Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran

Aceh yang mengarah ke wilayah selatan kota yang merupakan wilayah pinggiran atau sub urban. Yunus 1987 mengatakan bahwa salah satu tanda terjadinya pemekaran kota di daerah pinggiran kota adalah adanya gejala filtering up yaitu pergantian pemukiman-pemukiman lama dengan pemukiman-pemukiman baru yang kondisi ekonominya lebih baik. Selanjutnya Hammond, 1979 dalam Daldjoeni, 1987 mengemukakan bahwa tumbuhnya daerah pinggiran kota karena 1 Adanya peningkatan pelayanan transportasi kota yang memudahkan orang bertempat tinggal pada jarak yang jauh dari tempatnya bekerja; 2 Berpindahnya sebahagian penduduk dari bagian pusat kota ke bagian pinggiran kota dan masuknya penduduk baru yang berasal dari perdesaan; serta 3 Meningkatnya taraf kehidupan masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Struktur kota Banda Aceh sebelum bencana tsunami berpusat pada Mesjid Raya Baiturrahman dan Pasar Aceh yang menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta pedagangan. Kemudian pada kawasan permukiman perkotaan terdapat permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruang masih beragam. Seperti umumnya kota-kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana dengan baik, dengan konsentrasi kepadatan di pusat kota, di sekitar mesjid Baiturrahman dan memanjang hampir linier mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai dan melebar ke arah pantai Pengembangan kota Banda Aceh di masa mendatang, seharusnya struktur pusat kota dalam bentuk multi center dengan satu atau dua pusat kota dan didukung oleh beberapa sub pusat pengembangan. Pusat-pusat tersebut dihubungkan dengan jaringan jalan melingkar dengan utilitas lainya sehingga tuntutan terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan semakin dirasakan sangat dibutuhkan seiring dengan semakin pesatnya perkembangan kota di masa yang akan datang. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka memberikan efesiensi dan efektifitas pelayanan. Dengan adanya pengembangan dan pembangunan fisik di bagian Selatan Kota Banda Aceh, sehingga adanya perluasan pembanguan wilayah kota menuju ke bagian pinggir kota sub urban menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Adapun permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut : 1 Bagaimana arahan penggunaan ruanglahan sudah sesuai dengan Revisi Rencana Tata Ruang di kawasan sub urban kota; 2 Bagaimana sebaran sarana dan prasarana di kawasan sub urban kota dalam kaitannya dengan hirarki wilayah 3 Apa kebijakan pemerintah kota Banda Aceh dalam pengembangan wilayah di sub urban Kota.

1.3. Kerangka Pemikiran

Salah satu tahapan dari penataan ruang adalah perencanaan, yang menghasilkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW. Dokumen ini merupakan acuan yang sah dalam melaksanakan pembangunanpemanfaatan ruang, sehingga penataan ruang merupakan acuan dalam menentukan peluang dan batasan dalam pembangunanpengembangan wilayah. Tujuan dari penataan ruang wilayah adalah terwujudnya pemanfaatan ruang yang berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan upaya-upaya optimalisasi dan efisiensi dalam penggunaan ruang, kenyamanan bagi penghuninya, peningkatan produktivitas kota, sehingga mampu mendorong sektor perekonomian wilayah dengan tetap memperhatikan aspek kesinergian, keberkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi akhir tahun 2004 yang lalu telah menyebabkan tingkat kehancuran yang sangat tinggi di Kota Banda Aceh. Walaupun demikian, kota ini hingga saat kini pun masih memiliki peran, fungsi dan kedudukan yang strategis dalam konteks pelayanan regional. Akibat bencana yang terjadi tersebut, pergeseran penggunaan lahan yang terjadi pasca bencana cukup besar, terutama untuk kawasan permukiman. Kawasan permukiman bergeser ke kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah pinggiran Kota Banda Aceh. Pada dokumen Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Banda Aceh tahun 2006 – 2016, arahan pola ruang wilayah dengan tegas mengarahkan pengembangan wilayah lebih ke arah Selatan Kota Banda Aceh, sementara wilayah Utara kota yang merupakan kawasan pesisirpantai diarahkan juga untuk pengembangan pembangunan terbatas. Berdasarkan kecenderungan yang terjadi di lapangan, kecenderungan perkembangan Kota Banda Aceh adalah ke sebelah Selatan kota. Dengan menggunalan analisis spasial dapat diketahui pemanfaatan lahan di kawasan sub urban Kota Banda Aceh. Potensi dari wilayah sub urban itu harus diketahui, yaitu dengan menggunakan kriteria penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan permukiman, industri, perdagangan, jasa, pertanian dan lain-lain. Metode skalogram digunakan untuk mengetahui sebaran sarana-prasarana yang terdapat di kawasan sub urban kota Banda Aceh di dalam menentukan hirarki pusat aktivitas di masing-masing kecamatan penelitian. Metode pendekatan analisis hirarki proses AHP dilakukan untuk mengetahui kebijakan tata ruang, sehingga dapat dipilih alternatif dari arahan penentuan pengembangan wilayah di sub urban Kota Banda-Aceh. Kerangka pemikiran dapat di lihat pada Gambar 1 . Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran

1.4. Tujuan Penelitian