Terlebih lagi dengan pembentukan kelurahan, maka kesatuanmasyarakat “Desa” ini hanya berstatus wilayah administrative yangditempatkan sebagai kepanjangan
tangan pemerintah pusat pelaksana asasdekonsentrasi.
3. Sejarah Otonomi Desa
Pasang surut keadaan Pemerintahan Desa sekarang ini adalah sebagai akibat pewarisan undang-undang lama yang pernah ada, yang mengatur
Pemerintahan Desa sejak penjajahan Belanda, yaitu Inlandsche Gemeente Ordonnantie atau IGO Stbl No. 831906 yang berlaku untuk Jawa dan Madura
dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten atau IGOB Stbl No.
4901938 jo Stbl No. 6811938 yang berlaku untuk luar Jawa dan Madura.
Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Hermawan WarnerMuntinge, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan
kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jendral Inggris yangberkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporanya tertanggal
14Juli 1817 kepada pemerintahanya disebutkan tentang adanya Desa-desa didaerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan dikemudian hari ditemukan
jugadesa-desa di kepulauan luar jawa yang kurang lebih sama dengan desa yangada dijawa.
6
Keberadaan otonomi desa secara tidak langsung erat kaitannya dengankeberadaan pemerintahan desa.Karena selama ini otonomi desa juga
mengaturketentuan tentang keberadaan pemerintah desa yang pasa saat ini terdiri
6
.Sadu Wasistiono, M..Irawan tahir, Prospek Pengembangan Desa;Bandung: Fokus Media, 2007. hal 7
dariunsur perangkat desa dan badan permusyawaratan desa.
7
Perkembangan pemerintahan desa di Indonesia pada perkembangannyabanyak mengalami perubahan di tiap periodenya. Hal ini terkait
dengan pasangsurut pergeserannya dari sistem penjajahan ke pola sentralisasi dankedesentralisasi. Sejarah perkembangan pemerintahan desa secara legal
formaldiawali dari: Selain itu,keberadaan
otonomi desa juga terkait dengan peraturan perundang-undanganyang mengatur tentang pemerintahan desa yang di Indonesia sudah lahir sejakkeberadaannya di
era pemerintahan Hindia Belanda Penjajahan sampaiterbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang PemerintahanDaerah.
a. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
Ketentuan yang mengatur khusus tentang Desa pertama kali terdapatdalam Regeringsregelement RR tahun 1854 yaitu Pasal 71 yang mengaturtentang
Kepala Desa dan Pemerintahan Desa, sebagai pelaksana dariketentuan tersebut, kemudian Pemerintah Kolonial mengeluarkan peraturanInlandse Gemeente
Ordonantie IGO pada tahun 1906, yaitu peraturan dasarmengenahi Desa khusus di Jawa dan Madura33. IGO pada dasarnya tidakmembentuk Desa, melainkan
hanya memberikan landasan sebagai bentukpengakuan adanya Desa sebelumnya. Warisan Undang-Undang lama yang pernah ada yang mengatur
tentangdesa, yaitu Inlandsche Gementee Ordonantie Stbl. 1906 Nomor 83 yangberlaku untuk Jawa dan Madura dan Inlandsche Gementee
OrdonantieBuitengewesten Stbl. 1983 Nomor 490 jo Stbl. 1938 Nomor 681
7
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 200 ayat 1
yang berlakudi luar Jawa dan Madura. Pengaturan dalam kedua Undang-Undang ini tidakmengatur pemerintahan desa secara seragam dan kurang
memberikandorongan kepada masyarakatnya untuk tumbuh kearah kemajuan yang dinamis.Akibatnya desa dan pemerintahan desa yang ada sekarang ini
bentuk dancoraknya masih beraneka ragam, masing-masing daerah memiliki ciri- cirinyasendiri, yang kadang-kadang merupakan hambatan untuk pembinaan
danpengendalian yang intensif guna peningkatan taraf hidup masyarakatnya.Sedangkan disebutkan juga bahwa :“Sebagai peraturan desa
pranata tentang Pemerintahan Desa IGOS83 Tahun 1906 yang berlaku untuk pulau Jawa dan Madura dan IGOBS1938 untuk daerah diluar Jawa dan Madura
merupakan landasan pokokbagi ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi, rumah tangga dantugas kewajiban, kekuasaan dan wewenang Pemerintah Desa,
KepalaDesa dan Anggota Pamong Desa.”
8
8
Sumber Saparin, Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, hal 31.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa ada dua ketentuan dasar yangmengatur Pemerintahan Desa IGO untuk Jawa dan
Madura, IGOB untuk luarJawa dan Madura.Pasal 1 Inlandsche Gementee Ordonantie IGO tahun 1906Staatblad Nomor 83 menyatakan “Penguasaan Desa
dijalankan oleh KepalaDesa dibantu beberapa orang yang ditunjuk olehnya, mereka bersama-samamenjadi Pemerintah Desa”. Ketentuan tersebut adalah yang
berlaku pertamakali di Negara kita yang pada waktu itu dibawah kekuasaan PemerintahanKolonial Belanda menyangkut Kelembagaan Pemerintahan desa,
Kepala Desadipilih langsung oleh masyarakat yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuanBupati.
IGO manetapkan bahwa Kepala Desa dibantu beberapaorang yang ditunjuk olehnya. Pengertian ditunjuk olehnya dijelaskan pada Pasal2 ayat 2
IGO Staatblad Nomor 83 yang mengatur “Tentangmengangkatmelepas anggota Pemerintah Desa, kecuali Kepala Desadiserahkan kepada adat-istiadat kebiasaan
pada tempat itu”. Jadi pada masa ituotonomi desa telah diatur secara konteks yuridis dan ini merupakan periodeawal pemberian kewenangan kepada desa untuk
berkembang sesuai dengankemampuan dan adat-istiadat yang berlaku ditingkat lokal.Demikianlah secara institusionalkelembagaan Pemerintah Desa terdiridari
Kepala Desa dan beberapa orang yang ditunjuk oleh adat kebiasaan.Pendapat lain menyebutkan, yaitu:“Meskipun Pasal 1 kelihatannya kabur mengenai siapa yang
menjadiPemerintah Desa, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa PemerintahDesa bersifat 1 satu orang eenhofding bestuur”.
9
Disamping itu pengaturan tentang Pemerintah Desa kemudian oleh PemerintahBelanda diterbitkan Inlandsche Gementee Ordonantie Buitengewesten
IGOBtahun 1938 yang berlaku diluar pulau Jawa dan Madura. Sumber lainmenyebutkan bahwa:“Ketentuan-ketentuan yang berlaku di desa-desa diluar
pulau Jawa danMadura ialah IGOB pada hakekatnya tidak berbeda dengan peraturanperaturanyang dicakup dalam IGO yang berlaku di pulau Jawa
danMadura.”
10
Tetapi secara garis besar, Saparin menyebutkan bahwa :
9
Bayu Surianingrat, Pemerintahan dan Administrasi Desa, Bandung: Ghalia Yayasan Beringin KORPRI unit Depdagri ,2011, hal :98
10
Sumber Saparin, Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Jakarta Ghalia Indonesia, 1986, hal : 35
a Adanya ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah Desa untuk setiapakhir
triwulan membuat anggaran dan belanja. Dalam IGO hal ini tidakdijumpai. b
Ketentuan mengenai kerja bakti bagi warga desa, untuk kepentinganumum. Di dalam IGOB warga desa ganti rugi, misalnya
membayarsejumlah uang yang disetor ke kas desa; c
Mengenai masalah tanah bengkok, didalam IGOB tidak dijumpaikarena diluar Jawa dan Madura, tersedia banyak tanah bila setiaporang mau
berusaha. b.
Masa Pendudukan Militer Jepang Pengalaman penyelenggaraan pemerintahan desa di Indonesia
sedikitmengalami perubahan setelah adanya pendudukan Militer Jepang. Mengutipdari tulisan Bayu bahwa pada masa Pemerintahan Militer Jepang ini
telahditetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 Pasal 2 sebagai berikut:“Pembesar Tentara Dai Nippon memegang kekuatan pemerintahan
militeryang tertinggi dan juga segala kekuasaan yang dahulu ada di tanganGubernur Jenderal. Selanjutnya Pasal 3 berbunyi semua badan-
badanpemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan Undang-Undang daripemerintah terdahulu, tetap diakui sah buat sementara waktu, asal sajatidak
bertentangan dengan aturan pemerintahan militer.”
11
Dengan demikian ternyata pendudukan militer Jepang tidak mengubahsecara mendalam ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan
pemerintahansepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan militer.Satu-
11
Bayu Surianingrat, Op.cit., hal 99
satunya peraturan mengenahi desa yang dikeluarkan olehPenguasa Militer Jepang adalah Osamu Seirei No. 7 Tahun 2604 1944.Peraturan ini hanya mengatur dan
merubah Pemilihan Kepala Desa Ku-tyooyang menetapkan jabatan Kepala Desa menjadi empat tahun
12
c. Masa Indonesia Merdeka
Pemberlakuan peraturan perundang-undangan tentang PemerintahanDesa esensinya tidak mengalami perubahan sejak jaman Kolonial Belanda,pendudukan
militer Jepang dan masa Indonesia Merdeka sebelum tahun 1979.pandangan ini didasarkan pada fakta-fakta sejarah sebagai berikut:
1 IGO dan IGOB berlaku efektif 1906-1942;
2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 dan Osamu Seirei 1942-1945,
secara substantif tetap memberlakukan IGOIGOB; 3
1945-Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Dalam kurun waktu yang relative panjang, IGOIGOB secara tidak resmi
tetapdipakai sebagai rujukan dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa sampaiterbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.Melihat kenyataan itu
terkesanbahwa Pemerintah Republik Indonesia seperti tidak mampu membuat peraturanPemerintah Desa sendiri.Barangkali didorong kebutuhan dan
gunamenghasilkan kesan tidak mampu, pemerintah kemudian berhasil menyusunPerundang-undangan Pemerintah desa dengan lahirnya Undang-
UndangNomor 19 Tahun 1965 Tentang Desa Praja. Undang-Undang ini di undangkanpada tanggal 1 September 1965 karena tengah terjadi peristiwa
12
Sadu Wasistiono., M..Irawan tahir, Op. cit., hal 19
G30SPKIsecara praktis Undang-Undang ini belum sempat diberlakukan, TAP MPRS No.XXIMPRS1966, tanggal 5 Juli 1966 menunda berlakunya Undang-
UndangNomor 19 Tahun 1965.kemudian dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun1969, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku
lagi.Demikianlah setelah terjadinya peristiwa G30SPKI tahun 1965 secaratidak resmi IGOIGOB tetap digunakan sepanjang tidak bertentangan
dengankepentingan umum dan UUD 1945. kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 5Tahun 1979 yang merupakan berkah tersendiri bagi masyarakat
Indonesia yangsudah merdeka selama 33 tahun. Harapan itu terwujud dengan ditetapkannyaUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa,
menurutUndang-undang ini adalah:“Desa diartikan satu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduksebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya
kesatuanmasyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendahdibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiridalam ikatan NKRI”.
13
Adapun isi materi Undang-undang ini adalah mengatur desa secara seragam diseluruh wilayah Indonesia mulai penyelenggaraan pemerintahan
desa,administrasi desa, unsur-unsur desa, pembentukan desa, organisasipemerintahan desa, hak dan kewajibannya. Sebagai landasan yang
dipakaidalam penyusunan Undang-Undang ini adalah Pancasila. UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi:“Pemabagian Daerah Indonesia atas daerah besar kecil dengan
bentuksusunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang
13
Phillipus M. Hadjon, dkk, “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction to The Indonesian Administrative Law”, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1994, hal : 122.
denganmamandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistempemerintahan Negara dan hak asal-usul dalam daerah yang
bersifatistimewa.”
14
Dan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat NomorIVMPR1978 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara selanjutnya
disebut GBHN yangmenegaskan bahwa perlu memperkuat pemerintahan desa agar mekin mampumenggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam
pembangunandanmenyelenggarakan administrasi desa yang makin meluas dan efektif. DalamUndang-Undang ini mengakui adanya kesatuan masyarakat
termasukdidalamnya kesatuan masyarakat hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan- kebiasaanyang masih hidup sepanjang masih menunjang
kelangsunganpembangunan dan ketahanan nasional. Oleh karena itu, yang dimaksudpemerintahan desa dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
adalahkegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakanorganisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat. Tetapi
kenyataanyang terjadi selama 30 tigapuluh tahun system pemerintahan yang dipakaiadalah sentralistis sehingga menimbulkan gejolak di tingkat masyarakat
untukmenuntut adanya kekuasaan yang lebih besar kepada desa atau sering
disebutotonomi desa atau penerapan sistem desentralisasi. M.
Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan maksud agar
14
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan memperoleh dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan metode
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian