41 a.
Merencanakan audit dan merancang prosedur audit b.
Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.2.3.1. Pertimbangan awal tingkat materialitas
Idealnya auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji. Dalam laporan keuangan yang akan dipandang material.
Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan professional, dan masih dapat
berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru.
Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan professional, tingkat materialitas suatu laporan keuangan
tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah
saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah
ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan professional yang memadai.
Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika
auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti
42 yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi, begitu juga
sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlah yang
baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan
untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar. Wahyudi dan
Mardiyah, 2006
2.2.3.2. Faktor-faktor yang menentukan tingkat materialitas
Menurut Pernyataan Standar Auditing PSA no.25: Resiko audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit memberikan arahan
bagi auditor dalam mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif dalam menentukan materialitas suatu item. Kemudian
dijelaskan juga dalam SA Seksi 312, 10 “Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan professional dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan yang memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan
terhadap laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan
mencakup pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan
atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin
43 dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Definisi tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan
memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif”.
Sebagai akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dan kualitatif dalam mempertimbangkan materialitas, salah saji yang
jumlahnya relatif kecil yang ditemukan oleh auditor dapat berdampak material terhadap laporan keuangan. Sebagai contoh, suatu pembayaran
yang melanggar hukum yang jumlahnya tidak material dapat menjadi material, jika kemungkinan besar hal tersebut dapat menimbulkan
kewajiban bersyarat yang material atau hilangnya pendapatan yang material SA Seksi 312,11.
Kemudian di dalam SPAP pada Standar Umum ketiga dinyatakan “Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,
auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama”. Standar ini menuntut auditor independen untuk
merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Untuk dapat
melaksanakan tugas secara profesional auditor harus membuat perencanaan sebelum melakukan proses pengauditan laporan keuangan.
Perencanaan yang dibuat di dalamnya juga menyangkut penentuan tingkat materialitas.
44
2.2.4.Teori yang melandasi Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Kualitas Audit terhadap Tingkat Materialitas dalam
Pemeriksaan Laporan Keuangan a. Teori pendukung Profesionalisme Auditor
Profesionalisme merupakan kualitas diri yang harus dipertahankan oleh auditor terutama dalam melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan pertimbangan profesional. Untuk dapat selalu menjaga profesionalisme auditor perlu pengembangan kualitas atau
potensi diri secara emosional maupun spiritual dengan melakukan pelatihan maupun keteladanan Rifqi, 2008. Hastuti et al., 2003
menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang
profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan
dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan
meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Kedua, kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat
yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan
bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain. Setiap ada campur tangan dari
45 luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang
dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi di bidang ilmu dan
pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di
dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
b. Teori pendukung Kualitas Audit