Tabel 8 Jumlah penduduk dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003
No. Tahun Laki-laki
Perempuan Jumlah
1. 1993 716.827
745.741 1.462.568 2. 1994
717.411 747.133 1.464.544
3. 1995 718.140
748.432 1.466.572 4. 1996
782.780 797.742 1.580.522
5. 1997 782.618
798.047 1.580.655 6. 1998
782.087 798.097 1.580.184
7. 1999 794.066
805.021 1.599.087 8. 2000
795.702 806.980 1.602.682
9. 2001 795.234
808.177 1.603.411 10. 2002
795.178 808.910
1.604.088 11. 2003
719.335 732.121
1.451.456 Sumber : BPS Bapeda Kabupaten Ciamis 2004
Pertumbuhan penduduk berakibat pada naiknya kepadatan di wilayah Kabupaten Ciamis yang mempunyai luas sebesar 2.444,79 km
2
menjadi 594 orang per km
2
. Dari segi penyebarannya, 8,10 penduduk Kabupaten Ciamis bertempat tinggal di Kecamatan Ciamis sehingga mempunyai kepadatan tertinggi
2.050 orang per km
2
. Kepadatan cukup tinggi juga dialami oleh Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, dan Kawali. Kepadatan penduduk juga tampak dari rata-
rata anggota keluarga yang mencapai 3,21 , sehingga secara umum setiap keluarga memiliki 3 sampai dengan 4 orang anggota keluarga. Rasio jenis
kelamin ini sangat berkaitan dengan keperluan penyediaan lapangan pekerjaan di suatu daerah mengingat bahwa laki-laki pada umumnya sebagai pecari nafkah.
b. Penduduk menurut struktur umur
Dilihat dari struktur umur, penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 berusia antara 0 - 14 tahun 394.830 orang, usia antara 15 - 54 tahun sebanyak
866.385 orang, dan usia di atas 55 tahun sebanyak 190.241 orang. Dengan asumsi bahwa penduduk usia produktif adalah penduduk berumur antara 15 - 54 tahun,
maka penduduk usia produktif di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 mencapai 866.385 orang atau sebesar 59,69 yang terdiri dari 428.579 laki-laki dan
437.806 perempuan. Persentase penduduk usia produktif tersebut menunjukkan bahwa dari setiap 100 penduduk, kehidupannya tergantung pada 60 orang
penduduk usia produktif atau untuk satu orang penduduk usia poduktif selain menanggung biaya hidup dirinya sendiri juga menanggung biaya hidup 0,4 jiwa
penduduk usia non produktif.
c. Pencari kerja menurut pendidikan
Jumlah pencari kerja di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 sebesar 7.295 orang yang terdiri dari 3.971 laki-laki dan 3.324 perempuan. Berdasarkan
pendidikannya, pencari kerja tersebut terdiri dari Sarjana sebanyak 1.457 orang, Sarjana Muda sebanyak 1.641 orang, tamatan SLTA sebanyak 3.821 orang, dan
SLTP sebanyak 308 orang, serta sisanya SD kebawah. Gambaran tentang pencari kerja dipelihatkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan tahun 2003
No. Tingkat Pendidikan
Laki-laki orang
Perempuan orang
Jumlah orang
Persentase 1. SD
52 43
95 1,30
2. SLTP 172
136 308
4,22 3. SLTA
2.122 1.699
3.821 52,39
4. DI-DIII 798
816 1.614
22,12 5. S1
827 630
1.457 19,97
6. S2 Jumlah
3.971 3.324
7.295 100
Sumber : BPS Bapeda Kabupaten Ciamis 2004
d. Penyebaran dan Kepadatan Penduduk
Penyebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Ciamis tahun 2003 tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan maupun antar kecamatan, dengan
rata-rata kepadatan penduduknya adalah 594 orangkm
2
, dimana dilihat dari distribusi kepadatan penduduknya lebih terkonsentrasi di bagian Utara dan
Tengah dibandingkan di bagian Selatan. Beberapa kecamatan yang tergolong padat peduduknya antara lain
Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Cihaurbeuti, dan Kawali dengan kepadatan kepadatan penduduk rata-rata 1449,5 orangkm
2
. Kecamatan yang tergolong rendah kepadatannya antara lain Kecamatan Cigugur, Langkaplancar, Kalipucang,
dan Cijulang dengan kepadatan penduduk rata-rata 239 jiwakm
2
. Pola penyebaran penduduk yang demikian disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
potensi sumberdaya alam dan aksesibilitas seperti ditunjukkan Gambar 9.
Sosial dan Ekonomi
Dalam bidang pendidikan, di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003, terdapat 303 Taman Kanak-kanak, 1.063 SD, 90 SLTP, 26 SMU dan 16 SMK serta 3
AkademiPerguruan Tinggi. Untuk melayani kesehatan masyarakat, terdapat
sarana berupa 1 Rumah Sakit Umum daerah, 51 Puskesmas, 110 Puskesmas Pembantu dan 34 Puskesmas Keliling. Selain itu juga terdapat sarana dan
prasarana kesehatan yang dikelola swasta yakni 2 rumah sakit dan 29 Balai Pengobatan.
Gambar 9 Kepadatan penduduk tahun 2003.
Pada tahun 2003, PDRB Kabupaten Ciamis mengalami kenaikan dari 3,5 menjadi 3,8 , peningkatan ini disebabkan oleh naiknya kembali produksi yang
menyumbang cukup besar bagi PDRB yakni sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan dan komunikasi.
Sektor pertanian di Kabupaten Ciamis masih menjadi penggerak roda perekonomian sehingga pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan ekonomi sangat
signifikan sebear 30,37 , sektor perdagangan dan restoran sebesar 24,36 , dan sektor jasa sebeser 11,69 . Sektor industri pengolahan memberikan sumbangan
sebesar 7,16 5, sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi sebesar 8,35 , dan lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada dua kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisis
kesesuaiannya berdasarkan kriteria dan persyaratan penggunaan lahan. Kawasan lindung yang dianalisis adalah hutan lindung, sempadan pantai, sempadan sungai,
sempadan mata air, dan sempadan situdanau. Sedangkan kawasan budidaya yang dianalisis adalah hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, sawah tadah
hujan tanpa irigasi, dan pemukiman. Penetapan alokasi ruang dalam perencanaan tata ruang dibangun
berdasarkan metode dan kriteria dimana kriteria-kriteria tersebut belum secara tajam digariskan berdasarkan ketentuan hukum. Sejauh ini belum dapat
diidentifikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum kecuali penetapan kawasan lindung yang diatur dalam Keppres No 32 tahun 1990 dan
secara parsial tentang penetapan hutan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No 837kptsUMII1980.
Kawasan lindung dianalisis dengan menggunakan kriteria yang terdapat dalam Keppres No 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Untuk
kawasan budidaya, penetapan lahan untuk hutan produksi tetap dan terbatas menggunakan SK Menteri Pertanian No 837kptsII1980, sedangkan sawah dan
pemukiman diidentifikasi secara terpisah dengan mempertimbangkan masing- masing faktor pembatas.
Berdasarkan hasil analisis SIG dengan metode tumpang susun overlay, scoring
dan buffer diperoleh hasil analisis kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan lahan sebagai berikut :
Kawasan Lindung
Berdasarkan hasil SIG menggunakan metode tumpang susun dan buffer diperoleh luasan ha masing-masing kategori kawasan lindung seperti disajikan
pada Tabel 10 dan petanya disajikan pada Gambar 10.
Tabel 10 Luasan ha masing-masing kategori kawasan lindung
No. Jenis Luas
ha 1.
Hutan Lindung 23.551,2
2. Sempadan Pantai
884,5 3.
Sempadan Sungai 32.760,0
4. Sempadan Situ
40,3 5.
Sempadan Mata Air 1.778,9
Gambar 10 Kesesuaian lahan untuk kawasan lindung. Menurut UU No 41 tahun 1999, hutan lindung didefinisikan sebagai
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung ditetapkan dengan menggunakan scoring dengan parameter jenis tanah,
kelerengan, dan curah hujan dengan skor ≥ 175. Luasan hutan lindung
berdasarkan hasil analisis adalah 23.551,2 ha.
Sempadan pantai ditetapkan dengan membuat buffer minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai. Panjang garis pantai yang dimiliki Kabupaten Ciamis sekitar
91 km, berdasarkan hasil analisis SIG diperoleh luas sempadan pantai sekitar 844,5 ha.
Sempadan sungai ditetapkan 100 m pada sungai besar dan 50 m untuk sungai kecil, berdasarkan hasil analisis SIG diperoleh luas sempadan sungai
sebesar 32.760,0 ha. Di Kabupaten Ciamis terdapat satu situ yakni Situ Panjalu dengan luas 100 ha dengan membuat buffer 50 m sepanjang tepian situ yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ ke arah darat diperoleh luas sempadan situ sebesar 40,3 ha. Berdasarkan peta hidrogeologi, Kabupaten
Ciamis mempunyai jumlah mata air kurang lebih 144 mata air yang tersebar hampir merata di semua kecamatan dengan debit yang bervariasi antara 10
literdetik sampai 100 literdetik. Berdasarkan hasil analisis SIG diketahui luas sempadan mata air adalah
1.778,9
ha. Wilayah yang berpotensi untuk sumber mata air sebagian besar terdapat di bagian Utara.
Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumberdaya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan guna kepentingan produksi
dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. Kawasan budidaya yang dievaluasi terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi
tetap, sawah tadah hujan tanpa irigasi, dan pemukiman. Hasil analisis untuk fungsi hutan dengan menggunakan scoring dan tumpang susun disajikan pada
Tabel 11 dan petanya pada Gambar 11. Tabel 11 Fungsi hutan pada masing-masing kategori
No. Fungsi Hutan
Luas ha 1. Hutan
Lindung 23.551,2
2. Hutan Produksi Terbatas
95.544,7 3.
Hutan Produksi Tetap 125.383,1
Jumlah 244.479,0
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam dan unsur penentu penyangga kehidupan serta dapat memberikan manfaat yang cukup besar bagi kemakmuran
masyarakat sehingga hutan perlu dikelola secara bijaksana agar berbagai fungsi hutan dapat dipertahankan secara lestari. Agar dapat memenuhi fungsi utamanya
keberadaan hutan harus pada tingkat luasan yang cukup dan letaknya pada tempat yang tepat, serta dikelola secara baik dan benar.
Gambar 11 Kesesuaian lahan untuk fungsi hutan. Kabupaten Ciamis sebagian besar terletak dalam suatu hamparan Daerah
Aliran Sungai DAS Citanduy dan DAS Cimedang yang merupakan DAS super prioritas penanganan secara nasional. Letak hutan dalam DAS, yang termasuk di
DAS Citanduy termasuk kedalam kawasan resapan air, karena letaknya di daerah hulu. Kondisi DAS tersebut mempunyai permasalahan tingginya laju erosi dan
sedimentasi, serta ketidakseimbangan tata air DAS sebagai akibat kerusakan sumberdaya hutan dan lahan. Kawasan kritis yang berada di dalam maupun diluar
wilayah hutan telah banyak mempengaruhi kondisi kritis pada beberapa sub DAS. Hutan di Kabupaten Ciamis berdasarkan status kepemilikannya terdiri dari
hutan negara dan hutan rakyat, sedangkan menurut fungsinya terdiri dari hutan lindung, hutan produksi, cagar alam, suaka margasatwa, dan kawasan wisata alam.
Berdasarkan wilayah pengelolaannya terletak dalam Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Ciamis. Pengelolaan hutan produksi dan sebagian hutan konservasi
diserahkan kepada Perhutani. Berdasarkan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 25 tahun 2000, maka pengelolaan hutan sekarang
berada pada Pemda Kabupaten Ciamis.
Dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ciamis, kawasan dibagi tiga yakni kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian, dan kawasan budidaya non
pertanian. Kawasan hutan berada pada kawasan lindung dan kawasan budidaya pertanian. Luas kawasan hutan di wilayah Kabupaten Ciamis hanya mencakup
14,32 dari luas wilayah kabupaten yaitu ± 35.007,88 ha yang terdiri dari 28.8913,13 ha termasuk kedalam hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani dan
6.114,75 ha dikelola oleh BKSDA Jabar II termasuk kedalam kawasan konservasi. Luasan ini masih belum ideal sebagai penyeimbang ekosistem dalam suatu
DAS, dimana UU No 41 tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan menyebutkan bahwa luasan kawasan hutan yang harus dipertahankan
minimal 30 dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Pengelolaan hutan yang hanya 14,32 masih belum mampu
menjamin asas kelestarian ekologi, produksi, dan sosial, apalagi pada situasi saat ini kondisi hutan yang ada mengalami banyak tekanan akibat penyerobotan lahan,
pencurian kayu dan berbagai kepentingan pembangunan sektor lain yang mendesak keberadaan hutan, sehingga berakibat semakin meluasnya kawasan-
kawasan hutan yang rusak Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis 2004. Sebaran kawasan hutan di Kabupaten Ciamis ditunjukkan oleh Tabel 12 dan petanya pada
Gambar 12. Tabel 12 Kawasan hutan saat ini
No. Fungsi Hutan
Luas ha 1.
Kawasan Konservasi 6.114,8
2.
Hutan Produksi Terbatas 10.297,8
3.
Hutan Produksi Tetap 18.595,3
Jumlah 35.007,9 Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis 1999
Sebaran lokasi kawasan hutan di Kabupaten Ciamis sebagai berikut : Kawasan Konservasi terdiri dari Kecamatan Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti,
Panumbangan, Panjalu, Kawali, Sadananya, Pangandaran, untuk kawasan Hutan Produksi terdiri dari Kecamatan Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Cigugur,
Langkaplancar, Pamarican, Cimaragas, Cisaga, Rancah, Rajadesa, Cipaku, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali, Panawangan, Sadananya, Sukadana,
Jatinagara, dan Tambaksari.
Yang termasuk kawasan konservasi adalah Suaka Margasatwa Gunung Sawal dengan luas 5.400 ha, Cagar Alam Panjalu 16 ha, dan Cagar Alam
Pangandaran dengan luas 927 ha. Hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani terdiri dari kelas perusahaan jati, mahoni dan pinus dengan rata-rata produksi per
tahun adalah 28.593 m
3
untuk jati, 2.532 m
3
untuk mahoni, dan jenis rimba lainnya 96 m
3
Dinas Kehutanan Ciamis 2004.
Gambar 12 Kawasan hutan saat ini.
Hasil tumpang susun fungsi hutan hasil analisis dengan kawasan hutan saat ini ditunjukan pada Tabel 13 dan petanya pada Gambar 13.
Tabel 13 Perbandingan luasan fungsi hutan hasil analisis dan kawasan hutan saat ini
Luas ha No.
Fungsi Hutan Hasil Analisis
Kawasan Hutan Saat Ini 1. Hutan
Lindung 7.687,4
6.114,8 2.
Hutan Produksi Terbatas 11.236,9
10.297,8 3.
Hutan Produksi Tetap 16.083,6
18595,3 Jumlah
35.007,9 35.007,9
Berdasarkan hasil tumpang susun diketahui bahwa hanya 4.278,3 ha 69,96 Hutan Lindung saat ini, 6.086,8 ha 59,11 Hutan Produksi Terbatas saat
ini, dan 8.912,7 ha 47,93 Hutan Produksi saat ini yang sudah sesuai dengan kesesuaian lahannya fungsi hutan hasil analisis. Hal ini diduga karena sumber
data yang digunakan dalam analisis berbeda terutama untuk peta curah hujan meskipun kriteria yang digunakan sama dan secara spasial terjadi penyebaran
kawasan secara sporadis terfragmentasi sehingga untuk kepentingan pengelolaan hutan, kawasan tersebut dimasukan kedalam fungsi kawasan hutan yang lebih
dekat dan luasan yang besar kompak. Untuk kawasan konservasi seperti suaka margasatwa dan cagar alam, faktor
kekhasan dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya menjadi pertimbangan lain dalam penentuan fungsi hutan terutama hutan lindung.
Gambar 13 Fungsi hutan hasil analisis dan kawasan hutan saat ini.
Untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi, parameter yang digunakan adalah kelerengan, ketinggian, kedalaman efektif, dan drainase. Berdasarkan hasil
analisis ruang diketahui bahwa lahan yang sesuai untuk sawah seluas 18.896,8 ha dan sisanya seluas 225.582,2 ha tidak sesuai. Lahan yang sesuai meliputi
Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Cisaga, dan Panjalu. Peta kesesuaian lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi disajikan pada
Gambar 14.
Gambar 14 Kesesuaian lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi.
Kesesuaian lahan untuk pemukiman menggunakan paramater kelerengan, kedalaman efektif, dan drainase. Berdasarkan hasil analisis ruang diketahui
bahwa lahan yang sesuai untuk pemukiman seluas 83.868,1 ha yang meliputi Kecamatan Cimerak, Cijulang, Parigi, Cigugur, Langkaplancar, Pangandaran,
Banjarsari, Kalipucang, Padaherang, Pamarican, Lakbok, Kawali, Panawangan, Rajedesa, Jatinagara, Sadananya, Cipaku, Ciamis, dan Sukadana dan sisanya
160.610,9 ha tidak sesuai. Peta kesesuaian lahan untuk pemukiman disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Kesesuaian lahan untuk pemukiman.
Penggunaan Lahan Saat Ini
Penggunaan lahan tahun 2003 di Kabupaten Ciamis seperti disajikan pada Tabel 14 dan petanya pada Gambar 16.
Tabel 14 Jenis penggunaan lahan berdasarkan interpretasi citra landsat
No. Jenis Penggunaan
Luas ha 1.
BelukarKebun Campuran 29.456,6
2. Hutan Primer
42.651,0 3.
Hutan Sekunder 27.078,7
4. PemukimanTanah Kosong
15.416,5 5.
PerkebunanHutan Tanaman 62.911,7
6. Pertanian Lahan Basah
45.625,8 7.
Pertanian Lahan Kering 21.338,7
Jumlah 244.479,0
Sumber : CIFOR 2005
Kawasan Lindung dengan Penggunaan Lahan
Hasil tumpang susun kawasan lindung dengan penggunaan lahan menunjukkan adanya penyimpangan penggunaan lahan seperti pada Tabel 15 dan
petanya pada Gambar 17.
Gambar 16 Penggunaan lahan saat ini. Tabel 15 Penggunaan lahan pada kawasan lindung
No. Penggunaan Lahan
Luas ha
1. Pemukiman kampungperumahanlain-lain
1.858,2 2.
Pertanian lahan basah 10.541,3
Jumlah 12.399,5
Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa terdapat 1.858,2 ha pemukiman, dan 10.541,3 ha pertanian lahan basah yang berlokasi pada kawasan lindung.
Penggunaan kawasan budidaya pada kawasan lindung ini menunjukkan adanya konflik antar sektor, sehingga pengembangan kawasan budidaya perlu diarahkan
melalui penataan kembali pemanfaatan kawasan sesuai dengan potensi yang ada sehingga diperoleh optimasi pemanfaatan ruang.
Gambar 17 Penggunaan lahan pada kawasan lindung.
Kesesuaian Lahan Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi dan Penggunaan Lahan
Hasil tumpang susun kesesuaian lahan sawah tadah hujan tanpa irigasi dengan penggunaan lahan diketahui bahwa 9.737,0 ha sesuai sedangkan 35.888,9
ha tidak sesuai, hal ini disebabkan karena evaluasi kesesuaian lahan sawah yang dilakukan adalah sawah tadah hujan tanpa irigasi sedangkan kenyataan di
lapangan ada juga sawah irigasi yang tidak dievaluasi karena keterbatasan data. Peta kesesuaian lahan sawah tadah hujan tanpa irigasi dan penggunaan lahan
disajikan pada Gambar 18.
Kesesuaian Lahan Pemukiman dan Penggunaan Lahan
Hasil tumpang susun kesesuaian lahan pemukiman penggunaan lahan diketahui bahwa 1708,75 ha sesuai sedangkan 13687,29 ha tidak sesuai. Peta
hasil kesesuaian lahan pemukiman dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 19.
Gambar 18 Kesesuaian lahan sawah tadah hujan tanpa irigasi dan penggunaan
lahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Ciamis
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ciamis merupakan penjabaran spasial dari RTRW Provinsi Jawa Barat dan Pola Dasar Pembangunan Daerah
Kabupaten Ciamis yang berfungsi memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang untuk kegiatan sektor maupun daerah, sekaligus berfungsi pula sebagai arahan
dalam penyusunan rencana pembangunan yang lebih rincioperasional. RTRW Kabupaten Ciamis tahun 1999-2009 mempunyai tingkat ketelitian
peta 1:50.000. Dalam proses penataan ruang perlu diperhatikan aspek kesesuaian antara tuntutan kegiatan usaha di satu pihak dengan kemampuan wilayah di lain
pihak sehingga dapat dicapai optimasi pemanfaatan ruang dan sekaligus menghindari konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian tersebut meliputi kesesuaian
ekologis dan kesesuaian sosio ekonomis. Dalam konteks Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis merupakan wilayah
penunjang Timur bersama dengan Kabupaten Tasikmalaya, dan Kuningan dan merupakan wilayah penunjang simpul Kabupaten Cirebon. Kabupaten Ciamis
dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan, yakni wilayah pengembangan Utara
dengan pusat pertumbuhan di Ciamis, wilayah pengembangan Tengah di Banjar dan wilayah pengembangan Selatan di Pangandaran.
.
. Gambar 19 Kesesuaian lahan pemukiman dan penggunaan lahan.
Menurut RTRW Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2009, arah penggunaan pemanfaatan lahan dibagi menjadi tiga, yaitu kawasan lindung, kawasan budidaya
pertanian, dan budidaya non pertanian dimana penentuan kawaan-kawasan tersebut didasarkan pada kriteria teknik, karakteristik fisik dan kegiatan usaha.
Berdasarkan RTRW tahun 1999-2009 jenis penggunaan lahan pada kawasan lindung tertera pada Tabel 16 dan penyebaran dapat dilihat pada Gambar 20.
Tabel 16 Kawasan lindung menurut RTRW
No. Jenis Penggunaan
Luas ha 1. Perlindungan pada Kawasan
Bawahannya - Hutan Lindung
- Kawasan Resapan Air 3.600,00
4.200,34 2. Perlndungan
Setempat dan
Kawasan Rawan Bencana - Sempadan Pantai, Sungai,
Mata Air, Danau - Rawan Bencana :
- Rawan Gempa - Rawan Banjir
- Rawan Kekeringan - Rawan Longsor
7.392,05 4.752,05
30.647,39 25.923,00
18.627,72 3.
Kawasan Suaka Alam - Cagar Alam
- Suaka Margasatwa 5.564,60
11.656,78 Sumber : Bapeda Kabupaten Ciamis 2000
Kriteria yang digunakan dalam penetapan kawasan lindung ini adalah kriteria berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 tahun 1996
tentang pengelolaan kawasan lindung di Jawa Barat. Kriteria ini sama dengan kriteria yang terdapat dalam Keppres No 32 tahun 1990 dengan beberapa
tambahan kriteria di dalamnya. Kecamatan yang diarahkan untuk memberikan perlindungan pada kawasan
bawahannya berupa hutan lindung adalah Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, Panjalu, Cipaku, Panumbangan. Kawasan yang diarahkan untuk resapan air
adalah Kecamatan Jatinagara, Rancah, Cijeunjing, Kawali, Sukadana, Tambaksari, Cipaku, Panjalu, Panawangan, Langkaplancar, Cigugur, dan
Pangandaran. Kawasan yang diarahkan untuk memberikan perlindungan setempat dan rawan bencana gempa adalah Kecamatan Panumbangan, Panjalu, dan
Panawangan, sedangkan kawasan lindung untuk rawan longsor adalah Panawangan, Panumbangan, Kawali, Rajadesa, dan Panjalu. Kawasan untuk
cagar alam adalah Kecamatan Pangandaran, dan Panjalu, dan wilayah yang termasuk Suaka Margasatwa adalah Kecamatan Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti,
Panumbangan, Panjalu, Kawali, Sadananya, dan Pangandaran.
Gambar 20 RTRW kawasan lindung.
Menurut Bapeda Kabupaten Ciamis 2000, beberapa permasalahan fisik yang dapat menjadi kendala pengembangan wilayah di Kabupaten Ciamis
diantaranya erosi, pengikisan pantai, gerakan tanah, dan bahaya banjir. Bahaya erosi terutama terdapat di daerah perbukitan yang bertekstur sedang. Faktor
utama bahaya erosi tanah antara lain ditentukan oleh kemiringan lahan, stabilitas tanah, dan tekstur tanah. Pengikisan pantai abrasi diakibatkan oleh aktivitas
gelombang air laut, keadaan batuan yang lunaksudah melapuk dan tidak adanya zona pelindung berupa hutan bakau, batu karang, dan sebagainya. Wilayah yang
mempunyai potensi abrasi meliputi Kecamatan Pangandaran, Cijulang, Parigi, Cimerak, dan Kalipucang.
Potensi gerakan tanah umumnya banyak terjadi pada fisiografi pegununganperbukitan karst dan vulkan. Aktivitas gerakan tanah di wilayah
pegununganperbukitan vulkan terdapat di Kecamatan Panjalu, sedangkan potensi gerakan tanah di wilayah perbukitanpegunungan karst meliputi Kecamatan
Langkaplancar, Pamarican, Tambaksari, Cigigur, dan Cimerak. Daerah potensi banjir terutama terletak di Kecamatan Langensari, Lakbok, Banjarsari,
Padaherang, Cijulang, Parigi, Pangandaran, dan Kalipucang. Jenis kawasan budidaya tertera pada Tabel 17 dan petanya pada Gambar 21.
Tabel 17 Kawasan budidaya menurut RTRW
No. Jenis Penggunaan
Luas ha 1. Kawasan Pertanian
Lahan basah - Kawasan pertanian tanaman
dengan Lahan Basah - Kawasan perikanan daratlaut
70.605,00 -
2. Kawasan Pertanian
Lahan Kering - Kawasan pertanian tanaman
dengan lahan kering - Kawasan pertanian tanaman
kerasperkebunan - Kawasan budidaya hutan
produksi terbatas - Kawasan pemukiman pedesaan
76.117,00 14.322,95
9.538,30 4.215,07
3. Kawasan Perkotaan
- Kawasan pusat pemerintah dan pendidikan
- Kawasan pemukiman perkotaan 4,92
4.215,07 4. Kawasan
Pariwisata - Kawasan pariwisata pantai
selatan - Kawasan obyek parisiwata
potensial 527,85
- 5. Kawasan
Industri 300,00
Sumber : Bapeda Kabupaten Ciamis 2000
Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung yang meliputi kawasan budidaya pertanian pedesaan dan budidaya non pertanian
perkotaan. Kawasan budidaya pertanian merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan. Kegiatan pertanian tersebut dapat berupa pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering, tanaman keras
perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Dalam perencanaan tata ruang wilayah dilakukan kegiatan penetapan alokasi
ruang yang dibangun berdasarkan metode dan kriteria-kriteria. Sejauh ini belum dapat diidentifikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum
atau dapat dipakai secara nasional yang ditetapkan dalam suatu peraturan terutama penetapan kawasan budidaya. Hardjowigeno dan Nasution 1990 dalam
Sugiharti 2000, menyatakan bahwa pendekatan perencanaan tata ruang melalui perencanaan tata guna lahan dapat dilakukan dengan cara penilaian terhadap lahan
dan komponen-komponennya seperti tanah, air, iklim, dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan manusia yang selalu berubah.menurut waktu dan ruang.
Gambar 21 RTRW kawasan budidaya.
Penetapan kawasan budidaya hutan produksi, sawah, dan pemukiman disusun menggunakan kriteria versi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hutan
produksi ditetapkan dengan kriteria : kawasan di luar kawasan hutan lindung yang mempunyai ketinggian lahan 1000 m dengan kemiringan 40 , kedalaman
efektif tanah 60 cm dan merupakan daerah kritis bahaya lingkungan, dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Penetapan sawah menggunakan parameter
jenis tanah, permeabilitas tanah, tekstur tanah, dan jaringan irigasi, sedangkan penetapan lahan untuk pemukiman menggunakan parameter kemiringan lahan,
sumberdaya air, dan sebaran lahan pertanian beririgasi teknik, dan sifat tanah seperti drainase, jenis tanah, permeabilitas, dan kemungkinan terjadinya erosi.
Kawasan hutan produksi terbatas ditetapkan pada wilayah seperti Kecamatan Langkaplancar, Cigugur, dan Pamarican. Sedangkan hutan produksi
diarahkan pada Ciamis bagian Utara. Menurut Bapeda Kabupaten Ciamis 2000, upaya peningkatan laju
pertumbuhan ekononomi telah menimbulkan aktifitas pembangunan dan pengembangan sumberdaya alam oleh manusia, seperti penebngan hutan yang
tidak terkendali, eksploitasi bahan galian di kawasan-kawasan mudah erosi dan kawasan hutan, dan sebagainya yang mengakibatkan tekanan terhadap
lingkungan. Selain itu permasalahan sumberdaya alamlahan lainnya adalah sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan
permintaan pasar, seperti adanya kutub-kutub pertumbuhan yang telah tumbuh dan berkembang dan dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap, namun
daerah hinterlandnya kurang menunjang untuk menjadi kawasan produktif dan sebaliknya.
Permasalahan lain adalah adanya konflik kepentingan antara sektor terutama upaya pelestarian sumberdaya hutan dengan kepentingan produksi kehutanan pada
areal yang dialokasikan sebagai kawasan lindung, kawasan konservasi tanah dan air, dan sebagainya, adanya perkembangan pembangunan fisik di bagian utara
pada areal yang seharusnya sesuai untuk kawasan lindung atau penyangga. Kurang terpadunya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan, air, hutan,
menjadi permasalahan sehingga terjadi tumpang tindih kegiatan antar sektor terutama kehutanan, pertambangan, pertanian, dan pariwisata.
Rencana tata ruang wilayah RTRW kemudian ditumpangsusunkan dengan penggunaan lahan saat ini untuk mengetahui penyimpangan rencana tata ruang
dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 22. Tumpang susun peta RTRW 1999 dengan peta penggunaan lahan 2003
dimaksudkan untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan terutama untuk peruntukan sawahpertanian lahan basah dan pemukiman. Dari hasil overlay
diketahui bahwa 23,5 ha kawasan pariwisata digunakan untuk pertanian lahan basah dan 331,7 ha kawasan hutan konservasi, 160,2 ha kawasan pariwisata, dan
357,6 ha pertanian lahan basah digunakan untuk pemukiman.
Gambar 22 RTRW dan penggunaan lahan saat ini. Beberapa hal yang merupakan kelemahan RTRW pada umumnya adalah
bahwa tata ruang belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari ruanglahan yang ada, sehingga masih bersifat makro dan indikatif sehingga kurang dapat
digunakan sebagai acuan operasional pembangunan di lapangan. Peta-peta tesebut hanya memberikan gambaran mengenai batas-batas fungsi kawasan secara
kasar. Dalam hal ini garis-garis yang membatasi fungsi-fungsi kawasan yang ada pada peta RTRW tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan penataan
batas di lapangan hasil wawancara.
Analisis Strategis
Analisis strategis menggunakan analisis SWOT menghasilkan dua hal, yaitu : 1 peubah bersifat strategis unsur internal kekuatan dan kelemahan dan
eksternal peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang; 2 nilai pengaruh peubah-peubah bersifat strategis terhadap pemanfaatan ruang.
Selanjutnya analisis terhadap peubah-peubah bersifat strategis dan nilai pengaruhnya, dengan menggunakan diagram dan matriks SWOT menghasilkan
arahan strategi pemanfaatan ruang. Hasil analisis strategis terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis disajikan pada Gambar 23.
Kekuatan
Peubah-peubah bersifat strategis unsur kekuatan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Peubah-peubah unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya
No. Peubah Nilai Pengaruh
1. Kekayaan sumberdaya alam darat dan laut 0,6965
2. Letakposisi geografis Ciamis sebagai salah satu
penyangga Jawa Barat 0,6429
3. Tersedianya sarana transportasiperhubungan terkait
dengan pariwisata 0,6036
4. Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat
0,6024 5.
Rencana tata ruang dengan dukungan peraturan perundangan
0,5488 Jumlah 3,0942
Uraian penjelasan setiap peubah bersifat strategis unsur kekuatan disajikan berikut ini.
1.
Kekayaan sumberdaya alam darat dan laut
Sumberdaya alam yang terdapat di darat maupun laut merupakan modal dasar pembangunan. Kekayaan sumberdaya alam tersebut misalnya pertanian,
perkebunan, peternakan, kehutanan, dan pertambangan atau penggalian termasuk perikanan pada tahun 2003 telah memberikan kontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi sebesar 16,55 atau sebesar 30,83 bagi PDRB. Sektor ini termasuk ke dalam sektor primer yakni sektor yang tidak mengolah
bahan baku namun hanya mendayagunakan sumberdaya alam seperti tanah dan segala yang terkandung di dalamnya BPS Bapeda Kab. Ciamis 2004.
Unsur Internal
Kekuatan
1. Kekayaan sumberdaya alam darat
dan laut 0,6965 2.
Letakposisi geografis Ciamis sebagai salah satu penyangga Jawa
Barat 0,6429 3.
Tersedianya sarana transportasiperhubungan terkait
dengan pariwisata 0,6036 4.
Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat 0,6024
5. Rencana tata ruang dengan
dukungan peraturan perundangan 0,5488
Kelemahan
1. Koordinasi dan keterpaduan program yang lemah 0,69418
2. Jumlah, kepadatan, dan distribusi penduduk yang rendah 0,6048
3. Permasalahan kondisi fisik terkait dengan karakterisitik fisik alamiah
0,5809 4. Ketimpangan ekonomi antar unit
wilayah 0,5595 5. Belum meratanya infrastruktur dan
kegiatan investasi 0,5309
Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis
Peluang
1. UU No 32 Tahun 2004 tentang
otonomi daerah 0,6054 2.
Penetapan Ciamis sebagai Kawasan Andalan Priangan Timur dan
Kawasan Andalan Pangandaran 0,5786
3.
Adanya komitmen
pemerintah daerah tentang pentingnya penataan
ruang 0,5571
4.
Peningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pariwisata 0,4804
5.
Permintaan terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi 0,4714
Ancaman
1. Konflik antar kegiatansektor dalam pemanfaatan lahan 0,5375
2. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan otonomi
daerah 0,5232 3. Tekanan terhadap sumberdaya alam
dan lingkungan 0,5107 4. Sifat dinamika wilayah yang tinggi
sebagai kabupaten yang terletak pada perbatasan Jabar dan Jateng
0,4696 5. Kesulitan mengoptimalkan rencana
tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar
0,3982
Unsur Eksternal
Gambar 23 Hasil analisis strategis terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.
Kekayaan sumberdaya pertambangan dan galian yang terdapat di Kabupaten Ciamis terdiri dari bahan galian untuk bangunan seperti batu pasir,
batu gamping, dan lain-lain yang hampir merata dan bahan galian untuk industri logam dan non logam seperti kalsit, timbal, seng, dan lain-lain.
Sumberdaya lahan yang terdapat di Kabupaten Ciamis sesuai untuk beberapa penggunaan misalnya pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, maupun
tanaman kerastahunan. Kabupaten Ciamis di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Pada tahun 2003, luas areal tambak sebesar 29,99
ha, produksi ikan yang berasal dari perikanan laut dan kolam air tawar mengalami kenaikan dari tahun 2002 masing-masing sebesar 22,04 dan
12,46 BPS Bapeda Kabupaten Ciamis 2004. Peubah ini berdasarkan hasil analisis merupakan kekuatan utama dalam
kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.
2. Letakposisi geografis Ciamis sebagai salah satu penyangga Jawa Barat