Analisis Data .1 Pola Komunikasi Pada Anak Tunagrahita Pola Komunikasi Authotharian Otoriter

sekarang tidak pernah menjenguk. Theo masih bisa diajak komunikasi tapi tidak maksimal dan suara atau bahasa informan 6 ini tidak seberapa jelas. Seringkali pada saat interview dia mengatakan ingin pulang, namun menurut bapak Jamil itu hanya ungkapan seekilas saja. Menurut informasi informan 6 ini dimasukan dalam ponsos tersebut karena keluarga theo tidak sanggup merawat atau menangani theo, informan 6 tersebut sering bikin onar di tetangga-tetangga sebelah. Seringkalin informan tersebut melakukan hal yang menurut pengasuh itu perilaku yang reflek atau mendadak yang sering dilakukan theo, misalnya jika informan 6 ini mengingkan sesuatu yang dimiliki temannya maka dia akan mengambilnya kalau tidak dapat dia akan memukul temannya tersebut, hal demikianlah yang sering dilakukan informan 6 didalam ponsos dan di rumah asalnya hingga sampai dititipkan didalam ponsos ini. Pada saat melakukan interview peneliti melihat sendiri informan melakukan hal tersebut dan cukup bahaya jika tidak ada pengawasan. 4.2 Analisis Data 4.2.1 Pola Komunikasi Pada Anak Tunagrahita

a. Pola Komunikasi Authotharian Otoriter

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando mengharuskanmemerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, 57 bersikap keras, cenderung emosional dan bersikap menolak. Sedang dipihak anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak besahabat. Pada wawancara yang dilakukan pada masing-masing orangtua asuh dari anak asuh yanti Informan 1 menyatakan bahwa ketika mengetahui akan mendampingi anak asuh dengan kondisi yang memiliki keteerbelakangan mental, Informan 1 ini sempat kaget namun ibu N mempunyai niat untuk mengubah anak- anak asuhnya lebih keras hal ini terlihat saat proses interview ibu N mengucap dengan jelas “ Saya masuk sini sudah nawaitu mbak,jadi saya harus bisa merubah anak asuh saya” menurutnya dia harus bisa merubah anak asuhnya sebisanya. Dalam mengajarkan anak-anak asuhnya Ibu N mempunyai keinginan sendiri selama anak asuhnya ini masih bisa melakukan pekerjaan misalnya nyapu,cuci baju, ngepel dan sebagainya, maka Ibu N akan mengajarkannya untuk mandiri. Karena menurutnya seperti Yanti dan Novi masih bisa melakukan pekerjaan itu sehingga Ibu N akan mengawasi dan mengarahan bagaimana melakukan pekerjaan itu dengan benar. Karena kerajinan Yanti dan Novi maka kedua anak asuh tersebut sering diberi hadiah jika mereka mau atau sering membantu Ibu N, “ Kalo Yanti sering bantuin saya mbak,setelah bantu-bantu saya biasanya dia saya ajak ke supermarket biar senang dan tambah rajin bantuin saya.” INFORMAN I Ibu N “Kalo mereka salahnya kecil hukumannya cubit atau jewer telingannya. Kalo salahnya besar apalagi kalo sedang sebel bisa-bisa saya bentak,pelototin. Bahkan pernah saya kunci di dalam kamar atau saya grujuk guyur air”. Menurutnya jika anak-anak asuhnya berbuat salah maka ibu N cenderung menghukum dengan fisik. Ibu N menganggap seperti anaknya sendiri sehingga ibu N tidak segan-segan memberi pelajaran kepada anak asuhnya. 58 Seperti pada saat bermain salah satu anak tunagrahita bernama yanti mengaku pernah melakukan kesalahan yaitu merusak ayun-ayun. INFORMAN 4 Yanti “Pas dulinan waktu bermain Bandulan prosotan, dimarahi bu nur soale bandulane rusak. Aku digepuk saya dipukul”. Karena kesalahan yang dilakukan oleh salah satu anak tunagrahita maka, anak asuh Y tersebut menerima hukuman fisik berupa pukulan dari ibu asuhnya atau ibu N. INFORMAN I Ibu N “Jangankan berbuat salah mbak, kalo saya panggil terus anak itu tidak menanggapi saya saja ernama yanti mengaku saat awalnya saya diamkan, tapi setelah sudah dekat dengan saya tak cubit pipinya mbak.” Hukuman yang diberikan secara fisik karena semua itu demi kebaikan anak-anak asuhnya agar mempunyai tanggung jawab, disiplin pada diri sendiri dan tidak meremehkan hal sekecil apapun seperti dipanggil atau disapa orang lain, selain itu untuk memperlancar tanggapan dalam berkomunikasi saya menginginkan anak- anak ini sering diajak komunikasi INFORMAN I Ibu N “ kalo Yanti itu sering mbak ngomong kalo dia dan sebagian teman-temannya berencana kabur, nah..biasanya saya bilang nggak papa kabur asal kaburnya harus sambil telanjang.” Dengan demikian menurut ibu N anak-anak yang ingin kabur jadi takut malu mbak, lain lagi dengan Amara anak asuh yang lainnya. “Klo amara itu jarang sampai hampir tidak pernah mau tidur siang, biasanya saya kunci di kamar sendirian biar supaya ndak ganggu teman-temannya yang lain” Menurut ibu N, bagaimanapun seorang anak harus menuruti orangtuanya dan disini saya yang menjadi orangtuanya. Karena seorang anak-anak tidak tahu apa- 59 apa apalagi disini tempat anak-anak tunagrahita jadi perlu banyak bimbingan dan arahan. Disamping sifat ibu N yang otoriter Ibu N ini ingin sekali anak-anak yang diasuhnya bisa mandiri seperti anak normal lainnya walupun tidak semaksimal anak normal selayaknya, ibu N juga sering mengajak anak-anak asuhnya ngobrol disaat mereka mau tidur. Ibu N mengingkan anaknya mandiri dan dapat bekerja nantinya wlaupun pekerjaan itu hanya sekedarnya ringan. INFORMAN I Ibu N “Aku cuma pengen mereka mandiri mbak itu aja..syukur-syukur kalau bisa kerja walaupun ndak elite, misalnya ikut orang atau apalah pokoknya yang tidak berat banget. ” Melihat background dari ibu N adalah mantan pekerja TKW yang memiliki disiplin tinggi namun ibu N mengaku dia gagal menjadi seorang TKW namun kegagalan yang dialami ibu N enggan menceritakan kepada peneliti. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti maka peneliti menilai bahwa Ibu N termasuk kedalam pola komunikasi otoriter, karena dari hasil wawancara, Ibu N cenderung menggunakan cara-cara fisik dalam mengasuh anak- anak asuhnya seperti dalam kutipan wawancara diatas Ibu N menghukum dengan cara mencubit, menjewer, membentak, mengguyur air, hingga mengurung didalam kamar saat anak asuhnya melakukan kesalahan. Jika dalam mengasuh anak tunagrahita Ibu N selalu menggunakan pola komunikasi otoriter maka komunikasi tersebut kurang sehat bagi anak asuhnya, karena seperti yang dijelaskan bahwa arus komunikasi yang terjadi bersifat satu 60 arah. Dimana dalam hal ini pihak anak dirugikan dengan tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Orangtua bersifat absolute dalam memberikan perintah serta larangan dan harus dilaksanakan oleh sang anak. Tanpa penjelasan atau sebab yang jelas, Orangtua juga sering memberikan hukuman yang bersifat fisik, apabila yang dikehendaki tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh anak, contohnya anak sering dipukul, dicubit, bahkan anak dikunci didalam kamar apabila mereka tidak menuruti apa yang diperintahkan orangtua asuhnya. Hal ini akan menjadikan perkembangan anak tunagrahita semakin lambat, mudah marah, merasa tidak bahagia, pemurung, selain itu anak tersebut akan takut untuk melakukan sesuatu karena dibatasi oleh orangtua asuhnya, dan cenderung anak-anak tunagrahita ini akan melakukan hal yang diluar control atau nekat seperti kabur dari panti. Pola komunikasi tersebut digunakan oleh orangtua asuh saat diluar jam sekolah, misalnya pada waktu menunggu jam makan malam, waktu bermain,dan lain-lain. Karena pada saat sekolah anak tunagrahita ini diawasi oleh guru yang ada.

B. Pola Komunikasi Permissive Membebaskan

Pola komunikasi permissive atau yang membebaskan anak berpendapat,bicara serta mengambil keputusan. Dalam hal ini sikap penerimaan orangtua tinggi namun kontrolnya rendah. Memberi kebebasan kepada anak bersikap implusif serta agresif, kurang merasa percaya diri suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasi rendah. 61 Dalam pola komunikasi permissive ini orangtua asuh cenderung mengguna kannya pada waktu-waktu tertentu saja, karena anak tunagrahita tidak dapat dibebaskan terlalu liar maka ketiga orang tua asuh akan menggunakan pola komunikasi ini pada saat-saat tertentu. INFORMAN I Ibu N “Kalau istirahat baru saya biarkan terserah mereka mau ngapain mbak,,,biasanya mereka tidur-tiduran disitu sambil menunjuk ruang televisi ”. Ibu N akan membiarkan anak-anak asuhnya berbuat apa saja namun pada saat istirahat sekolah, maupun istirahat setelah pulang sekolah. Ibu N tidak akan memarahi anak-anaknya ataupun memukul jika mereka bermain dengan teman- temannya yang lain “ walaupun bercandanya sampai nangis tak jarno mbak pokoke gak gepuk koncoe,,, saya biarkan mbak yang penting tidak mukul temannya”. Menurt ibu N mungkin mereka jenuh setelah jam sekolah, sehingga anak asuhnya dibiarkan namun tetap dalam pengawasan. Hal tersebut juga disampaikan oleh informan 2 atau Bapak U, Bapak U akan membebaskan pada saat-saat jam kosong misalnya istirahat sekolah, waktu antri mandi, dan menunggu jam makan. “Kalau saya, pada saat istirahat saya akan membiarkan atau membebaskan mbak, namun tetap saya awasi, kalau mereka salah mungkin saya tegur aja mbak. Terkadang mereka ada yang lari-lari, nyanyi-nyanyi, main-main disitu menunjukkan permainan-permainan yang disediakan panti, misalnya: ayunan, putar-putaran, dan lain-lain” Menurut Bapak U jika untuk hal ini Bapak U akan membebaskan mereka, dan tidak ada peraturan yang mengikat pada saat istirahat, sehingga anak-anak asuh dibebaskan melakukan apa yang disenangi dan tidak memaksakan anak asuhnya 62 melakukan sesuatu yang tidak disenangi anak asuhnya, “namun bukan berarti tak umbar dibiarkan begitu saja lo mbak tapi ya saya awasi”. Hal ini diperkuat saat peneliti melakukan wawancara dengan informan 5 Babil. ”aku dulinan karo mas udin nggak ngamuk”. Hal ini dilakukan oleh orangtua asuh karena kesalahan yang dilakukan oleh anak tunagrahitasaat istirahat tidak fatal. Selain itu hal serupa dikatakan oleh informan 3 Bapak J, Bapak J membebaskan anak asuhnya saat istirahat karena menurut Bapak J jika anak-anak tunagrahita tersebut dibiarkan begitu saja maka akan membuat gaduh. INFORMAN 3 Bapak J “ Kalau menurut saya pada saat istirahat ya waktu buat dia, memang biasanya mereka tidur- tiduran, nyanyi-nyanyi, maen puzzle terkadang saya biarkan mereka berinteraksi dengan orang lain”. Bapak J membebaskan anak asuhnya melakukan apa yang mereka mau dan berinteraksi dengan orang laen misalnya anak mahasiswa berprestasi agar anak tunagrahita bisa bersosialisasi dengan yang lain . Bapak J membebaskan anak asuhnya saat istirahat, hal ini terlihat saat wawancara berlangsung bapak J membiarkan anak asuhnya bermain-main dan ada yang tidur-tiduran didekat kolam, namun bapak J tetap mengawasinya, seperti pada kutipan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan 6 Theo, ” Theo main ayun-ayun,pak jamil nggak pernah marah kalo main”. Jika saat istirahat theo dan teman-temannya yang lain dibebaskan untuk bermain dan tidak ada larangan yang berlebihan . Dalam hal ini menurut pengamatan peneliti orang tua asuh menggunakan pola komunikasi permissive yaitu membebaskan anak untuk melakukan keinginannya, namun pada saat tertentu saja misalnya jam kosong menunggu waktu makan, mandi, dan tidur atau waktu istirahat sekolah yaitu sekitar jam 09-00 sampai 10.00. Jika komunikasi permissive tersebut tidak digunakan oleh orangtua asuh pada waktu-waktu tertentu maka anak tunagrahita akan semakin liar sehingga akan merugikan diri sendiri dan orang lain. 63

C. Pola Komunikasi Authoritative Demokratis

Pola komunikasi authoritative atau pola komunikasi yang bersifat demokratis ini merupakan pola komunikasi yang lebih baik, dibandingkan dengan pola komunikasi lainnya. Karena didalam pola komunikassi ini arah hubungannya bersifat sirkuler atau dua arah secara bergantian. Dalam hal ini orangtua dan anak memiliki kedudukan yang sama sebagai komunikator dan juga komunikan, namun dalam hal-hal tertentu orang tua perlu memegang kendali atau memegang control dari arah hubunngan komunikasi dengan anak. Dimana pola komunikasi yang demmokratis ini mempunyai karakter antara lain acceptance penerimaan dan kontrolnya tinggi, bersikap responsive terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri self control, bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan atau arah yang jelas, dan berorientasi terhadap prestasi. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang membebaskan anak dijumpai dalam pengasuhan Bapak Jamil kepada kepada anak tunagrahita yang diasuhnya. Dari hasil interview dengan Bapak J atau orangtua asuh dari Theo 14 dari penelitiaan ini,namun selain Theo anak asuh Bapak J adalah Pongadi15, Sugeng14, Najib13, Tepak15, Ridho4, Rizki14, Bagus12. Bapak J 64 sering membebaskan anak-anak asuhnya untuk melakukan hal apa yang anak asuhnya mau, Bapak J hanya mengawasi saja. Berikut pendapat Bapak J yang diungkapkan dengan nada yang serius namun kalem tentang membebaskan anak-anak asuhnya melakukan sendiri. “Saya membebaskan anak asuh saya untuk melakukan apa yang diinginkan namun saya tetap mengawasinya. “ Bapak J jarang sekali melakukan hukuman fisik bahkan hampir tidak pernah. Selain itu Bapak J memperlakukan seperti anak normal yaitu jika anak-anak asuhnya pintar dalam sesuatu hal maka Bapak J akan memberikan hadih-hadiah kecil untuk anak asuhnya .”Biasanya kalo anak –anak ini nurut saja mbak biasanya saya beri mereka hadiah, apalagi jika mereka pintar dal suatu hal misalnya mandi sendiri dengan bersih, membereskan main-mainannya sendiri, dan lain-lain itu pasti otomatis saya beri mbak…” Bapak J membebaskan anak-anak asuhnya agar lebih mudah bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain yang juga menyandang hendaya perkembangan anak atau biasa disebut anak tunagrahita ataupun berinteraksi dengan massyarakat didalam panti misalnya anak-anak mahasiswa berprestasi ataupun pegawai- pegawai yang lain. INFORMAN 3 Bapak J “Saya membebaskan anak-anak asuh saya berinteraksi dengan siapapun bahkan dengan jika mereka ngobrol dengan anak-anak mahasiswapun, agar mereka bisa bersosialisasi dengan yang lain dan agar mereka tidak kaku atau takut jika berhubungan ataupun berkomunikasi dengan orang lain.” Dalam wawancara ini Bapak J orangtua dari Theo salah satu anak tunagrahita yang diasuhnya menyatakan tidak menyangka akan mengasuh atau membimbing anak-anak tunagrahita. INFORMAN 3 Bapak J “Anak normal seumurannya seharusnya sudah bisa ngapa-ngapain sendiri, tapi mereka belum bisa apa-apa baca ajah belum bisa mbak…,selain itu saya berfikir kok tega orangtua mereka melepas mereka dengan kondisi yang seprti ini.” 65 Bapak J menangis saat mengunggkapkan hal tersebut sehingga wawancarapun sempat berheti, peneliti menghentikan pertanyaan sampai menunngu informan tersebut tenang kurang lebih selama 15 menit. Diantara pengasuh-pengasuh yang lain Bapak J informan yang berpendidikan paling tinggi, Bapak J berpendidikan akhir S1 di IAIN Pamekasan. Selain itu Bapak J terkenal orang yang sabar dan agsmis didalam panti, sehingga anak-anak banya yang suka dengan Bapak J. Hal ini diketahui peneliti saat kedatangan Bapak J kepanti setelah sehari libur, Bapak J disambut oleh semua anak-anak tunagrahita yang diasuh oleh Bapak J sendiri hingga anak-anak yang tidak diasuhnya. Bapak J lebih membebaskan anak-anak asuhnya untuk melakukan hal apa saja yang diinginkan hal ini karena sebelum bekerja menjadi pengasuh di dalam Ponsos Kalijudan Bapak J bekerja sebagai guru SD dan SMP di kota asalnya Pamekasan, sehingga Bapak J tau bagaimana tingkah laku atau keinginan- keinginan anak-anak tersebut. INFORMAN 3 Bapak J “Tapi walau saya bebaskan tetap ada pengawasan, bukan berarti saya umbar gitu ajah, kalau mereka salah saya tegur mbak jika tidak bisa baru saya alihkan kehal lain, misalnya dalam hal makan ya cenderung anak-anak itu sembarangan mbak, kalau sudah gitu saya ambil makanannya dan saya alihkan ke hal lain.” Menurut Bapak J Informan 2 ”jadi saya bukan memberi hukuman mbak, tapi Cuma diarahkan saja, kalo dengan hukuman dan hukuman itu berat bagi anak-anak asuh saya bisa-bisa mereka gak nyaman”. Jika mereka mulai berbuat salah atau berbuat yang tidak benar, Bapak J hanya mengarahkan saja bahwa itu perbuatan jelek. Orangtua asuh ini 66 hampir tidak pernah melakukan hukuman fisik,hal ini dilakukan karena Bapak J selalu membayangkan jika anak kandungnya mengalami hal yang serupa seperti itu sehingga beliau tidak pernah tega untuk memberi hukuman fisik, anak-anak tunagrahita yang diasuhnya terkadang sampai merasa selalu benar dengan apa yang dilakukan. Misalnya theo, dia selalu melakukan hal yang tiba-tiba bisa dikatakan hal ini adalah salah satu ciri-ciri anak tunagrahita, Theo selalu melakukan hal-hal reflek misalnya mengambil makanan temannya,hingga memukul temannya dengan tiba- tiba, dalam hal ini orangtua asuh Bapak J tidak memberikan hukuman fisik namun Bapak J memberikan hukuman-hukuman sosial saja. INFORMAN 3 Bapak J “Kalo salahnya sudah fatal, saya biasanya memberikan hukuman sosial mbak,,,yaitu saya akan membatasi untuk melakukan hal-hal yang bisanya mereka senangi. Misalnya theo,dia pernah waktunya mandi dia lari keluar dan berantem sama temannya sampai menggunakan dengan batu, batunya tidak hanya dilempar ke temennya batu itu juga dilempar di kaca-kaca, nah kalau sudah seperti itu biasanya saya melarang dia mandi dan makan duluan selalu saya suruh terakhir karena nihal-hal itu kesenangan theo maka saya hukum dengan dia paling akhir.” Hukuman sosial itu diberikan kepada theo karena hal itu yang paling di sukai theo,dan hukuman -hukuman sosial yang lain akan dilakukan oleh Orangtua asuh Bapak J khususnya, kepada anak tunagrahita yang berbuat salah agar anak-anak itu jera dan tidak melakukan kesalahan lagi walaupun kemungkinan itu kecil. Hal tersebut diperkuat dengan adanya wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu anak tunagrahita. Informan 4 Yanti “Disini ibu nur, bapak Jamil, Mas udin baik-baik, tapi aku pernah dimarahi pak Jamil gara-gara mukul eki. Aku di pukul”. Berikutnya adalah orangtua asuh dari informan 2 Bapak U juga menerapkan pola komunikasi yang demokratis kepada anak-anak tunagrahita yang diasuhnya. 67 Jika ditanya bagaimana perasaan ataun reaksi Bapak U setelah mengerti akan mendampingi atau mengasuh anak tunagrahita yang jelas mengalami keterbelakangan mental, Bapak U cukup berat hati awalnya walayupun akhirnya Bapak U mau mendampingi anak-anak tunagrahita tersebut. INFORMAN 2 Bapak U “awalnya saya kaget mbak karena anak-anak disini lebih parah dari yang saya bayangkan, belum lagi penyakit-penyakit kulitnya mbak,,,tapi setelah kurang lebih satu, dua minngu saya disini akhirnya saya terbiasa dan dapat menerima anak-anak itu” Dalam mengajarkan kepada anak-anak asuhnya Dimas7, Toha14, Surip14, Ferdi14, Imam15, Ali12, Babil7, Kiki14, Bapak U mempunyai keinginan sendiri untuk mengajarkan anak-anaknya agar bisa memahami sesuatu, seperti mengatakannya “ba..ju..” sambil menunjuk baju yang dipakai anak asuhnya, hal ini menunjukkan bahwa Bapak U ingin anak asuhnya paham dari hal sekecil apapun. Bapak U termasuk orang yang pendiam dari pengasuh yang lain hal ini terlihat sekali saat peneliti melakukan wawancara Bapak U hanya menjawab terbatah-batah atau sekadarnya. Bapak U membebaskan anak-anak asuhnya untuk bermain dan berinteraksi dengan orang lain, tapi tidak sekedar membebaskan saja, jika yang dilakukan anak asuhnya sudah membahayakan, maka Bapak U turun tangan untuk membantunya atau mengalihkan anak tersebut. 68 INFORMAN 2 Bapak U “Kalau mereka bermain saya biarkan mbak selama tidak membahayakan tapi kalau sudah membahayakan saya tegur , atau kalau bermainnya lebih bahaya lagi biasanya saya cubit atau pukul.” Didalam merawat anak-anak tunagrahita Bapak J terkadang menggunakan kekerasan walaupun tidak sering Bapak J menggunakan kekerasan hanya untuk hal-hal yang fatal atau membahayakan agar tidak terulang lagi. INFORMAN 2 Bapak U “Anak-anak itu terkadang memanjat-manjat mbak, kalau yang dipanjat itu tidak bahaya saya biarkan tapi kalau yang dipanjat tower air itu biasanya saya tegur, kalau nddak mau ndengerin biasanya saya langsung tarik atau saya sentil, tapi seringnya saya tegur dan langsung saya tarik ketempat lainnya.” Bapak U orangnya jarang sekali berbicara sehingga jika menegur anak-anak asuhnya biasanya langsung dirangkul dan dialihkan ke hal yang lainnya. Bapak U lulus di pendidikan SMK, walaupun sebelumnya hanya buruh tani namun Bapak U cukup sabar dalam menangani anak-anak tunagrahita tersebut. Dalam hal tidur anak-anak asuh Bapak U cukup baik namun dalam hal makan anak-anak asuh yang didampingi Bapak U masih sering makan-makanan sembarangan. INFORMAN 2 Bapak U “kalau masalah makan,awalnya justru anak-anak masih sering makan sembarangan mbak, terkadang makan kertas, makan plastik. Kalau gini biasanyasaya tegur dan langsung saya ambil aja mbak..terkadang kalau masih nekat baru saya cubit.” 69 Menurut Bapak U dia akan memperingati anak-anak yang berbuat salah dengan teguran saja, namun jika salahnya itu sudah besar atau fatal maka anak tersebut akan dihukum dengan fisik. Kesalahan yang paling fatal menurutnya adalah kesalahan yang pernah dilakukan oleh salah satu anak asuhnya yang bernama Fredi atau kerap dipanggil gundul. INFORMAN 2 Bapak U “ Gundul pernah menggigit kuping temannya surip hingga sampai putus mbak,,wah…itu parah sekali. Sehingga fredi saya hukum dan harus karena kesalahannya membahayakan orang lain, saya guyur diaagar dia kapok dan bilang ampun” Bapak U melakukan ini karena anak tersebut sudah fatal berbuat salah dan tidak mendengarkan teguran-teguran yang diberikan oleh Bapak U, walaupun demikian Bapak U hanya bertujuan ingin mengarahkan anak-anaknya saja kedalam hal yang baik dan agar mereka bisa lebih dewasa lagi. Bapak U mengaku tidak terlalu berani dan tidak terlalu suka jika memberi peringatan dengan fisik jika anak-anaknya tersebut mau mendengarkan nasehat yang diberikan, selain itu Bapak U mengatakan tidak ada peraturan yang mengikat untuk anak-anak asuhnya . Secara teori memang pola komunikasi yang demokratis ini merupakan pola komunikasi yang paling tepat, namun kenyataannya masih banyak orang tua yang menerapkan sikap otoriter. Masalah yang signifikan, terkadang orangtua asuh 70 menganggap anak-anak tunagrahita membutuhkan perhatian khusus sehingga terlalu overprotect dalam mendidik ataupun mendampingi anak asuhnya. Sifat anak tunagrahita yang tidak sama dengan anak normal lainnya, ini yang membuat orangtua lepas kendali dan cenderung menghukum anak-anak asuhnya jika berbuat salah. Hal ini dilakukan agar anak asuhnya bisa berusaha mandiri dan bisa bertanggung jawab, selain itu mereka bisa membedakan mana yang bener dan yang salah. Pola komunikasi ini digunakan orangtua asuh saat anak-anak tunagrahita bermain sebelum jam makan, atau jam-jam kosong setelah pulang sekolah. Dari hasil pengamatan yang dihimpun peneliti orangtua asuh yang demokratis antara orangtua dengan anak tunagrahita, terjadi karena orang tua asuh lebih memahami atau menerima kondisi mental maupun fisik dari anak tunagrahita tersebut. Sehingga membuat orang tua asuh lebih mudah atau lebih sabar mengajarkan anak tunagrahita untuk mandiri dan memberi pengertian sesuatu yang baik dan tidak untuk dilakukan oleh anak asuhnya. Orangtua asuh merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anaknya dan menetapkan kontrol yang lebih halus tanpa ada penekanan yang berlebihan seperti pada pola komunikasi otoriter. Jika dalam suatu keluarga biasa ataupun didalam pondok sosial kalijudan tersebut menggunakan pola komunikasi demokratis ini sebagai acuan pola hubungan antara orangtua dengan anak, dalam hal ini khususnya anak tunagrahita maka hubungan interpersonal antara orangtua dengan anak dapat terjalin dengan baik karena kedudukan antara anak dengan orangtua sejajar dalam berkomunikasi. 71 Orangtua menjadi komunikator dan anak menjadi komunikan begitu juga sebaliknya. Hal ini memberikan kesempatan kepada anak untuk melatih bahasa komunikasi anak dengan baik sehingga akan berpengaruh kepada perkembangan pribadinya, menjadi anak yang bertanggung jawab atau mandiri, dan bisa membedakan mana yang harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan. Orangtua asuh memberi respon terhadap apa yang dilakukan anak, jika anak asuh tersebut berbuat baik atau melakukan hal yang baik misalnya mencuci bajunya, atau pandai dalam belajar maka anak mendapatkan hadiah atau imbalan atas perjuangannya. Namun begitu juga sebaliknya jika anak bersalah atau melakukan hal yang tidak wajar, anak asuh tersebut akan mendapat arahan, teguran, ataupun hukuman ringan dari orangtua asuh disertai dengan alasan yang jelas atas apa yang telah dilakukannya. Secara emosional antara anak dengan orangtua akan terjadi kedekatan, memiliki inisiatif yang positif serta sopan santun dan budi pekerti yang baik.

4.3 Pembahasan

Dokumen yang terkait

Pola Asuh Orang Tua Anak Korban Perceraian Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPAID-SU)

6 100 113

Pola Asuh Keluarga yag Memiliki Anak Tunagrahita di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan

7 95 103

Perbedaan Tingkat Pola Asuh Orangtua dari Anak Autisme Berdasarkan Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan

2 58 76

Gambaran Kemandirian Remaja Dengan Pola Asuh Permisif

0 45 79

Pola Komunikasi orangtua Tunggal Dengan Anak Remaja pada Suku Batak Di Desa Gempolan Kecamatan Sei Bamban

6 98 125

Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas Montasik Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar Tahun 2006

0 33 97

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN Hubungan Antara Komunikasi Keluarga Dan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN Hubungan Antara Komunikasi Keluarga Dan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja.

0 2 20

PEMBERDAYAAN TUNAGRAHITA DALAM PERSPEKTIF PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PONDOK SOSIAL KALIJUDAN (UPTD PONSOS KALIJUDAN) DINAS SOSIAL KOTA SURABAYA

0 0 10

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA (Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan Surabaya) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyar

0 0 24