Pengertian Komunikasi Peranan komunikasi dalam membangun keharmonisan hidup keluarga katolik.

16

B. Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari si pemberi pesan kepada penerima pesan. Agar proses itu tercapai maka harus ada unsur- unsur yang terpenuhi. Franz Josef Eilers 2001 dalam bukunya yang berjudul “Berkomunkasi dalam Masyarakat” memaparkan agar komunikasi bisa berjalan, maka komunikasi harus memiliki unsur-unsur pokok-pokok berikut ini: 1. Pengirim, yaitu orang yang menciptakan tindakan komunikatif. Pengirim memberikan sebuah pesan dan dengan itu menimbulkan reaksi. 2. Penerima, yaitu orang yang menerima pesan atau rangsangan yang diberi oleh pengirim pesan, komunikator. 3. Pesan, berada antara pengirim dan penerima sebagai isi yang telah dirumuskan untuk ditransmisikan. 4. Saluran, media yang dipakai untuk mengirimkan pesan. Saluran ini bisa sederhana seperti suara manusia atau alat-alat teknis. 5. Pengiriman encoding, diperlukan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk tanda untuk ditukarkan dan dimengerti oleh penerima yang dalam penerima encoding , dapat membaca yang ditransmisikan itu. Setiap pengiriman membutuhkan penerimaan sehingga komunikasi berhasil. 6. Konteks atau latar belakang penerima merupakan unsur lanjutan untuk menentukan bentuk pesan, penyeleksian media, dan untuk menentukan pengiriman dan penerimaan. Konteks dapat dimengerti secara umum ataupun dalam hubungannya dengan elemen individual dalam proses komunikasi. 17 7. Umpan balik feedback, adalah reakasi dari penerima yang mungkin telah merangsang reaksi lain lagi pada si pengirim. Umpan balik ini menunjukkan kepada si pengirim tentang entah pesannya diterima dan bagaimana pesannya itu diterima oleh penerima. Umpan balik bisa menguatkan, atau membentuk komunikasi selanjutnya.

C. Peranan Media dalam Komunikasi

Pada awalnya komunikasi terjadi secara verbal atau lisan. Sampai sekarang budaya komunikasi lisan ini tetap relevan bahkan memiliki kekuatan tersendiri dalam menyampaikan pesan. Dalam budaya lisan, seluruh tubuh berperan dalam tindak komunikasi. Mulut mengeluarkan suara yang diwarnai emosi tertentu dan tidak jarang juga mengeluarkan ludah. Wajah dan tangan ikut “berbicara” untuk menekankan apa yang mau dikatakannya. Tidak ketinggalan bau keringat yang keluar dari badan. Retorika sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dan mengungkapkan persoalan melalui bahasa lisan menjadi amat penting, terutama untuk mempengaruhi massa Iswarahadi, 2003:10. Budaya komunikasi mengalami perkembangan berkat ditemukannya teknik tulis-menulis. Kemudian, budaya tulis ini berkembang lagi dengan ditemukannya teknik cetak-mencetak oleh Gutenberg pada tahun 1440 Adisusanto Ernestine, 2001:4. Dengan perkembangan mesin cetak, kebudayaan lisan digeser oleh kebudayaan tulisan. Berbeda dengan komunikasi lisan yang selalu unik dan melibatkan seluruh diri orang yang bersangkutan, komunikasi melalui naskah cetakan menyembunyikan banyak kenyataan dan 18 hanya menonjolkan isi pemikiran yang rasional Iswarahadi, 2003:10. Meskipun demikian komunikasi melalui tulisan ini berpengaruh besar bagi kebudayaan kehidupan manusia pada waktu itu. Salah satu pengaruh besar dari perkembangan teknik cetak-mencetak tersebut adalah bagi pewartaan iman. Pada abad ke-16 Martin Luther dan Petrus Kanisius menggunakan penemuan baru ini untuk menyebarkan buku-buku pengajaran iman, antara lain Martin Luther mencetak Kitab Suci dalam bahasa daerah dan Petrus Kanisus menggunakannya untuk menerbitkan katekismus, yang tersebar sampai sekarang. Berkat media cetak tersebut penyampaian pesan berupa pengajaran iman pada waktu itu menjadi lebih cepat, mudah, dan praktis terutama dalam menjangkau umat yang tersebar di berbagai pelosok daerah Adisusanto Ernestine, 2001:4. Budaya komunikasi melalui penggunaan sarana-sarana modern seperti radio dan televisi, merupakan perkembangan lebih lanjut dari kemajuan mesin cetak. sarana komunikasi modern ini mampu memproduksi dan menyebarkan gagasan dan pemikiran orang yang sama secara massal, sehingga dalam waktu yang singkat hal yang sama itu dapat dibaca, didengar, dan diketahui secara luas. Melalui penggunaan sarana modern untuk berkomunikasi, orang tidak hanya menyentuh dan menyapa seseorang melainkan banyak orang sekaligus dalam waktu yang sama. Sayangnya, dengan media tersebut berkomunikasi menjadi kehilangan unsur pribadinya, sebab orang tidak lagi berjumpa dengan orang “engkau” tetapi dengan “massa” atau “fans” yang banyak, sementara narasumber sendiri menjadi semacam idola atau abstraksi asing yang tidak bisa langsung disentuh. Pola perjumpaan semacam ini tentu saja menimbulkan persoalan baru