38
Sumodiningrat, 2002 : 231. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu regresi linear ada korelasi kesalahan penganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat tabel Durbin
Watson dengan jumlah variabel bebas k dan jumlah data n sehingga diketahui d
L
dan d
u
maka dapat diperoleh distribusi daerah keputusan atau tidak terjadi autokorelasi Ghozali, 2001: 61.
Kriteria pengujian Durbin Watson dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1 : Autokorelasi
Durbin Watson Kriteria
0 DW d
L
d
L
DW d
u
d
u
DW 4-d
u
4-d
u
DW 4-d
L
4-d
L
DW 4- Ada autokorelasi positif
Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi negatif
Sumber : Ghozali, 2001 : 61
3.6. Teknik Analisis
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah regresi linear berganda untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
39
Rumus regresi linear berganda adalah sebagai berikut : Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ e ……… Anonim, 2003 : L –21 Keterangan :
Y : Return yang diterima pemegang saham
X
1
: Arus kas operasi X
2
: Earnings
X
3
: Return on asset a
: Konstanta
b
1
,b
2
,b
3
: Koefisien regresi variabel X
1
, X
2
, dan X
3
e :
Kesalahan baku
3.7 Uji Hipotesis
Untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji t dengan rumus sebagai berikut :
t
hitung
= bi
se bi
Sudjana, 1992 :111. Keterangan :
t hitung : t hasil perhitungan
bi : koefisien regresi
se : standar error
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
40
a. Ho : bi = 0
; tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hi : bi 0
; terdapat pengaruh yang signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.
b. Tingkat signifikan 5 = 0,05
c. Kriteria pengujian :
1. Jika nilai probabilitas 0,05, maka Ho ditolak dan Hi diterima
2. Jika nilai probabilitas
≥ 0,05, maka Ho diterima dan Hi ditolak
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Pasar Modal di Indonesia
Catatan sejarah pasar modal di Indonesia mengungkapkan bahwa di kota Jakarta pernah di bentuk suatu Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek yaitu pada tanggal 11 Januari 1925 atau tiga belas tahun setelah dibentuknya perserikatan yang sama di kota Jakarta 1912. Kemudian
pada tahun 1927 dibentuk bursa-bursa efek di tiga kota besar di Indonesia yaitu di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pembentukan ketiga bursa
tersebut diatas dilatar belakangi oleh adanya gejala semakin banyaknya jenis efek yang diperdagangkan di masyarakat, besarnya volume dan nilai
perdagangan, serta tingginya biaya transaksi karena efek yang diperdagangan pada waktu itu tercatat di Bursa Amsterdam.
Pada masa revolusi kemerdekaan kegiatan perdagangan efek di bursa- bursa efek tersebut praktis terhenti karena praktis karena situasi politik
saat itu. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada tahun 1951 pemerintah memberlakukan Undang-undang Darurat No.
13 tahun 1951 yang kemudian disahkan sebagai undang-undang yaitu No. 15 tahun 1952 tentang bursa efek. Berdasarkan undang-undang tersebut
Bursa Efek Indonesia dibuka kembali di Jakarta. Karena situasi politik dan
41
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
42
ekonomi saat itu kurang menguntungkan, kegiatan pasar modal praktis terhenti sampai dengan pertengahan tahun 1977.
Pada tanggal 10 Agustus 1990, berdasarkan keputusan presiden Republik Indonesia No. 15 tahun 1976, pasar modal di Indonesia
diaktifkan kembali dengan tujuan : a. Mempercepat proses perluasan pengikut sertaan masyarakat dalam
pemilihan saham perusahaan-perusahaan swasta menuju pemerataan pendapatan masyarakat.
b. Menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dan
penghimpunan dana untuk pembiayaan pembangunan nasional. c. Mendorong perusahaan-perusahaan swasta yang sehat dan baik untuk
menjual sahamnya melalui pasar dengan memberikan keringanan- keringanan di bidang perpajakan.
Perkembangan pasar modal di Indonesia dari tahun 1977 – 1987 relatif kurang memberikan hasil seperti yang diharapkan meskipun
pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang menarik dana dari pasar modal, seperti fasilitas perpajakan tax
holiday , revaluasi aktiva dan sebagainya.
Tersendat-sendat perkembangan pasar modal selama masa itu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain mengenai prosedur emisi saham
dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan campuran tangan pemerintah dalam penetapan harga saham pada pasar
perdana.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
43
Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat perkembangan pasar modal tersebut di atas, pemerintah mengeluarkan serangkaian
deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987 Pakdes 1987, Paket Kebijaksanaan
Oktober 1988 Pakto 1988 dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 Pakdes1988.
Pakdes 1987 secara umum merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya beberapa biaya yang
sebelumnya dipungut oleh Badan Pelaksana Pasar Modal BAPEPAM, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan
untuk membeli efek bagi pemodal asing maksimal 49 dari total emisi. Pakdes 1987 juga menghapuskan batasan fluktuasi harga saham di bursa
efek dan memperkenalkna bursa pararel over the counter sebagai pilihan bagi calon emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa
efek. Pakto 1988, meskipun pada hakekatnya ditujukan pada sektor
perbankan akan tetap mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Secara garis besar Pakto 1988 berisikan tentang ketentuan Legal
Lending Limit L3 dan ketentuan tentang bunga deposito dikenakan pajak
yang bersifat final. Ketentuan L3 tersebut diatas membatasi bank-bank dalam
memberikan pinjaman kepada nasabahnya tidak melebihi 20 bagi nasabah individu dan 50 bagi nasabah group dari jumlah modal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
44
sendirinya. Sedangkan bagi-bagi bank-bank yang terlanjur memberi pinjaman melebihi ketentuan L3, harus berusaha meningkatkan modalnya.
Berarti L3 di atas juga mendorong bank-bank yang terlanjur melebihi batas pinjaman yang diberikan kepada nasabahnya untuk go public.
Pengenaan pajak atas bunga deposito yang bersifat final juga mempunyai dampak yang positif terhadap perkembangan pasar modal.
Sebab dengan adanya ketentuan tersebut pemerintah memberikan perlakuan yang sama antara sektor perbankan dengan sektor pasar modal.
Pakde 1988, pada intinya memberikan dorongan yang lebih jauh agar pasar modal sama murah dan modalnya dibandingkan dengan sektor
pembiayaan lain. Pakde 1988 juga membuka peluang bagi pihak swasta untuk menyelenggarakan Bursa Efek Swasta di kota-kota di luar Jakarta.
4.1.2. Lembaga dan Profesi Pasar Modal 4.1.2.1. Lembaga Penunjang Pasar Modal
Lembaga Penunjang Pasar Modal adalah pihak yang berperan dalam suatu proses penjamin emisi pasar perdana dan atau perdagangan di
pasar sekunder. Menurut keputusan Menteri Keuangan No. 859 dan 860Kep.011987 lembaga penunjang yang keberadaannya terkait dengan
adanya pasar modal, yaitu : a. Penjamin emisi
b. Wali amanat
c. Penanggung
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
45
d. Perantara perdagangan efek e. Biro Administrasi Efek Anonim,1987:62
4.1.2.2. Profesi Penunjang Pasar Modal
Profesi Penunjang Pasar Modal adalah lembaga penunjang yang keberadaannya tidak semata-mata terkait dengan adanya pasar modal,
yaitu : 1 Akuntan publik
2 Penasehat hukum 3 Notaris
4 Perusahaan penilai 5 Penyimpan efek custodian
6 Profesi lain yangf ditetapkan oleh BAPEPAM Anonim, 1987:71
4.1.3. Latar Belakang Berdirinya BES
Pembentukan Bursa Efek Indonesia BES yang mulai beroperasi tanggal 16 Juni 1989, yaitu hampir dua belas tahun sejak pemrintah
mengaktifkan kembali Bursa Efek Indonesia 10 Agustus 1977 seakan merupakan proses pengulangan sejarah dengan latar belakang yang tentu
saja jauh berbeda. Pada masa pembentukan Bursa Efek di Jakarta dilatar belakangi oleh
sekelompok masyarakat pemilik efek. Sedangkan pembentukan BES dalam era dewasa ini, khususnya pada awal Periode Pembangunan Lima
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
46
Tahun ke Lima Pelita V dilatar belakangi oleh adanya tekad pemerintah untuk mengerahkan segala dan daya semaksimal mungkin guna mencapai
sasaran pertumbuhan ekonomi rata-rata minimal 5 pertahun. BES merupakan suatu badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas
PT yang didirikan pada tanggal 30 Maret 1989. Berdasarkan akte No. 73 dari Kartini Mulyadi, SH, Notaris di Jakarta dan telah disahkan oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2- 5101.HT.01.01.TH.89 tanggal 12 Juni 1989. Anggaran Dasar perseroan
telah mengalami perubahan sebagaimana termuat dalam Akte Notaris Kartini Mulyadi, SH, No 4 tanggal 2 Juni 1989 dan telah disetujui pula
oleh Menetri Kehakiman Republik Indonesia. Izin Usaha Penyelenggarakan BES ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. 654MKK.011989 tanggal 14 Juni 1989. Pembentukan BES merupakan suatu langkah positif dan juga
merupakan suatu indikasi adanya peran serta pihak swasta di bidang pasar modal. Hal ini sangat sesuai dengan isi yang terkandung Pakde 1988, yaitu
deregulasi di bidang pasar modal.
4.1.4. Maksud dan Tujuan Pembentukan BES
Pembentukan BES dimaksudkan untuk menunjang program pemerintah di bidang pasar modal, yaitu memperluas fungsi pasar modal
sebagai sarana penghimpunan dana masyarakat. Disamping itu diharapkan pula dengan adanya BES, maka para pengusaha di wilayah Indonesia
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
47
Timur dan Jawa Timur pada khususnya akan lebih mudah menarik dana jangka panjang yang relatif murah dari pasar modal.
Di sisi lain, kehadiran BES berarti memberikan jaminan likuiditas efek yang diperdagangkan karena pilihan pasar sekunder menjadi lebih
beragam. Dalam hal ini perusahaan yang menawarkan efek melalui pasar modal dapat mengadakan pilihan untuk pencatatan dan perdagangan
efeknya, yaitu di Bursa Efek Indonesia, BES dan di Bursa Paralel. Pembentukan BES pada akhirnya dapat sempurna sehingga diharapkan
pasar modal mampu memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi usaha pengerahan dana pembangunan nasional.
4.1.5. Struktur Organisasi
Dalam menjalankan kegiatan usaha, BES tunduk peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar modal. Pembinaan dan
pengawasan terhadap BES dilakukan oleh Badan Pelaksana Pasar Modal BAPEPAM, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 60 tahun 1988
tanggal 20 Desember 1988 tentang pasar modal. Modal dari PT. BES ditetapkan sebesar Rp. 8 Milyar terbagi atas 160
saham yang masing-masing bernilai nominal Rp. 50 Juta. Pada saat pendirian, modal yang ditempatkan dan disetorkan penuh be rjumlah Rp. 2
milyar 40 saham yang merupakan penyertaan 36 badan usaha. Berdasarkan ketentuan yang berlaku semua pemegang saham merupakan
Anggota Bursa Anggota BES terdiri dari 7 Bank Pemerintah, 8 Bank Sawasta Nasional, 11 Perusahaan Perantara Jakarta, 8 Perusahaan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
48
Perantara Jakarta, 1 Pusat Koperasi KUD Jawa Timur dan 1 Lembaga Pengelola Dana yaitu PT Persero Danareksa. Kekuasaan tertinggi di PT.
BES sesuai dengan anggaran dasar perusahaan terletak pada Rapat Umum Pemegang Saham. Seperti lazimnya pada perusahaan-perusahaan yang
berbadan hukum Perseroan Terbatas , dalam struktur PT. BES juga terdapat Dewan Komisaris, terdiri dari satu orang Komisaris Utama dan
tiga orang anggota Direksi. Hingga saat ini PT. BES mempunyai satu orang Direktur Utama dan satu orang Direktur.
Fungsi Administrasi dan Operasional dilaksanakan oleh tiga Divisi yaitu Divisi Administrasi dan penerangan, Divisi Keuangan dan Akuntansi
dan Divisi Penyelenggaraan Bursa. Setiap divisi membawahi dua bagian.
Gambar 4.1 : Struktur Organisasi PT. Bursa Efek Indonesia.
R.U.P.S
Dewan Kopmisaris Direktur Utama
Direktur Utama Direktur Pergangan
Ditektur Keuangan Divisi
Divisi Divisi
Adm penerangan Penyalur bursa
Keuangan Akt Bagian
Bagian Bagian
Bagian Bagian Bagian
Adm. Umum Penerangan Humas Pengolahan data Adm. perdagangan Akuntansi Keuangan
Sumber : PT. Bursa Efek Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
49
4.1.6. Sistim Perdagangan di Bursa Efek Indonesia
Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia hanya dapat dilakukan oleh anggota bursa pialang. Dalam melaksanakan tugasnya seorang
pialang bertindak atas nama perusahaan securities company. Transaksi berdasarkan mekanisme pasar dengan prosedur pialang memasukkan order
ke menu slip order, yang memuat lot dan harga tawaran, sedangkan waktu pemasukan order telah terkontrol langsung oleh sistim komputer.
Fasilitas perdagangan saham digolongkan dalam dua kategori, yaitu Papan Transaksi Asing Foreign Board dan Papan Transaksi Lokal Local
Board . Transaksi perdagangan lokal terbagi atas :
1 Perdagangan Reguler, yaitu perdagangan yang dilakukan atas dasar mekanisme pasar action market dan bersifat terus-menerus dengan
lot minimal 500 saham. 2 Perdagangan Non Reguler, yaitu merupakan perdagangan saham
jumlah besar block sale di atas 10.000 saham dan perdagangan add lot, yaitu dibawah 500 saham.
3 Perdagangan tunai, yaitu merupakan fasilitas yang disediakan bagi anggota bursa yang karena alasan tertentu gagal memenuhi kewajiban
penyerahan saham.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
50
4.2. Deskripsi Hasil Pengujian Hipotesis 4.2.1. Hasil Pengujian Hipotesis I
4.2.1.1. Uji Normalitas
Dalam pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov dengan menggunakan program SPSS, dimana
apabila nilai signifikansi probabilitas yang diproleh lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditetapkan dalam penelitian 5 maka data
tersebut telah terdistribusi normal. Santoso, 2001 : 97 Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data
mengikuti distribusi normal adalah : Jika nilai signifikansi nilai probabilitasnya lebih kecil dari 5, maka
distribusi adalah tidak normal. Jika nilai signifikansi nilai probabilitasnya lebih besar dari 5, maka
distribusi adalah normal.
Tabel 4.1. Normalitas Data Masing-masing Variabel
Tests of Normality
.117 32
.200 .968
32 .436
.491 32
.000 .291
32 .000
.221 32
.000 .799
32 .000
.139 32
.119 .908
32 .010
Return OCF
Earnings ROA
Statistic df
Sig. Statistic
df Sig.
Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance. .
Lilliefors Significance Correction a.
Dari tabel 4.1 diatas, terlihat bahwa nilai probabilitas variabel Arus Kas Operasi dan Laba Bersih lebih kecil dari 0,05 yang berarti disitribusi
data tidak normal, sedangkan Return Saham dan Return On Assets lebih
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
51
besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi dari data adalah mengikuti pola distribusi normal.
4.2.1.1. Uji Asumsi Klasik 4.2.1.1.1 Autokorelasi
Deteksi Autokorelasi: a. Besarnya Angka Durbin Watson
Patokan : Angka D-W di bawah –2 ada autokorelasi positif
Angka D-W di atas +2 ada autokorelasi negatif Angka Berada diantara –2 sampai +2 Tidak ada
Autokorelasi Identifikasi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan kurva di bawah ini.
Tidak ada autokorelasi positif dan tidak ada
autokorelasi negatif
dL dU
4 - dU 4 - dL
4
ada auto korelasi positif
daerah keragu
raguan
ada auto korelasi negatif
daerah keragu
raguan
a. Koefisien determinasi berganda R square tinggi
b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
52
c. Nilai F hitung tinggi signifikan d. Tapi tak satupun atau sedikit sekali diantara variabel bebas yang signifikan.
Untuk asumsi klasik yang mendeteksi adanya autokorelasi di sini dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan hasil bahwa nilai Durbin Watson
sebesar 1,986, hal ini menunjukkan tidak terdapat gejala autokorelasi karena antara -2 sampai 2.
4.2.1.1.2 Multikolinearitas
Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinier pada model regresi linier berganda yang dihasilkan dapat dilakukan dengan
menghitung nilai Variance Inflation Factor VIF dari masing-masing variabel bebas dalam model regresi.
Tabel 4.2 : Hasil Pengujian Multikolinieritas
Coefficients
a
25.929 19.923
1.301 .204
.000 .000
.055 .295
.770 .056
.977 1.024
.000 .000
.040 .216
.830 .041
.969 1.032
1.243 .922
.248 1.349
.188 .247
.988 1.012
Constant OCF
Earnings ROA
Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta Standardized
Coefficients t
Sig. Partial
Correlatio ns
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Return a.
Dalam pengujian asumsi klasik terhadap analisis regresi linier berganda ini menyatakan bahwa hasil analisis penelitian ini menunjukkan
adanya tidak ada gejala multikolinieritas pada semua variabel karena nilai VIF lebih kecil dari 10. Dimana masing-masing variabel dengan nilai VIF
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
53
untuk OCF X1 = 1,024: Earnings X2 = 1,032, dan ROA X3 = 1,012; lebih kecil dari 10 yang artinya seluruh variabel bebas pada penelitian ini
tidak ada gejala multikolinier.
4.2.1.1.3 Heteroskedastisitas
Penyimpangan asumsi model klasik yang lain adalah adanya heteroskedastisitas. Artinya, varians variabel dalam model tidak sama
konstan. Hal ini bisa diindentifikasi dengan cara menghitung korelasi Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas.
Tabel 4.3 : Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Correlations
1.000 .037
-.045 -.109
. .841
.806 .554
32 32
32 32
.037 1.000
.565 -.188
.841 .
.001 .304
32 32
32 32
-.045 .565
1.000 -.051
.806 .001
. .780
32 32
32 32
-.109 -.188
-.051 1.000
.554 .304
.780 .
32 32
32 32
Correlation Coefficient Sig. 2-tailed
N Correlation Coefficient
Sig. 2-tailed N
Correlation Coefficient Sig. 2-tailed
N Correlation Coefficient
Sig. 2-tailed N
Unstandardized Residual OCF
Earnings ROA
Spearmans rho Unstandardiz
ed Residual OCF
Earnings ROA
Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. .
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada variabel OCF X1 = 0,841, Earnings X2=0,806 dan ROA X3=0,554 tidak mempunyai
korelasi yang signifikan antara residual dengan variabel bebasnya, maka dapat disimpulkan semua variabel penelitian tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
54
4.2.1.2. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Hasil analisis mengenai koefisien model regresi adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Koefisien Regresi
Coefficients
a
25.929 19.923
1.301 .204
.000 .000
.055 .295
.770 .056
.977 1.024
.000 .000
.040 .216
.830 .041
.969 1.032
1.243 .922
.248 1.349
.188 .247
.988 1.012
Constant OCF
Earnings ROA
Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta Standardized
Coefficients t
Sig. Partial
Correlatio ns
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Return a.
Sumber : data diolah
Berdasarkan Tabel 4.4 tersebut, maka model regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y =
X
X
e Y = 25.929 + 0.000 X
1
+ 0.000 X
2
+ 1,243 X
3
+ e
Dengan asumsi bahwa variabel X
1
, X
2
, X
3
adalah nol atau konstan maka nilai Prediksi Laba Y adalah sebesar 25.929
Koefisien regresi untuk variabel Arus Kas Operasi X
1
diperoleh nilai 0.000 mempunyai koefisien regresi positif, hal ini menunjukkan
terjadinya perubahan yang searah dengan variabel terikat. Jadi semakin besar nilai Arus Kas Operasi X
1
akan menaikkan nilai Return Saham Y dengan asumsi bahwa variabel yang lainnya adalah konstan.
Koefisien regresi untuk variabel laba bersih X
2
diperoleh nilai 0.000, hal ini menunjukkan terjadinya perubahan yang searah dengan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
55
variabel terikat. Jadi semakin besar nilai laba bersih X
2
akan menaikkan nilai Return Saham Y dengan asumsi bahwa variabel yang lainnya
adalah konstan. Koefisien regresi untuk variabel return on assets X
3
diperoleh nilai 1,243, hal ini menunjukkan terjadinya perubahan yang searah dengan
variabel terikat. Jadi semakin besar nilai laba bersih X
2
akan menaikkan nilai Return Saham Y dengan asumsi bahwa variabel yang lainnya
adalah konstan.
4.2.1.3. Hasil Pengujian Uji F Tabel 4.5 Hasil Uji F
ANOVA
b
5231.454 3
1743.818 .624
.605
a
78208.076 28
2793.146 83439.530
31 Regression
Residual Total
Model 1
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Predictors: Constant, ROA, OCF, Earnings a.
Dependent Variable: Return b.
Terlihat dari angka F
hitung33-4-1
= 0,624 dengan Sig.0,770 0,05 : Tidak Signifikan positif, berarti secara bersama-sama perubahan ketiga
variabel Arus Kas Operasi X1 , Laba Bersih X2 dan Return On Assets X3 mampu menjelaskan perubahan variabel Return Y sebesar 6,3
sedang sisanya 93,7 [100 - 93,7] dijelaskan oleh variabel lain selain Kas Operasi X1 , Laba Bersih X2 dan Return On Assets X3.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
56
untuk teknik analisis ini tidak cocok, oleh karena itu untuk peneliti yang akan datang disarankan untuk menggunakan model teknik analisis ini
dengan menambahkan data penelitian atau pengamatannya. 4.2.1.4. Pengujian secara Parsial Uji t
Tabel 4.6 Hasil Uji t
Coefficients
a
25.929 19.923
1.301 .204
.000 .000
.055 .295
.770 .056
.977 1.024
.000 .000
.040 .216
.830 .041
.969 1.032
1.243 .922
.248 1.349
.188 .247
.988 1.012
Constant OCF
Earnings ROA
Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta Standardized
Coefficients t
Sig. Partial
Correlatio ns
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Return a.
Hasil uji t pada tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa : 1. Arus Kas Operasi X1 berpengaruh terhadap Return Y, tidak dapat
diterima dengan tingkat [Sig. ,770 0,05 : tidak signifikan [positif]. 2. Laba Bersih X2 berpengaruh terhadap Return Y , tidak dapat diterima
[Sig. ,0,830 0,05 : tidak sinifikan [positif]. 3. Return On Assets X3 berpengaruh terhadap Return Y tidak dapat
diterima dengan tingkat [Sig. ,188 0,05 : tidak signifikan [positif].
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 4.3.1. Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Retun Saham