BLUE, maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi, yaitu:
1. Tidak boleh ada multikoloniaritas.
2. Tidak boleh ada heteroskedastisitas.
3. Tidak boleh ada autokorelasi.
Apabila salah satu dari tiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE sehingga
pengambilan keputusan melalui uji t menjadi bias Gujarati, 1995: 153.
4.2.4.1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat diketahui dengan melakukan uji Variance Inflating Factor VIF. Uji VIF merupakan salah satu metode pengujian
yang mudah digunakan dalam menganalisis data apakah terjadi multikolinearitas atau tidak. Deteksi adanya Multikolinearitas yaitu
dengan melihat besarnya VIF Variance Inflation Factor, jika VIF melebihi angka 10, maka variabel tersebut mengindikasikan adanya
multikolinearitas.
Tabel 4.16 : Hasil Uji Multikolinearitas
Collinearity statistics Tolerance
VIF X1
X2 X3
X4 0,558
0,581 0,420
0,704 1.794
1.720 2.380
1.421
Sumber : Lampiran 8
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan hasil perhitungan Lampiran , diperoleh hasil bahwa nilai VIF untuk variabel tingkat pelatihan X1 adalah sebasar 1.794,
variabel tingkat pensdidikan X2 sebesar 1.720, variabel tingkat pemahaman X3 sebesar 2.380, dan variabel ninvestasi di bidang
teknologi X4 sebesar 1.421, atau dapat dilihat bahwa nilai VIF seluruh variabel bebas berkisar diangka 1, artinya seluruh variabel bebas pada
penelitian ini tidak ada gejala multikolinier.
4.2.4.2. Uji Heteroskedastistas
Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam suatu model linear terdapat perbedaan variance dari residual suatu
pengamatan ke
pengamatan yang
lain. Terjadinya
gejala hetdroskedastisitas dapat dilihat dari ketidaksamaan diantara varians
residual dari masing masing variabel bebas. Untuk mendeteksi adanya gejala heterokedastik dilakukan dengan 2 cara yakni menggunakan uji
rank spearman dan menggunakan grafik scatter plot. Menurut Gujarati 1995: 177, mendeteksi adanya heteroskedastisitas
adalah jika nilai probabilitas 0.05 berarti bebas dari heteroskedastisitas dan sebaliknya jika nilai probabilitas 0.05 berarti terkena
heteroskedastisitas.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.17 : Hasil Uji Heteroskedastistas
Correlations
Unstandardized Residual
Spearmans rho X1
Correlation Coefficient -.147
Sig. 2-tailed .686
N 10
X2 Correlation Coefficient
.049 Sig. 2-tailed
.893 N
10 X3
Correlation Coefficient -.200
Sig. 2-tailed .579
N 10
X4 Correlation Coefficient
-.073 Sig. 2-tailed
.840 N
10
Sumber : Lampiran 8 Tabel di atas menunjukkan bahwa signifikansi dari masing-masing
variabel bebas yaitu diatas 5, yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel pelayanan dan fasilitas.
Cara kedua untuk menguji heteroskedastisitas adalah dengan uji scatter plot dimana grafik scatter plot dibuat dengan memasukan variabel
terikat zpred dibagian sumbu x dan residual dari masing masing variabel terikat sresid dibagian sumbu y. Apabila penyebaran data
terlihat acak dan tidak membentuk pola khusus maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastik dalam variabel bebas yang akan
diteliti. Sebaliknya apabila ketika melakukan uji scatter plot terjadi pola
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
data yang mengumpul dan membentuk suatu pola khusus maka dapat dikatakan data tersebut mengalami gejala heterokedastik.
Gambar 5 : Grafik Scatter Plot
Sumber : Lampiran 8 Terlihat pada grafik di atas bahwa data dari variabel bebas yang
diteliti menyebar terpencar secara acak tersebar diantara 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola khusus. Maka dapat dikatakan tidak ada
gejala heterokedastik dalam variabel bebas.
4.2.5. Uji Regresi Linier Berganda