185 | P a g e
Dengan demikian, persoalan moral atau etika didalam konteks ini akhirnya tergantung kepada tingkatan etika yang paling mendominasi keputusan seorang aktor kunci
pelayanan publik. Konflik antara nilai-nilai dari tingkatan etika yang berbeda ini sering membingungkan para pembuat keputusan sehingga kadang-kadang mereka menyerahkan
keputusan akhirnya kepada pihak lain yang mereka percaya atau segani seperti pejabat yang lebih tinggi, tokoh-
tokoh karismatik, “orang pintar”, dsb.
H. Implikasi bagi Etika Pelayanan Publik di Indonesia
Dibutuhkan Kode Etik. Kode etik pelayanan publik di Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi seperti ahli hukum dan kedokteran sementara kode etik untuk profesi
yang lain masih belum nampak. Ada yang mengatakan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara umum kita telah memiliki nilai-nilai agama, etika moral Pancasila, bahkan
sudah ada sumpah pegawai negeri yang diucapkan setiap apel bendera.Pendapat tersebut tidak salah, namun harus diakui bahwa ketiadaan kode etik ini telah memberi peluang bagi
para pemberi pelayanan untuk mengenyampingkan kepentingan publik.Kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat kontrol langsung bagi perilaku para pegawai atau
pejabat dalam bekerja. Dalam konteks ini, yang lebih penting adalah bahwa kode etik itu tidak hanya
sekedar ada, tetapi juga dinilai tingkat implementasinya dalam kenyataan.Bahkan berdasarkan penilaian implementasi tersebut, kode etik tersebut kemudian dikembangkan
atau direvisi agar selalu sesuai dengan tuntutan perubahan jaman. Kita mungkin perlu belajar dari negara lain yang sudah memiliki kedewasaan beretika. Di Amerika Serikat,
misalnya, kesadaran beretika dalam pelayanan publik telah begitu meningkat sehingga banyak profesi pelayanan publik yang telah memiliki kode etik. Salah satu contoh yang
relevan dengan pelayanan publik aalah kode etik yang dimiliki ASPA American Society for Public Administration yang telah direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta
penyempurnaan dari para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para anggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, menaruh
perhatian, keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publikdiatas kepentingan lain, bekerja profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka
dan transparansi, kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan,
dukungan terhadap sistimmerit dan program affirmative action. Kedewasaan dan Otonomi Beretika.Dalam praktek pelayanan publik saat ini di
Indonesia, seharusnya kita selalu memberi perhatian terhadap dilema diatas. Atau dengan kata lain, para pemberi pelayanan publik harus mempelajari norma-norma etika yang
186 | P a g e
bersifat universal, karena dapat digunakan sebagai penuntun tingkah lakunya. Akan tetapi norma-norma tersebut juga terikat situasi sehingga menerima norma-norma tersebut
sebaiknya tidak secara kaku.Bertindak seperti ini menunjukan suatu kedewasaan dalam beretika. Dialog menuju konsensus dapat membantu memecahkan dilema tersebut.
Kelemahan kita terletak pada ketiadaan atau terbatasnya kode etik.Demikian pula kebebasan dalam menguji dan mempertanyakan norma-norma moralitas yang berlaku
belum ada, bahkan seringkali kaku terhadap norma-norma moralitas yang sudah ada tanpa melihat perubahan jaman.Kita juga masih membiarkan diri kita didikte oleh pihak luar
sehingga belum terjadi otonomi beretika.Kadang-kadang, kita juga masih membiarkan diri kita untuk mendahulukan kepentingan tertentu tanpa memperhatikan konteks atau dimana
kita bekerja atau berada. Mendahulukan orang atau suku sendiri merupakan tindakan tidak terpuji bila itu diterapkan dalam konteks organisasi publik yang menghendaki perlakuan
yang sama kepada semua suku. Mungkin tindakan ini tepat dalam organisasi swasta, tapi tidak tepat dalam organisasi publik.
Oleh karena itu, harus ada kedewasaan untuk melihat dimana kita berada dan tingkatan hirarki etika manakah yang paling tepat untuk diterapkan.Perlindungan dan
Insentif Bagi Pengadu.Diantara kita semua ada pihak yang sangat peduli dengan nilai-nilai etika atau moral, melakukan pengaduan tentang pelanggaran moral.Mereka adalah pihak
yang berani membongkar rahasia dan menguji tindakan-tindakan pelanggaran moral dan etika.Namun upaya untuk melakukan hal ini kadang-kadang dianggap sebagai upaya tidak
terpuji, bahkan sering dikutuk perbuatannya, dan nasibnya bisa menjadi terancam. Pengalaman ini cenderung membuat mereka takut dan timbul kebiasaan untuk tidak mau
“repot” atau tidak mau “berurusan” dengan hukum atau pengadilan, yang insentifnya tidak jelas. Akibatnya, peluang dari pihak- pihak yang berpengaruh dalam pelayanan publik terus
terbuka untuk melakukan tindakan-tindakan pelanggaran moral dan etika.Karena itu, dalam rangka meningkatkan moralitas dalam pelayanan publiki, diperlukan perlindungan terhadap
para pengadu, kalau perlu insentif khusus.
I. Netralitas Pegawai Negeri Sipil PNS
1. Pendahuluan Reformasi di bidang kepegawaian yang merupakan konsekuensi dari perubahan di
bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat terjadi sejak paruh pertama tahun 1998 ditandai dengan berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian. Peraturan perundang-undangan yang merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dengan pokok bahasan yang
sama tersebut, kemudian diikuti dengan berbagai peraturan pelaksanaannya, baik yang
187 | P a g e
berupa Peraturan Pemerintah PP maupun Keputusan Presiden Keppres, untuk menjamin terlaksananya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ini secara baik dan
terarah. Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil PNS di negara manapun mempunyai tiga
peran yang serupa.Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan
pemerintah.Untuk mengemban
tugas ini,
netralitas PNS
sangat diperlukan.Kedua, melakukan fungsi manajemen pelayanan publik.Ukuran yang dipakai
untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang diberikan PNS. Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, sehingga desentralisasi dan otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada daerah-daerah tersebut mengerti benar
keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus mampu mengelola pemerintahan.Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama PNS.Setiap
kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.
Dalam hubungan ini maka manajemen dan administrasi PNS harus dilakukan secara terpusat, meskipun fungsi-fungsi pemerintahan lain telah diserahkan kepada pemerintah
kota dan pemerintah kabupaten dalam rangka otonomi daerah yang diberlakukan saat ini. Prasyarat Netralitas
Untuk mewujudkan ketiga peran tersebut diharapakan dalam manajemen sistem kepegawaian perlu selalu ada:
a. Stabilitas, yang menjamin agar setiap PNS tidak perlu kuatir akan masa depannya serta
ketenangan dalam mengejar karier. b.
Balas jasa yang sesuai untuk menjamin kesejahteraan PNS beserta keluarganya. Sehingga keinginan untuk melakukan korupsi, baik korupsi jabatan maupun korupsi
harta, menjadi berkurang, kalau tidak mungkin dihapuskan sama sekali dan c.
Promosi dan mutasi yang sistematis dan transparan, sehingga setiap PNS dapat memperkirakan kariernya dimasa depan serta bisa mengukur kemampuan pribadi.
Ketiga prasyarat ini akan menumbuhkan keyakinan dalam diri setiap PNS, apabila mereka menerima sesuatu jabatan harus siap pula untuk melepas jabatan yang
didudukinya itu pada suatu waktu tertentu. Bahkan kehilangan jabatan tersebut tidak perlu dikuatirkan.Apabila sistem penggajian sudah ditata rapih, setiap PNS tidak perlu mengejar
jabatan hanya sekedar untuk mempertahankan kesejahteraan hidup bersama keluarganya. Selain itu, sistem kepegawaian yang memenuhi ketiga kreteria tersebut akan menjaga
188 | P a g e
integritas dan kepribadian setiap PNS yang memang sangat diperlukan untuk mewujudkan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara seperti diamanatkan
dalam Undang-undang No. 43 Tahun 1999.
1. Pelayanan publik yang beretika : mempertimbangkan cara yg tepat untuk bertindak
bagi pegawai negeri sebagai “pelayan publik”“abdi negaraabdi masyarakat” dalam berbagai situasi pelayanan publik.
2. Etika pelayanan publik mencakup prinsip-prinsip, nilai-nilai, standar-standar atau norma-norma moral etika yang harus dijadikan panduan, dan kriteria
penilaian terhadap aparatur birokrasipegawai negeri dalam menjalankan aktivitasnya di dlm orang berhubungan dengan pihak-pihak luar khususnya
masyarakat pengguna layanan birokrasi 3. Etika pelayanan publik memiliki interpretasi kurang lebih mempertimbangkan
cara yang tepat untuk bertindak bagi pegawai negeri sebagai ”palayan publik” dalam berbagai situasi pelayanan publik.
4. Seperti yang terjadi pada sektor bisnis, tuntutan akan efisiensi dan efektivitas organisasi, profesionalisme dan standar perilaku yang tinggi juga ditujukan
pada birokrasi atau administrasi publik yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik. Aparat birokrasi kini makin dituntut untuk secara profesional
menunjukkan kinerjanya yang berkualitas tinggi, dengan cara-cara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip etrika.
5. Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik bermuara pada tujuan untuk mewujudkan integritas dalampelayanan publik.
6. Masyarakat kini tidak hanya makin sadar akan hak-haknya, tetapi juga makin berani untuk menggugat birokrasi administrasi pemerintahan yang ternyata
tidak mampu bekerja secara profesional sesuai harapannya. Oleh karena itu, seperti halnya bisnis, birokrasi juga memikul mandat baru untuk terus-menerus
mereformasi diri guna meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya, dan pada saat yang sama mendorong aparatur birokrasi PNS atau ”abdi masyarakat”
agar memiliki integritas yang tinggi. 7. Pemahaman yang baik mengenai isu-isu etika dalam birokrasi akan
memberikan bekal yang berharga bagi mereka jika mereka menjadi aparat birokrasi yang mengemban tugas-tugas pelayanan publik ataupun jika menjadi
189 | P a g e
akuntan profesional yang independen dan melakukan pengkajian dan penilai terhadap sistem dan kinerja birokrasi. Dalam kaitan ini, selain isu-isu etika
birokrasi pada umumnya, perkembangan di bidang tata kelola pemerintahan governance, secara khusus penting bagi akuntan profesional. Perkembangan
tersebut menuntut para akuntan profesional untuk senantiasa memastikan bahwa nilai-nilai etika mereka adalah mutakhir, dan mereka siap bertindak
berdasarkan nilai-nilai tersebut untuk mencapai kinerja terbaiknya 8. tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, yaitu besarnya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan, rendahnya tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik. 9. Prinsip-prinsip etika ini juga dapat dipandang sebagai kombinasi antara nilai-
nilai yang berasal dari tradisi birokrasipelayanan publik nilai-nilai tradisional dan nilai-nilai baru. Nilai-nilai tradisional mencerminkan misi pokok pelayanan
publik dan tercermin Sementara itu, nilai-nilai baru mencerminkan artikulasi dari etos baru akibat adanya perkembangan dan tuntutan baru.
10. masyarakat sering mengeluh karenadalam berurusan dengan birokrasi pemerintahan, pelayanan yang mereka terima dari aparatur pemerintah
kurang memuaskan karena lambat dan mahal. 11. Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil PNS di negara manapun mempunyai
tiga peran yang serupa. yaitu sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah, melakukan fungsi manajemen pelayanan
public, PNS harus mampu mengelola pemerintahan. 12. Pegawai negeri atau birokrasi pelayanan publik secara umum tidak
dikategorikan sebagai suatu profesi. Namun, pegawai negeri juga dituntut profesionalismenya.
13. Birokrasi pelayanan publik yang ideal harus ditunjang oleh keunggulan teknis dan keunggulan etis moralitas.
14. Semakin berkembang sistem pemerintaha yang ada di suatu Negara, maka dituntut juga pelayanan public yang semakin baik. Hal ini berkaitan dengan
semakin beragamnya kebutuhan warga Negara akan pelayanan public yang baik. Pelayanan publik ini tidak semata-mata hanya mencukupi kebutuhan
warga Negara, tapi dalam pelaksanaannya itu sendiri harus ada sebuah etika yang menjamin kepuasan pelanggan, kalancaran palaksanaan pelayanan, dan
penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah secara efektif dan
190 | P a g e
efisien. Sebagai calon pengawal keuangan Negara, maka sudah sewajibnya kita semua mempelajari bagaimana manjadi pelayan masyarakan dan
pengabdi Negara yang baik.nan public yang semakin baik.
1. Berikan pengertian etika dan hubungkan dengan dengan fungsi pelayanan public dari birokrasi pemerintahan.
2. Ikhtisarkan secara singkat alasan-alasan pentingnya etika dalam pelayanan public birokrasi.
3. Nilai-nilai apa saja yang relevan untuk dijadikan prinsip etika dan perilaku dalam pelayanan publik? Jelaskan masing-masing.
4. Jika seorang pegawai negeri ceroboh, tidak teliti sehingga pelaksanaan pekerjaannya selalu memerlukan waktu yang lebih lama dan menggunakan bahan-
bahan yang lebih banyak dari seharusnya, prinsip manakah yang tidak terpenuhi? 5. Prinsip apa saja yang ditetapkan untuk pelayanan publik di Indonesia?
191 | P a g e
BAB
ETIKA KERJA
A. Pengertian Etika Etos Kerja