LATAR BELAKANG MASALAH Peranan komunikasi dalam membangun keharmonisan hidup keluarga katolik.

3 Pengalaman penulis sendiri di rumah ketika berkumpul dengan orangtua komunikasi sering berakhir dengan pertengkaran hanya karena kesalahan dalam menanggapi. Karena kedua orangtua adalah guru mereka memiliki harapan agar anak-anaknya dapat studi dengan lancar dan mendapat prestasi. Dalam perbincangan dengan orangtua, mereka selalu menasihati agar penulis segera menyelesaikan studi, namun dalam nasihat tersebut tidak jarang orangtua juga membanding-bandingkan dengan kesuksesan orang lain. Tentunya orangtua bermaksud baik agar penulis semakin bersemangat dan terdorong untuk menyelesaikan studi, tetapi di sisi lain penulis juga merasa kurang nyaman apabila dibanding-bandingkan dengan orang lain karena kemampuan setiap orang tidaklah sama, selain itu tantangan-tantangan yang dihadapi selama studi juga berbeda antara orang satu dengan yang lainnya. Merasa tidak nyaman dibanding- bandingkan penulis kadang protes dengan mengemukakan berbagai alasan, namun protes tersebut justru malah membuat orangtua semakin marah, dan akhirnya pembicaraan berakhir tidak baik yang berujung marah atau saling mendiamkan. Dari pengalaman tersebut tampak bahwa cara berkomunikasi juga mempengaruhi hubungan dalam keluarga. Perlu cara berkomunikasi yang baik dan tepat agar segala persoalan ataupun apa yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masing-masing anggota keluarga. Fenomena lain dalam berkomunikasi dalam keluarga adalah komunikasi melalui alat komunikasi khususnya handphone yang dianggap sudah merupakan cara komunikasi yang baik karena cepat dan praktis. Handphone bukanlah 4 menjadi barang yang mewah di zaman ini. Hampir setiap orang memiliki handphone bahkan hampir setiap anggota keluarga dari anak yang terkecil sampai anak yang terbesar, ibu dan ayah memiliki handphone. Keberadaan handphone ini di satu sisi memang membantu dalam berkomunikasi, tetapi tanpa disadari handphone menjadikan pertemuan antar anggota keluarga menjadi berkurang bahkan tergantikan. Tidak jarang pasangan suami istri menyelesaikan masalah hanya dengan SMS dan telepon, padahal dengan SMS belum tentu SMS itu akan di balas, atau bisa saja ketika ditelepon karena sudah merasa tidak nyaman dengan pembicaraan tiba-tiba telepon itu diputus. Suatu contoh konkret bahwa media komunikasi menjadi cara yang kurang tepat untuk menyelesaikan konflik adalah pada tahun 2012 pernah terjadi suatu kasus di mana seorang bupati Garut menceraikan istri sirinya hanya lewat SMS setelah empat hari pernikahan Kompas.com . Selain itu banyak juga kasus-kasus di mana orang berselisih dan beradu argumen melalui jejaring sosial di internet, seperti kasus Prita yang mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan sebuah Rumah Sakit dan berujung di pengadilan Kompas . Tidak hanya itu ada juga orangtua dan anak berperang status di facebook atau twitter. Dari fenomena-fenomena tersebut tampak bahwa media komunikasi tidak selalu membantu anggota keluarga dalam menyelesaikan masalah. Media komunikasi membuat orang semakin berani mengungkapkan isi hatinya karena tidak memandang dan mengetahui perasaan orang lain yang sedang diajak berkomunikasi tersebut. 5 Sikap dan karakter yang dimiliki oleh masing-masing pribadi sering kali menjadikan komunikasi yang baik sulit terjadi. Anak seringkali merasa segan untuk bercerita segala hal yang terjadi pada dirinya kepada orangtua karena takut dimarahi ayah atau takut ibu akan memberi nasihat yang berkepanjangan. Suami atau istri juga seringkali merasa takut untuk mengungkapkan keinginan masing- masing karena takut menyinggung perasaan. Ketakutan terhadap orang yang diajak komunikasi menjadikan komunikasi kurang terbuka yang mengakibatkan seringkali terjadi kesalah pahaman atau bahkan kekerasan. Buku-buku yang membahas tentang keluarga secara tidak langsung merujuk pada pemahaman keluarga harmonis itu sendiri. Kitab Suci Perjanjian Lama yaitu dalam Amsal 31 memberi gambaran bahwa keluarga harmonis adalah situasi di mana anggota keluarga mampu membangun kerjasama demi kebahagiaan bersama seperti seorang istri yang mampu membahagiakan suaminya, dicintai oleh suami dan anak-anak, mampu bekerja keras, bersedia membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan takut akan Allah. Maka dengan demikian keharmonisan keluarga adalah terwujudnya cinta suami- istri yang tidak hanya menyangkut kemesraan dan hubungan seksual, melainkan juga menyangkut kebersamaan hidup sehari-hari Purwo Hadiwardoyo, 1988:21. Keharmonisan keluarga dalam Kitab Hukum Kanonik kan. 1055 tampak dari tujuan perkawinan yaitu untuk kesejahteraan suami istri, prokreasi, dan pendidikan anak Rubiyatmoko, 2011:19. Dari kanon ini tampak suatu gambaran bahwa keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu mencapai tujuan 6 dari perkawinan yaitu di mana pasangan suami-istri mampu mengungkapkan cintanya, kemudian cinta itu disempurnakan dengan kehadiran buah hati dan mendidiknya menjadi generasi yang baik Gilarso, 1996:11. Dengan kata lain, kebahagiaan keluarga sangat tergantung kepada kebersamaan yang serasi antara semua anggota keluarga, yaitu pasangan suami-istri, dan semua anak-anak Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia, 1981:21. Secara sederhana keluarga harmonis dapat dimengerti sebagai situasi di mana semua anggota keluarga saling menghargai dan mensyukuri serta terciptanya kasih sayang satu sama lain Keluarga Sakina. Keluarga merupakan tempat pendidikan utama terutama dalam membangun kemampuan berkomunikasi. Proses komunikasi dalam keluarga menjadikan seseorang tahu siapa namanya dan siapa dirinya. Kepribadian seseorang terbentuk tidak dengan sendirinya tapi juga melalui proses komunikasi yang terjadi terus-menerus dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita Deddy Mulyana, 2001:7. Dengan berkomunikasi seseorang berusaha untuk mempertahankan hidupnya serta mengembangkan pribadinya, jadi bila sebuah keluarga dapat menggunakan komunikasi yang baik dalam keluarga, keluarga tersebut telah mampu mempengaruhi seseorang atau pribadi yang ada di dalam keluarga. Dengan pengaruh baik yang diperoleh berdasar dari komunikasi yang baik itu dibawa keluar maka akan membawa dampak yang baik untuk lingkungan maupun 7 masyarakat. Diharapkan dengan membangun keluarga berdasarkan komunikasi yang baik maka akan terwujud keluarga yang harmonis sehingga mampu menjadi teladan bagi keluarga yang lain juga masyarakat luas. Rumah tangga Kristen harus menjadi suatu pelajaran teladan, yang menggambarkan keindahan asas-asas kehidupan yang benar Ellen G, 1969: 16. Seperti halnya dengan komunikasi yang baik, komunikasi yang buruk pun akan mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam sebuah keluarga. Jika dalam sebuah keluarga terjadi komunikasi yang buruk maka bisa dipastikan sebuah keluarga akan menemukan banyak masalah terutama dalam kaitannya membangun sebuah rumah tangga yang harmonis. Komunikasi yang buruk biasanya terjadi karena pengaruh situasi, juga emosi seseorang. Oleh karena itu untuk menghadirkan komunikasi yang baik semua pihak harus saling mendukung, menghargai, dan menghormati satu sama lain dalam keadaan apa pun. Salah paham dalam berkomunikasi itu kerap terjadi di dalam keluarga terutama seperti yang penulis alami sendiri bersama orangtua dan adik-adik di rumah. Terkadang seseorang berpikir apa yang akan diungkapkan akan sama seperti apa yang dipikirkan orang lain, ada pula yang merasa pendapatnya yang lebih benar dari pada orang lain, dan lebih ingin didengarkan dari pada mendengarkan. Dalam situasi seperti itu tidak terdapat komunikasi yang baik, terdapat lebih banyak konflik. Padahal apa yang dipikirkan sesorang tidak selalu sama dengan orang lain, di sini dibutuhkan kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain. Perlu dimengerti bahwa setiap ungkapan memiliki banyak 8 makna berbeda. Salah paham dalam komunikasi mudah dan sering terjadi sebab kita beranggapan bahwa semua orang melihat obyek atau kejadian dari sudut pandang yang sama Supratiknya, 1995:46. Keluarga seharusnya memahami tujuannya mendirikan sebuah keluarga. Keluarga bukan tempat untuk saling menyakiti namun tempat untuk menemukan cinta, dengan demikian keluarga mampu menjadi teladan dan cermin bagi keluarga yang lain. Tujuan utama dalam keluarga ialah menegakan, mempertahankan dan mengembangkan kerumahtanggaan, memberi kebahagiaan dan kesejahteraan rohani-jasmani untuk setiap anggota keluarga Team Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1986:107. Keluarga yang baik adalah mampu menjalankan komunikasi yang baik di dalam keluarga. Dengan komunikasi yang baik maka akan terwujud keluarga yang harmonis. Keluarga harmonis ialah keluarga yang satu kata dan satu tujuan sehingga menghasilkan keadaan yang rukun, damai dan sejahtera. Tentunya bukanlah perkara yang mudah untuk mewujudkan keluarga harmonis; dilihat dari latar berlakang setiap pribadi yang ada di dalam keluarga tidaklah mudah untuk satu kata dan satu tujuan karena setiap pribadi tentulah berbeda. Karena itulah komunikasi sangat dibutuhkan. Dari lingkungan keluargalah seseorang belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan lalu masyarakat luas, dan melalui keluarga seseorang belajar untuk menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi, belajar untuk saling menghormati, saling memberi perhatian. Seharusnya perbedaan latar belakang ekonomi, 9 pendidikan maupun usia, dan kebiasaan antar anggota di dalam sebuah keluarga tidaklah menjadi penghambat proses komunikasi yang baik. Komunikasi seharusnya dilakukan secara terus menerus Eilers, 1994:16. Gambaran keluarga yang harmonis dalam keluarga Katolik tampak dari hakekat perkawinan Katolik bahwa perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir- batin yang mencakup seluruh hidup Gilarso, 1996:9. Persekutuan hidup itu dapat terwujud apabila adanya cinta kasih di antara pria dan wanita. Cinta kasih merupakan panggilan yang asasi dan ada sejak lahir pada setiap manusia karena Allah menciptakan manusia dengan cinta kasih menurut citra-Nya. Allah menciptakan pria dan wanita dengan memberikan kemampuan dan tanggungjawab untuk mengasihi dan bersatu agar mereka dapat melangsungkan kehidupannya Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang, 1994:27. Unsur pokok di dalam cinta-perkawinan adalah kesetiaan akan partnernya dalam segala situasi, dan bertanggungjawab dalam untung dan malang. Dengan seluruh hidup yang dimaksud ialah cinta yang menyeluruh tidak hanya pada bagian fisik tertentu, melainkan cinta pada manusianya seutuhnya dengan segala sifat yang ada padanya, entah itu baik, entah itu buruk Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1981:16. Cinta dan kesetiaan dalam perkawinan dapat terjaga salah satunya dengan membangun komunikasi yang baik di antara suami dan istri. Hal ini dipaparkan 10 oleh Tim Publikasi Pastoral Redemptoris dalam buku “Menjadi Keluarga Katolik Sejati” bahwa komunikasi merupakan inti perkawinan karena memberikan sebuah pengalaman dan kesatuan. Kesatuan tersebut membuat pasangan suami-istri semakin dekat satu sama lain. Komunikasi merupakan tindakan kasih yang menciptakan kasih yang semakin mendalam Tim Publikasi Pastoral Redemptoris, 2001:27. Keprihatinan penulis terarah pada peranan komunikasi bagi terwujudnya keluarga yang harmonis khususnya keluarga Katolik. Penulis ingin menggali secara teoritis bagaimana komunikasi yang terjadi dalam keluarga Katolik apakah mewujudkan keharmonisan. Oleh karena itu penulis mengangkat skripsi dengan judul: “PERANAN KOMUNIKASI DALAM MEMBANGUN KEHARMONISAN HIDUP KELUARGA KATOLIK”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Beradasarkan latar belakang di atas, ditemukan beberapa persoalan sebagai berikut: 1. Bagaimana komunikasi yang baik? 2. Bagaimana membangun keluarga Katolik yang harmonis? 3. Apa peranan komunikasi dalam membangun keluarga Katolik yang harmonis? 4. Apa dampak dari komunikasi yang buruk? 5. Bagaimana komunikasi yang terjadi dalam keluarga? 6. Bagaimana sebuah keluarga mencapai komunikasi yang baik? 11 7. Apakah teknologi komunikasi membantu proses komunikasi? 8. Apa sebenarnya tujuan membangun keluarga?

C. PEMBATASAN MASALAH

Mengingat keterbatasan penulis dan luasnya permasalahan yang ada, maka skripsi ini membatasi bahasannya pada komunikasi dan keharmonisan keluarga Katolik.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumusakan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah arti komunikasi dalam keluarga Katolik? 2. Apakah arti keluarga yang harmonis secara Katolik? 3. Bagaimana peranan komunikasi dalam membangun keharmonisan keluarga Katolik?

E. TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini: 1. Menggali dan mendeskrisipsikan arti komunikasi dalam keluarga Katolik 2. Mendeskripsikan keluarga harmonis secara Katolik 3. Mendeskripsikan peranan komunikasi dalam menciptakan keharmonisan 12

F. MANFAAT PENULISAN

Dari penulisan ini maka diharapkan manfaat yang didapatkan sebagai berikut: 1. Memberi sumbangan pemikiran bagi keluarga pada umumnya dan keluarga katolik akan pentingnya komunikasi yang baik di dalam keluarga 2. Membantu sebuah keluarga dalam membangun komunikasi yang baik sehingga terwujud hidup keluarga yang harmonis 3. Sebagai sumber inspirasi dan motivasi bagi setiap keluarga katolik supaya giat melakukan komunikasi yang baik.

G. METODE PENULISAN

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yakni metode yang digunakan untuk memecahkan persoalan dengan menguraikan dan mencari struktur gagasan yang ada didasarkan pada sumber kepustakaan.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Supaya skripsi ini dapat dipahami secara keseluruhan maka pada bagian ini memberikan gambaran singkat tentang keseluruhan isi sebagai berikut: Bab I : Merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.