mesti sudah diketahui sebelumnya oleh pihak pemohon ke mana permohonan diajukan, dan seterusnya. Sedangkan dasar hukum pendirian usaha perasuransian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaran Usaha Perasuransian.

Adapun syarat permohonan izin tentang usaha perasuransian antara lain : 1.Dasar Hukum

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 73 tahun 1992 tentang Penyelengaraan Usaha Peransuransian

2.Persyaratan

Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelengarakan program asuransi sosial .

Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha yang meliputi:

a.Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.


(15)

b.Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas.

c.Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya.

d.Perjanjian Kerjasama dengan pihak asing yang dinyatakan dalam bahasa Indonesia, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing.

e.Bagi perusahaan asuransi, spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya;

Permohonan Izin Usaha Perusahaan Asuransi :

a.Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan;

b.Pernyataan bahwa Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi tidak merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain;

c.Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;

d.Bukti bahwa sekurang-kurangnya separo dari jumlah Pengurus perusahaan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang usaha perasuransian sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;

e.Bukti bahwa Pengurus Perusahaan yang bertanggung jawab pada fungsi pengelolaan risiko telah memiliki pengalaman di bidang tersebut sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun


(16)

f.Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;

g.Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Laba-rugi Ketentuan Modal Disetor Pendirian Perusahaan Penunjang Perasuransian 3.Mekanisme

a. Pemohon menuju loket informasi b. Mengisi formulir pendaftaran

c. Pemprosesan/pemeriksaan berkas persyaratan

d. Peninjauan/pemeriksaan ke lapangan (jika diperlukan) e. Pembayaran di loket kasir

f. Penyerahan izin

Berdasarkan PP No 73 tahun 1992 Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi. (100% Indonesia) Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah), bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi. (Ada Penyertaan Asing).Ketentuan permodalan tidak dikenakan pada Perusahaan Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Aktuaria karena dalam kegiatan perusahaan-perusahaan dimaksud yang lebih dominan adalah unsur profesionalisme

Dengan demikian, unsur permodalan dapat dipenuhi sendiri sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. 42

42

Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaran Usaha Perasuransian


(17)

Ketentuan model disetor pendirian perusahaan penunjang perasuransian Berdasarkan PP No 63 tahun 1999 : Ketentuan permodalan tidak dikenakan pada Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Perusahaan Agen Asuransi, karena dalam kegiatan usaha perusahaan tersebut lebih dituntut unsur profesionalisme.

Pengaturan Usaha Asuransi antara lain : 1) Pengaturan Usaha Asuransi Jiwa

a.Usaha Asuransi Jiwa

Setiap kegiatan yang menjalankan perusahaan dibidang asuransi jiwa harus mempunyai izin usaha dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Perizinan usaha asuransi jiwa sudah diatur oleh Departemen Keuangan sejak tahun 1974. Ketentuan tentang syarat perizinan usaha asuransi jiwa tersebut sudah mengalami dua kali perubahan, termasuk persyaratan teknisnya. Ketentuan terakhir yang berkaitan dengan perizinan diatur kembali dalam paket Deregulasi pada 20 Desember 1988, berdasarkan Surat Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia No 1250/K.M.K.013/1988. Didalam Surat Keputusan ini, diatur tentang perizinan usaha asuransi jiwa, baik usaha nasional maupun yang berbentuk patungan. Juga diatur tentang perizinan usaha jasa Aktuaria.

b.Usaha Asuransi Jiwa Nasional

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin usaha perusahaan asuransi jiwa adalah sebagai berikut yang dibedakan dalam dua jenis kelompok usaha yaitu bagi usaha perusahaan nasional dan perusahaan patungan.


(18)

Syarat-syarat perizinan yang harus dipenuhi bagi perushaan asuransi jiwa nasional adalah :

1.Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi

2.Modal disetor bagi Perseroan Terbatas atau jumlah simpanan Pokok dan Simpanan Wajib bagi Koperasi sekurang-kurangnya Rp.2.0000.000.000,- (dua milyar rupia )

3.Mmemiliki dana jaminan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal di setor atau simpanan pokokdan simpanan wajib

4.Bagi Perseroan Terbatas seluruh sahamnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau warga negara Indonesia

5.Bagi Perseroan Terbatas anggota Dewan Komisaris dan Direksi seluruh warga negara Indonesia

6.Pada Perseroan Tebatas Jabatan Direksi atau pada Koperasi jabatan pengurus, tidak dapat rangkap dengan jabatan pimpinan perusahaan lain.

7.Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan.

Izin usaha dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Mentri Keungan Republik Indonesia, dengan dilampiri dokumen-dokumen mengenai :

1. Akta pendirian yang telah disahkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku .

2. Bukti pelunasan modal disetor bagi koperasi berikut bukti penyetoranya pada bank di Indonesia.


(19)

3. Bukti penempatan Dana Jaminan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal disetor atau simpana pokok dan simpanan wajib.

4. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan pada perusahaan lain dari Direksi perusahaan atau pengurus koperasi.

5. Program asuransi jiwa yang akan dipasarkan dan uraiannya yang telah disahkan oleh Kantor Aktuaria , berikut contoh polis.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak 7. Neraca Pembukuan

c. Usaha Asuransi Jiwa Patungan

Syarat-syarat perizinan yang harus dipenuhi bagi perusahaan asuransi jiwa patungan adalah :

1. Berbentuk Perseroan Terbatas dan memiliki akta pendirian yang disahkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Saham yang dimiliki oleh pihak asing sebanyak-banyaknya 80% (delapan puluh pesen)

3. Modal disetor sekurang-kurangnya Rp.4.500.000.000 (empat milyar lima ratus juta rupiah )

4. Menepatkan Dana Jaminan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal disetor. 5. Memiliki akta perjanjian kerja sama dalam bahasa Indonesia yang telah

ditandatangani oleh kedua belah pihak yang di dalamnya terkandung arah Internasionalisasi dalam pemilikan saham.

6. Memiliki neraca pembukuan


(20)

8. Direksi tidak boleh merangkap jabatan eksekutif di perusahaan lain 9. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

d. Usaha Jasa Aktuaria

Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi usaha Jasa Aktuaria adalah :

1. Dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia , Perseroan Terbatas atau Koperasi dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Persyaratan untuk memperoleh izin usaha jasa aktuaria yang berbetuk perseroan terbatas adalah sebagai berikut :

a) Memiliki akta pendirian yang disahkan menurut ketentuan peraturan perundang-undnagan yang berlaku .

b) Memperkerjakan Akturia yang bekerja secara tetap.

c) Pimpinan Kantor Aktuaria tidak boleh merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain.

d) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan e) Memiliki neraca pembukuan

3. Permohonan izin Usaha Asuransi Jasa Aktuaria Nasional diajukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia.43

Permasalahan dan hambatan dalam penanganan perizinan sebenarnya tidak hanya terjadi pada perizinan yang ditangani oleh pemerintah pusat tetapi juga yang ditangani oleh pemerintah darerah. Hambatan dan persoalan dalam penanganan perizinan di daerah dapat berupa sistem dan kelembagaan perizinan,

C. Hambatan Dalam Pemberian Perizinan Asuransi

43

Departemen Keuangan RI , Direktorat Lembaga Keuangan dan Akuntansi Dirjen Moneter,Laporan XX Kerugian Usaha Perasuransian di Indonesia (Jakarta : 1987 ) h1m 98


(21)

kondisi dan tuntutan masyarakat, sarana dan prasana pendukung, sumber daya manusia yang dibutuhkan dan soal ketersediaan dana antara lain :

1.Sistem dan Kelembagaan

Sistem yang digunakan dalam penanganan perizinan di satu daerah dapat berbeda dengan daerah lain. Suatu sistem selalu diikuti oleh struktur dan eksistensi kelembagaannya. Apabila sistem yang dipilih dalam penanganan perizinan bersifat parsial sektoral, maka tuntutan terhadap adanya kelembagaan yang memberikan wadah penanganan terpadu belum mendesak. Apabila sistem yang dipilih dalam penanganan perizinan bersifat terpadu, mau tidak mau harus ada lembaga yang secara khusus menangani perizinan. Adanya kelembagaan yang baru dibentuk acap kali membawa konsekuensi yang tidak sedikit. Bahkan konsekuensi itu sudah terasa sebelum institusi tersebut benar-benar terbentuk, misalnya soal bentuk instansi yang berwenang menangani izin, apakah kantor, dinas atau lain? Pemilihan bentuk dari sekian pilihan akan membawa konsekuensi tertentu. Apabila berbentuk kantor, tingkatan jenjang jabatan pimpinannya kadang kala dapat menggangu apabila harus berkoordinasi dengan instansi teknis yang jenjang jabatan pimpinannya lebih tinggi. Sebaliknya, apabila dipilih bentuk dinas, akan ada tingkat yang sama dengan dinas teknis lainnya, namun apakah ini bisa menimbulkan kecemburuan baru atau tidak, harus diperhatikan.

Kelembagaan tersebut tentu diarahkan untuk dapat menangani sejumlah izin yang ada diprovinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Ada daerah tertentu yang jenis perizinannya begitu banyak, ada pula yang sedikit. Ada lagi yang secara normative tertulis jenis izinnya begitu banyak, tetapi yang sering dimohonkan


(22)

oleh warga dan ditangani pemerintah sesungguhnya hanya sedikit. Kiranya pemerintah daerah perlu mempertimbangkan hal ini.

2. Kondisi dan Tuntutan Masyarakat

Di daerah-daerah tertentu yang frekuensi permohonan izinnya rendah, pemerintah daerah tidak terlalu terbebani untuk memikirkan waktu penyelesaian dan prioritas penyelesaian permohonan izin, sedangkan di daerah yang tingkat permohonan izinnya tinggi, mau tidak mau harus ada solusi untuk menanganinya. Masyarakat tertentu menghendaki pelayanan di bidang perizinan yang cepat, murah, sekaligus segera dapat dimanfaatkan. Hanya harus diingat bahwa instansi yang menangani perizinan tidak bekerja sendirian. Tidak jarang mereka harus berkoordinasi dengan instansi lain, dengan menunggu rekomendasi dari instansi lain, yang tidak selalu di mengerti oleh masyarakat.

Masyarakat memahami bahwa untuk memperoleh izin cukup dengan mengajukan permohonan. Yang kadang-kadang luput dari pemahaman masyarakat adalah kemungkinan permohonan itu tidak dikabulkan, entah karena persyaratan tak terpenuhi, kesalahan memenuhi syarat, atau memang karena izin yang dimohonkan itu bertentangan dengan peraturan yang ada. Pemerintah di sejumlah daerah telah berusaha memenuhi tuntutan warganya, tetapi tidak semuanya dapat memberikan pemahaman yang menyakinkan kepada warga masyarakat mengenai upaya yang mereka lakukan.

3. Sarana dan Prasarana Pendukung

Sarana dan prasarana pendukung kegiatan untuk menjalankan sistem perizinan cukup banyak. Apabila penanganan perizinan dilakukan oleh dinas,


(23)

misalnya mau tidak mau harus disediakan perlengkapan kantor, gedung, pengunjung dan sebagainya, juga sarana transportasi akomodasi untuk pengecekan lapangan.

Belum semua daerah dapat mewujudkan harapan dari tuntutan ideal mengenai sarana dan prasarana. Bahkan, sejumlah daerah mengeluhkan hal-hal kecil seperti rak buku, lemari, meja termasuk papan untuk memasang publikasi di front office. Tidak ketinggalan sarana transportasi, meskipun instansinya baru berdiri, kendaraan yang disediakan sudah tua yang rewel di lapangan. Beruntunglah sejumlah daerah yang telah mampu memenuhi tuntutan sarana dan prasarana ini. Bahkan ada daerah yang telah melengkapi sarana informasi publikasi secara lengkap dengan website, Call centre, layanan SMS, leaflet, layanan dengan teknologi layar sentuh dan sebagainya.

4. Sumber Daya Manusia

Keluhan yang tidak jarang terdengar di kantor pemerintah daerah adalah soal sumber daya manusia. Banyaknya pegawai pemerintah daerah tidak menjadi jaminan bahwa pekerjaan, tugas dan tanggung di instansi tersebut akan beres. Di beberapa daerah, soal jumlah pegawai tidak menjadi masalah, soal keahlian dan kecakapanlah yang menjadi masalah. Sebagai contoh, yang sekarang membutuhkan banyak tenaga yang memadai, tetapi belum terpenuhi adalah bidang teknologi informasi dan data. Di sejumlah daerah bagian ini kerap disebut “bagian data dan TI”. Idealnya, yang menangani bidang tersebut adalah mereka yang mempunyai keahlian memadai, bahkan kalau bisa yang mempunyai latar belakang pendidikan di bidang tersebut. Kenyataannya di lapangan sering terjadi


(24)

data dan TI diisi oleh pengawai yang tidak mempunyai keahlian yang seharusnya. Ada yang tidak mempunyai keahlian yang seharusnya. Ada yang berasal dari disiplin hukum, teknologi lingkungan, sejarah, sastra, ekonomi dan sebagai. Mereka terpaksa harus dibekali keterampilan secara kilat untuk menangani bidang itu, yang tentu hasilnya belum bisa optimal.

Kenyataan tersebut tidak jarang disebabkan kesalahan rekrutmen atau karena kebijakan di bidang kepegawaian kurang tepat. Mengenai penempatan pegawai dalam rangka manajemen kepegawaian, tidak selayaknya hanya mengejar tempat kerja, tetapi juga harus dilihat kapasitas dan kapabilitasnya. Kebijakan di bidang kepegawaian yang menampung pegawai yang dimutasi agar tidak berhenti menjadi pegawai memang ada baiknya dari sisi ketenagakerjaan, tetapi menjadi persoalan tersendiri dalam penanganan pekerjaan.

Kesuksesan yang dialami oleh sejumlah pemerintah daerah dalam memberikan layanan kepada warganya memang layak mendapatkan apresiasi, tetapi tidak semua upaya itu dapat berjalan mulus. Idealism yang bagus dalam hal perizinan tidak akan berjalan tanpa ketersediaan dana yang memadai. Oleh karena itu, hal ini menjadi persoalan tersendiri. Tidak mudah, kalau tidak dikatakan mustahil, membuat program layanan publik tanpa pendanaan. Sejumlah daerah mempunyai potensi alam yang melimpah dapat digunakan untuk mendukung program kerja mereka, termasuk dalam penanganan perizinan, sedangkan daerah yang potensi pendapatan daerahnya terbatas boleh jadi berpikir ulang dalam hal ini anggaran. Mereka tentu akan memberikan prioritas kepada masalah-masalah yang lebih mendasar, seperti penanganan pangan, kesehatan, pendidikan dan


(25)

sebagainya. Soal perizinan yang lebih bersifat layanan administratif mendapatkan perhatian berikutnya. Di samping persoalan-persoalan tersebut, ada potensi permasalahan dalam penanganan dalam penanganan perizinan. Soal tarik menarik kepentingan antar daerah atau antar daerah dan pusat merupakan persoalan yang sering terjadi. Persoalan tentang kebijakan yang tidak melihat ke depan dalam jangka panjang, misalnya soal kelestarian lingkungan, ketersedian dan keberlangsungan sumber daya alam, keutuhan alur sejarah dan budaya dan lain-lain. Setiap daerah dituntut untuk memahami dan mampu mengatasi setiap persoalan-persoalan tersebut dengan baik.

5. Ketersedian Dana

Kesuksesan yang dialami oleh sejumlah pemerintah daerah dalam memberikan layanan kepada warganya memang layak mendapatkan apresiasi, tetapi tidak semua upaya itu dapat berjalan mulus. Ide alisme yang bagus dalam hal perizinan tidak akan dapat berjalan tanpa ketersedian dana yang memadai. Oleh karena itu, hal ini menjadi persoalan tersendiri. Tidak mudah, kalau tidak dikatakan mustahil, membuat program layanan public tanpa pendanaan. Sejumlah daerah mempunyai potensi alam yang melimpah dapat digunakan untuk mendukung program kerja mereka, termasuk dalam penanganan perizinan, sedangkan daerah yang potensi pendapatan daerahnya terbatas boleh jadi berpikir ulang dalam hal anggaran. Mereka tentu akan memberikan prioritas kepada masalah-masalah yang lebih mendasar, seperti penanganan pangan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Soal perizinan yang lebih bersifat layanan adminstratif mendapatkan perhatian berikutnya.


(26)

Di samping persoalan-persoalan tersebut, ada potensi permasalahan dalam penanganan perizinan. Soal tarik-menarik kepentingan antar daerah atau antara daerah dan pusat merupakan persoalan yang sering terjadi. Persoalan tentang kebijakan yang tidak melihat ke depan dalam jangka panjang, misalnya soal kelestarian lingkungan, ketersedian dan keberlangsungan sumber daya alam, keutuhan alur sejarah dan budaya, dan lain-lain. Setiap daerah dituntut untuk memahami dan mampu mengatasi setiap persoalan-persoalan tersebut dengan baik. 44

Dalam hal perizinan, khususnya di daerah, berdasarkan kondisi yang ada memang terdapat keberagaman pola penanganan. Sejumlah daerah telah berusaha memperbaiki kinerja pelayanan masyarakatnya dengan merombak tata kelembagaan dan sistem yang telah berjalan lama sebelumnya. Bahkan tidak sedikit yang merombak pelayanan perizinan dari yang sebelumnya kewenangannya terdistribusikan ke sejumlah instansi, yaitu unit pelayanan bersama, yaitu unit pelayanan terpadu satu atap (UPSTA), yang kemudian Hambatan yang dihadapi pada pemberian izin Asuransi adalah :

a. Belum adanya sistem perizinan yang baku, integratif dan komprehensif. b. Banyaknya berbagai instansi yang mengeluarkan izin.

c. Tersebarnya peraturan tentang perizinan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

D. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Pemberian Izin Asuransi

44

Y. Sri Pudayatmoko, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, (Jakarta : Kompas Gramedia, 2009), hlm 229-232


(27)

dirombak lagi menjadi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Perubahan kelembagaan ini tentu bukan tanpa alasan, bagaimanapun, pemerintah tentu tidak ingin kehilangan simpati dari warganya lantaran mereka merasa tidak mendapatkan layanan yang menjadi wadah birokrasi sekaligus kinerja birokrasi sudah terpola sedemikian di instansi teknis merupakan wujud nyata penggunaan

kewenangan terhadap masyarakat, yang dalam beberapa hal ditengarai sering dijadikan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari kantong masyarakat. Ditambah lagi masyarakat pun sudah terbiasa mendapatkan layanan seperti yang selama ini terima.

Perubahan kelembagaan yang menangani perizinan tidak lepas dari persoalan perizinan di bidang investasi. Banyaknya keluhan masyarakat bahwa perizinan sering kali menjadi sebuah mata rantai kegiatan yang memerlukan biaya tinggi dan proses panjang kiranya perlu mendapat perhatian. Bahkan menurut BKPM Muhammad Lutfi, masalah perizinan bisa dikatakan menjadi momok. Oleh karena itu, pihaknya bertekad mereformasi gaya perizinan yang berbelit-belit dan berdasarkan keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 BKPM mempelopori perizinan satu atap untuk masalah investasi.Bagaimana soal perizinan tidak boleh menghambat investasi. Setelah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004, pada tahun 2006 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu. Kemudian, pada tahun 2007 pemerintah dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Perangkat Daerah kembali membuat aturan yang menyinggung persoalan ini. Tidak berhenti sampai di situ, pada tahun


(28)

2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi pemberian Izin tentang Usaha Asuransi adalah :

1.Membuka Jaringan Secara online

Penanganan perizinan biasanya bukanlah menjadi kepentingan satu instansi pemerintah semata-mata, melainkan melibatkan berbagai instansi. Penerbitan suatu jenis izin tertentu tidak jarang memerlukan peran serta berbagai instansi pemerintah, entah melalui pengujian, rekomendasi, pengesahan, persetujuan atau yang lainnya. Selain instansi yang khusus menangani perizinan masih diperlukan campur tangan dari berbagai intansi pemerintah yang lain.

2.Penyediaan sarana dan prasarana

Adanya izin tidak terlepas dari interaksi relasi antara pemerintah dan warganya. Interaksi relasi tersebut berhubungan dengan kebutuhan warga dan pelayanan dari pemerintah. Untuk itu, yang tidak dapat dihindari adalah pemenuhan berbagai hal yang dibutuhkan dalam melakukan pelayanan itu agar memadai. Pemerintah dalam soal perizinan memang dapat menuntut berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon izin, tetapi tentu tidak berhenti pada persyaratan tersebut. Pihak pemerintah mesti juga mengimbangi dengan kelengkapan yang memadai sehingga persyaratan yang telah diminta kepada pemohon ada artinya dan relevan untuk menentukan keputusan izin.


(29)

Kenyataan yang menggembirakan apabila instansi yang menangani perizinan secara terbuka dan rendah hati mau menemukan dan melihat kekurangan dan kelemahannya.

4.Membangun komitmen

Sistem perizinan dapat dikatakan merupakan rangkaian proses yang menghubungkan satu hal dengan hal lain untuk menghasilkan sesuatu. Sebaik apa pun sistem itu, sebaik apa pun sarana dan prasarana yang tersedia, semua itu belum menjamin bahwa proses perizinan dapat terwujud dan berjalan dengan baik. 45

45

Majalah Legal Review No. 40 Tahun 2006, hal. 19

Menelaah kondisi yang ideal serta harapan-harapan demi terciptanya kondisi yang aman dan nyaman dalam hal pengurusan perizinan, maka ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh setiap pemerintah daerah, yaitu : 1. Dalam formulasi kebijakan perizinan hendaknya melibatkan seluruh fihak yang

berkepentingan (stakeholders) dengan perizinan;

2. Dalam menetapkan kebijakan perizinan hendaknya rasionalitas dari ditetapkannya perizinan dikemukakan dengan jelas dan spesifik

3. Fungsi perizinan sesungguhnya harus ditempatkan sebagai instrument pengendalian dan pengawasan

4. Hilangnya ego sektoran pada sector perizinan;

5. Tingkatkan kapasitas anggota DPRD dan pejabat pemerintah dalam kebijakan dan pelaksanaan kebijakan perizinan


(30)

7. Kembangkan sector swasta yang mengurus hal-hal teknis dalam proses izin; 8. Tatanan pemerintahan yang baik hanya akan terjadi bila ada masyarakat sipil

dan asosiasi bisnis yang kuat dan sehat.46


(31)

BAB IV

PELAYANAN DAN PENGAWASAN USAHA ASURANSI

A. Pelayanan Perizinan dan Pengendalian

Standar pelayanan perlu secara terus menerus dimonitor dalam pelaksanaannya. Monitoring tidak hanya berkaitan dengan sejauh mana pelayanan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, ditetapkan juga konsisten bahkan upaya peningkatan dalam menghasilkan pelayanan yang baik. Jika dalam proses monitoring ditemukan/diperoleh penyimpangan, maka hendaknya dengan cepat/segera, pihak penyedia pelayanan publik melakukan tindakan-tindakan pengendalian agar proses dan pelaksanaan pelayanan tetap dapat menghasilkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah disepakati /ditetapkan. Dengan monitoring dapat juga perkirakan/diprediksi berbagai permasalahan / persoalan yang mungkin muncul, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya preventif agar tatalaksana pelayanan publik tetap dapat berjalan dengan sebaik-baiknya atau tidaknya tetap dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, atau setidak-tidaknya mempersiapkan berbagai tindakan jaga-jaga, jika hal-hal yang kurang menguntung (yang diperkirakan dapat saja terjadi). Monitoring secara kontinyu memang selalu diperlukan terutama jika kondisi lingkungan, baik internal dan eksternal, seringkali berubah dengan cepat dan bahkan sangat sukar diperkirakan.

Di samping itu juga, selera, tuntutan dari pihak yang dilayani (masyarakat) cepat sekali berkembang dan hal itupun perlu diantipasi, dimana monitoring merupakan sarana untuk mengetahui perubahan tersebut. Upaya monitoring dan


(32)

pengendalian / pengawasan dilakukan terutama dengan menghimpun masukan-masukan dari manapun datangnya (baik dari pengalaman para penyelenggara, terutama masukan-masukan dari masyarakat, yang kesemuanya lazim disebut masukan 360 derajat).

Jadi pada dasarnya, monitoring dan pengendalian /pengawasan dapat dilakukan melalui proses internal yang dilakukan melalui pengawasan atasan langsung maupun pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Serta pengawasan eksternal oleh masyarakat, berupa keluhan, laporan atau bahkan pengaduan tentang penyimpangan dan kelemahan / kekurangan dari pelayanan publik yang dilaksanakan :

1.Monitoring dan pengendalian / pengawasan proses internal

Secara internal monitoring dan pengendalian / pengawasan dilakukan melalui berbagai cara, misalnya pertemuan berkala, pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment System). Pertemuan berkala (rutin) dilakukan untuk dapat secara terus menerus mengevaluasi sejauhmana pelayanan telah di lakukan, sekaligus untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul daam proses tatalaksana pelayanan, kemudian dicari jalan keluar /solusi bersama, memperoleh masukan-masukan dari seluruh karyawan/staf pelayanan dalam rangka perbaikan proses tatalaksana pelayanan publik selanjutnya.

Reward and punishment System harus dilakukan secara konsisten dan objektif (tidak boleh terjebak dalam pilih kasih/KKN), karena dengan cara ini akan dapat terus dipelihara motivasi kerja, kepuasan dan akhirnya berbuah kinerja yang baik, dalam lingkungan penyediaan pelayanan publik.


(33)

Perlu secara konsisten penerapan Standar Operasi Pelayanan (SOP), karena SOP-lah saSOP-lah satu tolak ukur untuk melakukan monitoring agar tidak bisa dalam melaksanakan monitoring dan pengendalian / pengawasan tersebut. Tentunya sesuai dengan irama lingkungan yang berubah cepat, SOP pun perlu diperbaiki terus menerus. Dengan demikian sistem pelayanan publik akan selalu dinamis, bersifat terbukas dan tidak hanya berakhir pada keluaran (output), tetapi berlanjut pada hasil (outcome), termasuk analisis dampak dan masukan bagi penyempurnaan sistem pelayanan publik itu sendiri terus menerus, sehingga prinsip pelayanan public yang berorientasi benefit (manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat) dapat terwujud (secara ideal pelayanan publik mestinya harus prima)

2. Teknik Monitoring dan Pengendalian / Pengawasan kualitas pelayanan publikBeberapa teknik yang lazim dipakai antara lain :

a. Teknik atau model tradisional

Yaitu dengan pengukuran internal (internal measurement) yakni pengkuran kualitas pelayanan publik dengan menetapkan target/sasaran dan pencapaian. Kriteria ini umumnya hanya ditentukan oleh organisasi penyedia pelayanan public sendiri, dan jelas kurang memperhatikan pendapat/opini masyarakat sebagai pelanggan.

b. Teknik atau model kepuasan pelanggan (customer satisfaction/driven)

Yaitu media metoda pengukuran dengan menggali pendapat dan sikap masyarakat. Caranya ialah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada


(34)

pelanggan/masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas pelayanan publik dilaksakanakan

Di dalam izin pada umumnya dimuat berbagai hal, baik yang bersifat subjektif maupun objektif. Misalnya dapat dilihat dalam izin itu siapa yang diberikan hak untuk dapat melakukan kegiatan yang identitasnya sering kali telah tercantum dengan jelas. Untuk jenis izin tertentu yang dapat dipindahtangan, sudah dicantumkan kemungkinan untuk pemindahtangan itu. Di samping identitas, pihak yang diberi hak untuk melakukan kegiatan, disebutkan kegiatan apa yang diizinkan, apa batasanya, baik mengenai waktu, lokasi, volume, maupun hal-hal deskriptif lain yang menyangkut sesuatu yang bersifat objektif. dengan muatan yang demikian, izin tentu dapat digunakan sebagai pegangan oleh pihak pemegang izin serta pihak lain. Sekaligus memberi kepastian baik mengenai siapa yang diizinkan, dapat dipindahtangan kegiatan apa yang diizinkan dan sebagai.

Izin sebagai sebuah keputusan dapat digunakan untuk menjadi instrumen perlindungan kepentingan, baik itu kepentingan permohonan, kepentingan pemerintah, maupun kepentingan lain. Kiranya dapat dimengerti bahwa dapat digunakan untuk melindungi kepentingan pemegang izin karena untuk diizinkan melakukan kegiatan tertentu sering kali tidak lepas dari kewajiban pemenuhan persyaratan yang didalam termasuk serangkaian pengujian. Apabila pemohon kemudian diberikan izin maka didalamnya terkandung makna bahwa kegiatan ini telah teruji sehingga baik, aman, dan sebagainya. Izin juga dapat dikatakan melindungi kepentingan pemegang izin karena untuk diizinkan melakukan kegiatan tertentu yang didalamnya termasuk keserangkaian pengujian.


(35)

Apabila pemohon kemudian diberikan izin maka didalamnya terkandung makna bahwa kegiatan itu telah teruji sehingga baik, aman, sebagainya. Izin juga dapat dikatakan melindungi kepentingan pemerintah karena dalam izin sering kali ada beberapa klausul yang memungkinkan pemerintah mengambil tindakan apabila izin itu dilanggar. Dalam hal-hal tertentu, izin juga mempunyai manfaat bagi perlindungan kepentingan masyarakat sebagai pihak ketiga.

Dalam hal ini, mekanisme perizinan digunakan juga untuk memungkinkan masyarakat berperan serta dalam pengambilan keputusan dan sekaligus menjadi perlindungan hukum preventif bagi masyarakat tersebut. Oleh karena itu, memang sudah sewajarnya pemohon izin benar-benar memenuhi prosedur dengan meminta tanda tangan tetangga.

Sebagai sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan kegiatan, izin dapat digunakan sebagai alat bukti bahwa yang bersangkutan telah mendapatkan perolehan dari pemerintah. Artinya, kalau menyangkut suatu kegiatan tertentu akan dapat dilihat siapa yang diizinkan, sejak kapan, untuk berapa lama dilakukan di mana dan berhak untuk melakukan kegiatan yang sama maka dapat ditunjukkan adanya izin itu.47

Pelayanan merupakan suatu proses, oleh karena itu objek utama manajemen pelayanan ialah proses itu sendiri. Dengan demikian, manajemen

B. Upaya Pengendalian Kegiatan / Proses Pelayanan

47

H. Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta implementasinya, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hlm. 57-60


(36)

pelayanan adalah manajemen proses, yaitu manajemen yang mengatur dan mengendalikan proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan dapat berjalan tertib, lancar, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak yang harus dilayani, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak yang harus dilayani. Kriteria terakhir inilah yang menjadi ukuran bagi keberhasilan fungsi layanan.

Setiap proses mempunyai 4 (empat) unsur yaitu : 1. Tugas layanan

2. Prosedur layanan 3. Kegiatan layanan 4. Pelaksana layanan

Unsur-unsur tersebut tidak dipisahkan satu dengan yang lain, karena keempatnya akan membentuk proses kegiatan (activity). Pelaksanaan layanan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) badan/instansi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan fungsi layanan dan perilaku layanan.

Aktivitas mengendalikan pelaksanaan tugas /pekerjaan harus selalu dilakukan sejak permulaan sampai berakhirnya tugas/pekerjaan itu pada tahap-tahap tertentu. Meskipun aktivitas mengendalikan ini ditujukan pada kegiatan /proses, namun karena yang menjalankan kegiatan/proses itu pada dasarnya manusia maka kegiatan pengendalian pada dasarnya mengendalikan manusia. 48

48

H.A.S. Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Cetakan Keenam (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), hlm. 186


(37)

Agar manusia dapat dikendalikan ke arah tujuan bersama (organisasi) oleh manajemen maka syarat utama mereka harus dewasa dalam pekerjaan. Kedewasaan (maturity) sendiri menurut Cribbin yaitu sebagai berikut :

1. Kedewasaan terhadap pekerjaan

Kedewasaan terhadap pekerjaan ditandai dengan adanya kemampuan melaksanakan tugas /pekerjaan secara mandiri, rasa tanggung jawab, bermotivasi pada hasil karya dan kesediaan bertanggung jawab

2.Kedewasaan menurut kejiwaan

Kedewasaan menurut kejiwaan ditandai oleh adanya rasa harga diri, percaya diri, dan kehormatan diri. Dale Yorder, dalam lingkungan kerja kedua jenis kejiwaan itu perlu terutama kedewasaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini menjadi salah satu tugas manajer pada bawahaan masing-masing untuk mendidik mereka sedemikian agar menjadi dewasa. Yorder mengatakan bahwa manajemen thus faces education responsibilies ot all levels in organization, yang berarti tanggung jawab manajemen terhadap pendidikan (dalam istilah pendidikan ini termasuk latihan) ini memang berat memerlukan waktu dan kesabaran. 49

pengendalian proses / kegiatan menggunakan alat-alat ukur sebagai hasil dari pengawasan.

Pengendalian agak berbeda dengan pengawasan, meskipun keduanya masuk dalam jaringan kegiatan manajemen. Perbedaan itu terletak pada unsur tanggung jawab. Menurut Odiorne, Controls tell what has happened or is happening. They don’t mak things happen by themselves. Ini berarti

49

Cribbin dalam James J. Leadership, Strategies for Organizational Effectiviness, (New York : Amacom, ama Inc, 1981), hlm 23


(38)

Di bidang penyelenggaraan pelayanan, manajemen perlu dan harus diperoleh gambaran yang benar mengenai pelaksanaan pelayanan, tidak hanya melalui laporan formal, tetapi juga melalui pengamatan langsung di lapangan untuk mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang memperoleh pelayanan dengan tidak segan-segan turun kebawah tanpa segala formalitas, atau dikenal dengan istilah Sidak (inspeksi mendadak). Manajemen hendaknya aktif mencari informasi mengenai pelaksanaan pelayanan oleh orang-orang yang dibawah tanggung jawab, agar dapat diadakan perbaikan seperlunya. Dalam hubungan ini penanganan keluhan masyarakat merupakan informasi yang berharga sebagai bahan masukan untuk perbaikan.

Sistem pengendalian oleh manajemen yang efektif memungkinkan tugas/pekarjaan berjalan lancer dan menghasilkan sesuatu yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas. Pengendalian harus selalu dilakukan karena adanya kecenderungan manusia berbuat kesalahan tanpa unsur kesengajaan, disamping ada juga disertai pelanggaran dan penyimpangan. Motif pelanggaran atau penyimpangan tugas/pekerjaan memang pada mulanya timbul karena faktor pendapatan yang sama sekali tidak memenuhi standar kebutuhan hidup layak melainkan berkembang ke arah kebiasaan seakan-akan telah membudaya. Pelanggaran dan atau penyimpangan seringkali terjadi di bidang kegiatan administrasi dan penyelenggaraan pelayanan, yang sebahagian besar kegiatan tersebut masih dilakukan melalui keterampilan langsung tenaga manusia, belum merata digantikan peranannya oleh peralatan canggih. Pelanggaran atau


(39)

penyimpangan yang terjadi di bidang administrasi dan fisik teknis pelayanan sulit sekali diketahui dalam waktu singkat.

Agar manajemen dapat mengendalikan kegiatan atau pekerjaan diciptakan berbagai peralatan yang berlaku sebagai sistem, dengan fungsi tidak hanya memantau secara tetap terhadap proses pekerjaan, tetapi juga sebagai fungsi alternatif, misalnya penggunaan peralatan elektronik canggih seperti komputer, peralatan control electronic, closed circuit television dan sebagainya. Dalam kegiatan pengendalian di bidang admistrasi dan pelayanan dikembangkan petunjuk melaksanakan /pekerjaan .

Keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering kali dapat dibedakan dari sisi wujudnya menjadi dua hal, yaitu keputusan lisan dan keputusan tertulis. Keputusan lisan dapat dikeluarkan oleh pemerintah terhadap hal yang bersifat mendesak atau segera harus diambil.

Izin sebagai keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, pada umumnya dibuat secara tertulis melalui serangkaian proses dalam jangka waktu tertentu. Sekalipun masa berlakunya tidak lama, seperti halnya izin usaha asuransi untuk dapat diterbitkannya sebuah izin perlu proses dan prosedur tertentu yang kadang kala tidak singkat.

Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan dikelola secara


(40)

terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan, untuk itu diperlukan suatu penataan ruang.

Ruan mengandung pengertian sebagai “wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya”.Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap, sedangkan aktivitas manusia dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan ketersediaan ruang untuk beraktivitas senantiasa berkembang setiap hari.Untuk itu ruang yang sifatnya terbatas perlu ditata agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efesien. 50

Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang, berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang.

Tata ruang memiliki arti susunan ruang yang teratur, dalam kata teratur terkandung terkandung pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasarananya.Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang. Dalam pengertian ini, penataan ruang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu perencanaan tata ruang, perwujudan tata ruang, dan pengendalian tata ruang.

51

50

Op.Cit, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 51

Hans Kelsen, General Theory of Norms, Terjemahanoleh Michael Hartney, Oxford University Press, New York, 1991, hal 123

Selanjutnya yang dimaksud perwujudan tata ruang adalah kegiatan di lapangan untuk menetapkan


(41)

bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk berbagai kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang.

Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang adalah setiap kegiatan yang ditujukan untuk menjaga agar kegiatan pemanfaatan ruang, dengan atau tanpa bangunan dilaksanakan sesuai dengan tata ruang, dengan kata lain pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk megarahkan pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.52

Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap Pemerintah Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya, otonomi adalah diberikan kepada masyarakat. Sehingga keberadannya harus memberikan pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi tersebut. Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik Salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yang popular adalah perizinan. Instrumen perizinan mengendalikan setiap kegiatan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang telah sesuai dengan peruntukannya dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan mekanisme pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna demokrasi.

52


(42)

yang berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etikapelayanan publik. Kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu : sistem, kelembagaan, sumber daya manusia, dan keuangan. Dalam hal ini pemerintah harus benar-benar memenuhi keempat aspek tersebut, karena dengan begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.53

53

Ibid

C. Pengawasan Usaha Asuransi Oleh Pemerinntah

Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan industri asuransi ,dapat diikuti dengan baik sesudah tahun 1945. Sebelum tahun itu peraturan-peraturan yang pernah ada agak sulit ditelusuri karena industry asuransi ditangani oleh lebih dari satu instansi. Karena penanganannya dilakukan oleh lebih dari satu instansi ,mengakibatkan timbul berbagai jenis peraturan yang akhirnya menimbulkan suatu mekanisme kerja yang tidak koordinatif, sehingga industry asuransi tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya.

Pada dasarnya peraturan-peraturan yang dikeluarkan instansi pemerintah, merupakan peraturan yang bersifat publik administratif, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur tentang mekanisme pasar dan industry asuransi, dalam rangka mengatur dan member perlindungan kepada masyarakat luas. Peraturan-peraturan yang dimaksud dapat pula meliputi peraturan tentang perizinan dan pengawasan terhadap industry asuransi.


(43)

Departemen Keuangan sebagai deartemen teknis yang membidangi keuangan dan moneter,pada akhirnya merupakan satu-satunya instansi yang mempunyai kewenagan terhadap industry asuransi di Indonesia.

Departemen Keungan mempunyai kewenagan mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat publik administrati , antara lain :

a) Perjanjian usaha asuransi dan reasuransi b) Permodalan

c) Pengelolaan Keuangan

d) Hal-hal lain yang bersifat pengawasan dan pembenaran maupun teknis asuransi

Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi oleh pemerintah :

Usaha asuransi merupakan satu jenis usaha dibidang jasa yang memberikan jasa proteksi. Oleh karena itu dalam tata kehidupan pada umumnya, sehingga mempunyai karektiristik yang khususnya dibandingkan jenis usaha lain. Mengingat sifatnya yang khusus tadi, maka pada usaha ini perlu diatur pula secara khusus mengenai pembinaan dan pengawasanya, demi kepentingan masyarakat luas.

Adapun bentuk pengawasan dan pembinaan terhadap usaha asuransi oleh Menteri Keuangan c.q Direktorat Lembaga Keuangan dan Akuntansi Direktorat Moneter antara lain meliputi hal-hal berikut :

1.Persyaratan teknis yang harus dipenuhi , untuk pendirian perusahaan asuransi . 2.Pesyaratan teknis dan keuangan yang harus dipenuhi berkenaan dengan


(44)

3.Persyaratan-persyaratan teknis dan keuangan berkenaan dengan penyelenggaraan usaha asuransi.

Persyaratan-persyaratan tersebut, secara khusus diatur sesuai dengan jenis usaha asuransi yang bersangkutan termasuk usaha asuransi jiwa, usaha asuransi kerugian, termasuk reasuransi ,broker asuransi, adjuster asuransi atau perusahaan asuransi sosial. Secara umum, pembinaan dan pengawawasan yang diterapkan terhadap industri usaha asuransi dilaksanakan dalam rangka memberikan kepastian jaminan terhadap masyarakat luas. Untuk itu secara teknis pengawasan dan pembinaan tersebut selalu mengalami perubahan persyaratan.54

54

Ibid hal 203

Peraturan tentang pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi jiwa diatur dalam surat Keputusan Menteri Keuangan No.1250/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988.

Pembinaan dan pengawasan yang diberikan terhadap perusahaan asuransi jiwa meliputi :

1.Penutupan Polis

Penutupan polis asuransi jiwa dapat dilakukan dalam mata uang rupiah atau dalam mata uang asing.

2.Pemasaran Program

Setiap perusahaan asuransi yang akan memasarkan program baru, wajib mendapat pengesahan dari kantor akuntaria dan wajib melaporkan kepada Menteri Keuangan dengan dilengkapi :


(45)

a) Uraian tentang Santuanan Rumus Aktuaria dan Tarif dari program asuransi yang akan dipasarkan

b) Tabel tariff, cadangan premi dan nilai tunai.

Apabila ternyata terdapat ketidaktepatan dalam perhitungan serta dasar-dasar perhitungan program asuransi jiwa baru yang akan ditawarkan , Menteri Keuangan dapat memerintahkan perusahaan asuransi yang bersangkutan untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian seperlunya.

3.Pembentukan Cadangan Premi

Setiap perusahan asuransi jiwa , baik perusahaan jiwa nasional atau perusahaan asuransi jiwa patungan setiap tahun diwajibkan membentuk cadangan premi secara actual dan setiap saat memenuhi batas tingkat solvabilitas yang sudah ditentukan.

4.Pertanggungan Tambahan

Petanggungan Tambahan yang dapat dipasarkan hanya dapat dilakukan untuk asuransi kecelakaan diri dan asuransi kesehatan, dengan ketentuan bahwa jumlah santunan pertanggungan tambahan setinggi-tingginya tiga kali jumlah pertanggungan pokok.

5.Investasi

Sekurang-kurangnya 75% dari cadangan premi yang dibentuk wajib diinvestasikan di Indonesia pada jenis investasi sebgai berikut :

a. Deposito berjangka b. Tanah dan bangunan c. Hipotik


(46)

d. Pinjaman polis

e. Saham, obligasi dan surat berharga lainnya yang terdapat di Bursa Efek dan Bursa Paralel .

Disamping itu perusahaan asuransi jiwa patungan dilarang melakukan investasi dengan dana yang bersumber dari pinjaman dalam bentuk apapun .

6.Dana Jaminan

Setiap perusahaan asuransi jiwa nasional maupun perusahaan asuransi jiwa patungan, wajib menempatkan tambahan dana jaminan sebesar 45% (empat puluh lima persen ) dari cadangan premi yang dibentuk dalam tahun sebelumnya.

Dana ini hanya dapat dicairkan atas persetujuan Menteri Keuangan untuk memenuhi kewajiban Perusahaan, atas permohonan perusahaan karena kesulitan likuiditas, atau atas perintah eksekusi pengadilan atau karena perusahaan dicabut izinya. Apabila pencairan sudah dilaksanakan sesuai kebutuhan, perusahaan yang bersangkutan wajib memenuhi kembali dana jaminan sebesar yang telah dicairkan . 7. Laporan

Setiap perusahaan asuransi jiwa nasional atau asuransi jiwa patungan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk terdiri dari :

a.Laporan tahunan, meliputi 1) Laporan keuanga 2) Laporan operasional 3) Laporan investasi


(47)

Laporan tahunan yang belum diaudit, laporan operasional dan laporan investasi wajib disampaikan selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhir tahun buku yang bersangkutan. Sedangkan laporan keuangan yang sudah di audit oleh Akuntan Publik wajib disampaikan selambat-lambatnya 12 bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan. Laporan operasional yang telah disahkan oleh Aktuaris, wajib disampaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan. Mengenai laporan tingkat sovabilitaswajib disampaikan selambat-lambatnya tiga bulan terhitung dari tanggal laporan.

Kelambatan penyampaiaan laporan-laporan termaksud diatas dikenakan denda Rp.100.000-, denda setiap hari kelambatan. Disamping penyampaian laporan sebagaimana sudah diuraikan di atas, maka setiap perusahaan asuransi jiwa wajib mengumunkan dalam surat kabar harian, selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan mengenai: Neraca dan perhitungan laba/ rugi singkat yang berbentuk Perseroan Terbatas, atau perhitungan sisa hasil usaha singkat bagi yang berbentuk koperasi, berdasrkan laporan keuangan yang belum di audit. Kelambatan penyusunan dikenankan denda Rp.100.000,- setiap hari kelambatan yang harus disetor ke Kas Negara .

8.Pemeriksaan Langsung

Pengawasan terhadap perusahaan asuransi jiwa nasional dan perusahaan asuransi jiwa patungan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk dapat dilakukan melalui pemeriksaan langsung dengan tujuan :


(48)

a) Pengawasan kataatan terhadap ketentuan dalam peraturan perundangan dibidang asuransi jiwa .

b) Mendapatkan bahan masukan yang diperlukan dalam rangka pembinaan dan pengawasan yang lebih cepat.

Pemeriksaan tersebut, dapat dilakukan secara berkala atau tidak . Perusahaan yang diperiksa, wajib memperlihatkan buku ,catatan,dokumen dan atau memberikan keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan. Pemeriksaan wajib menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan.

9.Keagennan

Dalam perjalan usahanya, perusahaan asuransi jiwa nasional dan perusahaan jiwa patungan dapat mempergunakan agen asuransi jiwa yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan. Untuk itu perusahaan asuransi jiwa nasional atau perusahaan asuransi jiwa patungan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aegala akibat dari tingkat agennya.55

55

Himpunan Peraturan Perundang-undangan ,Paket Kebijaksanaan Deregulasi 20 Desember 1988 (Jakarta : CV.EkoJaya,1988) hlm 131


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan bab-bab sebelumnya maka, dapat diambil kesimpulan yaitu, sebagai berikut dibawah ini :

1. Hukum perizinan merupakan kajian hukum administrasi negara yakni hukum publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah sebagai aparatur penyelenggaran negara. Izin adalah suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit. Sehubungan dengan itu, maka adapun pengaturan hukum perizinan asuransi adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaran Usaha Perasuransian.

Kemudian adapun pengaturan asuransi dari sudut asuransi sosial terdiri dari : 1). Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja), diatur pada ;

a). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

b). Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.


(50)

a).Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

b).Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaran Asuransi Tenaga Kerja

c).Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) .

3).Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes), datur pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negri Sipil (PNS).

2. Adapun Prosedur Perizinan Asuransi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara Negara Adalah:

1). Mengajukan permohonan tertulis tentang izin usaha asuransi yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia .

2). Melampirkan beberapa bukti persyaratan izin, yang antara lain ;

a).Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan.

b).Pernyataan bahwa Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi tidak merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain.

c).Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri.


(51)

d).Bukti bahwa sekurang-kurangnya separo dari jumlah Pengurus perusahaan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang usaha perasuransian sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

e).Bukti bahwa Pengurus Perusahaan yang bertanggung jawab pada fungsi pengelolaan risiko telah memiliki pengalaman di bidang tersebut sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

f).Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut.

g).Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Laba-rugi.

3). Adapun Mekanisme pengurusan dilapangan urutan-urutanya adalah : a). Pemohon menuju loket informasi.

b). Mengisi formulir pendaftaran.

c). Pemprosesan/pemeriksaan berkas persyaratan.

d). Peninjauan/pemeriksaan ke lapangan (jika diperlukan). e). Pembayaran di loket kasir.

f). Penyerahan izin.

3. Adapun pengawasan usaha asuransi dilakukan adalah sebagai berikut : 1). Pegawasan penyelenggaraan perizinan pada umunya dilakukan ;

a). Pengawasan melekatnyaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung sesuai dengan kebutuhan peraturan perundangan.


(52)

b). Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

c). Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan.

2). Adapun pengawasan usaha asuransi dilakukan oleh pemerintah yaitu dalm hal ini dilakukan oleh Menteri Keuangan c.q Direktorat Lembaga Keuangan dan Akuntansi Direktorat Moneter , antara lain meliputi hal-hal berikut :

a). Persyaratan teknis yang harus dipenuhi, untuk pendirian perusahaan asuransi .

b). Pesyaratan teknis dan keuangan yang harus dipenuhi berkenaan dengan pemberian izin usaha.

c) Persyaratan-persyaratan teknis dan keuangan berkenaan dengan penyelenggaraan usaha asuransi.

Persyaratan-persyaratan tersebut, secara khusus diatur sesuai dengan jenis usaha asuransi yang bersangkutan termasuk usaha asuransi jiwa, usaha asuransi kerugian, termasuk reasuransi ,broker asuransi, adjuster asuransi atau perusahaan asuransi sosial. Secara umum, pembinaan dan pengawawasan yang diterapkan terhadap industri usaha asuransi dilaksanakan dalam rangka memberikan kepastian jaminan terhadap masyarakat luas. Untuk itu secara teknis pengawasan dan pembinaan tersebut selalu mengalami perubahan persyaratan.


(53)

B.Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut dapat dibuatkan saran-saran sebagai berikut dibawah ini :

1. Usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi unruk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidup seseorang yang dipertanggungkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka disarankan dalam hal perizinan dan syarat-syarat perasuransian semua para pihak (bukan hanya pihak pihak penanggung) saja yang harus mengetahui semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perasuransian tersebut. Hal ini menjadi lebih penting, karena seperti diketahui bahwa didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya diciptakan oleh penanggung/ perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni tawar menawar.

2. Disarankan bahwa mengingat banyaknya persyaratan dan lampiran yang harus dipenuhi, maka pengurus perusahaan didalam pendirian perusahaan asuransi betul-betul memperhatikan semua persyaratan dan proses atau mekanisme prosedur pendirian asuransi tersebut. Hal ini menjadi semakin


(54)

penting karena ada 2 persyaratan yang harus mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun yaitu;

1). Bukti bahwa sekurang-kurangnya separo dari jumlah pengurus perusahaan telah memiliki dibidang/ usaha perasuransian sekurang-kurangnya 5 tahun.

2). Bukti bahwa pengurus yang bertanggung jawab pada fungsi pengelolaan resiko telah memiliki pengalaman dibidang tersebut sekurang-kurangnya 5 tahun.

Kedua persyaratan ini disarankan supaya memang real atau fakta (bukan ditukang-tukangi).

3. Pengelolan usaha asuransi yang selama ini dilakukan sepihak oleh yaitu pengawasan oleh pemerintah dal hal ini c.q Direktorat Lembaga Keuangan dan Akuntansi Direktorat Moneter (Pengawasan Fungsional), maka pada kesempatan ini disarankan;

1). pengawasan Usaha Asuransi dilakukan dengan cara disamping pengawasan melekat yang berkaitan dengan asuransi maupun diikuti oleh pengawasan masyarakat.

2). Cakupan atau luas persyaratan teknis pegawasan supaya dapat megikuti perkembangan zaman (harus mengalami perubahan sesuai dengam kebutuhan bidang pengawasan).

Semoga apa yang disarankan ini dapat terlaksana dan pada akhirnya tujuan pendirian dan perizinan asuransi dapat tercapai sebagaimana mestinya. Amin Ya Rabbal Al. Amin.


(55)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERIZINAN KHUSUSNYA TENTANG IZIN ASURANSI

A. Pengertian Perizinan

Izin adalah suatu keputusan adminstrasi negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit.

N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:

Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga.

Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan.

Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya (paparan luas dari pengertian izin).

Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan, izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan


(56)

yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela namun diamana yang menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.

Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang berkaitan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Disisi lain bila dilihat dari keputusan tata usaha negara itu sendiri, izin memiliki sifat-sifat keputusan tersebut, yaitu bahwa izin bersifat konkrit. Artinya objek yang diputuskan dalam tata usaha negara itu tidak abstrak melainkan berwujud, tertentu,dan ditentukan.14

Adalah penetapan yang bersifat deklaratoir, menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon. Dispensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.

Izin memiliki sifat individual, artinya bahwa dalam izin itu harus disebutkan dengan jelas siapa yang diberikan izin.

Dalam perizinan ada istilah beberapa istilah lain yang sedikit banyak memiliki kesejajaran dengan izin dimana hal ini sering dikenal dengan izin khusus yang artinya yaitu persetujuan terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan hukum prifat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpangan dari sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu :

1. Dispensasi

14

N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge disunting Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993), hal 2


(57)

W.F Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang menyebabkan suatu peraturan undang–undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatau hal yang istimewa. Menurut Ateng Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus.

2. Lisensi

Adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisesnsi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalanankan suatu perusahaan. Linsesi merupakan izin untuk melakukan suatu yang bersifat komersial serta mendatangkan laba dan keuntungan

3. Konsesi

Adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis dan kompleks, oleh karena merupakan seperangkat dispensasi-dispensasi, jiin-ijin, serta lisensi-lisensi disertai dengan pemberian semacam wewenang pemerintah terbatas pada konsensionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan bersangkutan. Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris walupun terbatas dapat menimbulkan masalah pilitik dan sosial yang cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat memindahkan kampung, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan segala sarana lainnya.


(58)

Istilah konsesi yang merupakan suatu izin yang berhubungan dengan pekerjaan besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberi hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak atau kewajiban serta syarat – syarat tertentu.

Izin dapat dikatakan sebagai keputusan tata usaha negara karena dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara, yaitu pemerintah atas permohonan yang diajukan oleh badan hukum perdata atau perorangan. Pemerintah merupakan pejabat tata usaha negara, karena melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bersifat final, dimana dengan izin seseoarang telah mempunyai hak untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu.15

Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau Adapaun pengertian perizinaan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

15

Adrian Sutedi. Hukum Perizinan Dalam Pelayanan Publik .Jakarta ,Sinar Grafika,2011, hlm 168


(1)

ABSTRAK

PROSEDUR PERIZINAN USAHA ASURANSI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 DITINJAU DARI

PERSEPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Firdayanti1

Suria Ningsih2 Hemat Tarigan3

1

Mahasiswi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2

Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara /Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

3

Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Izin adalah suatu keputusan Adminstrasi Negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit,dalam hal perizinan usaha asuransi harus disesuikan dengan peraturan perundang-undangan.

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini bagaimana pengaturan hukum izin asuransi,Bagaimana Prosedur Perizinan Asuransi menurut Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 1992 Ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara,bagaimana pengawasan izin asuransi oleh pemerintah.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Pengaturan hukum izin asuransi, dibuatkan melaui; UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, UU Nomor 40 Tahin 2014 tentang Perasuransian, dan PP Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaran Usaha Asuransi. Prosedur Perizinan Asuransi sesuai PP Nomor 73 Tahun 1992 terdiri dari;1). Mengajukan permohonan tertulis ditujukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia; 2). Melengkapi bukti persyaratan sebanyak 7(tujuh) lampiran, dan 3). Mengikuti bukti urut-urutan proses dilapangan seperti; a). Pemohon menuju loket informasi,b). Mengisi formulir pendaftaran,c). Pemprosesan/pemeriksaan berkas persyaratan,d). Peninjauan/pemeriksaan ke lapangan (jika diperlukan),e). Pembayaran di loket kasir, f). Penyerahan izin. Pengawawasan usaha asuransi oleh pemerintah dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Akuntansi Direktorat Moneter meliputi; 1). Persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk pendirian perusahaan asuransi, 2). Persyaratan teknis dan keuangan yang harus dipenuhi berkenaan dengan pemberian izin usaha, dan 3). Persyaratan-persyaratan teknis dan keuangan berkenaan dengan penyelenggaraan usaha asuransi. Mengingat banyaknya persyaratan dan lampiran yang harus dipenuhi, maka pengurus perusahaan didalam pendirian perusahaan asuransi betul-betul memperhatikan semua persyaratan dan proses atau mekanisme prosedur pendirian asuransi tersebut.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan baik.

Adapun judul skripsi ini adalah “Prosedur Perizinan Usaha Asuransi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Ditinjai Dari Persepektif Hukum Administrasi Negara “

Dalam proses penyusunan skripsi ini , penulis telah banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis dengan hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr.OK. Saidin SH, M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Bapak Hemat Tarigan, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.


(3)

7. Terkhusus kepada Bapak Arif, SH, M.Hum sebagai Dosen Penasehat Akademik

8. Seluruh staf pegawai administrasi Fakulta Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah melayani penulis sejak awal perkuliahan sampai dengan penyelesaian studi penulis.

9. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan wawasan keilmuan kepada penulis.

10. Teristimewa ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Babe Firdaus dan Mami Evi Erianti dan Adik Raihan Firdaus dan seluruh keluarga besar yang telah memberi do’a dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini

11. Teristimewa kepada Putri Rahmadhani, Melati Sembiring, Fadillah Rahmi Tanjung, Cahya Wijaya, dan seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Fakultas Hukum USU yang telah banyak membantu penulis selama kuliah

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca supaya dapat lagi memberikan kritikan yang membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat sesuai tujuan penulis semula.


(4)

Atas kritikan, masukan dan saran tersebut, penulis berharap semoga Allah SWT dapat membalasnya berlipat ganda kepada pembaca sekalian. Amin Ya Rabbal Al Amin..

Medan , April 2016 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERIZINAN KHUSUSNYA TENTANG IZIN ASURANSI ... 17

A. Pengertian Perizinan ... 17

B. Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian... 23

C. Pengertian Asuransi dan Perjanjian Asurani ... 34


(6)

BAB III : PROSEDUR PERIZINAN USAHA ASURANSI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992

A. Penyelenggaraan Perizinan ... 48

B. Prosedur Perizinan Usaha Asuransi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992 ... 57

C. Hambatan Dalam Pemberian Perizinan Asurasi ... 64

D. Upaya-Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Hambatan- Hambatan Pemberian Izin Asuransi ... 70

BAB IV: PELAYANAN DAN PENGAWASAN USAHA ASURANSI ... 75

A. Pelayanan Perizinan dan Pengendalian ... 75

B. Upaya Pengendalian Kegiatan / Proses Pelayanan ... 79

C. Pengaturan dan Pengawasan Usaha Asuransi Oleh Pemerinntah ... 86

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 97