Penjadwalan Produksi Dengan Pendekatan Cross Entropy-Genetic Algorithm di PT Wijaya Karya Beton PPB Sumut
(2)
LAMPIRAN 1
Uraian Tugas dan Tanggung Jawab PT Wijaya Karya Beton PPB Sumut 1. Manajer Pabrik
a. Memimpin seluruh kegiatan di dalam pabrik
b. Sebagai pengambil keputusan ”decision maker” dalam pelaksanaan kegiatan.
c. Mengendalikan dan mengevaluasi produksi dari segi biaya, mutu dan waktu secara berkala.
d. Melaksanakan fungsi perencanaan dan pengawasan produksi sehingga tujuan perusahaan akan tercapai secara efektif.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan lokasi dan pengendalian persediaan suku cadang, bahan baku, bahan penunjang dan produk jadi.
f. Mengupayakan peningkatan kualitas hasil kerja meliputi biaya, mutu dan waktu sesuai standar yang telah ditetapkan.
g. Mengupayakan terlaksananya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). h. Bertanggung jawab atas keamanan semua harta perusahaan yang ada di
bawah pengelolaannya.
i. Mengupayakan tertib administrasi dan menyajikan laporan seluruh kegiatan pabrik secara berkala.
j. Mengupayakan terlaksananya pengolahan dan pemanfaatan sumber daya yang menjadi tanggung jawabnya secara efektif dan efisien.
k. Mengupayakan terlaksananya upaya peningkatan efisiensi produksi melalui perbaikan proses produksi secara berkesinambungan dan
(3)
merekomendasikan penerapannya kepada unit kerja terkait 2. Seksi Teknik dan Mutu
a. Menyusun rencana teknik untuk mencapai sasaran mutu produk susuai dengan persyaratan teknis didalam dokumen yang telah disepakati oleh pelanggan dan perusahaan.
b. Bertanggung jawab atas tercapainya tingkat efektifitas pemanfaatan sumber daya di pabrik melalui optimalisasi desain dan metode produksi. c. Bertanggung jawab terlaksananya dukungan dan pelayanan jasa rekayasa
diperlukan di pabrik dan wilayah penjualan dalam rangka pengupayaan percepatan penyelesaian proses produksi dan distribusi.
d. Melaksanakan pengujian standar yang dihasilkan gugus kendali mutu di pabrik dan merekomendasikan hasil pengujian tersebut sebagai standar produk dalam lingkungan pabrik.
e. Menyusun rencana pengawasan dan pengujian berupa prosedur, sistem dan pedoman lingkungan pabrik, antara lain meliputi:
1) Menetapkan kendali mutu
2) Merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada saat pengendalian.
3) Merumuskan kriteria kendali mutu.
4) Merumuskan sistem dokumentasi/sistem informasi 5) Merumuskan alat kendali mutu.
f. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 2000 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dikembangkan
(4)
perusahaan.
g. Melaksanakan penelitian terhadap metode produksi serta rekomendasi peningkatan sistem produksi agar dicapai kualitas yang diinginkan.
h. Melaksanakan pembinaan bawahan yang meliputi tanggung jawab sesuai dengan perkembangan perusahaan.
3. Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi
a. Melaksanakan dan mengelola administrasi produksi secara berkala.
b. Bertanggung jawab tersusunnya produksi dan kebutuhan sumber daya untuk keperluan seluruh jalur yang ada di pabrik.
c. Mengumpulkan, mengelola dan menyimpan surat permintaan produk beton dari unit penjualan produk beton secara tertib dan mengadminitrasi surat perintah produksi secara tertib dan baik.
d. Menerima pesanan dari langganan-langganan dan konsumen.
e. Menyusun rencana produksi produk beton yang disesuaikan dengan rencana distribusi dengan rencana distribusi unit penjualan produk beton. f. Melaksankan pengendalian, evaluasi dan analisa biaya produksi dan
pemanfatan sumber daya pabrik.
g. Mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi biaya produksi dan pemanfatan sumber daya tanpa mengurangi waktu yang telah ditetapkan. h. Menyusun anggaran biaya produksi untuk keperluan seluruh jalur yang
ada di pabrik.
i. Melaksanakan administrasi persediaan gudang yang meliputi persediaan bahan baku dan penunjang, persediaan dalam proses, persediaan barang
(5)
jadi dan suku cadang secara tertib.
j. Membuat dan menyajikan laporan produksi secara berkala.
k. Bertanggung jawab atas keterpaduan jadwal produksi dengan rencana penyerahan dan distribusi dari waktu ke waktu.
4. Seksi Peralatan
a. Merencanakan dan melaksanakan pengawasan program perawatan mesin dan peralatan pabrik sesuai dengan standar.
b. Mengupayakan pemanfaatan mesin dan peralatan pabrik secara optimal serta memantau produktivitas pemanfaatan mesin dan peralatan pabrik. c. Merencanakan, mengendalikan dan mengevaluasi kebutuhan suku cadang
mesin dan peralatan pabrik.
d. Bertanggung jawab atas keberadaan mesin dan peralatan pabrik.
e. Mempersiapkan sumber daya cetak sesuai dengan rencana produksi yang telah ditetapkan.
f. Bertanggung jawab atas beroperasinya mesin dan peralatan pabrik sebelum dan selama proses produksi.
g. Mengendalikan dan mengevaluasi biaya peralatan pabrik.
h. Bertanggung jawab atas kelengkapan dan berfungsinya mesin dan peralatan yang akan dimobilisasikan ke pabrik.
i. Mengatur pembagian shift kerja regu peralatan dan menentapkan kepala regunya.
5. Seksi Keuangan dan Personalia
(6)
b. Melaksanakan pembayaran kepaa pihak ketiga sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
c. Melaksanakan pengendalian dan evaluasi biaya langsung dan tidak langsung serta anggaran kas secara berkala.
d. Mengadakan pengadaan lokal dan memantau perkembangan harga dari pemasok agar didapat harga yang bersaing.
e. Mengelola secara tertib kas dan bank, jaminan bank, perpajakan, serta mengendalikan persekot.
f. Melaksanakan administrai persediaan kantor yang meliputi persediaan bahan baku dan penunjang, persediaan dalam proses, persediaan barang jadi dan suku cadang secara tertib.
g. Membuat dan menyajikan laporan keuangan yang meliputi neraca dan membuat perhitungan laba rugi secara berkala.
h. Melaksanakan pencatatan, klasifikasi data keuangan serta evaluasinya menjadi info yang akurat.
i. Melaksanakan pengawasan penerapan sistem informasi dalam arti seluas-luasnya.
6. Seksi Prduksi
a. Merencanakan jadwal induk produksi dan kebutuhan sumber daya keperluan jalur-jalur produksinya.
b. Mengatur pembagian shift kerja kepala-kepala shift.
c. Memimpin regu-regu produksi dalam melaksanakan produksi sesuai dengan jadwal dan pedoman yang telah ditetapkan.
(7)
d. Melaksanakan pengaduan lokal dan memantau perkembangan harga. e. Bertanggung jawab atas kualitas hasil kerja yang meliputi biaya, mutu,
waktu sesuai standar.
f. Bertanggung jawab atas tercapainya jadwal dan mutu produk yang telah ditetapkan pada jalur-jalur produksinya.
g. Berdiskusi dengan seksi teknik dan mutu bila terjadi kegagalan produksi. h. Membuat laporan secara rutin dan tahunan untuk hasil produksi.
(8)
LAMPIRAN 2
Penentuan Rating factor dengan Menggunakan Metode Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan
Superskill A1 + 0,15
A2 + 0,13
Excelent B1 + 0,11
B2 + 0,08
Good C1 + 0,06
C2 + 0,03
Average D 0,00
Fair E1 - 0,05
E2 - 0,10
Poor F1 - 0,16
F2 - 0,22
Usaha
Excessive A1 + 0,13
A2 + 0,12
Excellent B1 + 0,10
B2 + 0,08
Good C1 + 0,05
C2 + 0,02
Average D 0,00
Fair E1 - 0,04
E2 - 0,08
Poor F1 - 0,12
F2 - 0,17
Kondisi Kerja
Ideal A + 0,06
Excellenty B + 0,04
Good C + 0,02
Average D 0,00
Fair E - 0,03
Poor F - 0,07
Konsistensi
Perfect A + 0,04
Excellent B + 0,03
Good C + 0,01
Average D 0,00
Fair E - 0,02
(9)
DAFTAR PUSTAKA
Bashori, Hasan. 2015. Penjadwalan Flow Shop dengan Penerapan Cross Entropy-Genetic Algorithm untuk Meminimasi Makespan: JEMIS. NO. 1, VOL. 3, 36-42.
Bashori, Hasan. 2015. Upaya Meminimasi Makespan dengan Penerapan Algoritma Cross Entropy pada Penjadwalan Flow Shop: Jurnal Widya Teknika No.1, Vol.23, 10-14.
Basori, Sayid dan Suparno. 2011. Pendekatan Cross Entropy untuk Minimasi Bikriteria Makespan dan Total Tardiness pada Penjadwalan Produksi Flowshop dengan Mesin Paralel. Jurusan Teknik Industri: ITS Surabaya. Fadlisyah. 2009. Algoritma Genetik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ginting, Rosnani. 2009. Penjadwalan Mesin. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, Sri. 2005. Penyelesaian Masalah Optimasi dengan Teknik-teknik Heuristik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Morton, Thomas E. 1993. Heuristic Schedulling System With Aplication to Production System and Project Management. New York: A Wiley Interscience Publication.
Nahmias. 2000. Production and Operation Analysis. McGrew-Hill.
Rahmawati, Nur dan Santosa, B. 2016. Penerapan Algoritma Hybrid Cross Entropy-Genetic Algorithm dalam Penyelesaian Resource-Constrained Project Scheduling Problem. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri: ITS Surabaya.
(10)
Rubinstein, R.Y. 2004. The Cross-Entropy Method: A Unified Approach to Combinatorial Optimization, Monte Carlo Simulation and Machine Learning. New York: Springer-Verlag.
Santosa, B. dan Willy, P. 2011. Metoda Heuristik Konsep dan Implementasi. Guna Widya: Surabaya.
Santosa, B, dkk. 2011. A Cross Entropy-Genetic Algorithm for m-Machines No-Wait Job-Shop Scheduling Problem: Journal of Intelligent Learning Systems and Applications. No. 3. 171-180.
Sinulingga, Sukaria. 2014. Metode Penelitian. Medan: USU Press. Sutalaksana, Iftikar. Z. 2005. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB.
Widodo, Dian Setiya. 2014. Pendekatan Algoritma Cross Entropygenetic Algorithm untuk Menurunkan Makespan pada Penjadwalan Flow Shop. JEMIS. NO. 1, VOL. 2, 41-49.
Wignjosoebroto,Sritomo. 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Jakarta: Guna Widya.
(11)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Penjadwalan
Penjadwalan adalah pengurutan pembuatan atau pengerjaan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin.1 Dengan demikian masalah sequencing senantiasa melibatkan pengerjaan sejumlah komponen yang sering disebut dengan istilah job. Job sendiri masih merupakan komposisi dari sejumlah elemen-elemen dasar yang disebut aktivitas atau operasi. Tiap aktivitas atau operasi ini membutuhkan alokasi sumber daya tertentu selama periode waktu tertentu yang sering disebut dengan waktu proses.
Penjadwalan merupakan alat ukur yang baik bagi perencanaan agregat. Pesanan-pesanan aktual pada tahap ini akan ditugaskan pertama kalinya pada sumberdaya tertentu (fasilitas, pekerja, dan peralatan), kemudian dilakukan pengurutan kerja pada tiap-tiap pusat pemrosesan sehingga dicapai optimalitas utilisasi kapasitas yang ada. Pada penjadwalan ini, permintaan akan produk-produk yang tertentu (jenis dan jumlah) dari MPS akan ditugaskan pada pusat-pusat pemrosesan tertentu untuk periode harian.
Salah satu masalah yang cukup penting dalam sistem produksi adalah bagaimana melakukan pengaturan dan penjadwalan pekerjaan (jobs), agar pesanan dapat selesai sesuai dengan kontrak.2 Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Salah satu usaha untuk mencapai
1
Rosnani Ginting.Penjadwalan Mesin.(Yogyakarta, Graha Ilmu: 2009).Hal. 1
2
(12)
tujuan di atas adalah melakukan penjadwalan proses produksi yang terencana. Penjadwalan proses produksi yang baik dapat mengurangi waktu menganggur (idle time) pada unit-unit produksi dan meminimumkan barang yang sedang dalam proses (work in process).
Penjadwalan (scheduling) menurut Conway adalah pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin. Sedangkan menurut Kenneth R. Baker, penjadwalan didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber daya untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Dari defenisi di atas, maka terdapat dua elemen penting dalam proses penjadwalan, yakni urutan (sequence) job yang memberikan solusi optimal dan pengalokasian sumber daya (resources). Karakteristik sumber daya yang dibicarakan adalah kapasitas kualitatif dan kuantitatif, yakni jenis apa dan jumlah berapa sumber daya yang dimiliki. Pekerjaan (job order) yang diterima diuraikan dalam bentuk kebutuhan akan sumber daya, waktu proses, waktu dimulai dan waktu berakhirnya proses.
Masalah penjadwalan sebenarnya masalah murni pengalokasian dan dengan bantuan model matematis akan dapat ditentukan solusi optimal. Model-model penjadwalan akan memberikan rumusan masalah yang sistematik berikut dengan solusi yang diharapkan. Sebagai alat bantu yang digunakan dalam menyelesaikan masalah penjadwalan dikenal satu model yang sederhana dan umum digunakan secara luas yakni Gantt Chart. Gantt Chart merupakan grafik hubungan antara alokasi sumber daya dengan waktu. Dari Gantt Chart kemudian ditentukan urutan (sequence) dari job yang memberikan kriteria penjadwalan
(13)
terbaik misalnya waktu pemrosesan tersingkat, utilitas mesin/peralatan tertinggi, idle time minimum dan lain-lain.
3.1.1. Tujuan Penjadwalan
Bedwort (1987), mengidentifikasikan beberapa tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut:3
1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang dan produktivitas dapat meningkat.
2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumberdaya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan setengah jadi.
3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalty cost (biaya keterlambatan).
4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan.
3
(14)
3.1.2. Terminologi Penjadwalan
Beberapa defenisi yang digunakan dalam penjadwalan adalah sebagai berikut:4
1. Processing Time (ti)
Processing Time adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam waktu proses ini sudah termasuk waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan pengaturan (set up) selama proses berlangsung.
2. Due-date (di)
Due-date adalah batas waktu dimana operasi terakhir dari suatu pekerjaan harus selesai.
3. Slack time (SLi)
Slack time adalah waktu tersisa yang muncul akibat dari waktu prosesnya lebih kecil dari due- datenya.
SLi = di - ti 4. Flow time (Fi)
Flow time adalah rentang waktu antara saat pekerjaan dapat dimulai (tersedia) dan saat pekerjaan selesai. Jadi flow time sama dengan processing time dijumlahkan dengan waktu tunggu sebelum pekerjaan diproses.
5. Completion time (Ci)
Completion time adalah saat selesainya pekerjaan. Completion time disimbolkan dengan Ci.
4
(15)
6. Lateness (Li)
Lateness adalah selisih antara completion time (Ci) dengan due-date-nya (di). Suatu pekerjaan memiliki lateness yang bernilai positif apabila pekerjaan tersebut diselesaikan setelah due-date-nya.
7. Tardiness (Ti)
Tardiness adalah lateness positif dimana pekerjaan diselesaikan lebih lambat dari due date yang telah ditetapkan. Tardiness disimbolkan dengan Ti.
8. Makespan (M)
Makespan adalah total waktu penyelesaian pekerjaan mulai dari urutan pertama yang dikerjakan pada mesin atau work center pertama sampai kepada urutan-urutan pekerjaan terakhir pada mesin atau work center terakhir.
3.1.3. Klasifikasi Penjadwalan
Penjadwalan produksi dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut (Nahmias, 2000):
1. Penjadwalan produksi secara umum, yaitu: a. Penjadwalan maju (forward scheduling)
Operasi penjadwalan dimulai dari tanggal penerimaan order secara maju. Konsekuensinya terjadi persediaan bahan baku sampai pada gilirannya diproses.
(16)
b. Penjadwalan mundur (backward scheduling)
Teknik penjadwalan dimulai dari waktu penyelesaian operasi terakhir. Keuntungannya adalah mengurangi persediaan barang setengah jadi (work in process).
2. Penjadwalan produksi berdasarkan mesin yang digunakan, yaitu: a. Model Single-Machine
Model ini hanya berisi sejumlah m mesin yang sejenis, yang harus memproses sejumlah job yang terdiri dari satu operasi. Setiap job dapat dikerjakan pada salah satu mesin yang ada tersebut. Model ini banyak digunakan pada penjadwalan yang menggunakan metode dekomposisi, yaitu suatu model penjadwalan yang memecahkan permasalahan penjadwalan yang kompleks ke dalam sejumlah permasalahan yang lebih sederhana dalam bentuk single-machine.
b. Model Paralle-Machine
Merupakan suatu bentuk umum dari model single-machine. Model ini terdapat pada industri yang proses produksinya terdiri dari berbagai tahapan, di mana tiap tahapan tersebut terdiri dari sejumlah mesin sejenis yang tersusun secara paralel. Setiap job dapat dikerjakan pada salah satu mesin yang ada. Ada suatu kondisi dimana mesin-mesin yang tersusun secara paralel tersebut tidak identik satu sama lain dalam hal kemampuan berprosesnya.
(17)
c. Model Flow shop
Suatu proses manufaktur seringkali harus melewati banyak operasi yang membutuhkan jenis mesin yang berbeda pada tiap operasinya. Jika rute yang harus dilewati untuk setiap job adalah sama, maka bentuk konfigurasi ini disebut juga model flow shop. Mesin-mesin pada model ini disusun secara seri dan pada saat sebuah job selesai diproses pada sebuah mesin, maka job tersebut akan meninggalkan mesin tersebut untuk kemudian mengisi antrian pada mesin berikutnya untuk diproses.
d. Model Job Shop
Dalam suatu proses manufaktur yang memerlukan banyak operasi, seringkali rute yang harus dilalui setiap job adalah tidak sama. Model seperti ini disebut juga model job shop. Bentuk sederhana dari model ini mengasumsikan bahwa setiap job hanya melewati satu jenis mesin sebanyak satu kali dalam rutenya pada proses tersebut. Namun ada juga model lainnya di mana setiap job diperbolehkan untuk melewati mesin sejenis lebih dari satu kali pada rutenya. Model ini disebut juga job shop dengan recirculation (pengulangan).
3. Penjadwalan produksi berdasarkan pola kedatangan pekerjaan, yaitu: a. Penjadwalan statis
Pekerjaan datang bersamaan dan siap dikerjakan pada mesin yang tidak bekerja. Kondisi semua stasiun kerja dan perlengkapannya selalu tersedia pada saat itu.
(18)
b. Penjadwalan dinamis
Pekerjaan datang terus-menerus pada waktu yang berbeda-beda. Pendekatan yang sering digunakan pada penjadwalan ini adalah penggunaan aturan dispatching yang berbeda untuk setiap stasiun kerja. 4. Penjadwalan produksi berdasarkan sifat informasi yang diterima, yaitu:
a. Penjadwalan deterministic
Informasi yang diperoleh bersifat pasti seperti waktu kedatangan job, waktu setup, dan waktu proses.
b. Penjadwalan stokastik
Informasi yang diperoleh tidak pasti tetapi memiliki keCEnderungan yang jelas atau menyangkut adanya distribusi probabilitas tertentu, misalnya kedatangan pekerjaan bersifat acak.
3.1.4. Penjadwalan Flow shop
Menurut Baker (1974) model penjadwalan dapat dibedakan menjadi 4 jenis keadaan, yaitu:
1. Mesin yang digunakan, dapat berupa proses dengan mesin tunggal atau proses dengan mesin majemuk.
2. Pola aliran proses, dapat berupa aliran identik atau sembarang. 3. Pola kedatangan pekerjaan, statis atau dinamis.
4. Sifat informasi yang diterima, dapat berupa determinastik atau stokastik. Pada jenis keadaan pertama, jumlah mesin dapat dibedakan atas mesin tunggal dan mesin majemuk. Model mesin tunggal merupakan model dasar dan
(19)
biasanya dapat diterapkan dalam kasus mesin majemuk. Pada model kedua, pola aliran dapat dibedakan atas flow shop dan job shop. Pada flow shop dijumpai pola aliran pemrosesan dari suatu mesin ke mesin lainnya dalam urutan (routing) tertentu. Semua pekerjaan yang mengalir pada alat produksi yang sama tanpa boleh melewatinya disebut dengan pure flow shop. Tetapi jika pekerjaan yang datang kedalam flow shop tidak harus dikerjakan pada semua mesin, jenis flow shop ini disebut dengan generalflow shop.
3.2. Makespan
Makespan untuk flow shop dan job shop merupakan kriteria sederhana yan secara jangka panjang dapat digunakan secara maksimal, hal ini dikarenakan
makespan merupakan satu-satunya fungsi tujuan yang sederhana namun memiliki hasil yang analitik untuk permasalahan mesin tunggal ataupun paralel.5 Masalah
makespan memang akan lebih sulit pada permasalah mesin paralel.
Pendekatan minimasi makespan pada penjadwalan flow shop pada m mesin dapat digunakan formulasi sebagai berikut:
B = max {b1, b2, b3, … , bk, … , bm} dimana bm = qm + Tm
bm-1 = qm-1 + Tm-1 + min {pjm} jЄσ’
bm-2 = qm-2 + Tm-2 + min {pj.m-1 + pj.m } jЄσ’
. .
. .
. .
5
Thomas E. Marton.Heuristic Scheduling System.(New York, A Wiley Interscience: 1993).Hal. 309-314)
(20)
bk = qk + Tk + min {pj.k+1 + pj.k+2 + … + pj.m} jЄσ’
. .
. .
. .
b1 = q1 + T1 + min {pj.2 + pj.3 + … + pj.m} jЄσ’
3.3. Pengukuran Waktu (Time Study)
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.6 Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlalu cepat atau terlalu lambat.
Secara garis besar, metode pengukuran waktu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Pengukuran secara langsung
Pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk pengukuran langsung adalah cara jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling). 2. Pengukuran secara tidak langsung
Pengukuran secara tidak langsung merupakan pengukuran waktu tanpa harus berada ditempat kerja yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
6
(21)
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Yang termasuk pengukuran tidak langsung adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.
Dengan salah satu cara ini, waktu penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan. Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang terbaik dari segi waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang tersingkat.
3.3.1 Pengukuran Waktu Jam Henti
Pengukuran waktu jam henti adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak digunakan.
Tahapan dalam melakukan pengukuran waktu adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Tujuan Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran waktu kerja, tujuan pengukuran harus ditetapkan terlebih dahulu dan untuk apa hasil pengukuran digunakan. Dalam penentuan tujuan tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan dalam pengukuran jam henti.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
(22)
mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak optimal, jika perlu dilakukan perbaikan kondisi kerja dan cara kerja yang baik.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan harus dipilih yang memenuhi beberapa persyaratan agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat tersebut yang dibutuhkan berkemampuan normal dan dapat bekerja sama menjalankan prosedur kerja yang baik.
4. Melatih Operator
Operator harus dilatih terlebih dahulu agar terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan dan telah dibakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara wajar.
5. Menguraikan Pekerjaan Atas Beberapa Elemen Pekerjaan
Pekerjaan dibagi menjadi beberapa elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Pengukuran waktu dilakukan atas elemen pekerjaan. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan pemisahan menjadi beberapa elemen pekerjaan yaitu:
a. Uraikan pekerjaan tersebut, tetapi harus dapat diamati oleh alat ukur dan dapat dicatat dengan menggunakan jam henti.
b. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal karena jumlah waktu elemen kerja tersebut merupakan siklus penyelesaian suatu pekerjaan.
(23)
c. Antara elemen satu dengan elemen yang lain pemisahannya harus jelas. Hal ini dilakukan agar tidak timbul keraguan dalam menentukan kapan berakhirnya atau mulainya suatu pekerjaan.
6. Menyiapkan Alat Pengukuran
Alat yang digunakan melakukan pengukuran waktu baku tersebut yaitu: a. Jam henti (stopwatch)
b. Lembar pengamatan c. Pena atau pensil d. Papan pengamatan
3.3.2. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk melakukan sampling dalam pengambilan data.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenamya. Hal ini biasanya dinyatakan dengan persen (dari waktu penyelesaian sebenamya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat ketelitian yang ditentukan. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% berarti bahwa penyimpangan hasil pengukuran dari hasil sebenamya maksimum 5% dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil yang demikian adalah 95%.
(24)
3.3.3. Pengujian Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data adalah suatu pengujian yang berguna untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan berasal dari satu sistem yang sama.7 Melalui pengujian ini kita dapat mendeteksi adanya perbedaan-perbedaan dan data-data yang di luar batas kendali (out of control) yang dapat kita gambarkan pada peta kontrol. Data-data yang demikian dibuang dan tidak dipergunakan dalam perhitungan selanjutnya. Langkah-langkah pengujian keseragaman data adalah sebagai berikut:
1. Menghitung harga rata-rata pengamatan (N) 2. Menghitung standar deviasi (σ)
Rumus untuk menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut:
σx =
√
∑ ̅Keterangan :
σ = Standar deviasi
X = Data yang diperoleh dari pengamatan
̅ = Rata-rata dari data pengamatan N = Jumlah pengamatan yang dilakukan
3. Menentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)
Untuk menguji keseragaman data, digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut :
BKA = X + kσ BKB = X - kσ
Jika X min > BKB dan X max < BKB, maka data seragam
7
Wignjosoebroto,Sritomo.Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. (Jakarta: Guna Widya. 2003), hlm. 117-136
(25)
Jika X min < BKB dan X max > BKB, maka data tidak seragam
3.3.4. Menghitung Jumlah Data Pengamatan yang Diperlukan (N’)
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil dari lapangan telah mencukupi untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan menggunakan rumus umum sebagai berikut:
2 2 2 ' i i i X X X N s k N Keterangan :
N = Jumlah pengamatan yang dilakukan
N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan
ΣXi = Jumlah seluruh data
ΣXi2 = Jumlah kuadrat data
K = Nilai absis pada tabel distribusi normal untuk luasan sebesar tingkat kepercayaan
s = Tingkat ketelitian
Apabila N’ < N, maka jumlah data pengamatan sudah mencukupi dan apabila N’ > N, maka jumlah data pengamatan belum mencukupi.
3.3.5. Menentukan Waktu Terpilih, Waktu Normal dan Waktu Standar Waktu terpilih yang digunakan adalah harga rata-rata data yang telah seragam dan cukup di tiap stasiun kerja. Harga rata-rata tersebut diperoleh dari data pengamatan waktu siklus operasi yang telah berada pada batas kontrol yang ditentukan seperti yang terlihat pada perhitungan sebelumnya. Untuk menghitung waktu normal (Wn) dilakukan dengan menggunakan rumus:
(26)
Wn = Waktu terpilih x Rating Factor
Untuk menentukan Rf (Rating Factor) digunakan metode Westinghouse system of rating yang terdiri dari empat faktor yang mempengaruhi penentuan rating yaitu keterampilan, kondisi kerja, usaha dan konsistensi. Penentuan Rf (Rating Factor) adalah sebagai berikut:
Rf = 1 + Westinghousefactor
Waktu baku dihitung setelah mengetahui allowance. Persentase allowance merupakan kelonggaran untuk istirahat yang diberikan kepada tenaga kerja.
Allowance Wn
Wb
% % 100
% 100
3.3.6. Penyesuaian dan Kelonggaran
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang diitujukkan operator.8 Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Penyebab seperti diatas mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja baku yang diselesaikan secara wajar.
1. Konsep tentang bekerja wajar
Ketidakwajaran pekerja harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana yang disebut wajar itu. Dengan
8
(27)
standar apa pengukur menilai wajar tidaknya kerja seorang operator. Biasanya, melalui pengamatan pengukur dapat melihat cara kerja operator. Dalam kehidupan sehari-hari pun hal ini sering bisa dirasakan, yaitu bila suatu waktu melihat seorang yang sedang bekerja. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dapat menyatakan bahwa orang tersebut bekerja dengan lambat atau sangat cepat. Ketepatan pengukur akan lebih teliti apabila dia telah cukup berpengalaman bagi jenis pekerjaan yang sedang diukur. Semakin berpengalaman seseorang pengukur, indera yang dimiliki akan semakin peka melakukan penyesuaian. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari cara kerja seorang operator yang dianggap normal yaitu jika seorang operator yang dianggap berpengalaman, bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Disamping konsep-konsep yang dikemukakan oleh International Labour Organization ini, terdapat juga konsep yang lebih terperinci yaitu yang dikemukakan oleh Lawry, Maynard, dan Stegemarten melalui cara penyesuaian Westinghouse. Ada empat faktor yang menyebabkan kewajaran atauketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Walaupun usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun penyesuaian tetap tampak sebagai hal yang subjektif.
2. Cara Menentukan Faktor Penyesuaian
Cara Westinghouse (Westinghouse Factors) mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor
(28)
terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau skill didefenisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat menurun, yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut. Atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatigue yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas kewajaran, masalah tidak timbul tetapi jika variabilitisnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi enam kelas yaitu perfect, exCEllent, good, average, fair dan poor. Westinghouse factors dilihat pada Tabel 3.1.(Iftikar Z Sutalaksana,2005)
(29)
Tabel 3.1. Westinghouse Factors
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan Superskill A1 + 0,15
Excellent A2 + 0,13
B1 + 0,11
Good B2 + 0,08
C1 + 0,06
Average C2 + 0,03
D 0,00
Fair E1 - 0,05
Poor E2 - 0,10
F1 - 0,16
Usaha Excessive F2 - 0,22
A1 + 0,13
Excellent A2 + 0,12
B1 + 0,1
Good B2 + 0,08
C1 + 0,05
Average C2 + 0,02
D 0,00
Fair E1 - 0,04
E2 - 0,08
Poor F1 - 0,12
F2 - 0,17
Kondisi Kerja Ideal A + 0,06
ExCEllenty B + 0,04
Good C + 0,02
Average D 0,00
Fair E - 0,03
Poor F - 0,07
Konsistensi Perfect A + 0,04
ExCEllenty B + 0,03
Good C + 0,01
Average D 0
Fair E - 0,02
(30)
3. Kelonggaran (Allowance)
Kelonggaran (allowance) diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja selama pengamatan karenanya setelah mendapatkan waktu normal perlu ditambahkan kelonggaran. Dalam menghitung besarnya allowance, keadaan yang dianggap wajar diambil harga allowance=100 %. Sedangkan bila terjadi penyimpangan dari keadaan ini, allowance harus ditambah dengan faktor-faktor berpengaruh terhadap kegiatan kerja yang dilakukan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu:
a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal)
Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, berbicara dengan teman untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja.
b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari melakukan suatu pekerjaan.
c. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay) Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar kekuasaan/ kendali pekerja.
(31)
3.4. Cross Entropy
Metode Cross Entropy termasuk teknik yang cukup baru. Awalnya diterapkan untuk simulasi kejadian langka (rare event).9 Lalu dikembangkan untuk beberapa kasus seperti optimasi kombinatorial, optimasi berlanjut, machine learning dan beberapa kelas masalah lain. Metoda CE termasuk dalam keluarga teknik Monte Carlo yang bisa digunakan untuk menyelesaikan kasus estimasi maupun optimasi. Dalam hal estimasi, CE memberikan cara yang adaptif untuk menemukan distribusi sampling yang optimal untuk beberapa problem yang cukup luas cakupannya. Jika masalah optimasi bisa kita formulasikan sebagai masalah estimasi maka metoda CE menjadi sangat handal dan berlaku umum sebagai algoritma search stokhastik.
Metode CE awalnya digunakan sebagai alat untuk mengestimasi probabilitas dari kejadian langka (rare event) dengan penerapan algoritma adaptive untuk pada peristiwa stokhastik yang kompleks dengan cara meminimasi variansi (varian CE minimization).10 Pada perkembangan selanjutnya, ditemukan bahwa modifikasi sederhana terhadap metoda CE dapat digunakan tidak hanya untuk mengestimasi probabilitas kejadian langka, tetapi juga untuk menyelesaikan permasalahan optimasi kombinatorial yang kompleks dengan cara meminimasi cross entropy. Hal ini dilakukan dengan menerjemahkan masalah optimasi deterministic menjadi stokhastik kemudian menggunakan teknik rare event simulation.
9
R.Y. Rubinstein and D.P. Kroese. The Cross-Entropy Method: A Unified Approach to Combinatorial Optimization, Monte Carlo Simulation and Machine Learning, (New York: Springer-Verlag. 2005), hlm. 32-35
10
Budi Santosa. Metoda Metaheuristik Konsep dan Implementasi. (Surabaya: Guna Widya. 2011), hlm. 256-258
(32)
Metoda CE melibatkan prosedur iterasi, dimana tiap iterasi dapat dipecah menjadi dua fase yaitu:
1. Melakukan pembangkitan sampel random (x) dengan menggunakan mekanisme atau distribusi tertentu.
2. Memperbaharui parameter (ν) dari mekanisme random berdasarkan data sampel elit untuk menghasilkan sampel yang lebih baik pada iterasi berikutnya.
Sampel elit adalah berapa persen dari sampel yang kita pilih untuk memperbaiki atau mengupdate parameter ν yang digunakan. Proses tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut
1. Tentukan nilai N, yaitu banyaknya sampel, ν0, ρ dan α.
2. Bangkitkan sampel sebanyak N dengan mekanisme tertentu, memanfaatkan
parameter ν0.
3. Evaluasi sampel ini dengan memasukkan ke dalam fungsi tujuan. Lalu urutkan nilai fungsi tujuan. Ini dilakukan dengan cara memasukan nilai x yang dibangkitkan ke dalam fungsi tujuan f(x). Jika ada N sampel maka didapatkan sebanyak N nilai f. Lalu kita urutkan nilai f ini dari yang terbesar
ke yang terkecil. Pilih 1 − ρ persentil dari N sampel x yang menghasilkan
nilai f terkecil. Ini bisa dijelaskan, misalnya N =10, ρ =0,1, maka 1 – 0,1=0,9 persentil dari 10 sampel adalah titik sampel ke 9 dan ke 10 setelah nilai f diurutkan. Kedua sampel ini yang disebut sampel elit. Ingat bahwa yang kita perlukan adalah nilai x-nya bukan nilai f-nya. Nilai f digunakan untuk
(33)
mencari nilai x mana yang memberikan f terkecil. Sejumlah nilai x terbaik ini gunakan untuk memperbaharui parameter ν.
4. Memperbaharui γt secara adaptif. Untuk ν yang sudah diperbaharui, gunakan
untuk membangkitkan nilai x yang baru. Kemudian masukkan ke dalam γt dan νt−1 yang telah ditetapkan.
Algoritma utama CE untuk optimasi adalah sebagai berikut: 1. Tentukan parameter awal ν = u, α,dan ρ.Tetapkan iterasi it =1.
2. Bangkitkan sampel random X1, XN dari fungsi probabilitas distribusi tertentu
f(−; u) dan pilih sampel (1−ρ) quantile dari performansi setelah diurutkan. 3. Gunakan sampel yang sama untuk memperbarui nilai parameter.
4. Aplikasikan persamaan untuk memuluskan vektor ν = u.Kembali ke langkah 2 dengan nilai parameter yang baru, tetapkan it = it +1.
5. Jika stopping criteria sudah dipenuhi, berhenti.
Perlu dicatat bahwa stopping criteria, vektor solusi awal, ukuran sampel N
dan nilai ρ harus dinyatakan secara spesifik dari awal iterasi. Parameter ν
diperbaharui hanya berdasarkan sejumlah (1 − ρ) sampel terbaik. Sampel yang digunakan untuk memperbaharui parameter ini dinamakan sampel elit.
3.4.1. Ide Dasar Cross Entropy
Konsep Cross Entropy dikembangkan untuk mengukur distribusi referensi ideal dan pendistribusian yang sebenarnya. Metode ini umumnya memiliki dua langkah dasar, menghasilkan sampel dengan mekanisme parameter dan pembaharuan secara spesifik berdasarkan sampel elit. Konsep ini kemudian
(34)
diusulkan oleh Reuven Rubinstein dengan menggabungkan konsep Kullback- Leibler dan teknik simulasi Monte Carlo.
Cross Entropy (CE) telah diterapkan di berbagai macam masalah. Salah satunya untuk memecahkan masalah optimasi. Aplikasi CE telah diadopsi secara luas dalam kasus kombinasi yang sulit seperti masalah maksimisasi, Traveling Salesman Problem (TSP), masalah penugasan kuadrat dan berbagai macam masalah penjadwalan dan Buffer Allocation Problem (BAP).
Untuk memecahkan masalah optimasi, cross entropy dilibatkan dalam dua fase berulang berikut:
1. Generasi sampel data acak (lintasan dan vektor) sesuai dengan mekanisme acak probabilitas dengan fungsi kepadatan.
2. Memperbarui parameter dari mekanisme random, biasanya parameter atas dasar data untuk menghasilkan sampel yang lebih baik pada iterasi berikutnya.
Misalkan ingin meminimalkan beberapa fungsi biaya S(z) atas semua z di beberapa set Z. Maka minimum oleh γ * akan ditunjukkan sebagai berikut:
γ * = min S(z) xeZ
Masalah deterministik tersebut diacak dengan mendefinisikan {f(;v),v V}
dan persamaan masalah estimasi di atas untuk skalar γ dapat diberikan:
Pu(S(Z)≤ γ) = Eu [Is(z)≤γ] yang disebut masalah stokastik.
Di sini, Z adalah vektor acak dengan (;.u), untuk beberapa u V (misalnya Z menjadi vektor acak Bernoulli). Untuk memperkirakan, metode CE menghasilkan urutan tuples γv, yang bertemu (dengan probabilitas tinggi) untuk tuple
(35)
optimal γ*v*, di mana γ* adalah solusi dari permasalahan, dan v* yang menekankan nilai-nilai di Z dengan solusi optimal.
Fraksi sampel ditunjukkan oleh ρ yang digunakan untuk mencari batasan γ. Proses didasarkan pada sampel data stochastic. Jumlah sampel dalam setiap tahap
stochastic dilambangkan dengan N, yang merupakan parameter yang telah ditetapkan.
3.4.2. Cross Entropy Sebagai Kombinasi Optimisasi
Dalam kasus penjadwalan diperlukan parameter P di tempat v. P adalah matriks transisi di mana setiap entri pi,jmenunjukkan probabilitas ke-j, untuk i = 1, 2 , .. , n , j = 1 , 2 , ... , n , di mana n adalah jumlah pekerjaan. Untuk P awal dapat ditempatkan nilai-nilai yang sama dengan semua entri yang berarti bahwa probabilitas dari pekerjaan ke tempat j didistribusikan merata.
Berdasarkan matriks P, akan menghasilkan N urutan pekerjaan. Setiap urutan (Zi) akan dievaluasi berdasarkan S(zi) di mana S = nilai Cmax untuk setiap urutan. Dari urutan N dapat diambil ρN sampel elit persen dengan S terbaik (bukan menggunakan sebagai batas untuk memilih sampel elit). Rumus ES =
ρN, diberikan oleh Pt(i,j)sebagai berikut:
∑
Algoritma utama Cross Entropy (CE) yang digunakan dalam penjadwalan adalah sebagai berikut: (R.Y. Rubinstein dan D. P. Kroese ,2014)
1. Pilih referensi transisi/inisiasi awal matriks P0, semua entri sama dengan 1/n, dimana n adalah jumlah pekerjaan, atur t = 1.
(36)
2. Dihasilkan sampel Z1, … , ZN urutan pekerjaan melalui algoritma dengan P = t - 1 dan pilih ρN sampel elit dengan kinerja terbaik dari S(z).
3. Gunakan sampel elit untuk memperbarui Pt
4. Terapkan untuk menghasilkan matriks Pt
5. Jika untuk beberapa t ≥ d, misalkan d = 5 , t = t-1 = … = t-d kemudian berhenti, jika tidak diatur t = t + 1 dan ulangi dari langkah 2.
Langkah-langkah algoritma cross entropy secara umum ditunjukkan pada Gambar 3.1.(Sayid Basori,2011)
Start
Pendefinisian output dan output Pembangkitan sampel random sejumlah N
Input inisial parameter Menghitung makespan masing-masing
jadwal
Menghitung objective function
Mengurutkan dari hasil yang paling kecil Pemilihan sampel elit
Pembaharuan nilai paramater
Smoothing parameter
Tampilkan hasil penjadwalan Apakah memenuhi stopping
criteria
Finish
No Yes
Gambar 3.1. Flowchart Algoritma Cross Entropy 3.5. Algoritma Genetika
(37)
atas mekanisme biologis.11 Keberagaman pada evolusi biologis adalah variasi dari kromosom antar individu organisme untuk tetap hidup. Pada dasarnya ada 4 kondisi yang sangat memengaruhi proses evaluasi yakni sebagai berikut:
1. Kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi.
2. Keberadaan populasi organisme yang bisa melakukan reproduksi. 3. Keberagaman organisme dalam suatu populasi.
4. Perbedaan kemampuan untuk survive.
Individu yang lebih kuat akan memiliki tingkat survival dan tingkat reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang kurang fit. Pada kurun waktu tertentu (sering dikenal dengan istilah generasi), populasi secara keseluruhan akan lebih banyak memuat organisme yang fit. Algoritma genetika pertama kali dikembangkan oleh John Hollan mengatakan bahwa setiap masalah yang berbentuk adaptasi (alami maupun buatan) dapat diformulasikan dalam terminologi genetika. Algoritma genetika adalah simulasi dari proses evolusi Darwin dan operasi genetika atas kromosom.
Kebanyakan permasalahan optimasi pada dunia industri (secara khusus dapat dikatakan sistem manufacturing) memiliki kompleksitas yang sangat tinggi dan sulit untuk dilaksanakan dengan teknik-teknik optimisasi konvensional.12 Semenjak tahun 1960-an, peningkatan minat para ilmuwan yang memfokuskan pada bidang pengimitasian kehidupan, telah menghasilkan berbagai teknik atau pendekatan optimisasi yang dapat disebut juga dengan algoritma evolusioner, sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan
11
Sri Kusumadewi. Penyelesaian Masalah Optimasi dengan Teknik-teknik Heuristik. (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2005), hlm. 231
12
(38)
optimisasi yang kompleks secara lebih mudah dan akurat. Algoritma genetik merupakan teknik search stochastic yang berdasarkan mekanisme seleksi alam dan genetika natural. Yang membedakan algoritma genetik dengan berbagai algoritma konvensional lainnya adalah bahwa algoritma genetik memulai dengan suatu himpunan penyelesaian acak awal yang disebut populasi.
3.5.1. Struktur Umum Algoritma Genetika
Pada algoritma ini, teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin dikenal dengan istilah populasi. Individu yang terdapat dalam satu populasi disebut dengan istilah kromosom.13 Kromosom ini merupakan suatu solusi yang masih berbentuk simbol. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan hasil evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut dengan istilah generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan melalui proses evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas kromosom dalam populasi tersebut.
Generasi berikutnya dikenal dengan istilah anak (off-spring) terbentuk dari gabungan dua kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator penyilangan (crossover). Selain operator penyilangan, suatu kromosom dapat juga dimodifikasi dengan menggunakan operator mutasi. Populasi generasi yang baru dibentuk dengan cara menyeleksi nilai fitness dari kromosom induk (parent) dan nilai fitness dari kromosom anak
13
(39)
(offspring), serta menolak kromosom-kromosom yang lainnya sehingga ukuran populasi (jumlah kromosom dalam suatu populasi) konstan. Setelah melalui beberapa generasi, maka algoritma ini akan konvergen ke kromosom terbaik.
3.5.2. Istilah dalam Genetic Algorithm
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam Genetic Algorithm adalah sebagai berikut:
1. Individu, salah satu solusi yang mungkin dilakukan pada metode genetic algorithm. Sama seperti dalam kehidupan sehari-hari, individu terdiri dari sekumpulan gen.
2. Genotype (gen), sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang membentuk satu kesatuan yang disebut kromoson. Dalam genetic algorithm gen ini dapat berbentuk nilai biner, float, integer maupun karakter, atau kombinational. 3. Alel, nilai dari gen.
4. Kromosom, gabungan dari beberapa gen yang membentuk nilai-nilai tertentu. 5. Populasi, sekumpulan individu yang akan diproses dalam satu siklus evolusi. 6. Generasi, satu siklus proses evolusi atau dalam genetic algorithm disebut satu
proses iterasi.
7. Fitness, suatu nilai yang menyatakan keadaan dari suatu solusi permasalahan yang dicari. Nilai fitness menjadi acuan terhadap baik buruknya sebuah solusi untuk diterapkan pada permasalahan. Dalam genetic algorithm akan dicari solusi dengan nilai fitness tertinggi.
(40)
3.5.3. Komponen Utama Dalam Genetic Algorithm
Algoritma genetik memiliki lima buah komponen utama dalam proses penyelesaiannya, yaitu:
1. Teknik Pengkodean
Teknik pengkodean adalah bagaimana proses mengkodekan gen dari kromoson, dimana gen merupakan bagian dari kromoson. Satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan dalam bentuk bit, bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program atau representasi lainnya yang dapat diimplementasikan untuk operator genetika. 2. Membangkitkan Populasi Awal
Membangkitkan populasi awal adalah proses membangkitkan sejumlah individu secara acak atau melalui prosedur tertentu. Ukuran untuk populasi tergantung pada masalah yang akan diselesaikan dan jenis operator genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian dilakukan pembangkitan populasi awal. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menunjukkan suatu solusi harus benar-benar diperhatikan dalam setiap pembangkitan individunya.
Teknik dalam pembangkitan awal ini ada beberapa cara, diantaranya adalah: a. Random generator
Inti dari cara ini adalah melibatkan pembangkitan bilangan random untuk setiap gen sesuai dengan representasi kromoson yang digunakan. Jika menggunakan representasi biner, salah satu penggunaan random
(41)
generator adalah penggunaan rumus berikut untuk pembangkitan populasi awal.
IPOP = round{random[Nipop, Nbits]}
Dimana ipop adalah gen yang nantinya berisi pembulatan dari bilangan random yang dibangkitkan sebanyak Nipop (jumlah populasi) x Nbits (jumlah gen tiap kromoson).
b. Pendekatan tertentu (memasukan nilai tertentu ke dalam gen)
Cara ini adalah dengan memasukan nilai tertentu ke dalam gen populasi awal yang dibentuk.
c. Permutasi Gen
Permutasi gen dalam pembangkitan awal adalah penggunaan permutasi Josephus dalam permasalahan kombinatorial seperti TSP.
3. Seleksi
Seleksi digunakan untuk memilih individu-individu mana saja yang akan dipilih untuk proses kawin silang dan mutasi. Seleksi digunakan untuk mendapatkan calon yang baik. Induk yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik. Semakin tinggi nilai fitness suatu individu semakin besar kemungkinannya untuk terpilih.
Langkah pertama yang dilakukan dalam seleksi ini adalah pencarian nilai fitness. Nilai fitness ini yang nantinya akan digunakan pada tahap-tahap seleksi berikutnya. Masing-masing individu dalam wadah seleksi akan menerima probabilitas reproduksi yang tergantung pada nilai objektif dirinya
(42)
sendiri terhadap nilai objektif dari semua individu dalam wadah seleksi tersebut.
a. Seleksi dengan Mesin Roulette
Metode seleksi dengan mesin roulette ini merupakan metode yang paling sederhana dan sering dikenal dengan nama stochastic sampling with replaCEment. Cara kerja metode ini adalah sebagai berikut:
1). Dihitung nilai fitness dari masing-masing individu (fi dimana i adalah individu ke-1 sampai ke-n).
2). Dihitung total fitness semua individu.
3). Dihitung probabilitas masing-masing individu.
4). Dari probabilitas tersebut, dihitung jatah masing-masing individu pada angka 1 sampai 100.
5). Dibangkitkan bilangan random antara 1 sampai 100.
6). Dari bilangan random yang dihasilkan, ditentukan individu mana yang terpilih dalam proses seleksi.
b. Seleksi dengan Turnamen
Pada seleksi dengan turnamen, ditetapkan nilai suatu tour untuk individu-individu yang dipilih secara random dari suatu populasi. Individu-individu-individu yang terbaik dalam kelompok ini akan diseleksi sebagai induk. Parameter yang digunakan pada metode ini adalah ukuran tour yang bernilai antara 2 sampai N (jumlah individu dalam suatu populasi).
(43)
Kawin silang (crossover) adalah operator dari algoritma genetika yang melibatkan dua induk untuk membentuk kromoson baru. Crossover menghasilkan titik baru dalam ruang pencarian yang siap diuji. Operasi ini tidak selalu dilakukan pada semua individu yang ada. Individu dipilih secara acak untuk dilakukan crossing dengan Pc antara 06 sampai dengan 0,95. Jika crossover tidak dilakukan, maka nilai dari induk akan diturunkan kepada keturunan. Prinsip dari crossover ini adalah melakukan operasi (pertukaran, aritmatika) pada gen-gen yang bersesuaian dari dua induk untuk menghasilkan individu baru. Proses crossover dilakukan pada setiap individu dengan probabilitas crossover yang ditentukan.
Untuk proses crossover dengan gen berbentuk permutasi metode yang digunakan adalah Partial-Mapped Crossover (PMX) seperti pada Gambar 3.2. PMX diciptakan oleh Goldberg dan Lingle. PMX merupakan rumusan modifikasi dari kawin silang 2 point. Hal yang penting dalam PMX adalah kawin silang 2 point ditambah dengan beberapa prosedur tambahan. PMX mempunyai langkah kerja sebagai berikut:(Entin, 2010)
a. Langkah 1: tentukan 2 posisi pada kromoson dengan aturan acak. Substring yang berada dalam dua posisi ini dinamakan daerah pemetaan. b. Langkah 2: tukar kedua substring antar induk untuk menghasilkan
protochild.
c. Langkah 3: tentukan hubungan pemetaan diantara 2 daerah pemetaan. d. Langkah 4: tentukan kromoson keturunan dengan mengacu pada
(44)
Gambar 3.2. Ilustrasi Prosedur PMX
5. Mutasi
Operator berikutnya pada algoritma genetika adalah mutasi gen. Operator ini berperan untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi akibat proses seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen yang tidak muncul pada inisialisasi populasi. Kromoson anak dimutasi dengan menambahkan nilai random yang sangat kecil (ukuran langkah mutasi), dengan probabilitas yang rendah. Peluang mutasi Pm didefinisikan sebagai persentasi dari total gen pada populasi yang mengalami mutasi. Peluang mutasi mengendalikan banyaknya gen baru yang akan dimunculkan untuk dievaluasi. Jika peluang mutasi terlalu kecil, banyak gen yang mungkin berguna tidak pernah dievaluasi. Tetapi bila peluang mutasi ini terlalu besar, maka akan terlalu banyak gangguan acak sehingga anak akan kehilangan kemiripan dari induknya dan juga algoritma kehilangan kemampuan untuk belajar dari histori pencariaan.
(45)
Ada beberapa pendapat mengenai laju mutasi ini. Ada yang berpendapat bahwa laju mutasi sebesar 1/n akan menghasilkan hasil yang cukup baik. Ada juga yang beranggapan bahwa laju mutasi tidak tergantung pada ukuran populasinya. Kromoson hasil mutasi harus diperiksa, apakah masih berada pada domain solusi, dan bila perlu dilakukan perbaikan.
(46)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Wijaya Karya Beton PPB SUMUT yang bergerak dalam bidang produksi beton. Perusahaan ini berlokasi di Jl. Medan-Binjai Km 15,5 Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan April 2016 sampai dengan Juni 2016.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan (applied research) karena penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah penjadwalan produksi yang dihadapi perusahaan (Sukaria Sinulingga, 2014) dan memberikan jawaban atas permasalahan tersebut yaitu rancangan sistem penjadwalan yang tepat.
4.3. Objek Penelitian
Objek yang diamati adalah urutan proses produksi dan sistem penjadwalan proses produksi tiang pancang beton pada PT Wijaya Karya Beton PPB SUMUT.
(47)
4.4. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Permintaan produk (Order)
Variabel ini menunjukkan banyaknya unit produk yang diminta oleh konsumen pada periode tertentu dalam rentang waktu 1 bulan dengan ukuran satuan unit.
2. Total waktu proses
Variabel ini menunjukkan banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dari awal sampai akhir dengan ukuran satuan waktu.
3. Waktu standar proses pengerjaan job
Variabel ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu siklus kegiatan dengan metode tertentu, pada kecepatan normal dan mempertimbangkan faktor penyesuaian dan kelonggaran untuk kepentingan pribadi dengan ukuran satuan waktu.
4. Tipe produk
Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
5. Kapasitas stasiun kerja
Variabel ini menunjukkan banyaknya produk yang dihasilkan dalam satu siklus kerja pada masing-masing Work Center.
6. Urutan penjadwalan produksi
(48)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data 5.1.1. Data Permintaan Produk
Data permintaan produk diambil dari data order pada bulan April 2016. Data permintaan produk dapat dilihat pada Tabel 5.1
Tabel 5.1. Data Permintaan Tiang Pancang Bulan April 2016
Job Jenis Produk Jumlah Order (Unit)
1 45.A1.M.12.7.B 200
2 40.A2.B.10.7.B 2295
3 40.A2.M.09.7.B 400
4 50.A1.M.10.7.B 112
5 40.A2.B.10.7.B 36
6 50.A1.B.11.7.B 250
7 40.B0.B.12.7.B 21
8 60.A1.M.09.7.B 140
5.1.2. Data Mesin
Data mesin yang diambil merupakan mesin yang digunakan pada lantai produksi untuk pembuatan tiang pancang yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Mesin Pembuatan Produk Tiang Pancang
Stasiun Kerja Nama Mesin Jumlah Mesin (Unit) Kapasitas
I Mesin Cutting 2 DIA. 7,4-11 mm
Mesin Heading 2 7 / 9 mm dan 7,4 / 9,2 / 11 mm
Mesin WireCaging 2 DIA. 300-600 mm
II - - -
III Mesin Batching 1 1,5 m3
Mesin Hoper Saple 2 1,5 m3
IV Mesin Hoper Distribusi 3 1,5 m3
V Mesin Stressing 2 300 ton
(49)
5.1.3. Uraian Proses Produksi
Proses produksi pembuatan tiang pancang pada PT. Wijaya Karya Beton adalah sebagai berikut:
9. Stasiun Kerja Pembuatan Rakitan Tulangan (WC I)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari pemotongan PC bar dan dilanjutkan dengan proses heading. Setelah proses heading selesai maka dilanjutkan dengan proses caging yang menghasilkan satu rakitan tulangan.
10. Stasiun Kerja Penulangan (WC II)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari proses pembersihan cetakan dilanjutkan dengan proses pelumasan cetakan. Setelah proses pelumasan selesai rakitan dimasukkan dalam cetakan. Langkah terakhir adalah pengencangan baut tahan plat sambung.
11. Stasiun Kerja Pengadukan Beton (WC III)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari proses penimbangan material yang terdiri dari batu split, pasir, air, semen, dan zat additive, dilanjutkan dengan pengadukan beton. Setelah proses pengadukan, maka adukan beton dituang kedalam
hoper saple. Dan langkah terakhir adalah penuangan hasil adukan beton kedalam
hoper distribusi.
12. Stasiun Kerja Pengecoran (WC IV)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari hoper distribusi berada di atas cetakan sampai dengan pendistribusian adukan beton kedalam cetakan menggunakan hoper
distribusi.
13. Stasiun Kerja Stressing (WC V)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari pembersihan bibir cetakan, pemasangan spon, penguncian baut cetakan menggunakan impact tool, dan langkah
(50)
terakhir adalah proses pemberian gaya tegangan (stressing) sesuai dengan tipe tulangan.
14. Stasiun Kerja Spining/Pemadatan (WC VI)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari pendistribusian adukan beton, pembentukan beton sesuai dengan cetakan, dan langkah terakhir adalah pemadatan. 15. Stasiun Kerja penguapan (WC VII)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari pembuangan limbah dengan menggunakan hoist crane, proses pengangkatan cetakan ke bak uap dengan menggunakan hoist crane, penutupan bak uap sampai dengan proses penguapan. 16. Stasiun Kerja Pengeluaran Produk dari Cetakan (WC VIII)
Satu siklus pada stasiun kerja ini dimulai dari pembukaan baut cetakan menggunakan impact tool, pengangkatan tutup cetakan, pemberian label (logo perusahaan, tipe produk, tanggal produksi, nomor produksi), pembukaan baut tahan plat sambung dan langkah terakhir pelepasan/pengeluaran produk dari cetakan.
5.1.4. Data Pengukuran Waktu
Waktu proses pengerjaan setiap job untuk setiap stasiun kerja diperoleh dari pengukuran waktu dengan menggunakan metode jam henti (stopwatch). Data pengukuran waktu siklus dilakukan 10 kali pengamatan karena waktu siklus lebih dari 2 menit (Barnes, 1972). Data pengukuran waktu untuk job 2 dan job 5 adalah sama karena jenis produk yang diorder adalah sama yaitu tipe produk
40.A2.B.10.7.B.
Dari hasil pengamatan untuk WC VI dan WC VII, pengukuran waktu dibagi menjadi dua bagian yaitu waktu operator dan waktu mesin. Pada WC VI
(51)
dan WC VII ada waktu proses pengerjaan hanya dikerjakan oleh mesin. Waktu standar pada WC VI dan WC VII diperoleh dengan penjumlahan waktu mesin dan waktu operator yang sudah dinormalkan. Data hasil pengukuran waktu untuk untuk tiap stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 5.3 - Tabel 5.9.
Tabel 5.3. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 40.A2.M.09.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 9,31 18,39 6,21 3,58 7,50 3,39 12 6,15 270 20,18
2 9,34 18,50 6,16 3,54 7,31 3,30 12 6,20 270 20,27
3 9,44 18,45 6,24 3,51 7,44 3,41 12 6,23 270 20,29
4 9,29 18,47 6,21 3,58 7,41 3,14 12 6,15 270 20,12
5 9,39 18,23 6,19 3,53 7,43 3,26 12 6,10 270 20,18
6 9,45 18,05 6,13 3,55 7,49 3,34 12 6,05 270 20,21
7 9,45 18,08 6,23 3,55 7,38 3,13 12 6,25 270 20,28
8 9,33 18,28 6,19 3,54 7,37 3,16 12 6,03 270 20,19
9 9,23 18,44 6,17 3,57 7,44 3,33 12 6,18 270 20,18
10 9,25 18,19 6,16 3,54 7,43 3,29 12 6,15 270 20,22
Tabel 5.4. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 40.A2.B.10.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 9,50 18,54 6,22 3,59 7,49 3,25 12 6,29 270 20,13
2 9,47 18,49 6,12 3,55 7,42 3,10 12 6,22 270 20,25
3 9,56 18,47 6,05 3,58 7,55 3,13 12 6,27 270 20,25
4 9,50 18,48 6,17 3,50 7,50 3,37 12 6,11 270 20,07
5 9,45 18,43 6,20 3,55 7,29 3,33 12 6,28 270 20,20
6 9,50 18,53 6,14 3,54 7,27 3,09 12 6,07 270 20,28
7 9,55 18,54 6,25 3,58 7,41 3,44 12 6,30 270 20,06
8 9,51 18,46 6,06 3,46 7,32 3,05 12 6,08 270 20,11
9 9,52 18,51 6,14 3,54 7,49 3,07 12 6,27 270 20,09
(52)
Tabel 5.5. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 40.B0.B.12.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 14,42 19,09 7,07 4,19 8,09 3,41 12 6,14 270 21,28
2 14,50 19,03 7,08 4,09 8,08 3,13 12 6,24 270 21,33
3 14,43 19,03 7,05 4,14 8,08 3,37 12 6,12 270 21,34
4 14,53 19,08 7,07 4,11 8,13 3,25 12 6,28 270 21,16
5 14,37 19,23 7,05 4,07 8,05 3,09 12 6,22 270 21,24
6 14,40 19,06 7,04 4,23 8,13 3,32 12 6,12 270 21,36
7 14,32 19,19 7,05 4,04 8,12 3,45 12 6,26 270 21,35
8 14,47 19,02 7,06 4,18 8,10 3,16 12 6,20 270 21,26
9 14,36 19,23 7,03 4,04 8,03 3,25 12 6,20 270 21,17
10 14,42 19,11 7,04 4,15 8,04 3,46 12 6,25 270 21,19
Tabel 5.6. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 45.A1.M.12.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 10,41 19,29 9,20 5,18 8,58 3,19 12 6,25 270 21,19
2 10,44 19,49 9,28 5,41 8,43 3,16 12 6,24 270 21,40
3 10,43 19,31 9,22 5,19 8,38 3,43 12 6,20 270 21,36
4 10,53 19,50 9,24 5,39 8,57 3,25 12 6,28 270 21,39
5 10,42 19,29 9,20 5,45 8,39 3,34 12 6,25 270 21,25
6 10,40 19,42 9,23 5,18 8,45 3,24 12 6,09 270 21,19
7 10,50 19,48 9,25 5,21 8,36 3,39 12 6,09 270 21,28
8 10,43 19,46 9,24 5,21 8,49 3,16 12 6,10 270 21,24
9 10,35 19,33 9,22 5,28 8,38 3,12 12 6,12 270 21,34
10 10,45 19,55 9,25 5,26 8,43 3,19 12 6,11 270 21,18
Tabel 5.7. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 50.A1.M.10.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 13,43 19,48 9,38 6,44 8,09 3,36 17 6,13 270 21,45
2 13,36 19,53 9,55 6,26 8,11 3,34 17 6,24 270 21,24
3 13,35 19,57 9,35 6,21 8,07 3,27 17 6,26 270 21,45
4 13,39 19,57 9,40 6,25 8,23 3,30 17 6,15 270 21,35
5 13,29 19,56 9,57 6,19 8,25 3,15 17 6,13 270 21,36
6 13,25 19,51 9,41 6,43 8,25 3,42 17 6,21 270 21,25
7 13,37 19,52 9,58 6,42 8,05 3,48 17 6,11 270 21,43
8 13,44 19,52 9,43 6,38 8,09 3,27 17 6,13 270 21,50
(53)
10 13,36 19,52 9,49 6,38 8,05 3,12 17 6,16 270 21,44
Tabel 5.8. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 50.A1.B.11.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 13,39 19,15 10,03 5,31 8,27 3,09 17 6,20 270 21,24
2 13,29 19,08 10,02 5,16 8,21 3,12 17 6,22 270 21,34
3 13,28 19,11 10,01 5,43 8,29 3,25 17 6,15 270 21,29
4 13,27 19,09 10,04 5,26 8,07 3,39 17 6,21 270 21,51
5 13,32 19,12 10,03 5,40 8,17 3,33 17 6,27 270 21,51
6 13,40 19,10 10,03 5,18 8,11 3,13 17 6,24 270 21,46
7 13,44 19,08 10,03 5,44 8,28 3,34 17 6,16 270 21,42
8 13,34 19,16 10,01 5,15 8,29 3,32 17 6,14 270 21,25
9 13,32 19,14 10,02 5,38 8,12 3,29 17 6,21 270 21,47
10 13,30 19,15 10,04 5,39 8,22 3,16 17 6,27 270 21,43
Tabel 5.9. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe 60.A1.M.09.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 17,08 22,11 11,30 6,52 8,48 3,19 17 6,10 270 22,43
2 17,03 22,08 11,31 6,47 8,45 3,40 17 6,23 270 22,48
3 17,09 22,15 11,36 6,57 8,55 3,32 17 6,25 270 22,47
4 17,11 22,16 11,52 6,44 8,47 3,19 17 6,15 270 22,48
5 17,02 22,09 11,41 6,59 8,57 3,36 17 6,08 270 22,49
6 17,03 22,08 11,32 6,62 8,57 3,27 17 6,17 270 22,45
7 17,11 22,16 11,41 6,49 8,56 3,34 17 6,29 270 22,48
8 17,09 22,07 11,41 6,58 8,54 3,08 17 6,09 270 22,42
9 17,12 22,17 11,42 6,59 8,59 3,42 17 6,22 270 22,49
10 17,06 22,15 11,58 6,50 8,55 3,10 17 6,10 270 22,47
5.1.5. Rating Factor dan Allowance
Rating Factor diperoleh dengan metode Westinghouse. Westinghouse factor meliputi keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Faktor keterampilan terdiri dari enam kelas yaitu superskill, excellent, good, average, fair dan poor. Faktor usaha terdiri dari excessive, excellent, good, average, fair dan
(54)
poor. Faktor kondisi kerja terdiri dari ideal, excellent, good, average, fair dan poor. Faktor konsistensi terdiri dari perfect, excellent, good, average, fair dan poor.
Rating Factor untuk stasiun kerja I diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:
Keterampilan : Average (D) : 0,00 Usaha : Good (C2) : 0,02 Kondisi Kerja : Good (C) : 0,02 Konsistensi : Good (C) : 0,01
Total : 0,05
Allowance (kelonggaran) dapat dilihat dari tiga faktor yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah dan hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan. Allowance untuk stasiun kerja I adalah sebagai berikut:
Kebutuhan pribadi : pria : 1
Tenaga yang dikeluarkan : dapat diabaikan : 1
Sikap kerja : berdiri di atas dua kaki : 1
Gerakan kerja : agak terbatas : 0
Kelelahan mata : pandangan yang terputus-putus : 0
Keadaan temperatur : tinggi : 5
Keadaan atmosfer : baik : 0
Keadaan lingkungan : sangat bising : 1
Hambatan yang terhindarkan : : 2
(55)
Rating factor dan Allowance untuk tiap operator pada setiap stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Rating Factor dan Allowance Tiap Stasiun Kerja Stasiun Kerja Rating Factor Allowance
WC I 0,05 11
WC II 0,07 13
WC III 0,09 12
WC IV 0,05 10
WC V 0,08 13
WC VI 0,09 11
WC VII 0,09 10
WC VIII 0,08 13
5.1.6. Kapasitas dan Waktu Setup Tiap Work Center
Kapasitas dan waktu setup untuk masing-masing work center dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11. Data Kapasitas dan Waktu Setup Tiap Work Center
Stasiun Kerja Waktu Setup (Menit)
Kapasitas Produksi Per Proses
WC I 10,00 2
WC II 8,30 6
WC III 4,20 2
WC IV 4,02 2
WC V 1,04 2
WC VI 2,30 2
WC VII 0,00 24
WC VIII 0,00 2
5.2. Pengolahan Data 5.2.1. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data dilakukan untuk melihat data yang diambil sudah berada dalam batas-batas kontrol yang ditetapkan atau untuk melihat keseragaman
(56)
data yang diperoleh. Suatu data dikatakan seragam apabila data tersebut berada dalam batas kontol atas (BKA) dan BKB. Uji keseragaman data menggunakan tingkat keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%.
Perhitungan untuk uji keseragaman data pada Work Center I pembuatan produk tiang pancang tipe 40.A2.M.09.7.B adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai rata-rata
̅ ∑
dimana: ∑ = jumlah waktu siklus pekerjaan yang diamati = jumlah pengamatan
̅
( ,31+ ,34+ ,44+ ,2 + ,3 + ,45+ ,45+ ,33+ ,23+ ,25)10 = 9,35 menit2. Menghitung nilai standar deviasi
√
∑ ̅√
( ,31- ,35)2+…+10-1 ( ,25- ,35)2 = 0,08 menit3. Menghitung nilai BKA dan BKB
Dengan menggunakan tingkat ketelitian sebesar 5% dan tingkat keyakinan sebesar 95%, maka dapat diperoleh batas kontrolnya adalah:
Batas Kontrol Atas (BKA) = ̅
= 9,35 + 1,96 (0,08) = 9,51 menit Batas Kontrol Bawah (BKB) = ̅
(57)
= 9,35 – 1,96 (0,08) = 9,19 menit
Peta kontrol untuk Work Center I pembuatan produk tiang pancang tipe 40.A2.M.09.7.B dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Uji Keseragaman Data pada Work Center I Pembuatan Produk Tiang Pancang Tipe 40.A2.M.09.7.B
Berdasarkan peta kontrol pada Gambar 5.1. disimpulkan bahwa semua data berada dalam batas kontrol. Uji keseragaman data pada Work Center yang lain untuk setiap produk dilakukan dengan perhitungan yang sama. Grafik keseragaman data untuk masing-masing Work Center dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji keseragaman data untuk pembuatan tiang pancang tipe 40.A2.M.09.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.12. Uji keseragaman data untuk pembuatan tiang pancang tipe 40.A2.B.10.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.13. Uji keseragaman data untuk pembuatan tiang pancang tipe 40.B0.B.12.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.14. Uji keseragaman data untuk pembuatan tiang pancang tipe 45.A1.M.12.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.15. Uji keseragaman data untuk pembuatan tiang pancang tipe 50.A1.M.10.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.16. Uji keseragaman data
9.00 9.10 9.20 9.30 9.40 9.50 9.60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
XI
BKA
(58)
untuk pembuatan tiang pancang tipe 50.A1.B.11.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.17. Uji keseragaman data untuk pembuatan tiang pancang tipe 60.A1.M.09.7.B dapat dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.12. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe 40.A2.M.09.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 9,31 18,39 6,21 3,58 7,50 3,39 12,00 6,15 270,00 20,18 2 9,34 18,50 6,16 3,54 7,31 3,30 12,00 6,20 270,00 20,27 3 9,44 18,45 6,24 3,51 7,44 3,41 12,00 6,23 270,00 20,29 4 9,29 18,47 6,21 3,58 7,41 3,14 12,00 6,15 270,00 20,12 5 9,39 18,23 6,19 3,53 7,43 3,26 12,00 6,10 270,00 20,18 6 9,45 18,05 6,13 3,55 7,49 3,34 12,00 6,05 270,00 20,21 7 9,45 18,08 6,23 3,55 7,38 3,13 12,00 6,25 270,00 20,28 8 9,33 18,28 6,19 3,54 7,37 3,16 12,00 6,03 270,00 20,19 9 9,23 18,44 6,17 3,57 7,44 3,33 12,00 6,18 270,00 20,18 10 9,25 18,19 6,16 3,54 7,43 3,29 12,00 6,15 270,00 20,22
Rata-rata 9,35 18,31 6,19 3,55 7,42 3,28 12,00 6,15 270,00 20,21
0,08 0,17 0,03 0,02 0,06 0,10 0,00 0,07 0,00 0,05 BKA 9,51 18,63 6,26 3,59 7,53 3,47 12,00 6,29 270,00 20,32 BKB 9,19 17,98 6,12 3,51 7,31 3,08 12,00 6,01 270,00 20,11
Keseragaman S S S S S S S S S S
Tabel 5.13. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe 40.A2.B.10.7.B
No. Pengukuran
Waktu Siklus (Menit)
WC I WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII
1 9,50 18,54 6,22 3,59 7,49 3,25 12,00 6,29 270,00 20,13
2 9,47 18,49 6,12 3,55 7,42 3,10 12,00 6,22 270,00 20,25
3 9,56 18,47 6,05 3,58 7,55 3,13 12,00 6,27 270,00 20,25
4 9,50 18,48 6,17 3,50 7,50 3,37 12,00 6,11 270,00 20,07
5 9,45 18,43 6,20 3,55 7,29 3,33 12,00 6,28 270,00 20,20
6 9,50 18,53 6,14 3,54 7,27 3,09 12,00 6,07 270,00 20,28
7 9,55 18,54 6,25 3,58 7,41 3,44 12,00 6,30 270,00 20,06
8 9,51 18,46 6,06 3,46 7,32 3,05 12,00 6,08 270,00 20,11
9 9,52 18,51 6,14 3,54 7,49 3,07 12,00 6,27 270,00 20,09
10 9,46 18,42 6,26 3,45 7,48 3,38 12,00 6,17 270,00 20,21
Rata-rata 9,50 18,49 6,16 3,53 7,42 3,22 12,00 6,21 270,00 20,17
0,04 0,04 0,07 0,05 0,10 0,15 0,00 0,09 0,00 0,08
BKA 9,57 18,57 6,30 3,63 7,61 3,51 12,00 6,38 270,00 20,33 BKB 9,43 18,40 6,02 3,44 7,23 2,93 12,00 6,03 270,00 20,00
(1)
5.6. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe
45.A1.M.12.7.B ... V-5 5.7. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe
50.A1.M.10.7.B ... V-6 5.8. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe
50.A1.B.11.7.B ... V-6 5.9. Waktu Siklus untuk Tiang Pancang Tipe
60.A1.M.09.7.B ... V-7 5.10. Rating Factor dan Allowance Tiap Stasiun Kerja ... V-8 5.11. Data Kapasitas dan Waktu Setup Tiap Work Center .. V-9 5.12. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
40.A2.M.09.7.B ... V-12 5.13. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
40.A2.B.10.7.B ... V-12 5.14. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
40.B0.B.12.7.B ... V-13 5.15. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
45.A1.M.12.7.B ... V-13 5.16. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
(2)
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL
HALAMAN
5.17. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
50.A1.B.11.7.B ... V-14 5.18. Uji Keseragaman Data untuk Tiang Pancang Tipe
60.A1.M.09.7.B ... V-15 5.19. Uji Kecukupan Data untuk PembuatanTiang
Pancang ... V-16 5.20. Perhitungan Waktu Standar ... V-18 5.21. Data Kapasitas dan Waktu Setup Tiap Work Center .. V-20 5.22. Waktu Penyelesaian Tiap Job pada Tiap Work
Center ... V-20 5.23. Urutan Pekerjaan Produk Tiang Pancang ... V-21 5.24. Makespan Penjadwalan Aktual Perusahaan ... V-21 5.25. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X1 ... V-25 5.26. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X2 ... V-26 5.27. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X3 ... V-26 5.28. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
(3)
5.29. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X5 ... V-27 5.30. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X6 ... V-28 5.31. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X7 ... V-28 5.32. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X8 ... V-29 5.33. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X9 ... V-29 5.34. Perhitungan Makespan Penjadwalan CEGA Sampel
X10 ... V-30 5.35. Rekapitulasi Perhitungan Makespan Untuk Semua
Sampel ... V-31 5.36. Pengurutan Perhitungan Makespan ... V-31 5.37. Pembangkitan Bilangan Random Penentuan Cross
Over ... V-37 5.38. Proses Cross Over ... V-39 5.39. Hasil Cross Over ... V-40 5.40. Penentuan Mutasi Pada Kromosom ... V-41
(4)
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL
HALAMAN
5.41. Proses Hasil Mutasi ... V-43 5.42. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X1 ... V-47 5.43. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X2 ... V-47 5.44. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X3 ... V-48 5.45. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X4 ... V-48 5.46. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X5 ... V-49 5.47. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X6 ... V-49 5.48. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X7 ... V-50 5.49. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X8 ... V-50 5.50. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X9 ... V-51 5.51. Hasil Perhitungan Makespan Sampel X10 ... V-51 5.52. Rekap Hasil Perhitungan Makespan Populasi Baru ... V-52 6.1. Jenis Tiang Pancang yang Dipesan ... VI-1 6.2. Keterlambatan Produk Bulan April 2016 Kondisi
Aktual ... VI-2 6.3. Keterlambatan Produk Bulan April 2016 Metode
(5)
GAMBAR
HALAMAN
2.1. Struktur organisasi PT Wijaya Karya Beton PPB
SUMUT ... III-6 3.1. Flowchart Algoritma Cross Entropy ... III-26 3.2. Ilustrasi Prosedur PMX ... III-34 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Block Diagram Pengolahan Data ... IV-5 4.3. Flowchart Penjadwalan dengan Pendekatan
Algoritma Cross Entropy-Genetic Algorithm ... IV-8 5.1. Uji Keseragaman Data pada Work Center I
Pembuatan Produk Tiang Pancang Tipe
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab PT Wijaya Karya Beton
PPB Sumut ... L-1 2. Penentuan Rating factor dengan Menggunakan Metode
Westinghouse ... L-2 3. Allowance ... L-3 4. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data ... L-4 5. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-5 6. Surat Penjajakan ke PT Wijaya Karya Beton PPB Sumut ... L-6 7. Surat Keputusan tentang Surat Sarjana ... L-7 8. Surat Balasan Permohonan Melakukan Riset Sarjana dari PT
Wijaya Karya Beton PPB Sumut ... L-8 9. Form Asistensi Tugas Sarjana Dosen Pembimbing I ... L-9