meningkatkan laba bersihnya di tahun 2008 dikarenakan kenaikan harga CPO di pasar. Sedangkan arti 26,09 adalah dalam setiap satu rupiah aset
akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,26 dalam jutaan. Rasio rata-rata industri sejenis, yakni industri perkebunan menunjukkan
PT AALI Tbk masih lebih baik. Pada tahun 2006, rata-rata industri sebesar 13,54 persen, tahun 2007 sebesar 17,06 persen dan tahun 2008 sebesar
14,77 persen.
b. Return on Equity
Rasio ini mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan atas modal sendiri yang ditanamkan untuk pembiayaan usaha.
Kenaikan nilai rasio ini disebabkan oleh persentase kenaikan nilai ekuitas perusahaan yang lebih kecil dari persentase kenaikan nilai laba bersihnya.
Kenaikan yang terjadi pada tahun 2008 menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan modal sendiri perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan, sehingga profitabilitasnya lebih baik dari tahun 2006, 2007 dan 2009. Nilai Return on Equity ROE rata-rata di tahun 2008 sebesar
36,59 persen yang berarti setiap satu rupiah modal sendiri ekuitas mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,3659 dalam jutaan
rupiah atau sebesar Rp 365.900. Tabel 6. Nilai ROE PT AALI 2006-2009 jutaan rupiah
Triwulan ROE
2006 2007
2008 2009
I 6,50
8,91 16,92
4,05 II
16,50 22,24
32,68 13,55
III 24,11
38,12 45,75
20,26 IV
28,64 48,60
51,03 -
Rata-rata
18,93 29,46
36,59 12,62
Sumber : Laporan Keuangan PT AALI Tbk 2 diolah Ket: sampai bulan September 2009
Rasio ROE di atas jika dilihat di triwulan 4 tiap tahunnya menunjukkan keadaan PT AALI Tbk yang lebih baik dari rata-rata industri sejenis, yakni
pada tahun 2006 rata-rata industri sebesar 24,31 persen, tahun 2007 sebesar 22,42 persen dan tahun 2008 sebesar 23,82 persen.
c. Net Profit Margin
Rasio marjin laba bersih menunjukkan tingkat keuntungan bersih yang
diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan perusahaan.
Net profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan yang tinggi menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu, sedangkan net
profit margin yang rendah cenderung menunjukkan ketidakefisienan perusahaan.
Tabel 7. Nilai NPM PT AALI 2006-2009 jutaan rupiah
Triwulan NPM
2006 2007
2008 2009
I 20,87
26,45 36,37
15,46 II
22,43 28,52
32,89 21,76
III 22,26
31,23 31,81
22,84 IV
20,95 33,11
32,24 -
Rata-rata
21,62 29,82
33,32 20,02
Sumber : Laporan Keuangan PT AALI Tbk diolah Ket: sampai bulan September 2009
Nilai NPM pada tahun 2006 dan 2008 berfluktuasi pada setiap triwulan. Pada tahun 2006 nilai tertinggi terjadi pada triwulan II sebesar 22,43
persen dan terendah pada triwulan I sebesar 20,87 persen. Pada triwulan IV terjadi penurunan dikarenakan peningkatan penjualan bersih yang lebih
besar daripada peningkatan laba bersih. Pada tahun 2007 nilai NPM menunjukkan peningkatan yang cukup stabil. Nilai NPM yang baik di
tahun 2008 didorong oleh adanya kenaikan harga CPO dan juga karena adanya penjualan atau pelepasan dari aset perkebunan perusahaan. Nilai
NPM rata-rata perusahaan pada tahun 2008 merupakan yang tertinggi daripada tahun sebelumnya yakni sebesar 33,32 persen yang memiliki arti
bahwa dari setiap satu rupiah penjualan, perusahaan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 0,33 dalam jutaan rupiah, sehingga dari
segi NPM rentabilitas perusahaan pada tahun 2008 merupakan yang terbaik dibandingkan tahun sebelumnya.
Dibandingkan dengan rasio rata-rata industri sejenis, keadaan PT AALI Tbk dilihat dari rasio NPM masih lebih baik. Rasio rata-rata industri
sejenis pada tahun 2006 sebesar 13,57 persen, tahun 2007 sebesar 15,80 persen dan tahun 2008 sebesar 17,46 persen.
4.2.2 Rasio Likuiditas a
. Current Ratio CR
Rasio Lancar ini didapat dengan cara membagi aktiva lancar dengan hutang lancar. Apabila indikator CR semakin rendah, maka semakin buruk
tingkat likuiditas perusahaan, semakin tinggi CR berarti menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya baik.
Berdasarkan hasil perhitungan di bawah dapat dilihat bahwa tingkat likuiditas perusahaan yang terbaik terjadi pada triwulan I tahun 2008
sebesar 2 yang berarti setiap Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Rp 2 dalam jutaan rupiah aktiva lancar.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Current Ratio PT AALI Tbk 2006-2009
2006 2007
2008 2009
TW I 1,92
1,20 2,00
1,71 TW II
0,99 1,02
1,53 1,6
TW III 0,9
1,13 1,18
1,86 TW IV
0,87 1,60
1,94 -
Rata-rata
1,17 1,23
1,66 1,72
Ket: sampai bulan September 2009 Namun bagi perusahaan yang sedang tumbuh memerlukan rasio yang
tinggi sebagai pembiayaan hutangnya. Rasio perusahaan yang normal berkisar antara 1,5 sampai dengan 2. Semakin tinggi CR tidak otomatis
menandakan perusahan berkinerja semakin baik, akan tetapi bila terlalu tinggi, misal CR sama dengan 4, maka artinya perusahaan akan terlalu
banyak menjaminkan aset lancarnya untuk pembiayaan hutangya. Keadaan demikian tidak terlalu baik bagi perusahaan.
Namun bila dilihat dari rasio rata-rata industri sejenis, likuditas perusahaan masih rendah. Rasio rata-rata industri sejenis pada tahun 2006 sebesar 1,6,
pada tahun 2007 sebesar 1,92 dan tahun 2008 sebesar 1,71. Sebaiknya perusahaan meningkatkan kemampuan likuiditasnya.
b. Quick Ratio QR
Rasio cepat ini hampir sama dengan rasio lancar, namun rasio cepat ini mengeluarkan unsur persediaan, yang merupakan aktiva lancar yang
paling tidak likuid dalam pembilang. Rasio ini membagi aktiva lancar dikurangi persediaan dengan hutang lancar.
Tabel 9. Hasil Perhitungan Quick Ratio PT AALI Tbk 2006-2009
2006 2007
2008 2009
TW I 1,41
0,71 1,56
1,13 TW II
0,78 0,70
1,17 1,05
TW III 0,61
0,93 0,90
1,14 TW IV
0,53 1,20
1,17 -
Rata-rata
0,83 0,88
1,20 0,83
Ket: sampai bulan September 2009 Jika dilihat dari hasil perhitungan maka perusahaan memiliki rasio cepat
yang baik pada tahun 2006 dengan rata-rata 0,83, dimana rasio lancar pada tahun 2006 memiliki rata-rata 1,17. Hal ini menunjukkan bahwa rasio
lancar lebih likuid dibandingkan rasio cepat. Hal ini dikarenakan pada rasio cepat, persediaan yang dimiliki perusahaan lebih sedikit dari
kewajibannya, sehingga meskipun persediaan sudah dikurangi dari aktiva lancar tetap namun tidak berdampak besar terhadap nilai rasio.
4.2.3 Rasio Solvabilitas a
. Total Debt to Total Asset Ratio
Rasio ini disebut juga Debt Ratio yang mengukur seberapa besar perusahaan memakai hutang untuk kegiatan pendanaan perusahaan atau
kegiatan operasional perusahaan. Tabel 10. Perhitungan Debt Ratio PT AALI Tbk 2006-2009
2006 2007
2008 2009
TW I 17,29
19,69 24,01
23,65 TW II
27,62 24,71
28,08 24,52
TW III 29,23
30,98 39,57
21,43 TW IV
21,40 24,14
20,91 -
Rata-rata
23,88 24,88
28,14 23,2
Ket: sampai bulan September 2009 40
Perusahaan paling sedikit menggunakan hutang untuk mendanai aktivanya terjadi pada triwulan I tahun 2006 yang hanya sebesar 17,29, sedangkan
rata-rata rasio hutang perusahaan tahun 2006-2008 adalah sebesar 22 atau 0,22 yang berarti setiap Rp 0,22 dalam jutaan rupiah hutang dijamin
oleh Rp 1 aset. Dibandingkan dengan rasio rata-rata industri, perusahaan termasuk yang
tidak terlalu banyak menggunakan hutangnya untuk mendanai aktivanya. Rasio rata-rata industri pada tahun 2006 sebesar 47 persen, pada tahun
2007 sebesar 41 persen dan tahun 2008 sebesar 38 persen.
b. Time Interest Earned Ratio TIE
Rasio ini diperoleh dengan melihat dari laporan laba rugi perusahaan. Karena saat kita meminjam uang, ada persyaratan minimum mengenai
beban bunga yang harus dibayar perusahaan. Hal tersebut akan memberikan informasi yang akan dipakai untuk membandingkan jumlah
laba operasi yang tersedia untuk menutupi beban bunga yang harus dibayar.
Makin besar rasio TIE, maka makin bagus kinerja perusahaan. Karena semaikin besar angka rasio ini, perusahaan tidak akan kesulitan dalam
menutupi bunga yang harus dibayar. Berdasarkan perhitungan di bawah dapat dilihat bahwa perusahaan tidak akan menemui kesulitan dalam
menutupi bunga yang harus dibayar perusahaan. Tabel 11. Perhitungan Times Interest Earned Ratio PT AALI Tbk
2006-2009
2006 2007
2008 2009
TW I 157,34
86,62 9701,19
278.724
TW II 902,77
168,83 12505,06
5747
TW III 53,55
265,09 17366,11
79,84 TW IV
47,86 390,91
18867,84 -
Rata-rata
290,38 227,86
14.610,05 94.850,28
Ket: sampai bulan September 2009 Karena bunga yang harus dibayarkan perusahaan sangat kecil jika
dibandingkan laba sebelum pajak dan beban perusahaan. Seperti pada tahun 2008 beban bunga perusahaan hanya sekitar Rp 180 dalam jutaan,
dibandingkan dengan laba sebelum pajak dan beban yang dimiliki perusahaan yang berkisar antara Rp 1,5 juta dalam jutaan sampai Rp 3
juta dalam jutaan. Pada triwulan I tahun 2009 perusahaan tidak mempunyai beban bunga, sehingga perusahaan tidak perlu menyisihkan
labanya. Namun ini hanya merupakan ukuran kasar mengenai kapasitas perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, karena bunga tidak dibayar
dengan laba namun dengan kas perusahaan.
4.2.4 Rasio Aktivitas
Definisi rasio aktivitas adalah rasio yang membandingkan antara penjualan dengan berbagai aktiva pendukung untuk penjualan.
a. Inventory Turnover
Inventory turnover adalah rasio yang membagi antara penjualan harga pokok penjualanHPP dengan persediaan.
Tabel 12. Perhitungan Inventory Turnover PT AALI Tbk 2006-2009
2006 2007
2008 2009
TW I 2,44
2,12 1,77
1,36 TW II
6,34 5,01
3,72 2,65
TW III 6,58
8,00 4,24
3,45 TW IV
11,87 6,70
5,57 -
Rata-rata
6,81 5,45
3,82 2,5
Ket: sampai bulan Desember 2009 Persediaan akan berubah menjadi penjualan 11,87 kali dalam setahun di
tahun 2006. Dimana rata-rata persediaan akan menjadi penjualan rata-rata dalam 32 hari 36011.87 di tahun 2006. Perusahaan mampu memutar
persediaan yang dimilikinya dengan cepat, sehingga tidak menumpuk. Namun pada akhir tahun 2007 dan 2008 inventory turnover perusahaan
agak rendah dibanding 2006, sehingga pada tahun 2007 dan 2008 umur persediaan akan lebih panjang, dan hal ini akan membuat persediaan
menumpuk. Semakin besar perputaran persediaan menandakan perusahaan mampu dengan cepat merubah persediaan menjadi penjualan. Pada
triwulan 4 tahun 2006 persediaan sebesar 191.861 juta rupiah, sedangkan di tahun 2007 sebesar 413.813 juta rupiah, dan 781.363 juta rupiah di
tahun 2009. Untuk mencari umur persediaan yaitu dengan membagi hari dalam suatu periode dengan Inventory Turnover yang ada.
b. Fixed Asset Turnover