Analisis Hukum Korporasi Terhadap Kasus Lumpur Lapindo

wilayah Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur. Dampak kerusakan tersebut telah mengakibatkan rusaknya lingkungan fisik, lumpuhnya sektor ekonomi pertanian dan industri, kerugian social dan budaya masyarakat, serta penurunan kualitas kehidupan masyarakat terdampak seperti yang selama ini kita lihat. Di Indonesia prinsip pertanggungjawaban korporasi corporate liability tidak diatur dalam hukum pidana umum KUHP, melainkan tersebar dalam hukum pidana khusus. Tidak dikenalnya prinsip pertanggungjawaban korporasi dalam KUHP ini dikarenakan subjek tindak pidana yang dikenal dalam KUHP adalah orang dalam konotasi biologis yang alami natuurlijke persoon. Di samping itu, KUHP juga masih menganut asas sociates delinquere non potest dimana badan hukum dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana. Dengan demikian, pemikiran fiksi tentang sifat badan hukum rechspersoonlijkheid tidak berlaku dalam bidang hukum pidana. 2 Pentingnya pertanggungjawaban pidana korporasi dapat merujuk kepada pendapat Elliot dan Quinn. Pertama, tanpa pertanggungjawaban pidana korporasi, perusahaan-perusahaan bukan mustahil menghindarkan diri dari peraturan pidana dan hanya pegawainya yang dituntut karena telah melakukan tindak pidana yang merupakan kesalahan perusahaan. Kedua, dalam beberapa kasus, demi tujuan prosedural, lebih mudah untuk menuntut perusahaan daripada para pegawainya. Ketiga, dalam hal tindak pidana serius, sebuah perusahaan lebih memiliki kemampuan untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan daripada pegawai 2 Rusmana. Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Perikanan, http:www.solusihukum.comartikelartikel45.php , diakses tanggal 21 Desember 2014 tersebut. Keempat, ancaman tuntutan pidana terhadap perusahaan dapat mendorong para pemegang saham untuk mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan di mana mereka telah menanamkan investasinya. Kelima, apabila sebuah perusahaan telah mengeruk keuntungan dari kegiatan usaha yang ilegal,seharusnya perusahaan itu pula yang memikul sanksi atas tindak pidana yang telah dilakukan bukannya pegawai perusahaan saja. Keenam, pertanggungjawaban korporasi dapat mencegah perusahaan-perusahaan untuk menekan pegawainya, baik secara langsung atau tidak langsung,agar para pegawai itu mengusahakan perolehan laba tidak dari kegiatan usaha yang ilegal. Ketujuh, publisitas yang merugikan dan pengenaan pidana denda terhadap perusahaan itu dapat berfungsi sebagai pencegah bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan ilegal,di mana hal ini tidak mungkin terjadi bila yang dituntut itu adalah pegawainya. 3 Mengenai sifat pertanggungjawaban korporasi badan hukum dalam hukum pidana terdapat beberapa cara atau sistem perumusan yang ditempuh oleh pembuat undang-undang, yaitu: 1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurusnyalah yang bertanggungjawab. Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat pelaku dan penguruslah bertanggungjawab. kepada pengurus dibebankan kewajiban- kewajiban tertentu. Kewajiban yang dibebankan tersebut sebenarnya merupakan kewajiban dari korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban itu diancam dengan pidana. Sehingga dalam sistem ini terdapat 4 Raspati, Lucky. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, http:raspati.blogspot.com 200706pertanggungjawaban-pidana-korporasi.html, dipublikasikan tanggal 29 Juni 2007, Diakses tanggal 21 Desember 2014 suatu alasan yang menghapuskan pidana. Dasar pemikirannya yaitu korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yang melakukan tindak pidana itu, dan karenanya penguruslah yang diancam pidana dan dipidana. 2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab Dalam hal korporasi sebagai pembuat pelaku dan pengurus yang bertanggungjawab, dipandang dilakukan oleh korporasi yaitu apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran dasamya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut. Sifat dari perbuatan yang menjadikan tindak pidana itu adalah onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi bertanggungjawab pidana, terlepas dari apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu. 3. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu sendiri. Ditetapkannya pengurus saja sebagai yang dapat dipidana temyata tidak cukup karena badan hukum menerima keuntungan dan masyarakat sangat menderita kerugian atas tindak terlarang tersebut. 4 4 Alvi Syahrin. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup, Pidatao Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan : USU, 2003, h. 8-9 Menurut Muladi 5 bahwa berkaitan dengan pertanggungjawaban korporasi dan memperhatikan dasar pengalaman pengaturan hukum positif serta pemikiran yang berkembang maupun kecendrungan internasional, maka pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan hendaknya memperhatikan hal-hal : 1. Korporasi mencakup baik badan hukum legal entity maupun non badan hukum seperti organisasi dan sebagainya; 2. Korporasi dapat bersifat privat private juridical entity dan dapat pula bersifat publik public entity; 3. Apabila diidentifikasikan bahwa tindak pidana lingkungan dilakukan dalam bentuk organisasional, maka orang alamiah managers, agents, employess dan korporasi dapat dipidana baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bi- punishment provision; 4. Terdapat kesalahan manajemen dalam korporasi dan terjadi apa yang dinamakan breach of a statutory or regulatory provision; 5. Pertanggungjawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-orang yang bertanggungjawab di dalam badan hukum tersebut berhasil diidentifikasikan, dituntut dan dipidana; Dalam Bab IX Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.231997, telah diatur sanksi pidana penjara dan denda terhadap badan hukum yang melakukan pencemaran. Selanjutnya, pada Pasal 46 UU No.231997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak 5 Muladi. “Prinsip-prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam kaitannya Dengan UU No. 23 Tahun 1997”, Makalah, Seminar Kajian dan Sosialisasi UU No. 23 Tahun 1997, Semarang : Fakultas Hukum UNDIP, 1998 pidana, maka sanksinya dijatuhkan selain terhadap badan hukum, juga terhadap mereka yang memberi perintah atau yang menjadi pemimpin dalam perbuatan tersebut. 6 Mas Achmad Santosa mengatakan, kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 45 dan 46 UU No.231997 merupakan rumusan kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam KUHP Belanda. Jadi korporasi sebagai legal persoon, dapat dipidana berdasarkan UU No.231997. Menurutnya, pertanggungjawaban pidana criminal liability dari pimpinan korporasi factual leader dan pemberi perintah instrumention giver, keduanya dapat dikenakan hukuman secara berbarengan. Hukuman tersebut bukan karena perbuatan fisik atau nyatanya, akan tetapi berdasarkan fungsi yang diembannya di dalam suatu perusahaan. 7 Untuk menentukan siapa-siapa yang bertanggungjawab di antara pengurus suatu badan hukum yang harus memikul beban pertanggungjawaban pidana tersebut, harus ditelusuri segi dokumen AMDAL, Izin lisensi dan pembagian tugas pekerjaan dalam jabatan jabatan yang terdapat pada badan hukum korporasi yang bersangkutan. Penelusurab dan dokumen-dokumen tersebut akan menghasilkan data, informasi dan fakta dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha yang bersangkutan dan sejauhmana pemantauan dan pengendalian yang telah dilakukan terhadap dampak tersebut. Dari dokumen-dokumen tersebut dapat diketahui pula, bagaimana hak dan kewajiban pengurus-pengurus 6 http:hukumonline.comdetail.asp?id=11222cl=Fokus, 2008, Diakses tanggal 21 Desember 2014 7 http:hukumonline.comdetail.asp?id=11222cl=Fokus , 2008, Diakses tanggal 21 Desember 2014 perusahaan tersebut, untuk memantau, mencegah dan mengendalikan dampak negatif kegiatan perusahaan. Sehingga dari penelusuran itu, akan nyata pula apakah pencemaran danatau perusakan lingkungan tersebut terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian. 8 Memperhatikan ketentuan Pasal 6 UUPLH yang menetapkan bahwa kewajiban setiap orang memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Ketentuan Pasal 46 UUPLH, menjadikan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang lingkungan hidup dikenakan kepada badan hukum dan para pengurusnya direktur, para manajer yang bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan hidup perusahaan, bahkan kepada para pemegang saham maupun para komisaris secara bersama-sama, dalam hal kegiatan danatau usaha korporasi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. 9 Korporasi dapat mengurangi resiko tanggung jawab lingkungan dari operasikegiatannya sehari-hari, dengan cara : 1. memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan badan instansi yang melakukan pengawasan lingkungan. Pejabat instansi yang melakukan pengawasan lingkungan bisanya memberikan kesempatan bagi korporasi untuk memperbaiki pelanggaran yang telah dilakukannya. 8 M. Husein Harun. Lingkungan Hidup Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Jakarta: Bumi Aksara,1993, h. 180-181 9 Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup, Pidatao Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan : USU, 2003 h. 17-18 2. melakukan perbaikan sesegera mungkin terhadap perberitahuan pelanggaran yang dilakuakn dan perbaikan tersebut didokumentasikan dengan baik. 3. mencari nasehat hukum sebelum merespon pemeriksaan oleh pejabat instansi yang melakukan pengawasan lingkungan, agar dapat merespon secara tepat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pejabat instansi tersebut. 10 Direktur perusahaan tidak dapat melepaskan dirinya dari pertanggungjawaban pidana dalam hal perusahaan yang dipimpinnya mencemari dan atau merusak lingkungan. Hal ini merupakan konsekuensi dari ketentuan Pasal 97 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan. Dalam melakukan tugas dan kewajibannya direksi harus melakukan kepengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dan wajib dijalankan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab”. 11 Dari ketentuan pasal tersebut jelas terlihat adanya duty of care tugas mempedulikan dari direksi terhadap perusahaan. Dalam hal ini duty of care adalah antara lain : 1. direktur mempunyai kewajiban untuk pengelolaan perusahaan dengan itikad baik good faith dimana direktur tersebut harus melakukan upaya yang terbaik dalam pengelolaan perusahaan sesuai dengan kehati-hatian care sebagaimana orang biasa yang harus berhati-hati; 10 Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup, Pidatao Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan : USU, 2003 h. 17-18 11 Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002, h. 425 2. kewajiban atas standar kehati-hatian ditentukan oleh kewajiban seorang direktur ssuai dengan penyelidikan yang rasional. 12 Kegagalan untuk melaksanakan duty of care tersebut dengan sendirinya merupakan pelanggaran terhadap fiduciary duty tanpa memperhatikan apakah perbuatan tersebut sebenernya menimbulkan kerugian pada pemberi fiducia, oleh karena pemegang kepercayaan diharuskan untuk menerapkan standar perilaku yang lebih tinggi dan dapat diminta pertanggungjawabannya berdasarkan doktrin constructive fraud untuk pelanggaran fiduciary duty. 13 Dengan demikian direktur tidak dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban pidana dalam hal terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan direksi memiliki “kemampuan” dan “kewajiban” untuk mengawasi kegiatan korporasi termasuk kewajiban untuk melakukan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 14

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kasus Lumpur Lapindo.

1. Konsep Pertanggungjawaban Bisnis Dalam Islam

Tanggung jawab dalam bahasa Arab semakna dengan kata ةيلؤسم yaitu pertanggungjawaban, ض yaitu pertanggungan. 15 12 Alvi Syahrin. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup, Pidatao Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan : USU, 2003 h. 21 13 Alvi Syahrin. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pidatao Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan : USU, 2003, h. 21 14 Alvi Syahrin. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup, Pidatao Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan : USU, 2003 h. 21 15 Asod M. Alkalali, Kamus Indonesia Arab, Jakarta, Bulan Bintang, 1987, h. 544. Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. 16 Menurut pengertian dari beberapa pakar bahwa tanggung jawab mempunyai arti sebagai berikut: a. K. Bertens, memberikan definisi sebagai berikut: “Bertanggung jawab berarti dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab melainkan ia harus menjawab. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Jawaban itu harus diberikan kepada diri sendiri, masyarakat dan Tuhan”. 17 b. Peter Pratley, memberikan definisi sebagai berikut:“Tanggung jawab pribadi adalah bahwa seseorang hanya bertanggung jawab untuk hal-hal yang ia betul-betul rencanakan dan lakukan, tidak untuk apa yang terjadi sesudahnya. Jadi seseorang hanya bertanggung jawab untuk tujuannya dan apa yang dia lakukan, tetapi tidak untuk kejadian yang terkait serta kejahatan dan kerusakan berikutnya. Apa yang terjadi sesudahnya tidak pernah hanya disebabkan oleh satu pelaku, tetapi dianggap sebagai akibat dari hubungan yang rumit antara beberapa unsur, sarana dan kea daan”. 18 16 Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta : Balai Pustaka , 1994, h. 104. 17 K. Bertens, Etika, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, h. 125. 18 Peter Pratley, The Essens of Business Ethics, Telah Diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, Etika Bisnis, Yogyakarta : Penerbit Andi Kerja sama dengan Simon Schuster Asia, 1997, h. 104. c. Drs. O. P. Simarangkir, mendefinisikan sebagai berikut:“Tanggung jawab adalah kewajiban menaggung atau memikul segala-galanya yang menjadi tugas, dengan segala akibat dari tindakan yang baik maupun yang buruk. Dalam hal tindakan atau perbuatan yang baik, maka tanggung jawab berarti menjalankan kewajiban atau perbuatan-perbuatan itu dengan baik. Dalam hal ini tindakan atau perbuatan yang buruk maka tanggung jawab berarti wajib memikul akibat tindakan atau perbuatan yang buruk itu”. 19 d. Syed Nawab Haider Naqvi, beliau mendefinisikan sebagai berikut: “Pertangungjawaban merupakan suatu prinsip dinamis yang berhubungan dengan perilaku manusia. Manusia harus berkembang untuk mencapai kesempurnaan, dan seseorang tak perlu harus terikat dengan masa lampaunya ataupun terkurung dalam batas- batas masanya”. 20 e. Rafik Issa Beckun, seperti dikutip Muhammad, R. Lukman Fauroni, mendefinisikan sebagai berikut: “Konsepsi tanggung jawab dalam Islam mempunyai sifat berlapis ganda dan terfokus baik pada tingkat mikro individual maupun tingkat makro organisasi dan sosial yang keduanya harus dilakukan secara bersamasama.” 21 19 O.P. Simorangkir, Etika Bisnis Jabatan dan Perbankan, Jakarta : Rineka Cipta, 2003, h. 150. 20 Syed Nawab Haider Naqvi, Ethics and Economics An Islamic Synthesis, Diterjemahkan oleh Husain Anis dan Asep Nikmat, Bandung : Mizan, 1985, h. 87. 21 Muhammad R, Lukman Fauroni, Visi al- Qur’an tentang Etika dan Bisnis, Yogyakarta : Salemba Diniyah, 2002, h. 17. Dari pengertian beberapa pakar tersebut, dapat dibedakan sebagai berikut : a. K. Bertens, memberikan kriteria tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan. Jawaban itu diberikan kepada diri sendiri, masyarakat, dan Tuhan. b. Peter pratley, memberikan kriteria tanggung jawab pribadi yaitu seseorang bertanggung jawab atas sesuatu yang direncanakan dan dilakukan. c. Drs. O.P Simorangkir, memberikan kriteria tanggung jawab yaitu kewajiban menanggung tugas dengan segala akibat yang baik maupun yang buruk. d. Syed Nawab Haider Naqvi, memberikan kriteria tanggung jawab yaitu perbuatan yang berhubungan dengan perilaku manusia. e. Rafik Issa Beekun, memberikan kriteria tanggung jawab mikro maupun makro yang harus dilaksanakan secara bersama-sama. Bila ditelusuri dalam Al- Qur‟an maupun Hadits dasar hukum mengenai tanggung jawab bisnis secara tekstual tidak ditemukan akan tetapi jika ditelusuri lebih jauh dari segi kontekstual maka secara tersirat terdapat di dalamnya. Adapun dasar hukum tanggung jawab bisnis, di antaranya sebagai berikut: