Karta Tokoh dan Penokohan

39 berdarah Batak. Waktu kecil Karta sering diajak ibunya untuk mengikuti perlombaan. 65 Duma melirik ke bawah, memerhatikan anak kurus berwajah imut– imut yang gemetar ketakutan. “Dia? Yang akan nyanyi?” katanya setengah tidak percaya. “Iya dan kamu bisa lihat bahwa ia akan menjadi bintang” Dengan kalimat itu ibunya menyeret Karta ke bagian pendaftaran. Yogyakarta, 2010:39-40. Karta yang awalnya tidak percaya diri, menjadi percaya diri dan sombong. Karta yang awalnya tidak menyukai pertunjukan sekarang menyukai pertunjukan dan menikmati pertunjukan. 66 Sementara itu, Karta menyadari bahwa ia sangat mencintai saat-saat berada di panggung. Ia dapat menguasai panggung. Ia senang merasa terbuai dan dipuja-puja di sana —dan dengan cepat perasaan di atas panggung dibawanya ke dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjadi seorang laki-laki yang sombong. Yogyakarta, 2010:42. Karta diterima di Universitas Gajah Mada jurusan seni. Ibunya menceritakan pada ayahnya tentang hal itu. Sebenarnya, ayahnya ingin Karta menjadi tentara seperti dirinya. Akhirnya, ayahnya tahu yang diinginkan dan yang terbaik untuk anaknya, lalu dia mengizinkan Karta untuk kuliah di Yogyakarta. Dialah yang justru mencarikan tempat kos di rumah Amanda. 67 “Kamu bilang ia diterima di Universitas Gadjah Mada, Jogja”? tanyanya. Alfina mengangguk. ”Musik. Pa, seni memang hidupnya. Hidupnya hanya untuk itu.” Henry mengangguk. ”Baiklah. Aku akan berbicara pada kawanku. Ia mengenal seorang janda di Jogja yang membuka kos, dan menurut cerita kawanku, perempuan itu sangat tegas dan disiplin. Mungkin baik buat Karta kita koskan di sana,” katanya. Yogyakarta, 2010:43. 40 Di Yogyakarta, sifat Karta belum juga berubah. Karta tokoh yang memiliki kesombongan melebihi bintang terkenal. Dia bernyanyi di dekat Olivia untuk mendekati Olivia. 68 Karta tersenyum, berhenti bernyanyi. “Nggak apa-apa. Untuk cewek kayak kamu, apa aja jadi nggak apa- apa.” Ia berjalan berdampingan dengan Olivia. ”Kamu tahu nggak, kamu itu mempunyai aura bintang.” Olivia menatap Karta dan mengerutkan kening. ”Oh, ya? Tau dari mana?” “Aku juga punya. Karena itu aku tahu kalau sesama bintang saling berdekatan”, katanya santai sambil duduk di meja makan. Yogyakarta, 2010:114 Suatu hari, Karta ditelepon seseorang dari studio rekaman untuk audisi. Ia menerima telepon dengan nada sombong dan penuh percaya diri. Karta yang percaya diri bahwa demo CD rekamannya akan diterima mencoba mengajak Olivia makan di luar. 69 Terdengar suara orang yang berbicara dengan nada bersemangat, makin lama makin keras. Suara Karta, ”Ya, ya, Pak. Saya pasti datang ke sana. Saya akan memberi demo CD saya. Ya. Saya akan melakukannya dengan senang hati” “Wah, selamat, ya” “Aku bilang apa Feeling aku itu kuat banget Aku punya aura bintang” katanya pada Olivia. “Gimana kalau aku traktir kamu nanti male m?” Yogyakarta, 2010:117. Kesombongan Karta tidak hanya disitu saja. Saat Karta makan di Malioboro bersama Olivia, ia menyombongkan diri kepada dua orang pemuda yang sedang mengamen. 70 Olivia melihat Karta menatap mereka dan tiba-tiba laki-laki itu tertawa , “Aku melihat kalian antre di ruang tunggu studio rekaman Bar Suara Record Ternyata suara kalian seperti itu ” ia berkata sambil menunjuk pada gitar dan wajah kedua pemuda di depannya. Kemudian Olivia mendengar Karta berkata lagi, ”Mana mungkin bisa diterima? Aku dong” katanya. Yogyakarta, 2010:126. 41 Karta sangat dekat dengan ibu kosnya. Sudah seperti ibunya sendiri. Setelah kesombongan demi kesombongan, Karta merasakan batunya. Karta menceritakan bahwa dia telah gagal untuk menjadi penyanyi terkenal. Karta sempat merasa putus asa. 71 Karta mencari tempat duduk di kursi anyaman dan menyerahkan diri dalam pelukan sofa bambu itu. ”Apa yang harus aku lakukan? Alam membenciku Semuanya membenciku” Yogyakarta, 2010:162. Karta adalah tokoh bulat terlihat dari sifat sombongnya berubah menjadi anak penurut. Dia merasa, kesombongannya tidak membuahkan hasil. Kutipan terlihat dari saat Ananda mengajak pergi Karta untuk mengamen di pinggir jalan walaupun awalnya Karta tidak mau. 72 Karta tetap tinggal dalam delman dan dengan enggan turun di warung paling ujung, namun ia telah menyerah. Ia sadar bahwa ia telah menjadi sombong. Alam telah bersikap keras padanya. Dan ia ingin berubah. Yogyakarta, 2010:176. Karta sedang mengamen di warung. Pada saat bernyanyi di warung ketiga, dia bertemu dengan dua pengamen yang pernah diejeknya dulu pada saat makan bersama Olivia di Malioboro. Rasa malunya semakin memuncak. 73 Kedua laki-laki itu tercekat. Dan hati Karta bagai melesak ke dasar. ”Ngapain kamu di sini?” tanya salah satu dari mereka. Karta menelan ludah, berusaha tenang agar kakinya tidak gemetar dan berkata pelan, “Aku ngamen.” “Jarene wis enthuk kontrak rekaman?” mereka bertanya keheranan. Katanya sudah dapat kontrak rekaman? Karta menelan ludah, menelan ego, dan menelan semua masa lalu saat ia selalu membusungkan dirinya melebihi yang seharusnya. ”Tidak. Aku gagal. Aku salah,” katanya pelan. Yogyakarta, 2010:177. Dari pertemuan di warung saat mengamen, Karta berkenalan dengan Budi dan Irwan, lalu mereka mengamen bersama. Karta melihat ada perubahan di suara 42 mereka. Ternyata berkat Karta yang menghina suara mereka jelek akhirnya mereka berlatih hingga suara mereka menjadi lebih bagus dan mereka mengucapkan terima kasih pada Karta. Pertemuan mereka membuat mereka dekat dan merencanakan untuk membuat band. Karta semakin sadar bahwa kesombongan tidak menghasilkan apa-apa. Karta juga sempat berkata untuk mengingatkan kalau dia nanti sombong. 74 “Tau ndak, kami ini mesti terima kasih sama sampeyan,” kata laki- laki yang berambut pendek. “Oh, ya. Ngomong-ngomong, aku Budi, dan ini Irwan,” katanya menunjuk pada si hidung bertindik, kemudian ia menyusupkan tubuhnya yang kurus kering di antara jajaran parkiran motor yang memadati tempat itu. Yogyakarta, 2010:178. Pada saat mengamen, Ananda bermaksud memperkenalkan Karta pada temannya. Ananda membiarkan mereka bernyanyi hingga selesai. Ananda memperkenalkan Karta kepada Pak Nurul, pemilik Bar Suara Record. Pak Nurul terkesan dengan suara Karta dan meminta Karta datang ke studionya. Karta juga memperkenalkan kedua teman barunya kepada Pak Nurul. Pak Nurul menawarkan kedua temannya menjadi backing vocal dan mereka masing-masing memikirkan tawaran tersebut. Kesombongan Karta mulai pudar dan jalan menjadi penyanyi mulai terbuka. 75 Karta berdeham dan mulai menyanyi . . . kemudian Karta memperkenalkan kedua teman barunya pada Ananda... “Kar ini kebetulan ada Pak Nurul ini pemilik studio rekaman Bar Suara Record.” “Saya terkesan Anak Muda. Gimana kalau besok kita tes rekaman satu lagi?” Karta membelakkan matanya, ”Benar? Um ….bagaimana dengan dua teman saya?” tanyanya. “Backing vocal?” tanya Pak Nurul, menatap kedua orang sambil menimbang-nimbang. Yogyakarta, 2010:179-180. 43 Karta bisa mewujudkan mimpi menjadi penyanyi. Dia berterima kasih pada Ananda yang telah membantunya untuk masuk ke dapur rekaman. 79 “Terima kasih.” Ia yakin, pertemuannya dengan pemilik studio itu bukan sebuah kebetulan. Ananda hanya tersenyum simpul. Yogyakarta, 2010:180.

2.1.6 Yahya

Yahya adalah tokoh tambahan protagonis. Yahya Tanadi adalah nama lengkapnya. Dia keturunan Tionghoa dari Pontianak. Dia kutu buku. Yahya adalah mahasiswa kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yahya dibesarkan oleh ibunya, bernama Sanie. Ibunya keturunan Cina beragama Buddha dan membuka toko. Kakeknya orang yang cukup kaya di Pontianak. Dari dulu, Sanie pekerja keras walaupun cerewet. Yahya tidak pernah tahu siapa ayahnya karena ibunya tidak pernah menceritakan sedikitpun tentang ayahnya. 76 Sejauh yang diingatnya, ibunya selalu hidup sendiri. Ayahnya … entahlah. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada ayahnya. Mungkin laki- laki itu meninggalkan mereka. Yogyakarta, 2010:46. Keluarga Yahya cukup berada. Namun sekalipun Yahya anak orang kaya, dia tidak bisa menikmati fasilitas dari ibunya. 77 Rumah mereka yang di lantai dua pun sudah beberapa kali direnovasi. Kakek ibunya adalah pemilik beberapa lahan di Pontianak, dan ibunya adalah cucu satu-satunya. Mobil mereka pun mobil baru dengan sopir yang hanya digunakan oleh ibunya kalau ia perlu pergi. Ia tidak akan mengizinkan Yahya pulang dan pergi sekolah diantar. Yogyakarta, 2010:210. 44 Yahya dan ibunya tidak terlalu dekat. Pada saat Yahya diterima di UGM, salah satu universitas negeri yang terkenal hampir di seluruh Indonesia, ibunya