Asam Oleat Gliserol Proses Fraksinasi dengan Pengembunan Fractional Condentation

a. Proses Fraksinasi Kering Winterization

Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.

b. Proses Fraksinasi Basah Wet Fractination

Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah Wetting Agent atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.

c. Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent pelarut Solvent Fractionation

Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.

d. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan Fractional Condentation

Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih dari suatu zat bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi

2.1.6 Asam Oleat

Asam oleat dapat dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari proses pengubahan minyak menjadi asam lemak. Asam oleat dapat dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis lemak. Dalam industri asam oleat banyak digunakan sebagai surface active, emulsifier, dan dalam produk-produk kosmetika. Kegunaan produk ini asam oleat adalah sebagai berikut : a. industri minuman, seperti pembuatan susu; b. industri sabun dan detergen; Universitas Sumatera Utara c. industri kosmetik; d. industri minyak goring, dan e. industri bahan makanan.

2.1.7 Gliserol

Gliserol atau propana-1,2,3-triol merupakan suatu senyawa dengan rumus HOCH 2 CHOHCH 2 OH dengan berat molekul 92,02. Gliserol tidak berwarna, tidak berbau, bersifat kental, dan merupakan cairan higroskopis dengan rasa yang manis. Gliserol mempunyai tiga gugus hidroksil alkohol hidropilik yang menyebabkan gliserol larut dalam air dan mempunyai sifat yang higroskopis. Gliserol mempunyai tegangan permukaan 64.000 mNm pada 20°C dan memiliki koefisien temperatur -0.0598 mNm K. Gliserol mempunyai titik leleh 18 o C dan titik didih 290 o C pada tekanan atmosfer. Karena terjadi sebagian dekomposisi pada temperatur ini, gliserol didistilasi pada tekanan yang direduksi. Gliserol anhidrat sangat bersifat higroskopis dan mampu menyerap air sekitar 50 dari berat gliserol itu sendiri. Gliserol larut dalam air, alkohol, dan fenol, tetapi tidak larut pada hidrokarbon Fessenden, 1986. Gliserol membentuk beberapa sistem biner, azeotrop dan non- azeotrop, dan campuran tersier dengan air dan etil alkohol, yang sangat berguna untuk distilasi etanol anhidrat. Gliserol juga memiliki kemampuan melarutkan yang baik. Secara kimia, gliserol dikarakterisasikan dengan adanya dua gugus hidroksil primer dan satu gugus hidroksil sekunder, yang berbentuk simetris seperti pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Struktur gliserol Universitas Sumatera Utara Gliserol terdapat pada semua minyak dan lemak dari hewan dan tumbuhan. Biasanya gliserol jarang ditemukan dalam bentuk bebas pada lemak tersebut, namun biasanya terdapat dalam bentuk trigliserid yang bergabung dengan asam lemak seperti stearat, oleat, palmitat, dan laurat. Lemak ini merupakan gabungan dari gliserid dari asam lemak yang berbeda- beda. Minyak kelapa, palem, dan zaitun menghasilkan jumlah gliserol yang lebih tinggi dibandingkan lemak dari gemuk ataupun babi. Gliserol juga terdapat dalam bentuk trigleserid pada semua sel hewan dan tumbuhan pada lipid seperti lecitin dan sepalin. Sebagian besar jumlah gliserol yang diproduksi belakangan ini merupakan produk samping dari pembuatan sabun dan asam lemak, baik dengan saponifikasi ataupun hidrolisis. Selain itu gliserol ini juga merupakan produk samping dari pembuatan biodiesel. Gliserol juga dapat diperoleh melalui proses fermentasi dari beberapa jenis gula. Namun gliserol yang diperoleh dari proses fermentasi ini mempunyai kualitas yang rendah. Proses fermentasi untuk menghasilkan gliserol ini tidak pernah digunakan, kecuali untuk skala laboratorium. Pada proses saponifikasi, lemak direaksikan dengan kaustik soda dan garam. Asam lemak yang terdapat pada lemak akan bergabung dangan kaustik soda dan membentuk sabun, sedangkan gliserol yang terdapat pada lemak akan berada pada larutan garam. Gliserol yang mengandung cairan ini dikenal sebagai spent lye atau air sisa pencucian, yang merupakan sumber gliserol yang sangat penting. Cara lain untuk mendapatkan gliserol adalah dengan hidrolisis lemak, yaitu suatu proses yang biasa disebut fat splitting. Pada proses ini lemak dipisahkan menjadi gliserol dan asam lemak melalui proses hidrolisis pada temperatur dan tekanan yang ditingkatkan. Gliserol terlarut ini dikenal sebagai glycerin sweet water. Cara selanjutnya adalah dengan proses fat splitting pada tekanan rendah dengan bantuan katalis Twitchell, seperti asam naftalenstearosulfonik. Gliserol mempunyai banyak kegunaan, diantaranya untuk mengawetkan makanan, pemberi rasa manis pada makanan pengganti gula, Universitas Sumatera Utara sebagai pelunak pada plastik, sebagai minyak rem, dan sebagai antifreeze. Gliserol juga digunakan dalam pembuatan nitrogliserin yang dapat digunakan sebagai bahan peledak. Sekitar sepertiga dari jumlah gliserol digunakan untuk pelapis resin alkid. Gliserol juga dapat dimanfaatkan sebagai penstabil pada industri makanan dan kosmetik dalam bentuk mono- dan digliserida, serta digunakan dalam pembuatan pasta gigi, obat perawatan kulit, obat kumur, dan lain-lain.

2.2 Spesifikasi Bahan Baku