71
BAB IV KENDALA PEMILIHAN KEPALA DESA KUTAMBARU KECAMATAN
MUNTHE KABUPATEN KARO
D. Gambaran Umum Desa Kutambaru Kecamatan Munthe, Kabupaten
Karo
Kutambarumerupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Munte, Kabupaten Karo, provinsi Sumatera Utara, Indonesia.Desa Kutambaru terletak di
Kecamatan Munthe, Kabupaten Tanah Karo.Desa ini berjarak sekitar 37 km dari Kabanjahe.Dari desa ini juga tampak pemandangan Gunung Sinabung, satu dari
dua gunung di Tanah Karo.Desa Kutambaru pada saat ini dihuni sekitar 1000 rumah tangga dan desa ini adalah salah satu desa terbesar di Kecamatan Munthe.
35
Desa ini berbatasan dengan desa Gunung Saribu, Desa Tanjung Beringin, Desa Sarimunthe dan Desa Tiga Siempat.Pada umumnya, menurut kebiasaan
masyarakat suku Karo pada jaman dahulu kala untuk membangun suatu desa dimulai oleh seorang keluarga yang tentunya mempunyai marga merga merantau
ke satu daerah untuk membuka hutan untuk dijadikan ladang baru. Dalam setiap pembukaan ladang baru, biasanya dibangun terlebih dahulu barung atau rumah
darurat untuk dijadikan tempat berteduh. Pada waktu pembukaan ladang tersebut datang seorang keluarga yang ber marga berbeda dari yang pertama yang ingin
membantu pembukaan ladang baru tersebut, dan selanjutnya dikuti lagi oleh
35
http:id.wikipedia.orgwikiKutambaru,_Munte,_Karo, diakses tanggal 28 Juli 2014
seorang yang bermarga lain, yang berarti dalam kelompok yang merintis pembukaan ladang baru tersebut telah terdapat 3 tiga merga yang berbeda.
Pada waktu pembukaan perladangan tersebut telah selesai atau dalam proses perluasan maka meraka sepakat untuk membangun desa sehingga mereka
dan keluarganya tidak perlu lagi pulang balik dari ladang baru tersebut ke desa asalnya yang dahulu kala melewati hutan yang cukup lebat. Tentunya sebelum
tercapai kesepakatan tersebut, mereka ber-tiga berunding runggu untuk menentukan siapa diantara mereka merga yang menjadi Kalimbubu Tua Kesain,
Sukut dan Anak Beru Tua desa tersebut. Pada umumnya, siapa yang lebih dahulu memulai merintis untuk
membuka hutan untuk dijadikan perladangan baru maka merganya secara otomatis yang menjadi Sukut atau dalam bahasa Karo disebut merga simanteki
kuta atau marga yang membangun desa atau juga yang punya desa. Jadi pada waktu penentuan sebagai Kalimbubu Tua dan Anak Beru Tua belum ada
hubungan darah ataupun silsilah karena ada perkawinan antar ke tiga merga tersebut, yang hanya adalah hubungan kekerabatan pada umumnya karena
didasari senasib sepenanggungan. Pembangunan desa baru tidak mutlak harus dilakukan oleh 3 tiga
kelompok marga merga seperti yang dimaksud dengan rakut sitelu, tapi juga dapat dilakukan hanya dengan 2 dua merga yang berbeda, dimana dengan
kesepakatan yang pertama membangun ladang baru maka merganya-lah sebagai simanteki kuta sedangkan yang ke dua adalah sebagai Kalimbubu, dan setelah
berkembang datang merga lain yang datang merantau ke desa tersebut untuk
bergabung dan dijadikanlah sebagai Anak Beru Tua Kesain. Agar Anak Beru-nya tersebut loyal kepada dia dan keluarganya maka diberilah tanah garapan
kepadanya agar dia dan keluarganya betah tinggal di desa tersebut lihat merga silima rakut sitelu tutur siwaluh. Agar hubungan kekerabatan tersebut semakin
kuat dan berakar, anak beru tersebut apabila masih bunjangan atau ada anak laki- klakinya memperistri anak dari merga simanteki kuta atau pemilik desa. Disebut
pemilik desa karena merganya dan kelompoknyalah yang biasanya memiliki ladang dan persawahan yang paling luas dan berlokasi disekitar desa, kalaupun
ada yang lebih jauh dari desa hal ini bisa terjadi karena dilakukan perluasan perladangan persawahan di kemudian hari.
Perlu dijelaskan bahwa penyebutan Kalimbubu Tua maupun Anak Beru Tua Kampung Desa pada awalnya tidak mutlak telah terjalin hubungan darah
atau karena perkawinan, tapi lebih didasarari karena kesepakatan atau penobatan antar yang membuat kesepakatan. Sedangkan merga yang secara turun temurun
atau generasi ke generasi telah memperistri merga tertentu maka telah memenuhi syarat dijadikan sebagai Kalimbubu Tua yang memberi dara anak perempuan
maupun Anak beru Tua yang menerima dara anak perempuan, hanya penyebutan Tua bukan untuk kuta desa kelurahan tapi hanya untuk Kesain
rukun warga dan lebih terendah adalah jabu rukun tangga. Apabila sudah dinobatkan atau disebut Tua baik untuk Kalimbubu Tua maupun Anak Beru
Tua, maka penyebutan tua tersebut akan berlaku mutlak dan seterusnya dan tidak dapat lagi diganti dengan merga lain baik oleh generasi sekarang maupun
generasi-generasi berikutnya.
Desa Kutambaru dibentuk oleh orang-orang yang mencari lahan baru yang berasal dari desa Pengambaten di daerah perbatasan Tanah Karo dan
Simalungun.Pada awal tahun 1900an, para pendatang ini sampai di wilayah ini dan merasa cocok dengan daerah Kutambaru.Pemimpin pengembara ini bermarga
Ginting Munthe dan kemudian menjadi tetua atau disebut Pengulu oleh orang setempat.Kondisi tanah yang sedikit bergelombang dan akses yang terbuka
membuat pengembara merasa cocok untuk membangun pemukiman di daerah ini.Desa ini juga dialiri beberapa aliran sungai dan banyak sumber air lainnya
terdapat di desa ini. Setelah itu para pendatang baru juga datang ke desa ini dari Desa
belinun.Ketika para pendatang yang pertama kali sampai membangun kampung, penduduk desa belinun yang terletak lebih kurang 5 km dari desa kutambaru
bergabung dengan pendatang yang kemudian membentuk desa Kutambaru.Mereka bergabung karena desa Belinun yang terbakar.Letak desa
Belinun yang terisolir membuat masyarakat desa Belinun memilih desa Kutambaru untuk bermukim bukan kembali membangun desa Belinun.
Ginting Manik juga ikut mendirikan desa Kutambaru kec.Munthe sebagai Biak Senina Kuta, dimana di Kutambaru kec.Munthe terdapat beberapa
kesain,Ginting Manik pengulu di Kesain Rumah Jahe,Ginting Munthe pengulu di kesain Rumah Gugung.Karena yang pertama kali datang ke desa ini adalah Marga
Ginting Munthe maka Ginting Munthe menjadi penghulu atau sebutan kepala kampung di Desa Kutambaru.Penghulu sering juga disebut “Pulu” ataupun
“Sibayak Kuta” di daerah masyarakat karo. Orang yang pertama kali datang ke
daerah kosong dan membangun perkampungan akan disebut “Simantek Kuta” atau si pembentuk kampung dan akan dihargai sebagai kepala kampung. Biasanya
jabatan ini bersifat turun-temurun ke anak cucunya. Walaupun pada saat ini Kepala Desa sudah dipilih tapi masih tetap melekat julukan “Penghulu Desa”
kepada keturunan Ginting Muthe karena faktor kebiasaan walaupun hanya sebatan julukan tanpa mempunyai wewenang sebagai kepala desa lagi.
Orang di wilayah ini kemudian mendirikan hunian dan mengelola lahan di sini. Pekerjaan umum di desa ini adalah bertani dan berternak hampir sama seperti
masyarakat di wilayah Tanah Karo lainnya. Sumber air yang mencukupi mampu mengairi area persawahan di daerah Kutambaru.Pada 10 tahun terahir jenis
tanaman baru kemudian mulai ditanam, sehingga daerah Kutambaru tidak hanya menjadi penghasil padi saja.Sekarang mulai terlihat daerah Kutambaru
menghasilkan hasil holtikultura lainnya seperti jeruk, jagung, cengkeh, kopi, cokelat dan tanaman lainnya.Begitu juga dengan peternakan, pada awalnya daerah
ini cuman berternak kambing dan kuda.Hewan ternak seperti sapi dan kerbau jarang ada di diternakkan di daerah ini.Tapi pada saat ini hewan ternak sapi dan
kerbau sudah banyak diternakkan.Sayangnya pada saat ini kuda tidak dapat lagi dijumpai.Kurang juga informasi yang didapat mengapa hewan kuda tidak lagi
diternakkan dan dikembangbiakkan di daerah ini.
E. Kendala dalam Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan