Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif

¾ Persamaan di atas memiliki arti apabila terjadi kenaikan sebesar 1 pada harga ekspor PXT akan meningkatkan daya saing DS komoditi udang Indonesia sebesar 0,30. Kemudian apabila terjadi kenaikan sebesar 1 pada volume ekspor udang QXT maka akan dapat meningkatkan daya saing udang Indonesia DS sebesar 0,09. Begitu pula pada variabel yang lainnya yaitu jika terjadi kenaikan sebesar 1 pada harga udang di tingkat produsen atau harga input PDXT maka akan menyebabkan kenaikan pada daya saing udang Indonesia DS sebesar 0,14. Sedangkan jika terjadi kenaikan sebesar 1 pada nilai ekspor ikan tuna NIT maka akan menyebabkan penurunan pada daya saing udang Indonesia DS sebesar 0,229.

5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif

Pada analisis keunggulan kompetitif menggunakan Teori Berlian Porter Porter’s Diamond Theory yang menganalisis daya saing komoditi udang Indonesia melalui empat komponen utama yaitu kondisi faktor, permintaan, industri terkait dan pendukung, serta strategi perusahaan, struktur dan persaingan ditambah dengan dua komponen pendukung yaitu komponen regulasi pemerintah dan faktor kesempatan. 1 Kondisi Faktor Kondisi faktor merupakan salah satu komponen Porter yang memiliki pengertian jika semakin tinggi kualitas input atau produk bahan mentahnya maka semakin besar peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya saing. Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumberdaya, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan sumberdaya infrastruktur.

A. Sumberdaya Alam

Indonesia sebagai negara kepulauan yang beriklim tropis membuat tanah airnya menjadi subur dan mengandung kekayaan hasil alam yang melimpah baik itu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui seperti hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan serta sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yaitu sumberdaya mineral atau barang tambang. Pada sumberdaya perikanan Indonesia sangatlah didukung oleh wilayah laut Indonesia yang luas yakni 5,8 juta km 2 dengan luas perairan territorial 0,8 juta km 2 , luas perairan kepulauan laut nusantara 2,3 juta km 2 , dan luas perairan Zona Ekonomi Ekslusif ZEE 2,7 juta km 2 . Salah satu sumberdaya perikanan yang banyak diproduksi di Indonesia di samping jenis ikan adalah udang. Sumberdaya udang Indonesia sangatlah diminati baik di pasar domestik maupun internasional. Pada komoditi udang Indonesia merupakan komoditi potensial karena sebagai sektor hasil perikanan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar dan jumlah ekspor yang meningkat seperti pada Tabel 1.1 Selain itu Indonesia merupakan negara dengan nilai ekspor udang nomor dua di dunia di bawah Thailand pada tahun 2007 berdasarkan Tabel 5.4 Tabel 5.4 Negara-Negara Penghasil Nilai Ekspor Udang Beku Terbesar 25 Tahun Nilai ekspor Udang Beku Terbesar US Thailand China Indonesia Vietnam 2007 1.084.677.273 182.176.092 792.385.971 - 2006 1.054.484.182 187.614.194 939.711.381 1.225.601.931 2005 903.470.073 326.704.739 804.022.736 1.129.466.777 Sumber : UnComtrade, 2009 Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga dengan nilai ekspor udang beku sebesar US 804.022.736 pada tahun 2005 di bawah Thailand pada peringkat kedua dengan nilai ekspor US 903.470.073 dan Vietnam pada peringkat pertama dengan nilai ekspor US 1.129.466.777. Pada tahun 2006, Indonesia juga tetap berada pada peringkat tiga dengan nilai ekspor US 939.711.381 di bawah Thailand dan Vietnam. Pada tahun 2007, Indonesia meningkat ke peringkat dua dengan nilai ekspor US 792.385.971 di bawah Thailand yang menempati peringkat pertama dengan nilai ekspor US 1.084.677.273. Selain itu pada Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa terjadinya peningkatan nilai ekspor udang beku Indonesia bukan hanya karena kekayaan sumberdaya udang Indonesia, tetapi juga mencerminkan perbandingan nilai ekspor udang beku Indonesia terhadap nilai ekspor semua komoditi Indonesia yang lebih tinggi daripada nilai ekspor udang dunia terhadap nilai ekspor semua komoditi dunia sehingga daya saingnya juga meningkat. Pada udang windu Giant Tiger Shrimph merupakan jenis udang khas Indonesia yang banyak dibudidayakan oleh para petambak dan nelayan Indonesia. Udang windu bersifat euryhaline, yakni secara alami bisa hidup di perairan yang 25 United Nations Comodity Trade UNCOMTRADE Statistical Database, 2009. http:unstat.un.orgunsdcomtrade [13 dan 14 Mei 2009]. berkadar garam dengan rentangan yang luas, yakni 5-45 00. Artinya, udang windu dapat hidup di laut yang berkadar garam tinggi hingga perairan payau yang berkadar garam rendah. Adapun kadar garam ideal untuk pertumbuhan udang windu adalah 19-35 00. Pada udang windu muda atau stadium juvenile mempunyai pertumbuhan yang baik pada perairan berkadar garam tinggi, sedangkan untuk udang windu yang semakin dewasa mempunyai pertumbuhan yang optimal pada perairan berkadar garam rendah. Pada umumnya udang windu menyukai perairan yang relatif jernih dan sangat rentan terhadap pencemaran, baik itu pencemaran industri, rumah tangga, ataupun pertanian pestisida dan hama atau penyakit. Hal ini disebabkan lingkungan hidup yang kotor seperti dasar perairan yang berlumpur akan menghambat pertumbuhan udang windu. Selain itu suhu dan oksigen terlarut juga ikut mempengaruhi. Udang windu dapat tumbuh dengan baik pada suhu 26-32°C, sementara kandungan oksigen terlarutnya sebanyak 4-7 ppm. Jika udang windu dibudidayakan dari benih akan mencapai panen setelah dipelihara 4-6 bulan. Pada Tabel 5.5 akan dijelaskan produksi udang windu budidaya tambak di Indonesia. Tabel 5.5 Produksi Udang Windu Budidaya Tambak di Indonesia Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Produksi Ton 112.840 133.836 131.399 134.682 147.867 133.113 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009 Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa produksi udang windu pada budidaya tambak di Indonesia periode 2002-2007 cenderung mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 2.437 ton dari tahun 2003 sebesar 133.836 ton menjadi 131.399 ton pada 2004. Begitu pula pada tahun 2007 yang mengalami penurunan produksi sebesar 14.754 ton dari 147.867 ton di tahun 2006 menjadi 133.113 ton di tahun 2007. Adapun udang windu banyak dibudidayakan di daerah pesisir timur pulau Sumatra yaitu daerah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Riau dan Lampung serta pesisir utara pulau Jawa pantura, pesisir Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua. Selain Indonesia, beberapa negara yang terkenal sebagai pembudidaya udang windu adalah Thailand, India, China, Jepang, Malaysia dan Filipina. Pada udang vanname merupakan udang jenis baru yang pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Udang ini berasal dari perairan asli Amerika Latin, yaitu dari Pantai Barat Meksiko ke arah selatan hingga daerah Peru. Sejak empat tahun terakhir, budidaya udang vanname mulai meluas dengan cepat di kawasan Asia seperti China, Taiwan, Malaysia, dan juga di Indonesia. Pada awalnya produksi budidaya udang windu yang sedang berkembang mengalami penurunan karena serangan penyakit, yaitu penyakit bercak putih White Spot Syndrome . Kini dengan adanya udang vanname yang kebal terhadap penyakit White Spot Syndrome usaha perikanan Indonesia mulai bangkit kembali. Pada dasarnya udang vanname memang berbeda dari udang lain yaitu produktivitasnya dapat mencapai lebih dari 13.600 kgha menurut penelitian Boyd Clay 2002. Hal ini disebabkan udang vanname memang memiliki keunggulan sebagai berikut: 1. Tingkat kehidupan yang tinggi, yaitu tingkat lulus kehidupan udang vanname yang bisa mencapai 80-100 Duraippah, et al, 2000 26 , sedangkan menurut Boyd dan Clay tingkat lulus kehidupannya bisa mencapai 91. Hal ini diperoleh dari induk yang telah berhasil didomestikasi sehingga menghasilkan benur yang tidak liar dan tingkat kanibalismenya rendah. Selain itu benur udang vanname ada yang bersifat SPF Specific Pathogen Free ; benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit, seperti penyakit bintik putih atau yang dikenal dengan White Spot Syndrome Virus WSSV. 2. Udang vanname adalah hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami seperti plankton dan detritus pada kolom air atau tambak, sehingga mengurangi input pakan seperti pelet. Menurut Boyd dan Clay konversi pakannya atau Feed Conversion Ratio FCR sekitar 1,3-1,4, dengan kadar protein pakannya yang cukup rendah yaitu sekitar 20-35. Karena protein pakan rendah, maka biaya pembelian pakannya murah untuk menekan biaya produksi. 3. Udang vanname dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar yang tinggi, yaitu sekitar 60-150 ekor m 2 dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr minggu. Hal ini disebabkan udang vanname mampu memanfaatkan kolom air sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang tersebut menjadi lebih luas. Hal inilah yang menjadi dasar petambak udang untuk 26 Duraippah, S, Supono dan Hendri. 2000. “Keunggulan-Keunggulan Udang Vanname”. http;www.google.comkeunggulan-keunggulan-udang-vanname.pdf [15 Juni 2009]. meningkatkan produksinya dengan meningkatkan kepadatan tebar. Tambak budidaya udang vanname sendiri dilaksanakan dengan menggunakan teknologi intensif. Karena keunggulan-keunggulan udang vanname itulah pemerintah secara resmi menjadikan udang vanname sebagai varietas unggul pada 12 Juli 2001 melalui SK Menteri KP No. 412001. Sejak itulah budidaya udang vanname meluas ke berbagai daerah seperti Jawa Timur, Bali, Brebes, Tegal, Pemalang Jawa Tengah, Indramayu dan Pangandaran Jawa Barat, Mamuju dan Makassar Sulsel, Pelaihari Kalsel, Medan Sumut, Batam Riau, Musi Banyuasin Sumsel, Padang Cermin, Kalianda, Way Seputih, dan Kota Agung Lampung, serta Pondok Kelapa Bengkulu. Adapun sifat-sifat penting udang vanname yaitu aktif pada kondisi gelap nokturnal, dapat hidup pada kisaran salinitas lebar euryhaline 21-33 ppt dengan oksigen terlarut 3,2-5,0 ppm pada pagi hari dan 4,2-9,0 ppm pada siang hari, suka memangsa sesama jenis kanibal, tipe pemakan lambat, tetapi terus menerus continous feeder, menyukai hidup di dasar bentik dan mencari makan lewat organ sensor chemocereptor. Selain itu pada sepasang udang vanname yang berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan 100.000-250.000 butir telur yang berukuran 0,22 mm. Pada siklus hidup udang vanname terjadi pergantian kulit moulting yang dipengaruhi oleh kondisi air pasang dan surut, perubahan lingkungan, dan penurunan volume air pada saat persiapan panen. Karena sifat-sifat udang vanname yang unggul maka udang vanname dapat mencapai harga rata-rata Rp 27.000-Rp 30.000kg dengan biaya produksi hanya Rp 16.000-Rp 17.000kg. Berbeda dengan udang windu rata-rata yang harganya sebesar Rp 50.000-Rp 60.000kg dengan biaya produksi Rp 15.000-Rp 20.000kg. Diketahui bahwa harga ekspor rata-rata udang vanname US 10kg sehingga diperoleh devisa US 10 milyar per tahun. Pada Tabel 5.6 akan dijelaskan produksi udang vanname budidaya tambak di Indonesia. Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa produksi budidaya tambak udang vanname di Indonesia selalu meningkat pada periode 2004-2007. Peningkatan produksi terbesar terjadi sejumlah 50.657 ton, yaitu dari 53.217 ton pada tahun 2004 menjadi 103.874 ton pada tahun 2005. Tabel 5.6 Produksi Udang Vanname Budidaya Tambak di Indonesia Tahun 2004 2005 2006 2007 Produksi Ton 53.217 103.874 141.649 179.966 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008

B. Sumberdaya Manusia

Berdasarkan data Departemen Perdagangan diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja dari subsektor budidaya udang sampai dengan tahun 2006 adalah sebesar 194.316 orang. Selain itu dapat diproyeksikan pada tahun 2009 diramalkan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 324.053 orang karena tercapainya program revitalisasi budidaya udang Depdag, 2009. Hal tersebut dikarenakan sudah berkembangnya sektor lapangan kerja dalam industri budidaya udang yakni meningkatnya jumlah perusahaan- perusahaan eksportir udang yang mencapai 182 perusahaan. Selain itu adanya para stakeholder pelaku usaha lainnya seperti sektor-sektor usaha mikro dan kecil dalam budidaya udang, para nelayan pembudidaya udang, serta kerjasama dengan instansi-instansi pemerintahan pada sektor perikanan meningkatkan kuantitas kebutuhan sumberdaya manusia. Pada produsen dan pengolah udang terbesar di dunia yang ada di Indonesia yaitu PT Central Proteinaprima yang memproduksi udang beku, pakan udang, bibit udang, probiotika dan pakan ikan dengan lahan budidaya 50.000 hektar telah menyediakan lapangan kerja kepada lebih dari 38.000 orang termasuk 12.500 pegawai penuh waktu. PT Central Proteinaprima merupakan pengendali industri yang ditopang oleh tim pengelola yang stabil dan berpengalaman, strategi bisnis yang sehat, dan operasi berperingkat terbaik untuk mengoptimalkan efisiensi dan teknik produksi dalam industri. Berdasarkan keterangan dari perusahaan Central Proteinaprima telah diketahui bahwa sumberdaya manusia pada sektor budidaya dan ekspor udang Indonesia sudah cukup baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Karena dengan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia tenaga kerja akan mendorong peningkatan kinerja ekspor yang berdampak positif terhadap nilai ekspor dan daya saing komoditi udang Indonesia yang ikut meningkat.

C. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada umumnya perkembangan teknologi dalam budidaya udang masih belum mengalami peningkatan. Pada budidaya udang windu dan udang vanname sampai saat ini, dominan masih dibudidayakan pada tambak yang menggunakan teknologi ekstensif tradisional dan sedikit yang memakai teknologi intensif modern. Pada teknologi ekstensif atau tradisional merupakan teknologi usaha budidaya tambak udang yang tanpa disertai pemberian pakan pemupukan dan dilakukan pada lahan pasang surut dengan bentuk tidak teratur. Pada teknologi ini biasanya diadakan perluasan lahan yang mencapai 3-10 hapetak. Sedangkan pada teknologi intensif modern merupakan teknologi pada budidaya tambak udang yang sudah menggunakan kolam yang dibeton seluruhnya atau dari tanah yang bentuknya sudah teratur dan adanya sistem pemberian pakan serta sistem penggantian air yang menggunakan pompa. Pada pola teknologi ini juga ditandai dengan adanya sistem aerasi untuk menambah kadar oksigen dalam air dan tidak adanya perluasan lahan karena setiap petak tambak hanya berukuran 0,2-0,5 hapetak. Pada teknologi pembekuan udang digunakan bahan pendingin refrigerant tertentu yang akan berubah dari fase cair ke fase gas dengan menyerap panas dari sekelilingnya. Untuk mencegah akibat negatif dari pembekuan seperti terjadinya kristal–kristal es yang besar dalam bahan, maka udang dibekukan dengan sistem quik freezing pada suhu – 24 ºC sampai – 40 ºC. Udang segar dibekukan dengan baik dan disimpan pada suhu dibawah – 17 ºC dapat tahan sampai 6 bulan sedangkan untuk udang cooked udang beku setelah dimasak 15 detik dan peeled udang beku setelah dikupas kulitnya dan dipotong kepalanya sekitar 2 bulan. Pembekuan merupakan penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku agar dapat menghambat reaksi-reaksi enzimatis, reaksi-reaksi kimia serta pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan. Agar bahan baku tetap segar selama pembekuan sebaiknya suhu udang harus tetap dijaga di bawah 4°C selama penanganan 27 . Berdasarkan hasil penelitian pada budidaya udang windu diketahui bahwa tingkat keberhasilan pengembangan budidayanya akan bagus apabila dilaksanakan secara polikutur, yaitu budidaya campuran antara udang bersama dengan bandeng dan rumput laut. Budidaya ini cukup bagus karena menghasilkan sekaligus tiga komoditas ekspor. Adapun pengembangan teknologi dalam budidaya udang vanname mengalami sedikit kemajuan, antara lain penggunaan plastik untuk melapisi tambak banyak digunakan untuk memudahkan pengelolaan budidaya dan meningkatkan kualitas udang meskipun secara umum penerapan teknologi budidaya udang masih sangat minim. Kurangnya ketersediaan ilmu pengetahuan dan teknologi pada budidaya dan pengolahan udang menyebabkan komoditi udang Indonesia menjadi rendah kualitasnya dan menjadi kalah bersaing sehingga harga ekspornya juga menjadi turun yang berakibat menurunkan daya saingnya. Berbeda dengan Indonesia yang teknologi produksinya masih belum modern, Thailand yang juga sebagai salah satu eksportir udang terbesar dunia saingan Indonesia telah menerapkan sistem food traceability penelusuran rekam jejak data perdagangan berdasarkan teknologi RFID Radio Frequency Identification pada industri pengolahan udang sejak tahun 2006 28 . Penggunaan teknologi RFID ini bertujuan untuk meningkatkan atau 27 Departemen Pendidikan Nasional. 2003. “Memilah dan Membersihkan Udang”. http:www.google.commemilah-dan-membersihkan-udang.pdf [8 Mei 2009]. 28 E-BizzAsia. 2006. “Asia Highlights; Thailand Terapkan RFID di Industri pengolahan Udang”. http:www.ebizzAsia.com [18 Juni 2009]. memperbaiki kualitas makanan dari udang, khususnya untuk mengantisipasi kasus-kasus kontaminasi makanan sehingga daya saingnya juga ikut meningkat dan dapat mengamankan pangsa pasarnya di pasar global. Penerapan teknologi RFID dilakukan pada produk udang Thailand selain karena udang merupakan komoditi ekspor yang strategis karena menghasilkan devisa yang besar, juga karena adanya tuntutan dari industri makanan global yaitu adanya standarisasi internasional seperti HACCP, COC dan lainnya untuk negara-negara produsen makanan yang berorientasi ekspor. Menurut Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand, komoditi udang memang memerlukan teknologi RFID karena pada industrinya melibatkan banyak pihak dalam rantai produksi mulai dari petambak, produsen, peritel sampai para pemasok. Sekitar 80 persen bahan mentah untuk produksi dipasok secara lokal. Adanya sistem food traceability dengan teknologi RFID tentunya akan mempermudah pemantauan kualitas produk makanan sepanjang rantai produksinya. Diketahui dua eksportir udang terbesar Thailand, Charoen Pokphand Foods CPF dan Chanthaburi Frozen Food menginvestasikan sekitar 10 juta baht atau sekitar 2,4 miliar rupiah untuk ujicoba sistem ini pertama kalinya Asia Highlight, eBizz Asia .

D. Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan produksi budidaya udang. Pada seluruh sektor-sektor sumberdaya komoditas perikanan termasuk produksi udang, Departemen Perikanan dan Kelautan telah menjalin kerjasama dengan bank-bank nasional untuk mengatasi masalah sumberdaya modal. Melalui kerjasama itu tersedia alokasi khusus untuk sektor kelautan dan perikanan sebagai bagian dari kredit Pembinaan Kemitraan Bina Lingkungan PKBL, kredit umum investasi atau modal kerja, dan kredit ekspor masing-masing Bank. Adapun kerjasama dengan beberapa bank itu antara lain : ¾ Bank Mandiri dengan Kredit Mina Mandiri yang diberlakukan pada 27 Maret 2003 dengan alokasi dana Rp 3 triliun untuk usaha perikanan tangkap di wilayah Indonesia bagian timur. ¾ Bank BNI dengan Kredit Bahari untuk usaha pengolahan, pemasaran, dan industri wisata bahari. ¾ Bank BRI yang ikut mengembangkan UMKM yang berada di pedesaan untuk nelayan, pembudidaya, pengolah dan bakul ikan. ¾ Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat dan Bank Danamon yang menyalurkan kredit kepada UMKM di daerah-daerah pedesaan seperti di Aceh, Subang dan lainnya serta untuk pinjaman nelayan, pengolah atau pemasar. ¾ Bank Pembangunan Daerah BPD seluruh Indonesia yang menyalurkan Kredit Ketahanan Pangan KKP sejak tahun 2001 untuk sektor kelautan dan perikanan senilai Rp 43, 529 milyar yang diarahkan untuk UMKM, nelayan, pembudidaya, pengolah tradisional dan pemasar produk perikanan. ¾ PT Telekomunikasi Indonesia PT TELEKOM yang mengeluarkan dana PKBL Telekom untuk usaha-usaha kecil yang sudah layak administrasi atau layak finansial. Ketersediaan modal yang cukup dalam pengembangan budidaya udang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah ekspor udang yang berdampak positif pada peningkatan nilai ekspor udang Indonesia. Peningkatan pada nilai ekspor udang Indonesia mengakibatkan peningkatan pada nilai RCA komoditi udang Indonesia atau meningkatkan daya saing komoditi udang Indonesia.

E. Sumberdaya Infrastruktur

Komoditas udang merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang sudah menggunakan fasilitas infrastruktur yang sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada salah satu eksportir udang terkemuka di Indonesia yaitu PT Dipasena Citra Darmaja PT Aruna Wijaya Sakti yang sekarang berada di bawah perusahaan PT Central Proteinaprima. Pada awal tahun 1990-an, PT Dipasena Citra Darmaja DCD dibangun dan menjadi megaproyek industri budidaya udang yang pertama dan terbesar di Indonesia. Perusahaan eksportir udang terkemuka yang kini berganti nama menjadi PT Aruna Wijaya Sakti ini menggunakan konsep tambak inti rakyat TIR yang menghimpun puluhan ribu tenaga kerja dan membangun tambaknya di areal konsesi seluas 16250 hektar dari 30.000 hektar cadangan yang diberikan Pemda Provinsi Lampung dengan 16 blok. DCD juga berinvestasi dengan membangun tujuh area infrastruktur seluas 753,28 hektar dan sebuah infrastruktur Tata Kota seluas 1.000 hektar. DCD juga membangun dermaga ekspor khusus untuk pengapalan udang segar ke mancanegara. Kawasan yang belakangan populer dengan nama Bumi Dipasena, berubah menjadi kota pantai yang mentereng, lengkap dengan berbagai prasarana dan sarana perkotaan. Selain infrastruktur tambak juga dibangun sarana penunjang aktivitas usaha tambak udang, seperti, jalan, perumahan karyawan, pasar lokal, koperasi, lapangan olah raga, tempat ibadah dan fasilitas penting perusahaan seperti perkantoran, pabrik pakan dan gudang pakan, instalasi pendingin cold storage, koperasi, dan lain-lain. Pembangunan DCD sebagai industri budidaya udang pertama dan terbesar dengan berbagai infrastrukturnya yang lengkap menjadi titik tolak bahwa secara umum infrastruktur dalam budidaya udang termasuk fasilitas transportasi, pakan, pembenihan serta sarana dan prasarana pemeliharaan memang sudah cukup bagus, hanya saja teknologi produksinya yang belum memadai. 2 Kondisi Permintaan Pada kondisi permintaan sangat menentukan daya saing berdasarkan mutunya. Mutu permintaan suatu pasar dapat menyebabkan terjadinya kompetisi antar- perusahaan industri. Suatu komoditas diasumsikan akan selalu meningkat jika kesejahteraan suatu masyarakat telah bertambah sehingga industri akan berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk atau melakukan inovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

A. Kondisi Permintaan Domestik

Komoditi udang Indonesia yang diproduksi untuk kebutuhan domestik hanyalah sedikit yaitu sebesar 5 yang terutama dipasarkan dalam pasar-pasar besar pasar swalayan, sedangkan sebanyak 95 produksi udang Indonesia diekspor. Hal ini disebabkan karena perbedaan selera masyarakat Indonesia yang cenderung lebih menyukai mengkonsumsi daging red meat seperti ayam, sapi, dan yang lainnya serta sangat jarang dalam mengkonsumsi udang. Meskipun perbedaan harga komoditi keduanya sangatlah kecil di pasar domestik. Adapun besarnya konsumsi udang di Indonesia dapat dilihat pada Tael 5.7. Tabel 5.7 Total Konsumsi Udang di Indonesia Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Besar konsumsi Kota+desa kg 0,46 0,51 0,51 0,51 0,46 0,57 0,57 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa total konsumsi udang kota + desa di Indonesia mencukupi dimana konsumsi tertinggi berada di tahun 2007 dan 2008 dengan jumlah yang sama, yaitu hanya 0,57 kilogram. B. Kondisi Permintaan Ekspor Pada kondisi permintaan ekspor udang Indonesia dapat diukur dari jumlah dan nilai ekspor komoditi udang Indonesia pada udang beku dan tak beku di pasar internasional yang cenderung mengalami peningkatan. Pada jumlah dan nilai ekspor udang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.8. Menurut Depdag 2009, nilai ekonomis komoditi udang terlihat dari permintaan konsumen dunia yang rata-rata naik 11,5 per tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan konsumsi udang dunia dari 1.537.967 ton pada tahun 2004 menjadi 1.670.925 ton pada tahun 2007 KIARA : Fisheries Justice Coalition, 2008 29 . Tabel 5.8 Jumlah dan Nilai Ekspor Udang Beku dan Tak Beku Indonesia Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009 Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah dan nilai ekspor cenderung mengalami peningkatan yang menandakan bahwa permintaan ekspor udang Indonesia untuk dunia memang sangat baik. Pada jumlah ekspor hanya mengalami penurunan di tahun 2004 sebesar 8.452 ton dari 134.479 ton di tahun 2003 menjadi 126.027 ton di tahun 2004. Begitu pula pada tahun 2007 yang mengalami penurunan sebesar 21.966 ton dari 138.426 ton di tahun 2006 menjadi 116.460 ton di tahun 2007. Pada nilai ekspor udang juga sama yaitu mengalami penurunan nilai ekspor sebesar US 36.190.000 pada tahun 2004 dan US 149.201.557 pada tahun 2007. Dapat disimpulkan bahwa dengan permintaan ekspor udang Indonesia yang semakin meningkat akan mendorong harga ekspornya pada tingkat yang lebih tinggi yang juga meningkatkan daya saingnya. 29 Saragih, M.N. 2008. “Rekam Jejak Krisis Keuangan Global Terhadap Sektor Perikanan Indonesia”. [Infosheet KIARA-Fisheries Justice Coalition]. http:www.kiara.or.idimagesstoriesRekam-Jejak-Krisis-Keuangan-Global-Terhadap-Sektor- Perikanan-Indonesia.pdf [20 Juni 2009]. Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Ekspor ton 121.526 134.479 126.027 124.433 138.426 116.460 Nilai Ekspor 1000 US 831.964 847.308 811.118 806.514,650 943.996,879 794.795,3 22 3 Industri Terkait dan Industri Pendukung Peran industri pendukung dan terkait dalam komoditi udang Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang daya saing ekspor udang Indonesia. Pada industri terkait ekspor udang meliputi industri penyediaan benih dan industri pakan udang sedangkan pada industri pendukung memiliki peran dalam pengembangan produk udang olahan. a Industri Terkait Pada industri terkait ekspor udang meliputi industri penyediaan benih atau induk udang dan penyediaan pakan udang. Untuk industri penyediaan benih udang di Indonesia masih belum berkembang yang disebabkan sulitnya memperoleh benur benih udang yang berkualitas karena belum berkembangnya balai pemuliaan induk yang memadai serta rendahnya daya serap pasar 30 . Hingga saat ini Indonesia baru memiliki satu balai pengembangan pemuliaan induk udang vanname di Situbondo, Jawa Timur, sedangkan balai penelitian pemuliaan udang windu untuk saat ini belum ada. Kepala Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Slamet Subiakto, di Samarinda, mengatakan, pemuliaan induk udang vanamei lokal menghasilkan 20.000 ekor per bulan. Namun, tingkat penyerapan di pasar dalam negeri baru 30-50 persen. Jumlah penyerapan itu lebih rendah dibandingkan induk udang impor yang sebanyak 300.000 ekor per tahun. 30 CJ Feed Indonesia. 2009. “Benih Udang Dalam Negeri Belum Bersaing”. http:www.cjfeed.co.id [12 Juni 2009]. Menurut Subiakto, induk udang vaname dalam negeri memiliki keunggulan bebas penyakit spesific pathogen free dan lebih kebal terhadap penyakit dibandingkan dengan induk impor. Akan tetapi, pertumbuhannya masih relatif lebih lamban dibandingkan induk udang impor. Sebagai perbandingan, pertumbuhan induk udang vanname impor lebih singkat 15 hari dibandingkan induk udang lokal pada umur yang sama. Salah satu kendala pengembangan benih udang sebenarnya disebabkan fasilitas pemuliaan induk yang belum memadai diantaranya teknologi seleksi induk. Akibatnya kepercayaan konsumen menggunakan induk vanname lokal hasil pemuliaan masih rendah. Bahkan sampai sekarang perusahaan eksportir udang masih menggunakan benih induk udang vanname impor yang harganya Rp. 400.000 ekor lebih mahal daripada induk vanname lokal yang seharga Rp.10.000-Rp15.000 ekor. Sedangkan pada benih udang windu perusahaan eksportir udang ada yang berasal dari petambak-petambak yang dominan berpola teknologi tradisional sehingga didapatkan udang windu berkualitas rendah yang mudah terserang penyakit, seperti penyakit White Spot Syndrome . Pada industri pemberian pakan udang sebenarnya sudah cukup berkembang di Indonesia. Hanya saja, dalam sektor budidaya udang di Indonesia mayoritas masih berpola ekstensif tradisional yang sistemnya tidak menggunakan pakan atau hanya menggantungkan pakan alami udang yang berada di dalam tambak. Akibatnya peran industri pakan pada udang yang dominan memproduksi pakan buatan lebih sedikit berperan dibandingkan dengan pakan alami. Secara umum, ada beberapa jenis pakan yang dikembangkan dalam budidaya udang 31 , seperti : ¾ Pakan alami, yaitu jenis pakan yang tumbuh dengan sendirinya atau dengan sengaja ditumbuhkan di dalam petakan tambak dan mempunyai sifat seperti di dalam habitat alaminya. Hal ini memang mudah dilakukan karena udang memang bersifat omnivora yaitu jenis hewan biota pemakan segala jenis makanan yang ada di dalam perairan. Pakan alami udang meliputi zooplankton, jenis lumut terutama lumut usus, kerang- kerangan, udang berukuran kecil rebon dan detritus kotoran tambak yang berasal dari daun-daun tanaman di sekitar tambak yang jatuh ke tambak, dan bangkai biota perairan yang berada didasar tambak 32 . ¾ Pakan buatan, yaitu pakan udang yang dibuat dalam skala industri dengan komposisi nutrisi dan gizi yang sesuai kebutuhan udang dan disuplai pada tambak udang jika ketersediaan pakan alami menipis. Pakan buatan meliputi 1 crumble, yaitu butiran pakan yang berupa serbukbutiran halus dan biasa digunakan pada udang usia tebar. 2 pellet yaitu pakan buatan yang berupa butiran-butiran kecil sampai butiran-butiran kasar dan biasa digunakan pada udang dewasa sampai usia panen 33 . 31 Marindro. 2007. “Program Pengelolaan Pakan Udang 02-Penentuan Jenis Pakan Pakan Alami”. http:www.marindro.blogspot.com [12 Juni 2009]. 32 Informasi Budidaya Udang. 2008. “Pakan Alami Bagi Udang-01”. http:www.feeds.feedburner.compakan-alami-bagi-udang-01-informasi-budidaya- udang.mht [12 Juni 2009]. 33 Informasi Budidaya Udang. 2008. “Pakan Buatan Untuk Udang”. http:www.feeds.feedburner.compakan-buatan-untuk-udang-informasi-budidaya- udang.mht [12 Juni 2009]. ¾ Pakan segar, yaitu jenis pakan yang berasal dari hewan atau biota perairan yang diolah sedemikian rupa dan dalam kondisi masih segar kepada udang yang bertujuan memperbaiki kualitas dan kondisi udang atau untuk meningkatkan nafsu makan udang. ¾ Pakan tambahan lainnya, yaitu pakan yang bersifat suplemen dari pakan buatan dan dapat diberikan secara campuran dengan pakan buatan atau terpisah yang bertujuan mengisi kekurangan nutrisi tertentu dari pakan buatan. b Industri Pendukung Pada industri pendukung ekspor udang meliputi produk-produk olahan udang. Diketahui pada ekspor udang Indonesia mayoritas berupa bahan mentah yaitu udang beku 90 yang dihasilkan oleh industri udang beku dan 10 ekspornya berupa udang tak beku seperti udang segar dan udang dalam kemasan. Pada sektor pengolahannya atau industri produk-produk olahan udang masih belum banyak berperan dalam ekspor udang Indonesia. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan menciptakan olahan udang inovasi baru yang bernilai tambah untuk peningkatan daya saing. Pada produk olahan- olahan udang yang sudah ada masih terbatas produksinya hanya untuk pasar domestik dan belum bisa diekspor. Produk-produk olahan udang yang sudah ada meliputi khitin dan khitosan, kerupuk udang, terasi, pasta udang, dan lainnya. Pada produk baru olahan udang udang yaitu khitin dan khitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dihasilkan dari limbah hasil laut khususnya golongan udang, kepiting, ketam dan kerang. Khitin yang berbahan baku limbah udang kulit dan kepala mengandung protein, CaCo 3 , MgCo 3, serta pigmen astaxanthin pigmen pada pangan ikan. Kulit golongan crustacea merupakan sumber khitin paling kaya sehingga kandungannya mencapai 40-60 berat kering. Sedangkan khitosan sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, mikrobiologi, kesehatan dan pertanian. Untuk pertanian, khitosan merupakan suplemen yang mengandung serat yang dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisenik makanan, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Dalam bidang kesehatan, khitosan berguna sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, dan antitumor sel-sel leukemia. Selain itu khitin dan khitosan dapat digunakan dalam industri kertas dan tekstil sebagai zat adiktif, industri kulit, fotografi, industri cat, dan sebagai penghasil sel protein tunggal. Meskipun khitin dan khitosan sudah dapat diproduksi namun masih sangat terbatas dalam perkembangan industrinya sehingga produk-produk dominan dipasarkan di dalam negeri dan sedikit yang diekspor. Kurangnya ketersediaan industri terkait dan pendukung dalam budidaya udang Indonesia menyebabkan sulitnya pengembangan kinerja ekspor udang karena jumlah ekspornya yang menurun dan berakibat pada penurunan nilai ekspor udang Indonesia serta penurunan pada daya saingnya. 4 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan Persaingan komoditi udang Indonesia di pasar internasional cukup bagus karena Indonesia merupakan salah satu penghasil udang terbesar di dunia di samping China dan Thailand berdasarkan Tabel 5.4 Selain itu Indonesia masih menempati peringkat ketiga pada ekspor di pasar AS pada tahun 2007 dengan nilai US 380.052 ribu. Peringkat nomor satunya adalah Thailand dengan nilai ekspor US 736.098 ribu dan keduanya adalah Vietnam dengan nilai ekspor US 389.483 ribu. Sedangkan pada pasar Uni Eropa Indonesia menempati peringkat keenam dengan nilai ekspor € 99.471,88 ribu jauh di bawah Ekuador, India, Argentina, Bangladesh, dan RRC. Pada perkembangan perusahaan-perusahaan eksportir udang yang meskipun jumlahnya mencapai 182 eksportir, namun terdapat cabang-cabang perusahaan industri Chakroen Phokphand Group yang mendominasi pasar domestik sehingga berrstruktur monopoli di Indonesia termasuk industri Chakroen Phokphand Group itu sendiri yang menjadi perusahaan monopoli di Asia Tenggara karena menguasai pangsa pasar lebih dari 50. Tetapi dalam jumlah perusahaan eksportir udang yang cukup banyak, pada produknya masih mendominasi produk bahan mentah yaitu udang beku dan belum banyak yang memproduksi produk-produk olahan udang yang bernilai tambah. Pada strategi ekspor, Indonesia belum banyak melakukan tindakan- tindakan atau strategi-strategi khusus untuk peningkatan daya saing komoditi udang Indonesia. Kurangnya struktur dan strategi dalam pengembangan budidaya udang akan mengakibatkan kalahnya produk komoditi udang Indonesia oleh negara lain sehingga terjadi penurunan nilai ekspor udang Indonesia yang juga berakibat pada penurunan daya saingnya. 5 Peranan Pemerintah Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan usaha udang Indonesia agar menjadi usaha yang terintegrasi dan handal mulai dari hulu hingga hilir serta berdaya saing tinggi dengan penetapan Komisi Udang Indonesia KUI melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.42MEN2004 tentang Komisi Udang Indonesia. Komisi Udang Indonesia dalam menjalankan tugasnya menetapkan program-program khusus seperti Manajemen Kesehatan Udang dan Lingkungan, Manajemen Efluen dan Limbah Padat, Manajemen Pasca Panen serta Pola dan Luas Usaha. Pada program Manajemen Kesehatan Udang dan Lingkungan lebih berorientasi pada pencegahan terjadinya penyakit daripada pengobatan. Program tersebut juga menjelaskan tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mencegah terjadinya penyakit, seperti menerapkan prosedur karantina bagi pemasukan dan distribusi induk, nauplius pakan udang, dan benur benih udang, penggunaan pakan yang bermutu, pengendalian kualitas air, dan langkah- langkah lainnya. Program Manajemen Efluen dan Limbah Padat bertujuan untuk memperbaiki mutu air buangan tambak yang telah banyak mengandung bahan- bahan cemaran limbah yang dapat mencemari air di lingkungan tambak. Pada Manajemen Pasca Panen bertujuan memberikan jaminan mutu produk dan keamanan pangan. Sedangkan pada Pola dan Luas Usaha Tambak lebih dititikberatkan pada pengaturan kegiatan budidaya tambak itu sendiri. 6 Peranan Peluang Peluang ekspor komoditi udang Indonesia cukup bagus di pasar internasional. Adanya pertimbangan Indonesia sebagai negara yang memiliki luas laut dan kekayaan sumberdaya perikanan yang besar serta peran Indonesia sebagai salah satu eksportir udang terbesar di dunia setelah China dan Thailand dalam pasar-pasar ekspor dunia. Pada pasar ekspor Jepang misalnya udang merupakan salah satu makanan utama masyarakat Jepang karena selera masyarakatnya yang lebih menyukai jenis makanan seafood membuat Jepang menjadi pasar ekspor nomor satu Indonesia dengan pangsa pasarnya sekitar 60. Salah satu peluang yang sangat bagus dari pasar ekspor Jepang yaitu mulai bulan Juli 2008, akan diberlakukan bea masuk 0 untuk produk udang dari Indonesia 34 . Salah satu peluang yang sangat bagus yaitu ketika pasar ekspor udang AS menetapkan pengenaan anti dumping udang terhadap enam negara produsen yaitu Cina, Thailand, Vietnam, Ekuador, India dan Brazil pada tanggal 31 Desember 2003. Hal ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor udangnya ke AS karena berkurangnya persaingan dari negara-negara lain karena penetapan anti dumping tersebut. Tetapi kenyataannya Indonesia malah menjadi sasaran utama bagi negara-negara yang terkena petisi anti dumping AS untuk bisa memasukkan ekspornya ke AS dan Indonesia dikenai tuduhan transhipment, yaitu hasil ekspor udang Indonesia dituduh sebagai hasil impor Indonesia dari negara- negara yang terkena anti dumping. 34 Lin. 2008. “Bea Masuk Udang ke Jepang 0”. http:forum.kapanlagi.combea-masuk-udang- ke-jepang-00000233340.html [12 Juni 2009]. Berdasarkan hasil analisis dari Porter’s Diamond, terdapat keunggulan dan kelemahan pada komoditi udang Indonesia. Pada komponen sumberdaya alam Indonesia memiliki keunggulan dengan sumberdaya komoditi udang dan hasil perikanan lainnya yang melimpah ditambah dengan luas laut atau luas lahan yang mencukupi serta produksi udang yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada komponen sumberdaya manusia, industri udang Indonesia cukup banyak menyerap tenaga kerja karena terciptanya lapangan kerja yang dinamis dan dapat diproyeksikan bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor budidaya udang cenderung meningkat. Kemudian adanya keunggulan jumlah dan kualitas tenaga kerja di perusahaan PT Central Proteinaprima juga mendukung perkembangan sumberdaya manusia. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia mempunyai keunggulan baik kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia pada sektor budidaya dan ekspor udang. Hal ini berbeda dengan komponen sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi dimana dominasi teknologi produksi budidaya udang masih sangat tradisional dan sedikit yang intensif yaitu hanya pada udang vanname . Pada komponen sumberdaya modal komoditi udang Indonesia memiliki keunggulan karena sudah adanya kerjasama antara pemerintah dengan lembaga- lembaga keuangan seperti bank-bank yang memberikan pelayanan kredit kepada pengusaha udang Indonesia. Begitu pula dengan komponen infrastruktur pada komoditi udang yaitu memiliki keunggulan karena telah tersedianya berbagai infrastruktur seperti yang diinvestasikan oleh eksportir udang terbesar Indonesia yaitu PT Aruna Wijaya Sakti Dipasena Citra Darmaja di bawah perusahaan PT Central Proteinaprima. Pada kondisi permintaan domestik, Indonesia sudah mampu mencukupi kebutuhan domestik komoditi udang. Begitu pula pada permintaan ekspor yang terlihat dengan peningkatan nilai ekspor udang dan masih diminatinya komoditi udang Indonesia di pasar-pasar dunia. Untuk komponen persaingan cukup bagus karena Indonesia menempati posisi kedua sebagai eksportir udang beku di bawah Thailand pada tahun 2007 Tabel 5.4. Pada struktur dan strategi, Indonesia masih didominasi oleh cabang- cabang perusahaan Chakroen Phokphand Group yang yang bersifat monopoli dan mayoritas ekspor udang Indonesia masih berupa bahan mentah yaitu ekspor udang beku. Selain itu para stakeholder budidaya udang belum dapat menciptakan strategi-strategi yang jitu untuk peningkatan daya saing udang di pasar dunia sehingga terdapat kelemahan dalam struktur dan strategi udang Indonesia. Begitu pula pada komponen industri pendukung dan terkait, kurang berperannya industri penyediaan benih dan industri pakan udang dalam ekspor udang Indonesia serta belum banyaknya industri-industri produk olahan udang yang berorientasi ekspor sehingga ekspor udang Indonesia hanya sebatas bahan mentah seperti udang beku dan tak beku yang kurang bernilai tambah. Pada peranan peluang dan pemerintah, Indonesia masih mempunyai peluang dalam peningkatan daya saing udang di pasar dunia karena Indonesia masih diperhitungkan dalam pasar dunia sedangkan peran pemerintah sudah cukup bagus dalam membuat regulasi-regulasi peningkatan mutu komoditi udang Indonesia. Pada komponen-komponen dalam Porter’s Diamond Theory yang menunjukkan keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan dalam komoditi udang Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 5.1. Untuk keunggulan akan diberi tanda + sedangkan untuk kelemahan pada komoditi udang Indonesia akan diberi tanda -. Gambar 5.1 Keunggulan dan Kelemahan Komoditi Udang Indonesia Hasil Analisis Porter’s Diamond Theory Komponen Sumberdaya : 1. SDA + 2. SDM + 3. IPTEK - 4. Modal + 5. Infrastruktur + Peranan Pemerintah + Kondisi Permintaan : 1. Domestik + 2. Ekspor + Industri Pendukung dan Terkait : 1. Industri Pendukung - 2. Industri Terkait - Persaingan, Struktur dan Strategi : 1. Persaingan + 2. Struktur - 3. Strategi - Peranan Kesempatan +

5.3 Analisis Strategi-Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Udang Indonesia